• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUKAN IDENTITAS SLANKERS HASIL INTERAKSI SIMBOLIK

Slankers merupakan komunitas pemuda penggemar musik Slank yang menurut Lull (1987) termasuk musik populer. Kelima subjek penelitian telah menunjukkan keterlibatannya terhadap musik yang disebut Lull (1987) dimulai dari exposure (keterdedahan), consumption (mendengarkan) sampai use (pemanfaatan). Para Slanker pada awalnya mulai menyukai Slank karena terdedah adanya musik Slank. Mereka lalu mulai mendengarkan musik Slank yang sesuai dengan selera. Setelah itu mereka mendengarkan musik Slank secara lebih intens, dengan membeli kaset atau CD Slank, bahkan menyimak berbagai berita mengenai Slank dari media. Setelah itu, mereka memanfaatkan musik Slank sebagai bagian dari kehidupannya, dan mencari jawaban dari berbagai permasalahannya dari lirik-lirik lagu Slank.

Slankers merupakan subkultur anak muda yang memperlihatkan selera terhadap musik Slank, dan konsumsi mereka merupakan tindakan kreasi komunal. Slankers dikatakan sebagai subkultur karena musik Slank yang disukainya termasuk kategori musik rock n roll, yang menurut Lull (1987) termasuk ke dalam musik populer kontemporer. Musik Slank yang cuek, dengan musik seadanya, lirik spontan, dan memakai bahasa slengean anak muda, mengangkat tema sederhana dan penampilan personil yang apa adanya, menjadi alasan mengapa penggemar Slank menjadi terus bertambah di seluruh Indonesia. Alasan-alasan tersebut juga yang

menjadikan Slank sebagai significant others bagi para pemuda penggemarnya, dengan menjadi acuan dalam bertingkah laku yang menampilkan identitasnya

Slankers membentuk identitas dirinya dengan melakukan proses pemaknaan terhadap simbol-simbol yang ada di dalam budaya musik Slank melalui proses interaksi simbolik. Interaksionisme simbolik percaya bahwa sesuatu tidak mempunyai makna terlepas dari interaksi dengan yang lainnya. Dengan kata lain,’cara kita berpikir tentang makna pada interaksi tidak dapat dilepaskan dari cara pandang kita dalam memahami manusia dan tindakannya (Knapp et.al, 1994 dikutip Inayah, 2005). Cara Slankers memaknai simbol-simbol yang ada di dalam budaya musik Slank itu tidak bisa dilepaskan dari cara pandang Slankers terhadap tindakan sesama Slankers dan Slank, sebagai significant others mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi identitas Slank terbentuk karena peran Bunda Ifet sebagai significant others mereka. Bunda Ifet juga secara langsung terlibat dalam memberikan acuan kepada para Slankers selama mereka melakukan proses pemaknaan terhadap simbol-simbol budaya Slank untuk membentuk identitasnya. Dengan demikian Bunda Ifet juga dapat dikatakan sebagai significant others yang turut menjadi acuan bagi Slankers dalam proses pembentukan identitasnya.

Hasil pemaknaan yang dilakukan serang Slanker yang sudah dilakukan sejak tegabung ke dalam komunitas Slankers diperkuat dengan interaksi yang dilakukan di dalam komunitasnya. Interaksi terjadi antara sesama Slankers, dan antara Slankers dengan Slank. Interaksi antara Slankers dengan Slank tidak hanya terjadi ketika mereka bertemu secara langsung, tetapi juga dapat terjadi melalui lagu Slank.

Lagu-lagu Slank yang memiliki lirik di dalamnya menjadi simbol signifikan yang dimaknai Slankers untuk membantu memberikan referensi dalam memandang sesuatu dan menampilkan perbuatan sesuai dengan pandangannya itu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Slankers memiliki lagu kesukaan yang beragam dan dimaknai secara beragam pula oleh Slankers, berarti Slankers secara aktif dan sadar memilih informasi mana yang mereka butuhkan untuk membentuk identitasnya. Hal ini sesuai dengan konsep ”diri” dari interaksionisme simbolik yang menyatakan bahwa manusia adalah organisme yang tidak semata-mata bergerak karena perangsang-perangsang dari luar ataupun dari dalam, melainkan organisme yang sadar akan dirinya. Seorang Slanker mampu memandang diri sebagai objek pikirannya dan berinteraksi dengan diri sendiri selama proses pemaknaan, dalam hal ini adalah pemaknaan terhadap lagu-lagu Slank.

