• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM

C. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terkait dengan suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu:

a) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri

b) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya.

c) Pihak ketiga44

Pasal 1317 KUHPerdata berbunyi “Apabila seseorang membuat suatu perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli waris dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya”.45

43 Ibid., hlm. 35

44 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni, Bandung, 2005, hlm.

22

45 Pasal 1318 KUHPerdata

Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai pernjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasadan atau sudah nikah. Namun, secara yuridis ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli , sebagaimana dikemukakan berikut ini:46

a. Jual beli antara suami istri.

Pertimbangan hukum tidak diperkenankan jual beli antara suami istri adalah karena mereka sejak terjadi perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya(Pasal 1467 KUHPerdata) yaitu :

1) Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri atau suaminya, dari siapa ia oleh pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.

2) Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga siapa ia dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.

3) Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.

46 Salim H.S, Op. Cit., hlm. 50

36

b. Jual beli oleh para hakim, Jaksa, Advokat Pengacara, Juru Sita, dan Notaris. Para pejabat ini tidak diperkanankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau berang dalam sengketa. Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi dan bunga (Pasal 1468 KUHPerdata).

c. Pegawai yang memangku jabatan umum

Atas ancaman yang sama, para pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak boleh membeli barang-barang yang dijual oleh atau dihadapan mereka, untuk dirinya sendiri atau untu orang lain. Sekedar mengenai barang bergerak jika dianggap perlu untuk kepentingan umum, pemerintah berkuasa membebaskan pegawai-pegawai tersebut dari larangan tersebut.

Demikian pula dalam hal-hal luar biasa, tetapi untuk kepentingan para penjual, pemerintah boleh memberikan izin kepada pegawai-pegawai termaksud dalam Pasal ini untuk membeli barang-barang tak bergerak yang dijual dihadapan mereka (Pasal 1469 KUHPerdata).

Mengenai subjek perjanjian diatas yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli, sebagaimana yang diatur didalam Pasal 1329 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecua jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu, yang dimaksud tidak cakap disini adalah, sesuai dengan Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah:

1) Anak yang belum dewasa

2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan

3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentuka undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

Maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli, kecuali orang-orang yang tidak cakap hukum, sesuai yang disebutkan dalam Pasal 1330 KUHPerdata.

Sedangkan yang dimaksud objek perjanjian adalah prestasi, berupa memberika sesuatu, berbuat dan/atau tidak berbuat sesuatu. Pada perjanjian untuk memberikan sesuatu, prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau memberikan kenikmatan atas suatu barang. Berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan yang bukan berupa memberikan sesuatu, misalnya bekerja.

Tidak berbuat sesuatu, adalah jika debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan tertentu, seperti misalnya tidak boleh merokok ditempat kerja.47

Burgerlijk Wetboek dalam Pasal 1332 menentukan, bahwa hanya benda yang dalam perdagangan (in de handel) dapat menjadi objek suatu persetujuan, dengan tidak menjelaskan, apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Pasal ini lazinya ditafsirkan sedemikian rupa, bahwa benda-benda yang dipergunakan guna kepentingan umum, harus dianggap sebagai benda “diluar perdagangan” (buiten de handel) jadi yang tidak dapat menjadi objek suatu persetujuan, dan sebagai contoh disebut barang-barang tak bergerak milik Negara yang dimaksudkan dalam Pasal-Pasal 521 dan 523 B..W., yaitu jalan-jalan raya, pantai,

47 Mohd Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hlm. 6

38

sungai, pulau, pulau-pulau dalam sungai, pelabuhan dan pelbagai bangunan yang diperlukan untuk pertahanan Negara.48

Pasal 1333 KUHPerdata menyebutkan suatu syarat lagi bagi benda agar dapat menjadi objek suatu perjanjian, yaitu benda itu harus tertentu, paling sedikit tentang jenisnya. Jumlah benda itu tidak perlu ditentukan dahulu, asal saja kemudian dapat ditentukan: misalnya seorang pedagang mempunyai buah dalam gudangnya dan berjanji menjual semua atau sebagian dari buah itu kepada orang lain dengan harga sekian rupiah perkilogramnya. Perjanjian ini diperbolehkan, oleh karena kemudian secara menimbang dapat ditentukan beberapa kilogram buah yang sebetulnya dijual.

Dengan kata lain yang menjadi objek dalam perjanjian jual beli adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud maupun tidak berwujud baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya.

Benda bergerak/tidak tetap berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi: benda bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUHPerdata adalah benda yang dapat dipindahkan misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang menurut pasal 511 KUHPerdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (gebruik) atas benda-benda bergerak dan saham-saham perseroan terbatas.

Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi, benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon,

48 R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 21

tumbuh-tumbuhan, area dan patung. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda yang bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini sangat penting, karena berhubungan dengan 4 hal yaitu:

1. Pemilikan (bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUHPerdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.

2. Penyerahan (levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.

3. Daluwarsa (verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit disini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

4. Pembebanan (bezwaring) yakni terhadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

Benda berwujud dan tidak berwujud diatur didalam Pasal 503 KUHPerdata yang berbunyi “ada barang yang bertubuh, dan ada barang tidak bertubuh”.

40

Sedangkan yang tidak diperkenankan sebagai ojek perjanjian jual beli adalah benda atau barang lain, barang yang tidak diperkenankan untuk di perjual belikan seperti jual beli narakotika, sesuatu yang bertentangan dengan ketertiban dan kesusilaan yang baik. Apabila hal itu tetap dilakukan maka jual beli itu batal demi hukum. Kepada penjual dapat dituntut penggantian biaya, kerugian dan bunga.

Dengan demikian dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dapat kita lihat bahwa yang menjadi Subjek perjanjian disini adalah PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dimana PT. PLN sebagai kreditor dan Pelanggan yang menjadi debitor dalam perjanjian ini, dan yang menjadi objek perjanjian ini ada tenaga listrik dimana tenaga listrik merupakan benda yang bersifat tidak berwujud.