• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM

B. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan bahwa pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.58

Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik terjadi suatu hubungan hukum antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan pelanggan, belarti

58 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 70

50

dalam hal ini telah mengikat kedua belah pihak dalam satu perjanjian jual beli yang mana apabila salah satu dari kedua belah pihak melakukan wanprestasi maka PT. PLN maupun pelanggan harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita.

Oleh karena itu perlu diadakannya suatu perjanjian untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak yang disebut dengan SPJBTL (Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik), yang harus ditanda tangani dan dipahami oleh kedua belah pihak.

Prosedur perjanjian jual beli tenaga listrik ini didahului oleh pelanggan yang datang/melapor ke PT. PLN (Persero) untuk meminta penyambungan/penyaluran tenaga listrik ke dalam bangunan yang baru didirikannya. Selanjutnya pihak PT.

PLN (Persero) meminta pelanggan untuk mengisi formulir pendaftaran yang dapat diakses di situs resmi PT. PLN (Persero), pelanggan dapat mengisinya secara langsung atau di pandu oleh petugas/pegawai PT. PLN (Persero), setelah pelanggan melakukan registrasi online, pelanggan juga harus menyiapkan berkas-berkas tambahan lainnya seperti, surat permohonan, foto copy KTP, materai 6000, foto copy rekening listrik tetangga terdekat dari bangunan yang ingin di masukkan tenaga listrik tersebut dan SLO (Surat Laik Operasi). Yang mana SLO (Surat Laik Operasi) ini didapatkan/diterbitkan Oleh PT. Konsuil, dalam penerbitan SLO (Surat Laik Operasi) ini ada beberapa prosedur yang harus dilakukan,

1. Pelanggan melapor ke PT. Konsuil serta mengajukan permintaan permohonan pemeriksaan instalasi listrik, yang mana bangunan tersebut sebelumnnya sudah diinstalasi oleh instalatir, instalatir bisa dilakukan oleh siapapun sepanjang ia memahami soal instalasi listrik dan memiliki sertifikat instalasi listrik.

2. Setelah mengajukan permohonan pelanggan akan mengisi formulir yang berisi Nama, alamat, no SIP (Surat Izin Persetujuan), tanggal, tarif dan daya. Tarif yang dimaksud disini adalah jenis kebutuhannya seperti rumah tangga (R), bisnis (B), sosial (S).

3. Setelah formulir di isi pelanggan akan melakukan pembayaran biaya pemeriksaan instalasi (BPI) dan penerbitan sesuai dengan tarif yang berlaku di PT. Konsuil, misalnya untuk kebutuhan rumah tangga biasa daya yang digunakan adalah 900 dan 1300 watt untuk daya 900watt dikenakan biaya sebesar Rp60.000,00 dan daya 1300 watt dikenakan biaya sebesar Rp95.000,00.

4. Selanjutnya PT. Konsuil akan mengirim petugas untuk memeriksa ke tempat/lokasi, jika pemeriksaan dinyatakan telah memenuhi standar maka PT. Kosuil akan mengeluarkan Sertifikat Laik Operasi (SLO), apabila pemeriksaan tidak sesuai dengan standar keamanan maka PT. Konsuil akan memberikan surat pemberitahuan kepada pihak pelanggan. Setelah instalasi diperbaiki pihak PT. Konsuil akan melakukan pemeriksaan ulang, dan apabila hasilnya sudah sesuai dengan standar keamanan maka pihak PT. Konsuil akan mengeluarkan SLO tersebut.

Setelah semua berkas telah terpenuhi oleh pelanggan, maka pihak PT. PLN akan melakukan survey ke lokasi untuk melihat situasi dan kondisi bangunan dalam waktu 1×24 jam. Apabila hasil survey dari pihak PT. PLN menyatakan jarak bangunan tersebut terlalu jauh dari sumber listrik terdekatnya maka bangunan tersebut tidak dapat dilakukan penyambungan tenaga listrik dikarenakan dapat membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

52

Apabila hasil survey dari pihak PT. PLN menyatakan bahwa bangunan tersebut sudah sesuai dengan prosedur pemasangan tenaga listrik maka pihak PT. PLN akan menyetujui permohonan pelanggan untuk pemasangan tenaga listrik terhadap bangunan tersebut.

Ketika sudah disetujuinya pemasangan tenaga listrik oleh pihak PT. PLN pelanggan langsung melakukan pembayaran biaya penyambungan dan juga membayar UJL (Uang Jaminan Langganan), pembayaran tidak dilakukan secara langsung ke pegawai atau karyawan PT. PLN melainkan dilakukan dengan cara PPOB (Paymant Point Online Bank) yang artinya pelanggan melakukan pembayaran secara online langsung ke PT. PLN, baik dari Bank, Kantor Pos atau tempat-tempat yang menyediakannya. Setelah pembayaran dilakukan oleh pelanggan, maka para pihak yaitu PT. PLN dan pelanggan menandatangani SPJBTL (Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) yang mana SPJBTL ini memuat kesepakatan antara para pihak, hak dan kewajiban, larangan serta sanksi-sanksi yang tertuang didalam surat perjanjian tersebut.

Apabila penandatanganan SPJBTL ini telah selesai dilakukan maka pihak PT.

PLN akan melakukan pemasangan/penyambungan tenaga listrik ke dalam bangunan tersebut, dan para pihak menandatangani berita acara pemasangan tenaga listrik. Setelah terlaksananya perjanjian jual beli tenaga listrik, maka para pihak harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan surat perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.59

59 Hasil Wawancara Dengan PT. PLN

Pelaksanaan pernjanjian jual beli tenaga listrik ini telah sesuai dengan Syarat-syarat sahnya perjanjian sesuai dengan yang diatur didalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

1. Kesepakatan untuk mengikatkan dirinya (Pasal 1321–1328 KUHPerdata), dalam hal ini kedua belah pihak telah sepakat untuk mengikatkan dirinya satu sama lain, tanpa mengandung adanya paksaan, ancaman, kekhilafan, penipuan dari pihak manapun.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (Pasal 1329-1331 KUHPerdata), dalam pelaksanaan perjanjian ini persetujuan dilakukan oleh orang-orang yang cakap hukum, dewasa dan tidak didalam pengampuan.

3. Suatu pokok persoalan tertentu (Pasal 1332-1334 KUHPerdata), yang menjadi pokok persetujuan dalam hal ini berupa barang tidak berwujud yaitu tenaga listrik, yang mana harga dan jumlahnya sudah diatur sesuai dengan tarif yang berlaku diperusahaan PT. PLN.

4. Suatu sebab yang halal (Pasal 1335-1337 KUHPerdata), perjanjian yang dilaksanakan bukanlah suatu sebab yang terlarang, dimana perjanjian jual beli tenaga listrik mempunyai dasar hukum yang kuat yang termuat didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perjanjian jual beli tenaga listrik yang terlaksana antara PT. PLN dan pelanggan sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, dan yang menjadi Subjek dalam perjanjian jual beli tenaga listrik adalah PT. PLN selaku pelaku usaha dan pelanggan selaku konsumen,

54

sedangkan yang menjad objeknya didalam perjanjian jual beli adalah benda yang tidak berwujud yaitu tenaga listrik.