• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan uraian fakta dan penjelasan dalam butir-butir di atas terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU No.5/1999, maka PTHI/Terlapor

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2010 (Halaman 174-183)

Kinerja PT Holcim Indonesia 2004-

IV. Pemenuhan Unsur-unsur Pasal 5 dan Pasal 11 UU No 5/1999 1 Tentang dugaan pengaturan produksi dan atau pemasaran (Pasal

1. Berdasarkan uraian fakta dan penjelasan dalam butir-butir di atas terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU No.5/1999, maka PTHI/Terlapor

II menyampaikan sebagai berikut:--- a. Penetapan pasar bersangkutan (relevant market) dalam perkara ini tidak

Halaman 175 dari 425

process of law dan kepastian hukum, dengan alasan-alasan sebagai berikut:--- i. wilayah-wilayah propinsi yang diperiksa dalam perkara ini kurang

dari separuh atau hanya sejumlah 13 (tiga belas) propinsi dari 33 (tiga puluh tiga) propinsi yang ada di indonesia, sehingga tidak mewakili wilayah pasar geografis atau ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh KPPU.---- ii. PTHI/Terlapor II hanya memasarkan produknya ke 22 (dua puluh

dua) propinsi, dan tidak ke seluruh propinsi di wilayah Indonesia sebagaimana di maksud dalam pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh KPPU.--- iii. PTHI/Terlapor II hanya menjual semen jenis OPC dan PCC, namun

tidak menjual semen jenis PPC sebagaimana di maksud dalam pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh KPPU.--- b. Pangsa pasar penjualan semen, baik secara nasional maupun pada 13 (tiga

belas) propinsi, berfluktuasi atau mengalami perubahan yang cukup signifikan. Fakta tersebut membuktikan adanya persaingan pada pasar produk semen, dan pangsa pasar semen tidaklah konstan sebagaimana dinyatakan sendiri oleh kppu dalam laporan hasil pemeriksaan lanjutan (LHPL).--- c. Dalam memasarkan produk semen, PTHI/Terlapor II secara independen

mempertimbangkan faktor-faktor antara lain, yaitu :--- i. Pertimbangan bisnis, antara lain karena tingginya biaya transportasi

dari lokasi pabrik ke tempat tujuan pasokan; atau--- ii. Ada tidaknya hambatan langsung yang dihadapi oleh PTHI/Terlapor

II dari produsen semen lokal, sebagai contoh pada pasar di Sumatra Barat dan Jawa Timur.--- d. Dalam memasarkan produk semen ke wilayah tertentu, PTHI/Terlapor II

tidak pernah melakukan upaya-upaya untuk mengatur jumlah pasokan untuk menjaga pangsa pasar produsen semen lain.---

Halaman 176 dari 425 e. PTHI/Terlapor II tidak pernah melakukan perjanjian dalam bentuk apapun dengan produsen semen lainnya, baik perjanjian penetapan harga maupun perjanjian pembatasan produksi dan/atau pemasaran dengan tujuan untuk mempengaruhi harga.--- f. Volume produksi dan penjualan PTHI/Terlapor II ditetapkan secara independen berdasarkan rencana usaha tahunan (annual business plan) dan permintaan pasar yang didasarkan pada penghitungan komersial PTHI/Terlapor II.--- g. Marjin keuntungan PTHI/Terlapor II bukan merupakan hasil dari

pengaturan produksi, penjualan atau harga semen dengan produsen lainnya, namun merupakan hasil dari efisiensi usaha dibarengi dengan peningkatan volume penjualan yang berdampak pada peningkatan kinerja PTHI/Terlapor II.--- h. PTHI/Terlapor II tidak menggunakan ASI untuk memfasilitasi

kesepakatan untuk mengatur pasar, namun semata-mata hanya untuk kepentingan melakukan kewajiban pelaporan kepada pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU Perindustrian. Hal ini juga dikonfirmasi secara jelas oleh Kementerian Perindustrian dalam Surat Dirjen Industri Agro dan Kimia No.297/IAK/5/2010 tanggal 31 Mei 2010 dan juga Surat KPPU yang ditujukan kepada ASI No.89/K/V/2010 tanggal 24 Mei 2010. --- i. “Indirect evidence” sama sekali tidak dinyatakan secara tegas dalam Pasal

42 dari UU No. 5/1999, undang-undang mana yang telah diumumkan dalam Berita Negara No. 33 tahun 1999. Dan karenanya demi hukum

“indirect evidence” sama sekali tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang secara tegas dan limitatif diatur dalam Pasal 42 dari UU No. 5/1999.- j. Dengan tidak adanya alat alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 UU No 5/1999, Tim Pemeriksa KPPU telah gagal untuk membuktikan adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 dan/atau Pasal 11 UU No.5/1999 dalam perkara ini. ---

