• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN PERSERO DENGAN PELANGGAN. (Studi pada PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN PERSERO DENGAN PELANGGAN. (Studi pada PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan) SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi pada PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

HADY HIDAYAT TAMBUNAN NIM : 160200065

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Keperdataan BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Hady Hidayat Tambunan*1 Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum**)

Sinta Uli, SH., M.Hum***)

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan apakah pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik yang dilaksanakan oleh PT. PLN (Persero) dengan pelanggan telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tersebut. Dalam prakteknya PT. PLN (Persero) merupakan salah satu perusahaan listrik negara yang menyediakan tenaga listrik yang tersebar diberbagi daerah di Indonesia.

Hubungan Hukum antara PT. PLN (Persero) dengan pelanggan tercipta dari suatu perjanjian jual beli tenaga listrik yang ditandai dengan penandatanganan dari kedua belah pihak dalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik dan pembayaran biaya pemasangan yang dilakukan oleh pelanggan, dengan terjadinya transaksi perjanjian jual beli tenaga listrik tersebut berarti PT. PLN (Persero) dan pelanggan menyetujui ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik serta mengetahui tanggung jawab serta hak dan kewajibannya masing-masing. Serta bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi antara PT.

PLN (Persero) selaku pelaku usaha dengan pelanggan apabila terjadi wanprestasi.

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian Hukum Normatif dengan pengumpulan data secara penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan Hukum primer, bahan Hukum sekunder, serta bahan Hukum tersier, kemudian data dianalisis dengan metode Kualitatif.

Pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik pada PT. PLN (Persero) dalam prakteknya masih menganut sistem kekeluargaan dengan pelanggan. Mengenai hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli tenaga listrik PT. PLN (Persero) masih melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang tertera didalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik yang telah disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009, sedangkan pelanggan sendiri masih kurang untuk melaksanakan kewajibannya baik yang tertera didalam surat perjanjian jual beli tenaga listrik maupun Undang-Undang yang berlaku, dalam pelaksanaan perjanjian jual beli ini pelanggan sering melakukan komplain kepada pihak PT. PLN (Persero), dimana jika dilihat pelanggan komplain atas kesalahan yang diperbuat oleh dirinya sendiri walaupun begitu pihak PT. PLN (Persero) tetap melayani seluruh komplain yang dipertanyakan oleh pelanggan. Apabila terjadi sengketa antara kedua belah pihak PT. PLN (Persero) selaku pelaku usaha masih mengedepankan penyelesaian dengan sistem kekeluargaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Kata Kunci: Perjanjian, Hak dan Kewajiban, Wanprestasi

*) Mahasiswa, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***) Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan Salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan dan keselamatan dan keberkahan.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa pada umumnya dan khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk dan melengkapi tugas akhir dan syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana. Skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) DENGAN PELANGGAN”. Didalam skripsi ini penulis membahas mulai dari pengertian perjanjian, sejarah PT. PLN, bagaimana bentuk pelaksanaannya hingga sengketa yang sering terjadi didalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik dan bentuk penyelesaiannya.

Proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil kepada penulis. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terimakasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum selaku Wakil Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, arahan dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis, yang telah meluangkan waktu untuk mebimbing, memberikan saran, arahan dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyususan skripsi ini.

10. Ibu Zaidar, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah mebimbing serta memberikan saran, arahan dan nasihat kepada penulis selama menempuh masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang terbaik, serta membimbing penulis selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

13. Secara Khusus penulis juga ingin mengungkapkan penghargaan dan penghormatan serta mengucapkan ribuan terimakasih kepada keluargaku:

Ayah ku tercinta Abdul Rahman Tambunan, yang selalu memberikan do’a dan dukungan serta nasehat.

Mama ku tercinta Hernawati, yang senantiasa selalu mendo’akan dan menasehati tiada henti selama menjalani perkuliahan dari awal hingga saat ini.

Seluruh Keluarga Besar Opung Abdul Malik Tambun dan Keluarga Besar Kakek Sukiman yang terus memberikan do’a dan dukungannya.

14. Kepada Sahabat Sekaligus Kekasih saya Mawaddah Warahmah Nasution yang menemani dan juga menasehati sekaligus sebagai teman sharing selama kuliah di Fakultas Hukum dan selama penulisan skripsi ini.

