• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSITIVE THINKING KARANGAN NORMAN VINCENT PEALE

4.1 Nilai-Nilai Bimbingan Diri dalam buku The Power of Positive Thinking Karangan Norman Vincent Peale

4.1.4 Mencoba Kekuatan Doa Menurut Peale (2010: 63):

4.1.4 Mencoba Kekuatan Doa Menurut Peale (2010: 63):

Para pakar kesehatan dan kesejahteraan fisik sering menggunakan doa untuk terapi mereka. Lumpuh, perasaan tegang, dan merasa sulit bisa jadi dikarenakan oleh tidak adanya keseimbangan batin.

Memang sungguh mengagumkan bagaimana doa mampu

memulihkan keselarasan antara tubuh dan jiwa Peale.

Berangkat dari pernyataan Peal dapat disimpulkan bahwa untuk mengembangkan berpikir positif adalah dengan senantiasa berdo'a. Apabila konsep Peale dihubungkan dengan ajaran Islam maka manusia harus berdo'a pada Allah Swt.

Suatu aspek yang tidak dapat diabaikan dalam rangka taqarrub di samping zikir ialah do’a, yaitu seruan, permohonan atau permintaan yang semata-mata ditujukan kepada Allah dalam berbagai hajat dan kebutuhan (Ya'qub, 1990: 271).

Semua agama meyakini bahwa do’a mempunyai peranan sangat penting dan dibutuhkan manusia. Sebagai seorang muslim meyakini bahwa sumber segala kekuatan dan kekuasaan itu ada pada Allah Swt. Dia menyuruh manusia supaya bermohon kepada-Nya, dan Dia berjanji akan mengabulkan permohonan (do’a) hamba-Nya (Daradjat, 1992: 15). Dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’min ayat 60, Allah berfirman:

Artnya: "Serulah Aku! Akan Kukabulkan do'amu. Orang yang sombong dan tiada suka menyembah Aku, pasti akan masuk neraka jahanam dalam kehinaan".

Do’a adalah suatu tugas agama yang sangat penting kedudukannya dan sangat mahal nilainya. Dia adalah suatu pintu yang besar di antara pintu-pintu ibadat yang lain, dalam memperhambakan diri kepada Allah dan memperlihatkan ketundukkan jiwa kepada-Nya (Ash Shiddieqy, 1986: 97). Itulah sebabnya Shihab (2006: 175) menyatakan:

Do'a merupakan bagian dari zikir. Ia adalah permohonan. Setiap zikir kendati dalam redaksinya tidak terdapat permohonan, tetapi kerendahan hati dan rasa butuh kepada Allah yang selalu menghiasi pezikir, menjadikan zikir mengandung do'a.

Pada halaman lain Shihab (2006: 2) mengemukakan:

Tidak dapat disangkal bahwa era kita dewasa ini adalah era kegelisahan. Problem hidup terlihat dan dirasakan di mana-mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat, tetapi juga karena ulah sementara pihak telah mengusik kedamaian dengan berbagai dalih atau menawarkan aneka ide yang saling bertentangan dan membingungkan. Dengan zikir dan do'a, maka optimisme lahir, dan itulah yang dapat mengusik kegelisahan, karena itu dewasa ini sekian banyak pakar—bahkan yang hidup di Eropa dan Amerika sekalipun— menganjurkan umat beragama untuk kembali mengingat Tuhan. 4.1.5 Menciptakan Kebahagiaan Diri Sendiri

Menurut Peale (2010: 87):

Siapakah yang menentukan apakah Anda bahagia atau tidak bahagia? Jawabannya Anda sendiri! Seorang pembawa acara sebuah televisi mendapat seorang tamu lanjut usia. Orang tersebut sangat langka. Komentar-komentarnya spontan dan muncul begitu saja dari pribadinya yang bersinar dan bahagia. Setiap kali ia mengatakan sesuatu, ucapannya begitu naif tapi mengena, sehingga para penonton dibuatnya tertawa. Mereka menyukainya. Pembawa acara televisi tersebut terkesan. la menikmatinya bersama yang lainnya. Akhirnya ia bertanya kepada orang tua itu mengapa ia begitu bahagia. "Anda pasti punyai rahasianya." Orang tua itu berkata, "Tidak. Saya tidak punya rahasia apa pun." Katanya kemudian,