Halaman 177 dari 425 Dari fakta-fakta dan dalil-dalil sebagaimana telah diuraikan di atas, menjadi fakta yang tidak terbantahkan lagi (notoir feiten) bahwa PTHI/Terlapor II tidak terbukti melanggar Pasal 5 dan/atau Pasal 11 UU No. 5/1999.--- Oleh karenanya, PTHI/Terlapor II dengan ini memohon kepada Majelis Komisi yang memeriksa perkara a quo dalam sidang komisi yang terhormat ini untuk mempertimbangkan dan menerima serta memeriksa setiap dan seluruh fakta-fakta, bukti-bukti dan dalil-dalil yang telah disampaikan dan diajukan oleh PTHI/Terlapor II. Dengan diabaikannya fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah diajukan PTHI/Terlapor II, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran kaidah hukum yang berlaku sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam Yurisprudensi tetap Putusan Mahkamah Agung No. 492K/Sip/1970 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 252/1968 PT Pdt. jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No. 502/67 G, (sebagaimana terlampir)yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:--- 1. Putusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan karena kurang cukup

pertimbangannya (onvoldoende gemotiveerd) yaitu karena dalam putusannya itu hanya mempertimbangkan soal keberatan-keberatan yang diajukan dalam memori banding dan tanpa memeriksa perkara itu kembali baik mengenai fakta-faktanya maupun mengenai soal penerapan hukumnya terus menguatkan putusan Pengadlan Negeri begitu saja.--- 2. Pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri hanya mempertimbangkan soal

tidak benarnya bantahan dari pihak tergugat, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta apa dan dalil-dalil mana yang telah dianggap terbukti lalu mengabulkan begitu saja seluruh gugatan tanpa satu dasar pertimbangan adalah kurang lengkap dan karenanya harus dibatalkan.--- Berdasarkan hal tersebut, PTHI/Terlapor II mohon kepada Majelis Komisi yang terhormat agar demi hukum memutuskan dan menyatakan sebagai berikut: ---

1. Menolak dan mengesampingkan dalil-dalil dan bukti-bukti Tim Pemeriksa KPPU dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan.---

2. Mempertimbangkan dan menerima setiap dan seluruh fakta-fakta dan dalil-dalil yang telah disampaikan oleh PTHI/Terlapor II; ---

Halaman 178 dari 425

3. Mengesampingkan alat-alat bukti yang tidak sah atau tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 42 UU No.5/1999; ---

4. Menjatuhkan putusan dengan menyatakan PTHI/Terlapor II tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 UU No. 5/1999;---

5. Menjatuhkan putusan dengan menyatakan PTHI/Terlapor II tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 UU No.5/1999; ---

Nota Pembelaan ini merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan baik dari penjelasan lisan dan resmi maupun tanggapan-tanggapan tertulis yang telah disampaikan kepada KPPU pada tahap Pemeriksaan Pendahuluan tanggal 11 Februari 2010 dan pada tahap Pemeriksaan Lanjutan tanggal 29 Juni 2010, termasuk namun tidak terbatas dokumen tambahan yang disampaikan ke KPPU tanggal 5 Juli 2010.--- 25. Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor

III, PT Semen Baturaja (Persero) menyampaikan hal-hal sebagai berikut;--- Terlapor III, mengajukan PEMBELAAN terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Tertanggal 7 Juli 2010 dari Tim Pemeriksa dalam perkara sebagaimana tersebut diatas, sebagai berikut :--- 1. Bahwa Terlapor III menolak dengan tegas seluruh analisa hukum yang disampaikan

oleh Tim Pemeriksa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan tertanggal 7 Juli 2010, kecuali diakui dengan tegas tentang kebenarannya oleh Terlapor III.--- 2. Bahwa dari analisa hukum Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan poin 2, Tim Pemeriksa menyatakan bahwa untuk pasar propinsi Lampung dianggap tidak terjadi persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu, Terlapor III juga menyatakan bahwa seharusnya untuk pasar propinsi Sumatera Selatan tentunya juga tidak terjadi persaingan usaha tidak sehat mengingat kondisi pasar propinsi Sumatera Selatan tidak berbeda dengan pasar di Propinsi Lampung. Hal ini dapat dilihat dari market share Terlapor III di propinsi Lampung dan Sumatera Selatan yang pergerakannya naik turun (Lampiran I). ini menjadi bukti bahwa dugaan pengaturan pasokan oleh

