• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSITIVE THINKING KARANGAN NORMAN VINCENT PEALE

4.2 Bentuk Kesesuaian Nilai-Nilai Pengembangan Diri dalam buku The

Power of Positive Thinking karangan Norman Vincent Peale dengan

nilai-nilai Bimbingan dan Konseling Islam

Nilai-nilai pengembangan diri dalam buku The Power of Positive

Thinking karangan Norman Vincent Peale sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya, ternyata dapat memberikan kontribusi bagi terciptanya kondisi ruhani yang sehat. Kesehatan ruhani yang dimaksud bukan terbatas pada makna kesehatan yang bersifat psikologis, tetapi juga meliputi seluruh dimensi manusia baik fisik, psikis, maupun spiritual.

Pendapat Peale jika ditinjau dari bimbingan dan konseling Islam dapat dikatakan ada hubungannya dengan tujuan akhir bimbingan dan konseling Islam. Tujuan akhir bimbingan dan konseling Islam adalah membantu klien,

yakni orang yang dibimbing agar mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim. Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi.

Kebahagiaan akhirat akan tercapai bagi semua manusia jika dalam kehidupan dunianya selalu mengingat Allah. Oleh karena itulah Islam mengajarkan hidup dalam keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kehidupan di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan hidup harus dimulai dengan adanya kepercayaan diri, karena kepercayaan diri merupakan fandasi pertama. Adanya kepercayaan diri yang di dalamnya menyangkut keyakinan dan kepercayaan pada adanya Allah menjadi cermin bahwa seseorang memiliki akidah. Semakin kuat akidah seseorang maka semakin teguh dalam menghadapi dan menyikapi kehidupan. Itulah sebabnya bimbingan dan konseling Islam merupakan bantuan untuk membangun seseorang agar memiliki kepercayaan diri.

Bimbingan dan konseling Islam merupakan bantuan yang diberikan kepada klien oleh konselor untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya. Menurut Islam, manusia dilahirkan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam. Bimbingan dan konseling membantu klien untuk mengenal dan memahami fitrahnya sebagai manusia yang sempurna dan menghayatinya.

Dengan demikian manusia akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu.

Manusia yang hidup di dunia betapapun hebatnya tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itu bimbingan dan konseling Islami diperlukan selama hayat masih dikandung badan. Kesepanjang hayatan bimbingan dan konseling ini, selain dilihat dari kenyataan hidup manusia, dapat pula dilihat dari sudut pendidikan. Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri berasaskan pendidikan seumur hidup karena belajar menurut Islam wajib dilakukan oleh semua orang Islam tanpa membedakan usia.

Manusia itu dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah ruhaniah. Bimbingan dan konseling Islam memperlakukan kliennya sebagai makhluk jasmaniah ruhaniah tersebut tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk ruhaniah semata. Bimbingan dan konseling Islami membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniyah dan ruhaniah.

Ruhaniah manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu serta juga akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental potensial untuk mengetahui, menganalisis dan menghayati. Bimbingan dan konseling Islami menyadari keadaan kodrati manusia tersebut, dan dengan berpijak pada firman-firman Tuhan serta hadits Nabi, membantu klien atau yang dibimbing memperoleh

keseimbangan diri dalam segi mental rohaniah tersebut. Orang yang dibimbing diajak untuk mengetahui apa-apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa-apa yang perlu dipikirkannya, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi juga tidak menolak begitu saja. Kemudian diajak memahami apa yang perlu dipahami dan dihayatinya telah berdasarkan pemikiran dan analisis yang jernih diperoleh dari keyakinan tersebut. Orang yang dibimbing diajak untuk menginternalisasikan norma dengan menggunakan semua kemampuan ruhaniah potensialnya tersebut, bukan hanya mengikuti hawa nafsu.

Bimbingan dan Konseling Islami, berlangsung pada citra manusia. Islam memandang bahwa seorang individu merupakan suatu eksistensi tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensial ruhaniahnya.

