• Tidak ada hasil yang ditemukan

NOMOR 5/1999 5 1 Unsur “Perjanjian” Tidak Terbukti

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2010 (Halaman 185-189)

Kinerja PT Holcim Indonesia 2004-

NOMOR 5/1999 5 1 Unsur “Perjanjian” Tidak Terbukti

5. 2. Unsur “Penetapan harga atas suatu barang dan/atau jasa” Tidak Terbukti.--- 5. 3. Unsur “Harga yang harus dibayar oleh Konsumen atau Pelanggan” Tidak

Terbukti.--- 5. 4. Unsur “Pasar bersangkutan yang sama” Tidak Terbukti.---

Halaman 186 dari 425 6. TERLAPOR IV/SG TIDAK TERBUKTI MELANGGAR PASAL 11 UU NOMOR 5/1999--- 6.1. Unsur “Perjanjian” Tidak Terbukti.--- 6.2. Unsur “Bermaksud Mempengaruhi Harga” Tidak Terbukti.--- 6.3. Unsur “Mengatur produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa” Tidak Terbukti.--- 6.4. Unsur “Mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang

tidak sehat” Tidak Terbukti--- 6. 4. 1. Unsur “Mengakibatkan praktek monopoli” Tidak Terbukti.--- 6. 4. 2. Unsur “Mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat” Tidak Terbukti.--- 7. HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN TIM PEMERIKSA---

7. 1. Pola harga yang paralel tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku--- 7. 2. Indirect Evidence atau bukti ekonomi tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku---

Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (”LHPL”) yang terdiri dari 88 halaman terlihat sangat mengutamakan atau menitikberatkan pada berbagai analisis yang berkaitan dengan ekonomi seperti pemasaran, distribusi dan keuangan serta produksi tanpa sama sekali memberikan analisis hukum yang memadai untuk menjustifikasi kesimpulan Tim Pemeriksa mengenai dugaan terjadinya pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5/1999”).---

Bisa jadi, Tim Pemeriksa Lanjutan (”Tim Pemeriksa”) berpikir bahwa masalah persaingan usaha lebih erat kaitannya dengan isu-isu ekonomi dan produksi dibandingkan dengan isu hukum. Namun demikian perlu disadari bahwa pada akhirnya analisis-analisis ekonomi dan produksi harus dapat diformulasikan sedemikian rupa

1. 1. Tanggapan Umum Terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan

Halaman 187 dari 425

dalam bentuk kajian atau analisis hukum yang komprehensif agar dugaan terjadinya pelanggaran tersebut memperoleh legitimiasi sebagai sebuah perbuatan yang dilarang oleh hukum persaingan usaha. Tanpa melakukan hal tersebut, analisis ekonomi dan produksi hanya sebatas analisis yang tidak legitimate untuk menyimpulkan bahwa pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha telah terjadi.---

Tampak jelas bahwa mulai dari halaman 1 sampai dengan halaman 86, LHPL hanya membahas tentang berbagai analisis yang berkaitan dengan ekonomi seperti pemasaran, distribusi dan keuangan dan analisis produksi. Uraian tentang Pendapat Ahli pada halaman 44 dan 45 sama sekali tidak memberikan analisis hukum yang dapat mendukung dugaan Tim Pemeriksa tentang terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5/1999.---

Akhirnya di bagian penutup, tepatnya di halaman 87 dan 88 LHPL dinyatakan tentang Analisis Hukum. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan secara komprehensif, sesungguhnya Analisis Hukum tersebut semata-mata hanya berupa kesimpulan yang diambil dari analisis ekonomi dan produksi. Kesimpulan ini kemudian diberi-nama atau disebut sebagai Analisis Hukum. Menurut hemat kami, bagian tersebut tidak tepat untuk disebut sebagai Analisis Hukum, melainkan kesimpulan dari analisis ekonomi dan produksi. Dengan perkataan, Pertimbangan dan Analisis Hukum sesungguhnya tidak dilakukan sama sekali oleh Tim Pemeriksa Lanjutan dalam perkara ini.---

Pertanyaannya, bagaimana mungkin hal-hal yang dilakukan Terlapor IV/SG akhirnya disimpulkan oleh Tim Pemeriksaan Lanjutan sebagai pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5/1999? Logikanya, untuk sampai pada kesimpulan mengenai terjadinya pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha, maka analisis hukum adalah sebuah keharusan untuk dielaborasi secara komprehensif dalam laporan tersebut. Fakta mengenai tidak adanya analisis hukum yang jelas dalam LHPL sebenarnya sudah cukup bagi Majelis Komisi untuk tidak sependapat dengan Tim Pemeriksa Lanjutan karena jika Majelis Komisi sependapat dengan Tim Pemeriksa dan perkara ini dilanjutkan hingga ke tingkat pengadilan, sangat mungkin bahwa pengadilan akan menolak kesimpulan Tim Pemeriksa tentang dugaan terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5/1999.---

Dalam LHPL yang telah dibuat ini, Tim Pemeriksa pada pokoknya menduga telah terjadi kartel antar pelaku usaha semen yang secara sederhana hanya dibuktikan dengan, antara lain:---