15. Kepada PT. PLN Persero beserta seluruh Pegawai yang ada didalamnya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mencari pengalaman dan pengetahuan seputar perusahaan dan kelistrikan serta cara menangani dan menghadapi pelanggan, pengalaman dan pengetahuan itu akan penulis terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

16. Seluruh teman-teman Stambuk 16 dan juga teman-teman di Departemen Hukum Perdata Program kekhususan BW dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(8)

Atas dukungan mereka, sekali lagi penulis ucapkan terimakasih. Penulis berusaha memberi kontribusi pemikiran sederhana sebagai upaya latihan dan belajar guna menjadi ilmuan yang lebih baik nantinya. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Aamiin Ya Robbal Alamin

Medan, Januari 2020

Hady Hidayat Tambunan Nim: 160200065

(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Metode Penelitian... 7

G. Tinjauan Pustaka ... 12

H. Sistematika Penulisan... 18

BAB II : TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ... 20

A. Pengertian Perjanjian Jual Beli dan Dasar Hukumnya ... 20

B. Asas-Asas Perjanjian Jual Beli dan Syarat-Syarat Perjanjian Jual Beli... 24

C. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli ... 34

D. Bentuk Tanggung Jawab dari Para Pihak... 40

(10)

BAB III : PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) ULP

PANYABUNGAN DENGAN PELANGGAN ... 43

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 43

B. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik .. 49

C. Sengketa Yang Terjadi Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik ... 54

BAB IV : BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA YANG TERJADI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) ULP PANYABUNGAN DENGAN PELANGGAN ... 61

A. Pengertian Penyelesaian Sengketa ... 61

B. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa ... 62

C. Penyelesaian Sengketa Yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik ... 72

BAB V : PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, tenaga listrik sendiri mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan nasional maka usaha penyediaan tenaga listrik perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata, penyediaan tenaga listrik sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan demokratisasi dalam tatanan berkehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara maka peran pemerintah dan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik perlu ditingkatkan.

Berawal di akhir abad 19, bidang pabrik gula dan pabrik ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak dibidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri, seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1949 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.1

Dan di Era Globalisasi saat ini listrik telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan sehari-hari, selain untuk kebutuhan rumah

1 Riwayat Singkat PLN, https://www.pln.co.id/tentang-kami/profil-perusahaan, di akses pada 10 Januari 2020 pukul 23.38 WIB

(12)

2

tangga kebutuhan listrik juga sangat berpengaruh kepada dunia pendidikan, mulai dari mengakses internet lewat komputer maupun sejenis elektroniklainnya.

PT. PLN (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Millik Negara (BUMN) yang bergerak dalam penyediaan tenaga listrik terbesar yang ada di Indonesia, sampai saat ini PT. PLN memiliki 15 Unit Induk Wilayah yang tersebar di Seluruh Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Utara, di Provinsi Sumatera Utara Sendiri memiliki 10 Unit Pelaksanaan Pelayanan Pelanggan (UP3) salah satu Unit Pelaksanaan Pelayanan Pelanggan terletak di Kota Madya (Padang Sidempuan) di UP3 Kota Madya Padang Sidimpuan memiliki 7 Unit Layanan Pelanggan (ULP) salah satu Unit Layanan Pelanggan ini Terletak di Panyabungan.2

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenaga Listrikan “Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah”.3 Walaupun begitu badan usaha milik swasta,koperasi dan lapisan masyrakat ataupun instansi lainnya tetap dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Pelanggan yang tersebar diberbagai tempat menimbulkan kendala tersendiri dalam penyaluran tenaga listrik ke pelanggan dalam hal ini perlu penanganan teknis tersendiri yang disesuaikan dengan keadaan dan letak geografis suatu daerah tersebut.

Mengingat pada saat ini listrik telah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari dan pertambahan penduduk yang pesat, dalam hal ini PT.

PLN terus-menerus mendistribusikan Tenaga Listrik, dan menyeimbangkan

2 Hasil wawancara dengan PT. PLN (Persero)

3 Pasal 3 ayat (1) undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenaga listrikan

(13)

kebutuhan listrik sesuai dengan peningkatan dan permintaan yang terjadi oleh pelanggan, karena dalam hal ini PT. PLN sangat memerhatikan pelayanan kepada pelanggan agar timbul kepuasan dari pelanggan, mendistribusikan tenaga listrik disini maksudnya ialah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari pembangkitan ke konsumen yang berada di wilayah Unit Layanan Pelanggan itu sendiri (ULP).

Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenaga Listrikan menyebutkan bahwa “Konsumen adalah setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyedia tenaga listrik”.4

Hubungan hukum antara PT. PLN (Persero) dengan Pelanggan yang tercipta dari suatu perjanjian jual beli yang mana jual beli yang dimaksud adalah “Jual beli tenaga listrik”, dimana PT. PLN sebagai Pelaku Usaha dan Pelanggan yang menjadi konsumen dan ditandai dengan pengisian biodata oleh pelanggan, penanda tanganan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL), dan penandatanganan berita acara pemasangan alat ukur dan pembatas.

Jual beli itu sudah terjadi dan mengikat pada saat tercapai kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai mengenai benda dan harga sebagai unsur esensial perjanjian jual beli, Ketika pihak penjual dan pembeli menyatakan setuju tentang benda dan harga, ketika itu pula terjadi dan mengikat secara sah kedua belah pihak.5

Dalam hubungan hukum yang terjadi antara PT. PLN (Persero) dengan pelanggan belarti telah mengikat kedua belah pihak dalam satu perjanjian jual beli

4 Pasal 1 ayat (7) undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

5Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 319

(14)

4

yang mana apabila salah satu dari kedua belah pihak melakukan wanprestasi maka pelaku usaha maupun konsumen harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dapat membantu dan mewujudkan hak,kewajiban dan tanggung jawab para pihak serta menjamin kepastian hukum bagi para pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan perjanjian jual beli tenaga listrik.

Dalam tulisan ini membahas hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli, khususnya pada hal-hal yang menjadi aspek-aspek pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik. Salah satu aspeknya dalam rangka pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik adalah mengenai masalah-masalah hak,kewajiban dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian.

Adapun penyusunan skripsi ini lebih kepada pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik yang berlangsung antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabugan dengan pelanggan. Dimana masih sering terjadi pelanggaran hukum yang berupa ingkar janji (Wanprestasi) dalam pelaksanaan jual beli tenaga listrik. Sehingga adapun pertimbangan dan alasan penulis dalam pemilihan judul ini adalah ingin menguraikan dan memberikan gambaran tentang pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik. Oleh sebab itu, maka penulis memilih judul mengenai

“PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) DENGAN PELANGGAN (STUDI PADA PT. PLN (PERSERO) ULP PANYABUNGAN)”.

(15)

Dengan dasar tersebut diatas, penulis mempunyai keinginan untuk lebih mengetahui tentang pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik dalam prakteknya di kehidupan sehari-hari.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah:

1. Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam perjanjian jual beli tenaga listrik?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT.

PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan pelanggan?

3. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan pelanggan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian jual berli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan pelanggan.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan pelanggan.

(16)

6

3. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pelanggaran hukum yaitu ingkar janji (Wanprestasi) dan tanggung jawab para pihak dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.

4. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan Pelanggan.

D. Manfaat Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta kemampuan berfikir mengenai aspek-aspek hukum dalam perjanjian pelaksanaan jual beli, terutama dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik dan untuk mengetahui apa saja yang menjadi hak,kewajabian serta tanggung jawab para pihak dan apa saja penyebab terjadinya pelanggaran hukum dalam pelaksanaan perjanjia jual beli tenaga listrik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis: Dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemikiran mengenai perjanjian jual beli khususnya dibidang hukum serta memberikan manfaat dikalangan mahasiswa di perguruan tinggi

(17)

b. Bagi Masyarakat: Dapat menambah pengetahuan baik dibidang hukum maupun umum mengenai perjanjian jual beli yang dilaksanakan dengan PT. PLN (Persero)

c. Bagi PT. PLN (Persero) : Dapat menambah serta meningkatkan mutu dan pelayanan kepada masyarakat (pelanggan/konsumen) dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik yang berlangsung.

E. Keaslian Penulisan

Judul ini diangkat berdasarkan ide,gagasan, dan pemikiran penulis serta fakta yang serjadi didalam kehidupan masyarakat. Judul skripsi ini belum pernah ada di tulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini benar dibuat oleh penulis dan keaslian penulisan dapat di pertanggung jawabkan oleh penulis secara ilmiah.

Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan Pelanggan di angkat oleh penulis sebagai judul skripsi dan telah diperiksa serta di teliti melalui penelusuran kepustakaan tidak menemukan adanya judul yang sama dengan Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan, “suatu upaya pencarian” dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah terpegang,

(18)

8

ditangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.6

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.7

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitan yuridis normatif yaitu metode yang menggunakan kajian terhadap teori- teori intern tentang hukum seperti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer dilapangan, dengan wawancara dan observasi secara mendalam ke subjek penelitiannya.

2. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, biasa berasal dari

6 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017, hlm. 27

7 Ibid., hlm. 43

(19)

wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudia diolah oleh peneliti. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku,dokumen resmi yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian (hukum), Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil karya ilmiah, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan sebagainya. Sumber data tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang undangan yang berlaku yang dibuat oleh pihak yang berwenang, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan

3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang berupa informasi yang diperoleh dari buku, karya ilmiah, pendapat para ahli, yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari bahan hukum sekunder ini ialah untuk memberikan penjelasan dari bahan hukum primer.

(20)

10

Data sekunder diperoleh dari penelitian dilapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden dari Perusahaan Listrik Negara yaitu PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebaginya.8

3. Metode Pengumpulan Data

Dilakukan dengan penelitian atau risent untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan dua cara, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (library research)

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang berisi konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi lain yang bersifat umum seperti buku-buku, peraturan perundang- undangan, dokumen resmi, ensiklopedia dan sebagainya.

b. Studi Lapangan (field research)

Yaitu studi penelitian yang dilakukan secara langsung ke perusahaan listrik negara yaitu PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan untuk mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan materi skripsi dengan cara wawancara langsung dengan Pegawai di PT. PLN (Persero) Panyabungan sebagai perusahaan listrik negara demi keilmiahan skripsi ini.

8 Ibid., hlm. 114

(21)

4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan yang berkedudukan di Jalan Bukit Barisan No.25, Kayujati – Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

5. Analisis Data

Data yang terlah di peroleh dari hasil penelitian selanjutnya diolah melalui pendekatan kualitatif. Berdasarkan data yang yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif apabila:

a. Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan pengukuran

b. Data tersebut sukar diukur dengan angka c. Hubungan antara variabel tidak jelas d. Sample lebih bersifat non probabilitas

e. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara, observasi dan pengamatan

Jika data-data yang terkumpul memiliki ciri-ciri seperti diatas, maka analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, yaitu data- data yang terkumpul dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, observasi, pengumpulan fakta-fakta yang ada maupun hasil wawancara dengan narasumber akan dipilih dan diatur dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai permasalahan yang diteliti.

Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode dedukatif yaitu penulis akan

(22)

12

menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

G. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Ketenagalistrikan

Ketenagalistrikan sebagai salah satu bagian dari industri penyediaan energi merupakan salah satu industri utama pendukung pergerakan ekonomi sebuah negara (Wolde-Rufael,2006).9 Didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 disebutkan bahwa Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik.10 Di Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 juga memuat pengertian Tenaga Listrik yaitu Suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.11

2. Pengertian Pelaku Usaha

Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbetuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun

9 Avanti Fontana, Zainal Arifin, 19 Tahun Inovasi Ketenagalistrikan Indonesia PLN Berinovasi Untuk Indonesia, PLN Research Institute, Jakarta, 2012, hlm. 15

10 Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan

11 Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan

(23)

bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.12

Pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa unsur/syarat, yaitu:

a. Bentuk atau wujud dari pelaku usaha adalah: orang perorangan yaitu setiap individu yang melakukan usahanya secara seorang diri. Badan usaha adalah kumpulan individu yang secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Badan usaha dapat dikelompokkan kedalam dua macam yaitu, badan hukum misalnya perseroan terbatas dan bukan badan hukum misalnya firma atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha secara insidentill.

b. Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian

c. Didalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian ini sangat luas, bukan hanya pada bidang produksi.

Pelaku usaha berhak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, hak untuk mendapat pelindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik, hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen, hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/atau jasa yang diperdagangkan.

12 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 41

(24)

14

Sedangkan pelaku usaha mempunyai kewajiban menurut Pasal 7 Undang- Undang Perlindungan Konsumen adalah:

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujue mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan, dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Pengertian Konsumen

Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amertika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara Harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.13

Di Amerika Serikat dan MEE kata “konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai” Namun di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan

13 Ibid., hlm. 22

(25)

pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.14

Pengertian konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 ayat (2) yakni:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.15

Pelaku usaha dan konsumen adalah yang menjadi subjek dalam pelaksanaan perjanjian

Konsumen memiliki hak sesuai dengan yang dijelaskan didalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

Konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam penggunaan barang maupun jasa, konsumen berhak untuk memilih barang/jasa serta mendapatkan barang/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang/jasa yang dibeli, konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya terkait barang/jasa yang dipakai, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif, konsumen berhak mendapatkan

14 Ibid., hlm. 23

15 Ibid., hlm. 27

(26)

16

kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan semestinya.