Manusia merupakan makhluk sosial, hal ini diakui dan diperhatikan dalam bimbingan dan konseling Islami. Pergaulan, cinta kasih, rasa aman, penghargaan terhadap dirinya sendiri dan orang lain, rasa memiliki dan dimiliki, semuanya merupakan aspek-aspek yang diperhatikan di dalam bimbingan dan konseling Islami, karena merupakan ciri hakiki manusia. Dalam bimbingan dan konseling Islami, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme), namun hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial. Jadi bukan pula liberalisme,

dan masih ada pula hak alam yang harus dipenuhi manusia sebagai prinsip ekosistem, begitu pula dengan hak Tuhan.

Dengan demikian, pemikiran Peale juga sesuai dengan tujuan bimbingan dan konseling Islami. Yakni membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Konsep Peale dapat dikatakan tidak bertentangan dengan bimbingan dan konseling Islam, karena muatan isinya mengajak manusia untuk mengikuti cara-cara yang baik dalam mengembangkan pikiran. Dari sini tampak nilai bimbingan yang diungkapkan Peale, meskipun sifatnya implisit, tetapi mengandung ajakan yang kuat agar setiap orang menggunakan potensinya secara maksimal.

Jika ditinjau dari aspek dakwah, bahwa dakwah itu sendiri merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim, di mana intinya berada pada ajakan dorongan (motivasi, rangsangan serta bimbingan) terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi keuntungan dirinya dan bukan untuk kepentingan pengajaknya. Jadi berbeda (bertolak belakang) dengan propaganda.

Pemikiran Peale dalam mengembangkan diri menuju berpikir positif berdasarkan pengembangan kesehatan ruhani merupakan materi dakwah. Sebabnya adalah dengan beriman, berdo'a, tawakkal, komunikasi kepada Tuhan maka ini merupakan bagian dari ibadah dan akidah. Demikian pula salat masuk dalam kerangka ibadah atau syari'ah. Zikir yang demikian penting

masuk dalam katagori ibadah mahdah (murni), dan memahami ilmu tauhid masuk kerangka akidah. Sedangkan akidah, syari'ah dan akhlak merupakan

maddah atau materi dakwah.

Apa yang dinyatakan Peale, dapat diterima kebenarannya. Meskipun demikian, pendapat Peale bukan hal yang baru karena substansi dan atau esensinya sudah ada dan lebih lengkap tercantum dalam ajaran Islam, khususnya dalam al-Qur'an dan hadis.

Hal lain yang perlu dikemukakan bahwa pemikiran Peale dan para orientalis lainnya dilihat dari sisi keruhaniannya terasa kering, hal ini sebagaimana dikatakan 'Aidh al-Qarni (2005: ix):

Coba baca buku-buku yang dianggap sangat berpengaruh dan menjadi

best seller semisal, The Magic of Thinking Big, karya David J.

Schwart, How to Stop Worrying and Start Living, karya Dale

Carnegie, Speech Can Change Your Life, karya Dorothy Sarnoff

ataupun buku The Seven Habits of Highly Effective People, tulisan

Steven R. Covey, pembaca akan mendapatkan petunjuk-petunjuk

praktis ke arah kebahagiaan yang lebih cenderung duniawi daripada

ukhrawi. Allah dan akhirat tidak menjadi bagian paling pentingdalam

kajian-kajian mereka. Di sinilah, menurut orang-orang yang beriman,

letak kekurangannya meski karya-karya mereka enak dibaca. Sisi

kerohaniannyaterasabegitukering.

Apabila meneliti konsep pengembangan diri menuju berpikir positif dalam perspektif Islam, maka ajaran spiritual Islam sangat erat dengan pengembangan diri menuju berpikir positif yang bermuara pada kesehatan jiwa. Spiritualitas Islam dan kesehatan jiwa sama-sama berhubungan erat dengan soal kejiwaan, akhlak dan kebahagiaan manusia. Dalam kaitan ini hendak diuraikan secara konseptual pandangan Islam terhadap bimbingan pengembangan diri menuju kesehatan jiwa dan pikiran positif.