Halaman 188 dari 425

1. Pangsa pasar yang stabil;---

2. Pola harga yang sama;---

3. Tingkat keuntungan yang tinggi;---

4. Adanya bukti rapat ekonomi bisnis Asosiasi Semen Indonesia (“ASI”). ---

Seluruh analisis dalam LHPL tersebut sama sekali tidak relevan dengan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 UU No. 5/1999. Analisis-analisis tersebut tidak dapat dibuktikan secara kuat dengan disertai alat bukti yang cukup, namun hanya dibuat berdasarkan asumsi dan opini Tim Pemeriksa semata. ---

Dalam Tanggapan Laporan Dugaan Pelanggaran ataupun Tanggapan Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan yang sebelumnya sudah kami serahkan kepada Tim Pemeriksa, sudah kami jelaskan bahwa Terlapor IV/SG sama sekali tidak melakukan kartel dengan pihak manapun dalam menjalankan bisnis usahanya. ---

Adanya pangsa pasar yang stabil di beberapa daerah tertentu, sebagaimana juga sudah kami jelaskan dalam Tanggapan LHPP kami, adalah disebabkan oleh karakteristik alami dari bisnis semen yang pasti akan membuat produk semen tertentu unggul di daerah yang lokasinya berdekatan dengan pabrik. Hal-hal seperti loyalitas konsumen, tingginya biaya distribusi, serta telah terpenuhinya kapasitas produksi Terlapor IV/SG adalah hal-hal yang secara nyata membuat kami sulit untuk bersaing di daerah-daerah yang jauh dari lokasi pabrik. Oleh karena itu, hal-hal tersebut di atas diyakini dapat menjawab berbagai isu pokok yang ditengarai oleh Tim Pemeriksa antara lain:---

Mengapa Terlapor IV/SG tidak memasok dalam jumlah banyak ke daerah-daerah tertentu dan mencoba bersaing dengan merebut pangsa pasar Terlapor lain? ---

Mengapa Terlapor IV/SG tetap memasok ke daerah-daerah yang lokasinya jauh dari pabrik?---

Mengapa pangsa pasar Terlapor IV/SG di Jawa Timur relatif stabil?---

Mengapa Terlapor IV/SG hanya fokus pada daerah pemasaran di Jawa Timur dibandingkan dengan daerah lain di luar Jawa Timur?---

Bukti rapat ASI yang dikatakan oleh Tim Pemeriksa turut memfasilitasi kartel pun tidak dapat dibenarkan karena setiap rapat ekonomi bisnis yang diadakan ASI ini selalu dihadiri pemerintah sehingga sangat tidak logis apabila disimpulkan bahwa rapat tersebut dimaksudkan untuk memfasilitasi kartel ataupun praktek lain yang dilarang oleh undang- undang. --- Dalam LHPL ini pun Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan unsur-unsur dari Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 UU No. 5/1999 sebagaimana dituduhkan. Berdasarkan uraian tersebut

Halaman 189 dari 425 di atas, Terlapor IV/SG memohon kepada Majelis Komisi Perkara No. 1/KPPU-I/2010 untuk memberikan Putusan yang menyatakan bahwa Terlapor IV/SG TIDAK TERBUKTI MELANGGAR Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5/1999.---

Analisis Tim Pemeriksa KPPU--- Dalam Analisis Pasar Bersangkutan (halaman 47 LHPL), mengacu kepada Peraturan Komisi Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“Peraturan KPPU No. 3/2009”), Tim Pemeriksa telah melakukan analisis sebagai berikut:---

Pasar Produk---

1) Indikator harga; harga dari semen jenis OPC, PPC dan PCC hanya berbeda tipis sehingga kenaikan harga pada jenis yang satu akan menyebabkan konsumen beralih pada jenis yang lain. Dengan demikian berdasarkan indicator harga antara semen jenis OPC, PPC dan PCC merupakan substitusi bagi satu dengan yang lainnya.---

2) Karakteristik dan kegunaan produk; Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Tim Pemeriksa diketahui bahwa baik semen jenis OPC, PPC dan jenis PCC memiliki karakteristik dan kegunaan yang sama, sehingga Tim Pemeriksa menilai kedua jenis semen tersebut merupakan substitusi satu dengan yang lainnya.---

3) Dengan demikian, pasar produk dari pada perkaran ini adalah pasar produk kategori semen, tidak dibedakan antara semen jenis OPC, PPC maupun PCC.---

Pasar Geografis---

Berdasarkan Pedoman Pasar Bersangkutan Tim Pemeriksa tidak menemukan adanya peraturan-peraturan yang membatasi lalu lintas perdagangan antar kota/wilayah untuk melakukan pemasaran/penjualan semen. Namun demikian masing-masing perusahaan menerapkan kebijakan dalam memasarkan dan menjual semennya pada wilayah-wilayah tertentu saja. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan biaya transportasi yang ditimbulkan dalam memasarkan produk semen dari pabrik yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Dengan demikian Tim Pemeriksa menilai bahwa pasar geografis untuk produk semen adalah pasar geografis propinsi, di mana produsen semen berdasarkan

2. SELURUH HASIL ANALISIS KPPU TELAH DISIMPULKAN SECARA

KELIRU DAN BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2010 (Halaman 185-189)