Simbol signifikan berikutnya yaitu gaya berpakaian Slank yang slengean. Simbol ini selalu muncul di setiap peristiwa simbolik yang diamati dalam penelitian. Slankers memaknai gaya berpakaian Slank sebagai gaya yang sederhana dan apa adanya (sesuai dengan diri sendiri). Gaya ini kemudian menjadi sebuah identitas Slankers yang mudah dilihat secara kasat mata. Menurut Barnard (1996) di dalam gaya berbusana terdapat muatan budaya dan ideologis. Melalui gaya slengean ini, Slankers menampilkan ideologinya sebagai komunitas yang sederhana dan sebisa mungkin menghapus kesenjangan sosial. Slankers menampilkan gaya berpakaian

slengean untuk menunjukkan identitasnya kepada orang lain, dan gaya demikian

secara personal. Hal ini menumbuhkan rasa kesatuan diantara mereka, yang terdapat di dalam semboyaan PLUR yaitu Unity.

Selain memiliki gaya berbusana (fashion) tertentu, Slankers juga memiliki cara berbicara dan tempat berkumpul (nongkrong) tertentu. Mereka bergaya bicara tidak formil dan memanggil satu sama lain dengan sebutan bernuansa kekeluargaan, seperti ”Bro” yang berarti saudara laki-laki dalam bahasa Inggris. Mereka juga bicara ceplas

ceplos dan tidak sungkan untuk mengakrabkan diri dengan orang yang baru

dikenalnya. Meskipun bahasa yang digunakan Slankers berbeda sesuai dengan asal daerah mereka, tetapi gaya berbicara mereka khas, yaitu akrab dan tidak baku. Gaya bicara seperti ini menunjukkan identitas Slankers yang supel dan menjujung rasa kekeluargaan diantara mereka. Rasa kekeluargaan ini merupakan implementasi dari

Love di dalam semboyan PLUR.

Selain gaya bicara yang khas, Slanker memiliki sapaan khas yaitu sapaan ”Peace”. Sapaan ini diucapkan sebagai salam kepada sesama Slankers atau orang lain dengan mengacungkan dua jari yaitu jari telunjuk dan jari tengah sambil mengucapkan ”Peace” yang artinya salam perdamaian. Sapaan ini merupakan implementasi dari

Peace yang terdapat dalam semboyan PLUR. Salam perdamaian pada akhirnya adalah

sebuah seruan untuk saling menghormati kepada sesama. Saling menghormati disimbolkan dengan kata Respect di dalam semboyan PLUR.

Slankers memiliki tempat berkumpul atau markas utama, yaitu di Jalan Potlot 3, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tempat yang merangkap kantor manajemen Slank dan SFC Pusat itu memang selalu menjadi tempat berkumpul para Slanker sejak Slank

pertama kali didirikan. Jalan Potlot adalah sebuah daerah yang ditinggali oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi yang beragam. Hal ini dapat dilihat dari rumah-rumah yang ada di sana. Rumah-rumah-rumah di pinggir jalan utama rata-rata besar dan cukup mewah, namun ketika masuk ke gang-gang kecil, rumah-rumah bertipe kecil dan sederhana. Keadaan ini membuat para Slanker dari manapun juga tidak merasa canggung datang dan nongkrong di Potlot. Bagi Slankers yang ada di luar Jakarta, biasanya berkumpul di kantor SFC masing-masing. Sebagai contoh, tempat berkumpul Slankers Puncak (Bogor) adalah di Warung Slankers Cisarua yang berada di seberang kantor Telkom Cisarua, Bogor. Tempat tersebut tidak terlalu besar namun selalu ramai dikunjungi oleh para Slankers. Selain tempat nongkrong, di tempat tersebut juga dijual bermacam-macam barang yang berlogo Slank hasil karya para Slanker.