Konsep-konsep Islam tersebut antara lain:

1. Al-Qur'an dengan tegas menyatakan dirinya sebagai mau'izah dan syifa bagi jiwa, yakni obat bagi segala penyakit hari yang terdapat dalam diri. Dalam surat Yunus: 57, Allah berfirman:

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dan Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman (QS. Yunus: 57).

Ayat ini menggambarkan bahwa agama berisikan terapi bagi pikiran negatif dan gangguan jiwa. Bukankah penderita batin biasanya akan menyesakkan dada seperti tersirat di dalam surat di atas? Banyak sekali ayat-ayat yang lain yang sejalan dengan ayat di atas. Diantaranya al-Isra': 82 dan Fushilat: 44.

2. Agama Islam memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan, manusia di dunia dan di akhirat. Misalnya, tugas dan tujuan hidup manusia di dunia ditegaskan al-Qur'an sebagai beribadah (dalam arti luas) kepada Allah SWT (QS. Al-Zariyat: 56) dan menjadi khalifahnya di bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Dengan melaksanakan konsep ibadah dan kekhalifahan, maka orang dapat menumbuhkan dan mengembangkan potensi pikiran positif dan memperoleh kesehatan pikirannya.

3. Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya berlaku sabar dan menjalankan salat, dalam menghadapi musibah dan cobaan (QS.

Al-Baqarah: 153). Dengan bantuan sabar dan salat orang dapat menghadapi kesulitan hidupnya dengan jiwa dan pikiran tenang serta lapang.

4. Ajaran Islam menganjurkan agar manusia selalu berdzikir kepada Allah, karena dengan dzikir itu hati akan tenang dan damai. Dengan metode berdzikir atau bermeditasi, segala persoalan-persoalan duniawi disandarkan kepada Allah, Zat yang mengatasi segalanya.

5. Ajaran Islam memberikan pedoman dalam urusan duniawi (harta-benda-kekayaan) supaya manusia selalu melihat ke bawah, tidak ke atas. Karena tidak sedikit penyakit jiwa dan pikiran negatif itu muncul dari tuntutan duniawi yang selalu ingin lebih. Dengan melihat ke bawah ia akan merasa cukup dan bersyukur kepada Allah dengan apa yang telah dimilikinya. 6. Allah tidak memandang manusia itu hanya dari sudut fisik semata, tetapi

lebih pada hatinya dan pikirannya. Sehingga Islam menganjurkan agar selalu hidup bersih, berbaik hati, dan menghindari perbuatan-perbuatan yang bisa mengotori hati dan pikiran.

7. Ajaran Islam membantu-orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni melalui penghayatan nilai-nilai ketaqwaan dan keteladanan yang diberikan Muhammad SAW.

8. Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir, yakni melalui wahyu.

9. Ajaran Islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan baik, baik hubungan dengan orang lain, dengan alam dan

lingkungan, seperti ajaran yang terdapat dalam syari'at, aqidah dan akhlak, serta hubungan dengan Allah dan dirinya sendiri.

10. Ajaran Islam berperan dalam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta mencegahnya dari berbuat jahat dan maksiat.

11. Menurut Islam, hakekat manusia sesungguhnya bukan terletak pada pemenuhan kebutuhan jasmaninya, melainkan kebutuhan rohani (spiritualnya). Kebutuhan jasmani dipenuhi sebagai sarana menunjang tercapainya kebutuhan rohani.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa pandangan Islam dapat membantu orang dalam membimbing pengembangan diri dan mencegahnya dari gangguan pikiran yang negatif serta membina kondisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran Islam orang dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa serta pikirannya. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam berhubungan erat dengan soal-soal bimbingan pengembangan diri sebagaimana diungkapkan Peale.