Halaman 179 dari 425 Terlapor III terutama di wilayah pasar Lampung dan Sumatera Selatan adalah tidak benar.--- 3. Bahwa mengenai dugaan terjadi upaya untuk menjaga pasokan setiap Terlapor untuk

tetap mempertahankan dominasi pelaku usaha, dapat kami jelaskan sesungguhnya kapasitas produksi Terlapor III relatif kecil yaitu hanya 1,2 juta ton per tahun atau ± 2% dari produksi nasional (Lampiran 2). Atas dasar itu, Terlapor III tidak mungkin mampu untuk mengatur pasokan di wilayah pasarnya. Selain itu, Terlapor III tidak dapat mengontrol atau intervensi terhadap harga di toko-toko atau pengecer karena sudah merupakan mekanisme pasar.--- 4. Bahwa analisa hukum dari Tim Pemeriksa pada poin 3 dan 4 dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, menurut kami merupakan persepsi atau dugaan yang tendensius dan tidak berdasar karena hanya berdasarkan document study, tidak berdasarkan hasil observasi di lapangan dan tanpa didukung fakta-fakta hukum yang jelas. --- Sebagaimana yang telah disampaikan pada poin terdahulu bahwa Terlapor III tidak mungkin mengatur atau mengontrol harga jual toko karena jangkauan Terlapor III hanya sebatas pada distributor. Mekanisme untuk harga semen di pasaran sangat erat kaitannya dengan jaminan pasokan, transportasi, handling di lapangan serta fanatisme konsumen pada merek.--- 5. Bahwa mengenai dugaan terjadi upaya untuk mengatur harga pada poin 5 analisa

hukum Tim Pemeriksa, dapat dijelaskan bahwa dalam pemeriksaan pendahuluan, Terlapor III telah menyerahkan semua dokumen yang diminta oleh pihak KPPU atau dokumen-dokumen lain yang terkait dengan itu. --- Sesuai dengan berita acara penyerahan dokumen Pemeriksaan Pendahuluan tanggal 9 Februari 2010 Terlapor III telah menyerahkan dokumen-dokumen sebagai berikut : i) Kapasitas produksi terpasang, volume produksi dan volume penjualan, ii) Konsumsi semen nasional dan per wilayah lima tahun terakhir, iii) Penjualan per wilayah dan per provinsi lima tahun terakhir, iv) Harga semen di tingkatan distributor, v) Harga semen ritel per provinsi dan per kabupaten lima tahun terakhir, vi) HPP dan struktur

Halaman 180 dari 425 biaya produksi, vii) Laporan keuangan Audited lima tahun terakhir, viii) Nama dan alamat distributor terakhir di seluruh Indonesia.--- Bahwa berdasarkan dokumen – dokumen yang ada, KPPU tidak menemukan atau tidak dapat membuktikan bahwa Terlapor III telah membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya guna menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen. Dengan demikian, secara formil berdasarkan bukti - bukti tertulis tersebut maka dugaan KPPU tidak terbukti.--- Demikian juga dari aspek materil, secara fakta. KPPU dapat melakukan tindakan yang patut di lapangan untuk menemukan fakta ada tidaknya perjanjian Terlapor III dengan para pesaingnya. Artinya, jika pun secara formil tidak ada perjanjian khusus untuk itu, secara fakta dapat juga dibuktikan apakah telah ada ”perjanjian terselubung” diantara para produsen semen. Dugaan secara materil ini juga tidak mampu dibuktikan. Tegasnya, KPPU tidak berhasil membuktikan adanya perjanjian terselubung tersebut. Atas dasar itu semua baik dari aspek formil maupun aspek materil dugaan bahwa Terlapor III telah membuat suatu perjanjian dengan para pesaingnya TIDAK TERBUKTI.--- Fakta di lapangan menunjukkan bahwa harga jual Terlapor III sangat fluktuatif (Lampiran 3). Ini merupakan bukti tidak adanya perjanjian pengaturan pasokan ataupun upaya untuk mengatur harga antara Terlapor III dengan pelaku usaha pesaingnya. --- 6. Bahwa mengenai dugaan pertemuan dalam Asosiasi Semen Indonesia (ASI) sebagai

fasilitas untuk mengatur pasokan dan menentukan harga sebagaimana dimaksud pada poin 6 dan 7 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, dapat dijelaskan bahwa rapat- rapat ASI lebih merupakan forum silaturahmi antar pabrik semen. Wakil dari Terlapor III yang hadir adalah karyawan dengan level Supervisor, dimana mereka tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur pasokan atau menetapkan harga dan memang tidak sedikitpun adanya niat bahwa pengiriman utusan tersebut terkait dengan upaya pengaturan harga. apalagi mekanisme untuk kebijakan penetapan harga harus melalui rapat direksi yang kemudian dijalankan oleh Direktur Komersial.---