"Saat bangun pagi, saya punya dua pilihan—bahagia atau sedih. Menurut Anda apa yang akan saya lakukan? Saya memilih untuk bahagia, itu saja"

Mencermati dan menyikapi pernyataan Peal dapat disimpulkan bahwa untuk mengembangkan berpikir positif adalah dengan senantiasa menciptakan kebahagiaan diri sendiri. Apabila konsep Peale dihubungkan dengan ajaran Islam maka manusia harus berupaya menciptakan kebahagiaan diri sendiri.

Dalam Al-Qur'an, di antara kata yang paling tepat menggambarkan kebahagiaan, adalah aflaha. Pada empat ayat Al-Qur'an 20 : 64, 23 : 1, 87 : 14, 91: 9 kata itu selalu didahului kata penegas qad sehingga berbunyi qad

aflaha, sungguh telah berbahagia. Kata ini adalah derivasi dari akar kata falah (Rakhmat, 2004: 24). Kamus-kamus bahasa Arab klasik merinci

makna falah sebagai berikut: kemakmuran, keberhasilan, atau pencapaian apa yang diinginkan atau dicari; sesuatu yang dengannya seseorang berada dalam keadaan bahagia atau baik; terus menerus dalam keadaan baik; menikmati ketentraman, kenyamanan, atau kehidupan yang penuh berkah; keabadian, kelestarian, terus menerus, keberlanjutan (Rakhmat, 2004: 24)

Sesungguhnya cara untuk mendapatkan kebahagiaan dengan mudah dan murah telah lama ada, ditunjukkan langsung oleh Allah Swt melalui para rasul-Nya. Petunjuk hidup bahagia itu tersimpul dalam agama, dengan segala ketentuan dan petunjuk yang dihimpun dalam kitab suci Al-Qur'an, dapat dijadikan pedoman dan bimbingan dalam hidup, sehingga kebahagiaan benar-benar dapat dicapai.

Dalam segala segi kehidupan ada pedoman diberikan Tuhan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, bernegara, dan juga kehidupan pribadi. Dalam al-Qur'an, Allah mengingatkan manusia, bahwa modal utama dalam mencapai kebahagiaan adalah iman (kepercayaan). Kepercayaan bukan sekedar ucapan saja, tetapi kepercayaan yang mewarnai kehidupan sehari-hari sehingga benar-benar teguh dalam pendirian, tidak mudah digoncangkan oleh berbagai godaan, baik yang berupa harta, anak, kedudukan dan segala bentuk kesenangan duniawi (Daradjat, 1988: 9) Keimanan yang teguh dan kuat, serta memantul dalam sikap hidup sehari-hari, itulah yang akan membawa kebahagiaan dalam hidup, Dalam Al-Qur'an surat Al-Hadid ayat 20 Allah memperingatkan:

Artinya: Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan dan hiburan, bermegah-megah dan adu kesombongan. Berlomba-lomba mencari kekayaan dan keturunan. Tidak ubahnya seperti hujan di mana para petani bangga dan kagum akan tanam-tanamannya, yang kemudian menjadi kering dan kuning, lalu layu. Di akhirat nanti ada azab yang pedih dan ada pula ampunan dan keridhaan Allah Swt. Kehidupan di dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang semu dan tipuan".

Kebahagiaan tidak dapat dicapai tanpa iman dan iman tidak berarti apa-apa bila tidak ada yang diimani, yaitu agama. Memang kesenangan duniawi seperti yang disebutkan dalam ayat di atas dapat dicapai, namun

kesenangan itu tidak tahan lama, tidak kekal. Kebahagiaan tidak mungkin dicapai bila tidak didahului dengan keimanan yang teguh dan amal perbuatan yang dikendalikan dengan agama.

4.1.6 Stop Menggerutu dan Cerewet