Dan konsumen memiliki kewajiban sesuai dengan yang tertera didalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

Konsumen wajib membaca dan mengikuti petunjuk informasi maupun prosedur penggunaan atau pemanfaatan barang/jasa, demi keamanan dan keselamatan, konsumen harus memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa, konsumen wajib membayar pembelian barang/jasa sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, dan konsumen wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Jual beli itu adalah perjanjian konsesual, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat para pihak) saat tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essensialia), yaitu mengenai barang dan harganya. Sifat konsensual dari jual beli ini disebutkan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang mengatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan terbsebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.16

Jual beli (menurut B.W.) adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain-nya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga

16 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 159

(27)

yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.17

Dengan demikian dapat disimpulkan dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik, PT. PLN (Persero) adalah sebagai pelaku usaha yang menyediakan listrik bagi pelanggan dimana pelanggan sendiri adalah konsumen yang menerima tenaga listrik yang disalurkan oleh PT. PLN dan telah terjadi kata sepakat anntara kedua belah pihak.

5. Pengertian Wanprestasi

Adapun pengertian umum tentang wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingg

“terlambat” dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut “sepatutnya/selayaknya”.18

6. Pengertian Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan).

Dalam proses penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan hasil.19

17 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 1

18 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1986, hlm 60

19 Pengertian Penyelesaian Sengketa, https://id.wikipedia.org/wiki/Penyelesaian_sengketa di akses pada 12 Januari 2020 pukul 20.02 WIB

(28)

18

Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tidak akan terlepas dari yang namanya pelanggaran hukum, baik itu wanprestasi dan pelanggaran lainnya baik itu yang dilakukan oleh pelaku usaha maupun konsumen itu sendiri.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar pembaca dapat memahami dan memperoleh manfaat dari tulisan ini. Keseluruhan sistematika penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang berhubungan dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan kedalam 5 (lima) bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk memperjelas dan mempermudah penguraian masalah agar dapat lebih dimengerti. Adapun susunan skripsi ini dapat dilihat dari sebagai berikut:

Dalam BAB I pendahuluan, merupakan bab pengantar yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang penjelasan mengenai tanggung jawab para pihak dalam perjanjian jual beli tenaga listrik yang terdiri dari pengertian perjanjian jual beli dan dasar hukumnya, asas-asas perjanjian jual beli dan syarat-syarat perjanjian jual beli, subjek dan objek perjanjian jual beli dan bentuk tanggung jawab dari para pihak.

BAB III memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan pelanggan,

(29)

bentuk pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik, dan sengketa yang terjadi dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.

BAB IV menjelaskan mengenai pengertian penyelesaian sengketa, macam- macam penyelesaian sengketa, dan bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik.

BAB V berisi kesimpulan dan saran, merupakan bab akhir yang merumuskan suatu kesimpulan dari permasalahan bab-bab sebelumnya dan merupakan jawaban dari permasalahan dalam skripsi ini. Pada bagian saran, penulis akan memberikan beberapa saran yang semoga dapat bermanfaat bagi pembaca untuk diterapkan.

(30)

BAB II

TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

A. Pengertian Perjanjian Jual Beli dan Dasar Hukumnya

Buku ke III KUHPerdata berbicara tentang perikatan (Van Verbibtenissen) yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh parapihak dengan beberapa syarat yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan Undang-Undang.20 Perikatan sendiri adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda verbintenis. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum (rechtsfeiten) yang dapat berupa:

a. Perbuatan, misalnya, jual beli, utang piutang, hibah.

b. Kejadian, misalnya, kelahiran, kematian, pohon tumbang, kambing makan tanaman di kebun tetangga.

c. Keadaan, misalnya, pekarangan berdampingan, rumah susun, kemiringan tanah pekarangan.

Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum antara pihak yang satu dan pihak yang lain.21

Pengaturan tentang perikatan, terdapat pada buku ke III KUHPerdata, bagian umum meliputi aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUHPerdata yang berlaku bagi perikatan umum. Adapun

20 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm.39

21 Abdulkadir Muhammad, OP. Cit., hlm. 229

(31)

bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab bersangkutan.22

Perjanjian itu merupakan suatu perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan. Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1313 disebutkan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.23

Menurut M. Yahya Harahap., perjanjian mengandung suatu hubungan hukum kekayaa/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.24

Dari defenisi diatas menggambarkan bahwa adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri, dan diketahui pula bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak yang disebut debitor dan kreditor, dari peristiwa ini maka timbulah hubungan hukum antara kedua belah pihak tersebut.

Pengaturan tentang perjanjian diatur didalam buku III KUHPerdata, yang terdiri dari bagian umum dan bagian khusus. Yang mana bagian umum terdiri dari empat (IV) bab, dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab.

Didalam Pasal 1319 KUHPerdata disebutkan bahwa “Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab

22 Ibid., hlm. 43

23 Pasal 1313 KUHPerdata

24 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 6

(32)

22

yang lain”.25 Dari bunyi Pasal 1319 KUHPerdata diatas dapatlah disimpulkan bahwa suatu perjanjian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Perjanjian yang oleh Undang-Undang yang diberi suatu nama khusus atau perjanjian bernama (benoemde/nominaatcontracten), yaitu perjanjian- perjanjian yang dikenal dengan nama tertentu dan mempunyai pengaturan secara khusus dalam Undang-Undang, misalnya: perjanjian jual beli, sewa-menyewa, hibah, pinjam pakai dan sebagainya.

2. Perjanjian yang dalam Undang-Undang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu atau perjanjian tidak bernama (onbenoemde/innominaat contracten), yaitu perjanjian-perjanjian yang belum diatur secara khusus dalam Undang-Undang, misalnya: perjanjian leasing.

Perjanjian yang dilaksanakan antara PT. PLN (Persero) ULP Panyabungan dengan Pelanggan merupakan jenis perjanjian jual beli, Defenisi jual beli didalam KUHPerdata terdapat didalam Pasal 1457 yang berbunyi “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayarharga yang di janjikan”.26

Jual beli yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Sale and Purchase,atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Koop en Verkoop merupakan sebuah kontrak/perjanjian. Yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu kontrak dimana 1 (satu) pihak, yakni yang disebut dengan pihak penjual,mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak lainnya, yang disebut dengan

25 Pasal 1319 KUHPerdata

26 Pasal 1457 KUHPerdata

(33)

pihak pembeli, mengikatkan dirinya untuk membayar harga dari benda tersebut sebesar yang telah disepakati bersama.27

Didalam hukum Inggris, perjanjian jual beli (contract of sale) dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sale (actual sale) dan agrement to sell, hal ini terlihat dalam Section 1 ayat (3) dari Sale of Goods Act 1893. Sale adalah suatu perjanjian sekaligus dengan pemindahan hak milik (compeyance), sedangkan agreement to sell adalaha tidak lebih dari suatu koop overeenkomst (perjanjian jual beli) biasa menurut KUHPerdata. Apabila dalam suatu sale si penjual melakukan wanprestasi maka si pembali dapat menggunakan semua upaya dari seorang pemilik, agreement to sell, si pembeli hanya mempunyai personal remedy (kesalahan perorangan) terhadap si penjual yang masih merupakan pemilik dari barangnya (penjual) jatuh pailit, barang itu masuk boedel kepailitan.28

Biasanya sebelum tercapai kesepakatan, didahului dengan perbuatan tawar- menawar, yang berfungsi sebagai penentu sejak kapan terjadi persetujuan tetap.

Sejak terjadinya persetujuan tetap, maka perjanjian jual beli tersebut baru dinyatakan sah dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan pembeli.29

Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah perjanjian dengan mana penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak milik atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga.30

Perjanjian jual beli yang terlaksana antara PT. PLN Persero dengan pelanggan merupakan jual beli tenaga listrik, yang pada umumnya bersifat tertulis, yang

27 Munir Fuadi,Pengantar Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 25

28 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 49

29 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 317

30 Abdulkadir Muhammad,Hukum Perjanjian,Bandung: PT Alumni, 2010, hlm. 243.

(34)

24

mana didukung oleh SPJBTL (Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) surat ini berfungsi sebagai bukti sudah terjadinya perjanjian jual beli tenaga lestrik sekaligus menandakan bahwa telah sahnya perjanjian diantara kedua belah pihak, di dalam SPJBTL (Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) juga tertera mengenai hak dan kewajiban para pihak.