Halaman 181 dari 425 7. Bahwa mengenai keberadaan ASI sendiri telah dijawab dan ditegaskan dalam keterangan tertulis pemerintah yaitu Kementerian Perindustrian melalui surat nomor 297/IAK/5/2010 tertanggal 31 Mei 2010 (Lampiran 4), yang menyatakan bahwa pertemuan ASI dengan anggotanya yang dilakukan secara rutin dan selalu dihadiri wakil dari pemerintah merupakan pertemuan komunikasi antara pelaku usaha dengan pemerintah yang membahas agar tidak terjadi kelangkaan pasokan semen di daerah serta untuk mendapatkan masukan tentang kebijakan pembangunan semen di Indonesia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam pertemuan tersebut tidak pernah dibicarakan tentang pengaturan produksi dan pemasaran, pengaturan wilayah,

pengaturan harga atau pembicaraan lain yang bersifat pembentukan kartel.---

8. Bahwa dalam kesimpulannya Tim Pemeriksa menyatakan adanya dugaan pelanggaran terhadap pasal-pasal dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999. Untuk itu, KPPU perlu membuktikan unsur-unsur dari pasal yang disangkakan yaitu pasal 5 ayat (1) dan pasal 11. ---

8.1. Dari rumusan pasal 5 ayat (1) tersebut terlihat bahwa suatu perjanjian penetapan harga dilarang jika terpenuhinya unsur-unsur, sebagai berikut :---

a) Adanya perjanjian.---

b) Perjanjian tersebut dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya.---

c) Tujuan dibuatnya perjanjian tersebut adalah untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.---

Sedangkan untuk pasal 11, agar suatu perjanjian kartel dapat dikenakan larangan pada pasal 11 tersebut, haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :---

a) Adanya perjanjian.---

b) Perjanjian tersebut dibuat dengan pelaku usaha pesaingnya.---

c) Tujuannya untuk mempengaruhi harga.---

d) Tindakan mempengaruhi harga dilakukan dengan jalan mengatur produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu.---

Halaman 182 dari 425 e) Tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan curang--- 8.2. Bahwa dari aspek hukum, dalam dugaan pelanggaran pasal 5 ataupun pasal 11

Undang – undang No. 5 tahun 1999 oleh Terlapor III maka KPPU harus dapat membuktikan dua hal pokok : pertama, adanya perjanjian antara Terlapor III dengan pelaku usaha pesaingnya, kedua, adanya maksud/niat (intent) bahwa perjanjian itu dimaksudkan :--- a) untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama (Pasal 5).--- b) mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran

suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 11)--- Adanya perjanjian ini merupakan syarat mutlak untuk terpenuhinya unsur- unsur yang disangkakan kepada Terlapor III. Jika tidak terpenuhi kedua syarat tersebut maka dengan sendirinya tidak perlu adanya pembuktian lanjutan karena tidak terpenuhinya unsur-unsur yang dipersyaratkan oleh kedua pasal tersebut.--- 9. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka baik dalam Pasal 5 maupun dalam Pasal 11 Undang-Undang No 5 Tahun 1999, KPPU harus dapat membuktikan bahwa Terlapor III telah membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang (semen) yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.--- KPPU tidak berhasil membuktikan bahwa Terlapor III telah membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga. Dugaan adanya perjanjian ini harus berdasarkan adanya perjanjian tertulis. Secara yuridis, untuk dapat menjadi bukti yang kuat maka suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis. Padahal jangankan bukti telah adanya perjanjian tertulis, perjanjian secara tidak tertulis saja tidak mampu didapat oleh KPPU untuk menguatkan

Halaman 183 dari 425 dugaannya. Apalagi KPPU mendasarkan dugaannya berdasarkan dugaan “adanya kesepakatan tidak langsung.” Tidak juga jelas apa yang dimaksudkan oleh KPPU sebagai adanya “kesepakatan tidak langsung tersebut.” KPPU tidak dapat mendasarkan “dugaannya” hanya menduga-duga adanya kesepakatan tidak langsung. Secara yuridis, tuduhan-tuduhan itu harus dengan bukti tertulis.--- Berdasarkan uraian-uraian di atas, baik secara formil maupun materil, DUGAAN bahwa Terlapor III melakukan pelanggaran terhadap pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang – undang No. 5 tahun 1999 jelas – jelas tidak terbukti.--- Atas dasar uraian dan kesimpulan kami sebagai dasar pembelaan, kiranya Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Pemeriksa Perkara No : 01/KKPU-I/2010 secara hukum berkenan memutuskan dan menetapkan bahwa dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Terlapor III adalah TIDAK TERBUKTI dan lemah dasarnya (baseless). ---

26. Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor IV, PT Semen Gresik (Persero), Tbk menyampaikan hal-hal sebagai berikut;--- 1. RESUME PEMBELAAN--- 2. SELURUH HASIL ANALISIS TIM PEMERIKSA TELAH DISIMPULKAN

SECARA KELIRU DAN BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2010 (Halaman 174-183)