• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Ketenagalistrikan

Ketenagalistrikan sebagai salah satu bagian dari industri penyediaan energi merupakan salah satu industri utama pendukung pergerakan ekonomi sebuah negara (Wolde-Rufael,2006).9 Didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 disebutkan bahwa Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik.10 Di Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 juga memuat pengertian Tenaga Listrik yaitu Suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.11

2. Pengertian Pelaku Usaha

Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbetuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun

9 Avanti Fontana, Zainal Arifin, 19 Tahun Inovasi Ketenagalistrikan Indonesia PLN Berinovasi Untuk Indonesia, PLN Research Institute, Jakarta, 2012, hlm. 15

10 Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan

11 Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan

bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.12

Pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa unsur/syarat, yaitu:

a. Bentuk atau wujud dari pelaku usaha adalah: orang perorangan yaitu setiap individu yang melakukan usahanya secara seorang diri. Badan usaha adalah kumpulan individu yang secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Badan usaha dapat dikelompokkan kedalam dua macam yaitu, badan hukum misalnya perseroan terbatas dan bukan badan hukum misalnya firma atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha secara insidentill.

b. Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian

c. Didalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian ini sangat luas, bukan hanya pada bidang produksi.

Pelaku usaha berhak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, hak untuk mendapat pelindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik, hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen, hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/atau jasa yang diperdagangkan.

12 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 41

14

Sedangkan pelaku usaha mempunyai kewajiban menurut Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujue mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan, dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Pengertian Konsumen

Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amertika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara Harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.13

Di Amerika Serikat dan MEE kata “konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai” Namun di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan

13 Ibid., hlm. 22

pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.14

Pengertian konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 ayat (2) yakni:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.15

Pelaku usaha dan konsumen adalah yang menjadi subjek dalam pelaksanaan perjanjian

Konsumen memiliki hak sesuai dengan yang dijelaskan didalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

Konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam penggunaan barang maupun jasa, konsumen berhak untuk memilih barang/jasa serta mendapatkan barang/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang/jasa yang dibeli, konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya terkait barang/jasa yang dipakai, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif, konsumen berhak mendapatkan

14 Ibid., hlm. 23

15 Ibid., hlm. 27

16

kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan semestinya.

Dan konsumen memiliki kewajiban sesuai dengan yang tertera didalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

Konsumen wajib membaca dan mengikuti petunjuk informasi maupun prosedur penggunaan atau pemanfaatan barang/jasa, demi keamanan dan keselamatan, konsumen harus memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa, konsumen wajib membayar pembelian barang/jasa sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, dan konsumen wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Jual beli itu adalah perjanjian konsesual, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat para pihak) saat tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essensialia), yaitu mengenai barang dan harganya. Sifat konsensual dari jual beli ini disebutkan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang mengatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan terbsebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.16

Jual beli (menurut B.W.) adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain-nya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga

16 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 159

yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.17

Dengan demikian dapat disimpulkan dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik, PT. PLN (Persero) adalah sebagai pelaku usaha yang menyediakan listrik bagi pelanggan dimana pelanggan sendiri adalah konsumen yang menerima tenaga listrik yang disalurkan oleh PT. PLN dan telah terjadi kata sepakat anntara kedua belah pihak.

5. Pengertian Wanprestasi

Adapun pengertian umum tentang wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingg

“terlambat” dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut “sepatutnya/selayaknya”.18

6. Pengertian Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan).

Dalam proses penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan hasil.19

17 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 1

18 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1986, hlm 60

19 Pengertian Penyelesaian Sengketa, https://id.wikipedia.org/wiki/Penyelesaian_sengketa di akses pada 12 Januari 2020 pukul 20.02 WIB

18

Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tidak akan terlepas dari yang namanya pelanggaran hukum, baik itu wanprestasi dan pelanggaran lainnya baik itu yang dilakukan oleh pelaku usaha maupun konsumen itu sendiri.