Dengan demikian perjanjian jual beli tenaga listrik disebut PJBTL adalah dimana pihak PT. PLN (Persero) mengikatkan diri untuk menyalurkan energi listrik bertegangan rendah ke tempat pelanggan, dan pelanggan membayar biaya penyambungan sebagaimana yang telah disetujui bersama.

B. Asas-Asas Perjanjian Jual Beli dan Syarat-Syarat Perjanjian Jual Beli Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli. Didalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima yaitu:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian, b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,

c. Mentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan, dan d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

(35)

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaisance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”.31

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Dalam Pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.32 3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

31 Salim H.S, Op.Cit., hlm. 9

32 Ibid, hlm. 10

(36)

26

Asas pacta sunt servanda dapat di simpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata , yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.33

4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)

Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.34

Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak), menurut norma-norma yang objektif.35

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan

33 Ibid.

34 Ibid.

35 Ibid., hlm. 11

(37)

perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. “Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.36 Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan:

a. Dirinya sendiri, b. Ahli warisnya, dan

c. Orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata, ruang lingkupnya yang luas.37

Disamping kelima asas itu, didalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen

36 Ibid., hlm. 12

37 Ibid., hlm. 13

(38)

28

Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas itu:

asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan.

Kedelapan asas itu di jelaskan berikut ini:

1. Asas kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.

2. Asas persamaan hukum

Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

3. Asas keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendakki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik.

4. Asas kepastian hukum

(39)

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum.

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

5. Asas moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan suka rela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

6. Asas kepatutan

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

7. Asas kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal- hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

8. Azas perlindungan (protection)

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat

(40)

30

perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah.38 Asas-asas inilah yang menjadi unsur dasar pijakan para pihak dalam menentukan dan membuat perjanjian.

Syarat sahnya kontrak dapat dikaji berdasarkan hukum kontrak yang terdapat didalam KUHPerdata (civil law) dan hukum kontrak Amerika.

Menurut KUHPerdata (civil law)

Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KUHPerdata menentuka 4 syarat sahnya perjanjian, yaitu:

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak,

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, c. Adanya objek, dan

d. Adanya kausa yang halal

Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini.

a. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.

Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

1) Bahasa yang sempurna dan tertulis;

38 Ibid.

(41)

2) Bahasa yang sempurna secara lisan;

3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.

Karena dalam kenyataan sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

5) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa dikemudian hari.39

b. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum. Sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:40

39 Ibid., hlm. 33

40 Ibid.

(42)

32

1) Anak dibawah umur (minderjarigheid),

2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan, sesuai dengan Pasal 433 KUHPerdata yang di maksud orang yang ditaruh dibawah pengampuan adalah “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan dibawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seseorang dewasa boleh juga ditempatkan dibawah pengampuan karena keborosan.”

3) Istri (Pasal 1330 KUHPerdata) akan dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.

c. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:

1) Memberikan sesuatu, 2) Berbuat sesuatu,

3) Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).

Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. Contoh lainnnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok perjanjian adalah melakukan perkerjaan dan membayar

(43)

upah. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari pada B dengan harga RP500.000,00. Ini berarti bahwa objeknya itu adalah lemari, bukan benda lainnya.41

d. Adanya Causa Yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (cause yang halal). Didalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan cause yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang , kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.

Contoh A menjual sepeda motor kepada B. Akan tetapi, sepeda motor yang dijual A itu adalah barang curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan dari pihak B. Karena B menginginkan barang yang dibelinya itu barang yang sah.42

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinnya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi

41 Ibid., hlm. 34

42 Ibid.

(44)

34

maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

Menurut Hukum Kontrak Amerika

Didalam hukum kontrak (law of contract) Amerika ditentukan empat syarat sahnya kontrak, yaitu:

1) Adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan), 2) Meeting of minds (persesuaian kehendak);

3) Consideration (prestasi), dan

4) Competent paries and legal subject matter (kemampuan hukum para pihak dan pokok persoalan yang sah).43

C. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terkait dengan suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu:

a) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri

b) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya.

c) Pihak ketiga44

Pasal 1317 KUHPerdata berbunyi “Apabila seseorang membuat suatu perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli waris dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya”.45

43 Ibid., hlm. 35

44 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni, Bandung, 2005, hlm.

22

45 Pasal 1318 KUHPerdata

(45)

Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai pernjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasadan atau sudah nikah. Namun, secara yuridis ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli , sebagaimana dikemukakan berikut ini:46

a. Jual beli antara suami istri.