Tempat nongkrong Slankers adalah tempat yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara sesama Slankers. Slankers dapat saling bertukar informasi di markas mereka. Markas juga menjadi tempat mereka memperkuat identitasnya sebagai Slankers. Orang-orang di luar komunitas dapat mengidentifikasi seorang Slankers dari kehadirannya di markas Slankers. Markas Slankers juga menjadi sarana sosialisasi utama dalam menularkan nilai-nilai yang dimiliki oleh Slank, terutama markas Potlot. Diakui para Slanker, di Potlot yang juga merupakan tempat tinggal Bunda Ifet dan Bimbim, mereka merasa menjadi bagian dari keluarga Slank dan di tempat inilah mereka mulai menampilkan identitas Slank mereka.

Selain berkumpul di tempat nongkrong yang sudah ada, Slankers selalu menyempatkan diri untuk berkumpul pada setiap ada acara yang berhubungan dengan

Slank. Setelah dan sebelum konser misalnya, mereka selalu berkumpul sebelum acara dimulai dan setalah acara selesai. Hal ini dilakukan untuk menjaga silaturahmi dan sebagai wujud solidaritas diantara para Slankers.

Gaya berbusana dan tempat nongkrong khusus Slankers merupakan simbol-simbol yang dapat digunakan oleh Slankers untuk mengkomunikasikan dan membangun budayanya. Kenyataan ini sejalan dengan pernyataan James Lull (1992) dan Paul Willis (1990), seperti dikutip Lull (1987) bahwa: ”eksplorasi simbolik semacam itu sangat pokok bagi cara pemuda mengkomunikasikan dan membangun budaya”.

Slankers memiliki media khusus yang dapat dibaca untuk mengetahui kabar terbaru mengenai Slank yaitu Koran Slank. Melalui Koran Slank, komunikasi antara Slank dan Slankers di seluruh nusantara bisa tetap terjaga. Biasanya, Slankers membaca Koran Slank untuk mengetahui karya-karya terbaru Slank dan berita seputar kehidupan sehari-hari Slank. Selain memuat berita tentang Slank, Koran Slank juga memberitakan seputar kabar terhangat yang tengah melanda masyarakat Indonesia.

Identitas Slankers secara garis besar adalah anak muda yang berpakaian dan berperilaku slengean, sederhana, dan apa adanya namun senantiasa saling

menghormati. Identitas ini dirangkum dalam semboyan Slank yaitu “Peace, Love, Unity, Respect” atau disingkat PLUR. Keempat kata ini memuat identitas yang membedakan Slank dengan komunitas lain, yaitu cinta damai, saling menghormati, senantiasa bersatu dan solider, serta saling menghormati. Identitas ini dapat dikatakan

sebagai penafsiran sederhana dari Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia.

Identitas PLUR yang dimiliki Slankers tidak terlepas dari identitas PLUR yang dibangun oleh Slank, dan berusaha ditularkan kepada Slankers melalui lagu-lagu maupun berbagai kegiatan Slank. Semboyan PLUR yang dalam perkembangannya meluas menjadi 13 Ajaran Tidak Sempurna Slankissme adalah identitas Slank yang diharapkan muncul pada diri setiap Slankers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Slankers berusaha untuk membangun identitasnya sesuai dengan ajaran Slankissme, tetapi proses tersebut tidak dapat terjadi dalam waktu yang bersamaan.

Identitas Slankers bukan merupakan suatu yang tetap dan terjadi begitu saja. Identitas seperti sebuah proyek diri yang senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman hidup Slankers. Slank berperan sebagai significant others yang menjadi acuan dari perubahan Slankers, sehingga perubahan yang terjadi dalam hidup Slank yang membawa perubahan pada identitasnya, juga membawa perubahan pada identitas Slankers. Melalui proses penelusuran identitas Slankers, nilai-nilai PLUR dan Slankissme dapat tergali sesuai dengan proses hidup Slanker masing-masing. Hal ini memperlihatkan bahwa Slankers berusaha menjalankan nilai-nilai yang disosialisasikan oleh Slank, terutama melalui lirik-lirik lagu Slank.

Slankers melalui proses interaksi simbolik telah berhasil melakukan proses pemaknaan untuk membentuk identitasnya. Pemaknaan ini terjadi terus menerus sepanjang kehidupan subjek menjadi seorang Slanker. Pemaknaan yang dilakukan oleh Slankers dilakukan secara sadar. Dengan demikian, Slanker yang telah melalui proses pembentukan identitas, berarti telah mengungkap sejauh mana usahanya memperoleh kesadaran baru akan dirinya sendiri dan pandangannya.