• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Para Pihak

Yang menjadi hak penjual dan pembeli dalam perjanjian jual beli adalah, penjual berhak menerima pembayaran dari pemebeli atas harga barang yang telah disepakati sebelumnya, kemudian pada Pasal 1517 KUHPerdata diatur juga apabila pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan jual beli itu menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267. Dan yang menjadi hak pembeli adalah hak atas barang pembeli memiliki hak untuk menerima barang pada waktu penjualan, sebagaimana yang tertera didalam Pasal 1481 KUHPerdata yang berbunyi “ Barang yang bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu penjualan, sejak saat penyerahan, segala hasil menjadi kepunyaan pembeli”. Sesuai dengan Pasal 1475 KUPerdata “penyerahan barang dalam jual beli, merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli”. Dan pembeli juga memiliki Hak atas penundaan pembayaran, hak tersebut terjadi apabila adanya gangguan yang dialami oleh pembeli atas barang yang dibelinya.

Dan yang menjadi kewajiban penjual dan pembeli dalam perjanjian jual beli adalah penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan barang dan menanggungnya sesuai dengan yang tertera didalam Pasal 1474KUHPerdata.

44

Dalam penyerahan barang ini ditentukan oleh jenis barang apa yang harus diserahkan, karena setiap barang memiliki aturan penyerahannya sendiri-sendiri.

1. Penyerahan barang bergerak

Penyerahan dilakukan dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata, akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada”. Ada kalanya penyerahan tidak perlu dilakukan bila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya, misalnya, dalam sewa beli. Cara penyerahan semacam ini dalam bahasa latin disebut traditio brevi manu, yang artinya penyerahan dengan tangan pendek.52

2. Penyerahan Barang Tetap

Terjadi dengan perbuatan “balik nama”, dalam bahasa belanda disebut overschrijiving, dihadapan pegawai. Balik nama diatur dalam Pasal 616 KUHPerdata yang berbunyi “penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620”.

Misal untuk tanah penyerahan dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) se-tempat, kepemilikannya di terjadi saat penandatanganan akta PPAT tersebut.

52 I Ketut Oka Setiawan, Op. Cit., hlm. 165

3. Penyerahan Benda Tidak Bertubuh

Diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada debitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.53

Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti miliknya, jika ada (Pasal 1482 KUHPerdata). Misalnya, penyerahan sebidang tanah meliputi sertifikatnya atau kendaraan bermotor meliputi BPKB-nya.54 Selain itu, barang yang bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu penjualan. Sejak saat penyerahan, segala hasil menjadi kepunyaan pembeli, sesuai dengan Pasal 1481 KUHPerdata.

Kewajiban penjual dalam perjanjian jual beli selanjutnya adalah menjamin aman hukum, kewajiban ini timbul sebagai konsekuensi jaminan penjual kepada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah betul-betul miliknya sendiri, bebas dari beban atau tuntutan dari pihak lain.55

Kewajiban penjual terakhir dalam perjanjian jual beli adalah si penjual diwajibkan menanggung cacat tersembunyi (verbogen gebrekan) atas barang yang dijualnya, yang berakibat barang itu tidak dapat dipakai atau tidak maksimal

53 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Husada, Jakarta, 2007, hlm. 129

54 I Ketut Oka Setiawan, Op. Cit., hlm. 167

55 Ibid., hlm. 168

46

pemakaiannya. Seandainya si pembeli mengetahui adanya cacat itu, maka ia tidak akan membeli barang itu kecuali dengan harga yang kurang.56

Kalau cacat itu kelihatan atau tidak tersembunyi, penjual tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban, dan dalam hal itu pembeli dianggap menerima adanya cacat itu. Dalam hal penjual menanggung cacat tersembunyi, ia tidak harus mengetahui hal itu. Kecuali jika ia telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak menanggung suatu apapun.

Bila penjual mengetahui barang tersebut mengandung cacat, maka selain ia mengembalikan harga pembelian, juga diwajibkan mengganti segala kerugian.

Hal tersebut tertera didalam Pasal 1491 KUHPerdata yang berbunyi

“Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tentram; kedua, tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian.

Sedangkan kewajiban utama si pembeli dalam perjanjian jual beli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjajian (Pasal 1513 KUHPerdata). Yang dimaksud dengan “harga”, tentulah berupa sejumlah uang. Jika tidak demikian, misalnya berupa barang juga maka perjanjiannya bukan jual beli, melainkan tukar-menukar. Begitu bila harga dalam bentuk jasa makan perjanjian bernama perjanjian kerja.57

Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang itu (tempat dan waktu), si pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan

56 Ibid., hlm. 169

57 Ibid., hlm. 170

harus dilakukan (Pasal 1514 KUHPerdata). Jika si pembeli tidak membayar pembelian, si penjual dapat menuntut pembatalan perjanjian pembelian, menurut Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata.

Diatas merupakan hak dan kewajiban para pihak yaitu penjual dan pembeli dalam melaksanakan perjanjian jual beli pada umumnya, namun dalam perjanjian jual beli tenaga listrik yang terjadi antara PT. PLN dan Pelanggan memiliki hak dan kewajiban tambahan yang di atur didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, yang menjadi Hak PLN tertera didalam Pasal 27 Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yaitu ayat (1) Untuk kepentingan umum, pemegang izin usaha pennyediaan tenaga listrik dalam melaksanakan usaha penyediaan tenagalistrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berhak untuk :

a) Melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan b) Melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan

c) Melintasi jalan umum dan jalan kereta api

d) Masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu

e) Menggunakan tanah dan melintas di atas atau di bawah tanah

f) Melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah

g) Memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalanginya

Ayat (2) dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik harus melaksanakannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

48

Dan yang menjadi kewajiban PT. PLN tertuang didalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yang mana pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib:

a) Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku

b) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat

c) Memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan, dan d) Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri

Dan PT. PLN juga berkewajiban untuk memberikan kompensasi berupa pengurangan tagihan listrik kepada konsumen apabila terjadi pemadaman listrik selama total 30 jam dalam sebulan, hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2017. Kompensasi yang diberikan kepada konsumen bervariasi yaitu, untuk pelanggan listrik subsidi pemotongan sebesar 25% dari beban pengguna listrik, sedangkan untuk pelanggan non subsidi diberikan pemotongan sebesar 35% dari tagihan pengguna listrik.

Yang menjadi hak dan kewajiban Pelanggan atau konsumen tertera didalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yaitu ayat (1) konsumen berhak untuk:

a) Mendapat pelayanan yang baik

b) Mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik

c) Memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar

d) Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik, dan

e) Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.

Ayat (2) konsumen wajib:

a) Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik

b) Menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen c) Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya d) Membayar tagihan pemakaian tenaga listrik, dan

e) Menaati persyaratan teknis dibidang ketenagalistrikan