Ajaran Islam adalah seutama-utamanya jalan bagi bimbingan pengembangan diri menuju berpikir positif, kreatif dan humanis, serta membina dan mengembangkan kehidupan jiwa manusia, karena Islam adalah fitrah dan dimensi kehidupan spiritual manusia yang teramat penting dalam membimbing pengembangan diri menyangkut potensi pikiran manusia.

Manusia dalam berpikir bisa dipilah menjadi dua, positif dan negatif. Berpikir positif berpangkal pada nafsu ruhaniyyah, yaitu nafsu muthma'innah (nafsu yang tenang) dan mardhiyyah (nafsu yang diridhai Tuhan). Nafsu

muthma'innah, yaitu nafsu yang telah mencapai ketenangan, nafsu yang dapat

dikendalikan oleh akal yang sehat. la telah menginsafi bahwa tidak semua keinginannya dapat dilaksanakan. Sebelum melaksanakan suatu keinginan selalu dikonsultasikan kepada akalnya. Ia mampu melahirkan perbuatan yang normal sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat maupun agama sehingga menimbulkan kebahagiaan, ketenteraman dan kesejahteraan, lahir dan batin. Nafsu ini telah dibekali iman dan takwa, buahnya dapat melawan segala godaan yang menjurus kepada kejahatan. Ia ibarat kendaraan yang dapat dikuasai oleh pengendalinya untuk mengantar kepada kesejahteraan hidup, sebagaimana difirmankan Allah Swt:

Artinya: "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. al-Fajr [89]: 27-30).

Termasuk dalam ayat tersebut adalah nafsu keempat, yaitu nafsu

mardhiyyah (diridhai Tuhan).

Sedang pikiran negatif berpangkal pada nafsu jasmaniyyah, yaitu nafsu ammarah dan lawwamah. Inilah dalam dunia tasawuf sering dikatakan sebagai hawa nafsu. Masing-masing nafsu tadi mempunyai ciri-ciri. Nafsu

ammarah bercirikan berkeinginan yang berlebih-lebihan, belum mengenal

batas dan pendidikan, tidak bisa membedakan antara yang baik dan tidak baik, antara yang benar dan yang salah, antara yang indah dan tidak indah, tidak

meminta pertimbangan akal dan nurani, ia sebagai sumber kejahatan. (QS. Yusuf [12]; 53).

Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS.Yusuf [12]:53)

Sedang ciri lawwamah ialah lebih tinggi sedikit daripada ammarah, menyesali apa yang telah dilakukan, tetapi muncul kembali apabila ada rangsangan atau ketika ia lupa, sudah pandai menengok ke kanan dan ke kiri, namun bukan sebagai falsafah hidupnya, ia bersikap munafiq dan hawa nafsu ini masih dekat dengan ammarah. Oleh al-Ghazali nafsu-nafsu ini lebih jauh dikembangkan dengan istilah hawa nafsu, yakni bahimiyyah (kebinatangan), yang mempunyai watak rakus, tidak mempunyai rasa malu (perselingkuhan, perzinaan) dan sebagainya. Sabu'iyyah (kebuasan), yakni suka marah dan sebagainya. Syaithaniyyah (kesetanan) seperti suka menggoda orang lain dan sebagainya dan rububiyyah (ketuhanan), yakni merasa hebat, unggul dan sebagainya, seperti Fir'aun yang pernah mengaku dirinya sebagai Tuhan (Syukur dan Usman, 2008: 113).

113 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab satu sampai dengan bab empat sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Menurut Peale untuk mencapai kebahagiaan hidup adalah dengan berpikir positif. Untuk mengembangkan diri menuju berpikir positif, maka langkah-langkahnya sebagai berikut: percaya pada diri sendiri, pikiran harus damai, karena pikiran yang damai dapat memberi kekuatan, memilih energi konstan, mencoba kekuatan doa, menciptakan kebahagiaan diri sendiri, stop menggerutu dan cerewet. Nilai pengembangan diri dalam buku Peale sangat memberikan kontribusi yang sangat besar untuk mewujudkan pengembangan diri yang positif dengan petunjuk-petunjuk praktis yang diajarkan dari kisah-kisah yang diangkat. Dengan kata lain semakin tinggi positive thinking seseorang maka semakin berkualitas kehidupan seseorang dalam mencapai kebahagiaan.