Pertimbangan hukum tidak diperkenankan jual beli antara suami istri adalah karena mereka sejak terjadi perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya(Pasal 1467 KUHPerdata) yaitu :

1) Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri atau suaminya, dari siapa ia oleh pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.

2) Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga siapa ia dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.

3) Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.

46 Salim H.S, Op. Cit., hlm. 50

(46)

36

b. Jual beli oleh para hakim, Jaksa, Advokat Pengacara, Juru Sita, dan Notaris. Para pejabat ini tidak diperkanankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau berang dalam sengketa. Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi dan bunga (Pasal 1468 KUHPerdata).

c. Pegawai yang memangku jabatan umum

Atas ancaman yang sama, para pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak boleh membeli barang-barang yang dijual oleh atau dihadapan mereka, untuk dirinya sendiri atau untu orang lain. Sekedar mengenai barang bergerak jika dianggap perlu untuk kepentingan umum, pemerintah berkuasa membebaskan pegawai-pegawai tersebut dari larangan tersebut.

Demikian pula dalam hal-hal luar biasa, tetapi untuk kepentingan para penjual, pemerintah boleh memberikan izin kepada pegawai-pegawai termaksud dalam Pasal ini untuk membeli barang-barang tak bergerak yang dijual dihadapan mereka (Pasal 1469 KUHPerdata).

Mengenai subjek perjanjian diatas yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli, sebagaimana yang diatur didalam Pasal 1329 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecua jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu, yang dimaksud tidak cakap disini adalah, sesuai dengan Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah:

1) Anak yang belum dewasa

2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan

(47)

3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentuka undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

Maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli, kecuali orang-orang yang tidak cakap hukum, sesuai yang disebutkan dalam Pasal 1330 KUHPerdata.

Sedangkan yang dimaksud objek perjanjian adalah prestasi, berupa memberika sesuatu, berbuat dan/atau tidak berbuat sesuatu. Pada perjanjian untuk memberikan sesuatu, prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau memberikan kenikmatan atas suatu barang. Berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan yang bukan berupa memberikan sesuatu, misalnya bekerja.

Tidak berbuat sesuatu, adalah jika debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan tertentu, seperti misalnya tidak boleh merokok ditempat kerja.47

Burgerlijk Wetboek dalam Pasal 1332 menentukan, bahwa hanya benda yang dalam perdagangan (in de handel) dapat menjadi objek suatu persetujuan, dengan tidak menjelaskan, apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Pasal ini lazinya ditafsirkan sedemikian rupa, bahwa benda-benda yang dipergunakan guna kepentingan umum, harus dianggap sebagai benda “diluar perdagangan” (buiten de handel) jadi yang tidak dapat menjadi objek suatu persetujuan, dan sebagai contoh disebut barang-barang tak bergerak milik Negara yang dimaksudkan dalam Pasal-Pasal 521 dan 523 B..W., yaitu jalan-jalan raya, pantai, sungai-

47 Mohd Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hlm. 6

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan tujuan ditujukan untuk menggambarkan ukuran-ukuran terlaksananya misi dan tercapainya visi. Tujuan besar Direktorat PAUD pada tahun 2020-2024 adalah: “Melakukan

A: Untuk harapan pemerintahan yang baru pasti kita punya harapan yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, atau paling tidak tetap bisa mempertahankan perekonomian di

Selain untuk sarana transaksi jual-beli persenjataan airsoft, website ini juga memberikan informasi-informasi yang berguna bagi para penggemar olahraga airsoft seperti sejarah

Bu yönüyle öğrencilerin uluslararası sınavlarda ve proje çalışmalarında başarılarının arttırılması için öğrencilerin matematiksel modelleme problemleriyle

Pendeta Hindu (Siwa, Budha, dan Bhujangga Waisnawa) di Bali, seperti yang sudah diketahui oleh masyarakat umum di Bali bahwa setiap be- liau akan muput atau memimpin sebuah upaca-

Secara keseluruhan, dapatan kajian menunjukkan teknik yang digunakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran (P&P) kelas pengajian al-Qur’an di kalangan Saudara Baru

Penelitian ini bertujuan untuk menganalis pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, terhadap nilai perusahaan karena terdapat sejumlah perbedaan hasil

Model Balck Box Tyler dibagun atas dua dasar, yaitu evaluasi yang ditujukan pada tingkah laku peserta didik dan evaluasi yang harus dilakukan pada.. tingkah laku awal