2. Nilai-nilai pengembangan diri dalam buku The Power of Positive Thinking karangan Norman Vincent Peale sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, teryata mempunyai relevansi yang cukup besar terhadap BKI. Dari uraian Peale dapat disimpulkan bahwa untuk mengembangkan kepercayaan diri maka seseorang 1) harus selalu berdo'a; 2) memiliki keyakinan religius. Jika konsep Peale dihubungkan dengan ajaran Islam berarti a) berdo'a; b) beriman; c) bertauhid, d) tawakkal dan e) salat. Hal

ini berarti konsep Peale tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan dalam ajaran Islam, konsep Peale sudah lebih dahulu ada dan diatur dalam al-qur'an dan hadits

Oleh karena itu, bila dilihat dari perspektif bimbingan konseling Islam, maka konsep Peale dapat dijadikan materi bimbingan dan konseling Islam. Alasannya karena konsep Peale sangat relevan dengan nilai-nilai tujuan bimbingan konseling Islam yaitu membantu individu sebagai klien yang belum atau sudah terkena masalah menjadi manusia seutuhnya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan kata lain, tujuan akhir bimbingan dan konseling Islam adalah membantu klien, yakni orang yang dibimbing agar mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim. Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi.

5.2 Saran-saran

Meskipun konsep Peale kurang memuaskan atau mungkin masih dianggap kurang memadai dalam membedah nilai-nilai bimbingan pengembangan diri dalam buku The Power of Positive Thinking, namun setidaknya dapat dijadikan masukan bagi masyarakat terutama orang tua dan para pendidik. Konsep tokoh ini dapat dijadikan studi banding oleh peneliti lainnya dalam mewujudkan kehidupan bahagia.

5.3 Penutup

Seiring dengan karunia dan limpahan rahmat yang diberikan kepada segenap makhluk manusia, maka tiada puji dan puja yang patut dipersembahkan melainkan hanya kepada Allah SWT. Dengan hidayahnya pula tulisan sederhana ini dapat diangkat dalam skripsi yang tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan. Menyadari akan hal itu, bukan suatu kepura-puraan bila penulis mengharap kritik dan saran menuju kesempurnaan tulisan ini.

Abduh, Billif, S.S. 2010. The Power of Positive Thinking For Islamic Happy Life, Yogyakarta: Citra Risalah.

Agustiani, Hendriati, 2006, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Refika Aditama.

Ahmadi, Abu dan Ahmad Rohani. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.

Ali, Maulana Muhammad, 1977. The Religion of Islam, Terj. R. Kaelan dan M. Bachrun, "Islamologi (Dînul Islâm)", Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Anita. 1995. E Woolfok, Education Pycologhy, USA: Schuster Company, 6

Th.Ed.P.

Arifin, Muzayyi., 1994, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan

Agama, Jakarta: PT Golden Terayon Press

---, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arifin, Muzayyin, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta: Rineka Cipta.

Arkoun, Mohammad. 1996. Rethinking Islam, Terj. Yudian W.Asmin, Lathiful Khuluq, Yogyakarta: LPMI bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.

Ash Shiddieqy, T.M.Hasbi, 2001, Al-Islam , jilid 1, Jakarta: Bulan Bintang. Asy-Syahawi, Majdi Muhammad, 2005. Saat-saat Rasulullah Marah, Tej. Ahsan

Abu Azzam, Jakarta: Pustaka Azzam.

Azhari, Akyas, 2004, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Teraju Mizan. Azwar, Saifuddin, 1998, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bahdal, Musa Rasyid. 2010, Asyiknya Berpikiran Positif, Jakarta: Zaman. Bakker, Anton, 1990, Metode Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Bantanie, Muhammad Syafi'i, 2010. Kekuatan Berpikir Positif, Jakarta: PT:

Billif, Abduh. 2010. The Power of Positive Thinking For Islamic Happy Life, Yogyakarta: Citra Risalah.

Bogdan, Robert and Steven J. Taylor, 1975. Introduction to Qualitative Research

Methods, New York.

Burns, 1983. Konsep Diri, Teori Pengukuran, Perkembangan, Dan Perilaku. Jakarta: Arcan.

C. Finkelor, Drothy, 2004, Bagaimana Emosi Berperan dalam Hidup Anda, Yogyakarta: Zenith Publier.

Centi, Paul. 1993. Mengapa Rendah Diri, Yogyakarta: Kanisius.

Chabib Toha, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin, CP., 1993 Dictionary of Psychology Terj. Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Daradjat, Zakiah. 1988. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung. ---. 1992. Do’a dan Kebahagiaan, Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam

Ruhama.

Daradjat, Zakiah. 1995, Ilmu Fiqh, jilid 1, Yogyakarta: PT. Dani Bhakti Wakaf. Departemen Agama, 2006, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Jakarta: Pena Pundi

Aksara.

Depknas, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.

Dzakiey, Hamdani Bakran. 2005. Prophetic intelligence: Kecerdasan Kenabian, Yogyakarta: Islamika

Fahmy, Mushtafa. 1983. Penyesuaian Diri, Alih Bahasa; Zakiah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang

Faqi, Ibrahim. 2009. Terapi Positive Thinking (Mengontrol Otak untuk Sehat Jiwa

Raga, Terj. Abu Firly Bassam Taqiy, Yogyakarta: Hikam Pustaka.

Gazâlî, Imam, 1989. Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, Beirut: Dâr al-Fikr, juz III.

Ghazzi, Syekh Muhammad ibn Qâsim, tth, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Beirut: Dâr al-Ihya al-Kitab.

Gofur, Oktaful, 2006, Konsep Aktualisasi Diri Abraham Maslow dan Korelasinya

dalam Membentuk Kepribadian (Analisis Bimbingan dan Konseling Islam), Skripsi: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

Hamzah, Mansur, 2010. Terapi Berpikir Positif dengan Al-Qur'an untuk meraih

Sukses Dunia dan Akherat, Yogyakarta: Lafal Indonesia.

Hasibuan, Malayu S.P., 2001. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT Gunung Agung.

Hasyim, Husaini A. Majid, 1993, Syarah Riyadhush Shalihin, Surabaya: PT. Bina Ilmu.

htt://www.pengembangan diri.com/blogs/15/pengembangan diri dimulai dari mana.

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-pengembangan-diri http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-pengembangan-diri Jalaluddin, 1996. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Jumhur dan Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &

Counseling). Bandung: CV Bina Ilmu.

Al-Kalabadzi. 1990, Ajaran Kaum Sufi, Bandung: Mizan.

Kartono, Kartini, 2005, Teori Kepribadian, Bandung: Mandar Maju.

Kattsof, Louis. 1986. Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Khasanah, Uswatun, 1997, Pengaruh Ibadah Shalat dan Dzikir terhadap

Kepribadin Pasien di Dumah Sakit Jiwa Semarang, Skripsi: Fakultas

Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

Langeveld, tth, Menuju Kepemikiran Filsafat, Jakarta; PT.Pembangunan. Latipun. 2005. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Al-Magety, Abu Nayla, 2010. Metode Terapi Positif Thinking (Kunci Meraih

Kesehatan Jiwa-Raga Kesuksesan dan kekayaan, Yogyakarta: Moncer

Publiser.

Al-Malibary, Syaikh Zainuddin Ibn Abd Aziz, Fath al-Mu’in, Beirut: Dar al-Fikr,