• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2010 (Halaman 189-197)

Kinerja PT Holcim Indonesia 2004-

PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

Halaman 190 dari 425

pertimbangannya. dapat memasarkan dan menjual semennya pada lebih dari satu propinsi.---

Pembelaan Terlapor IV/SG--- Mengenai penentuan pasar bersangkutan yang telah dilakukan Tim Pemeriksa di atas, kami berpendapat bahwa pendefinisian pasar bersangkutan dalam LHPL tersebut bukanlah pendefinisian yang benar sesuai dengan Peraturan KPPU No. 3/2009. Penjelasan mengenai hal tersebut kami uraikan pada butir berikut.---

Pendefinisian pasar bersangkutan tentu saja tidak dapat dijelaskan secara verbal melainkan harus dapat dibuktikan dengan tes atau uji tertentu melalui pendekatan elastisitas permintaan dan penawaran.--- Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan KPPU No. 3/2009:--- Penentuan pasar produk ini seharusnya dilakukan melalui pendekatan yang menggunakan elastisitas permintaan dan penawaran. Pendekatan terhadap elastisitas permintaan dan penawaran dapat dilakukan melalui analisis preferensi konsumen

Sebagai informasi, otoritas pengawas persaingan di beberapa negara menggunakan batasan kuantitatif kenaikan harga yang disimulasikan antara 5%-10%. Metode yang sama dapat diterapkan di Indonesia dengan batasan kuantitatif yang disesuaikan dengan kondisi lokal.---

Lebih jauh, juga dikatakan dalam buku karangan Dr. Andi Fahmi Lubis, SE., ME., yang berjudul “Hukum Persaingan Usaha – Antara Teks dan Konteks”, tahun 2009: (Bukti T.IV – 1)---

Pendekatan SSNIP Test (Small but Significant, Non-transitory Increase in Price) pada intinya ingin melihat apakah sebuah perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika menaikkan harga. Proses membuktikan tes ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah membuktikan apakah keputusan menaikkan harga akan menguntungkan perusahaan. Hal ini dilihat dari logika profit maksimum, yaitu perusahaan akan memutuskan untuk menaikkan harga jika marginal revenue lebih kecil dari marginal cost. Pembuktian dilakukan dengan melihat:---

Dimana ε menunjukkan elastisitas harga (own-price elasticity). Namun tahap pertama ini

tidak memberikan batas seberapa besar perusahaan akan menaikkan harga. Merger Guidelines DOJ/FTC memberikan batas SSNIP sebesar 5%. Tahap kedua dilakukan dengan cara membandingkan critical elasticity of demand dengan own price elasticity-nya.

2. 1.

Analisis Pasar Bersangkutan yang dilakukan Tim Pemeriksa tidak sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku

Halaman 191 dari 425

---Critical elasticity = (1+t) / (m+t)--- dimana t adalah batasan SSNIP, m menunjukkan margin yang dimiliki oleh perusahaan (nilainya berupa persentase bukan profit langsung misalnya ROE). Jika critical elasticity lebih besar dari own price elasticity, berarti pasar tersebut memenuhi SSNIP test.---

Dengan demikian pendefinisian pasar bersangkutan yang benar seharusnya dilakukan dengan melakukan uji SSNIP test yang pastinya sudah dimengerti oleh Tim Pemeriksa sendiri. Atas dasar inilah kami mengatakan bahwa pendefinisian pasar bersangkutan dalam perkara ini bertentangan dengan Peraturan KPPU No. 3/2009 dan tidak tepat untuk dijadikan sebagai dasar analisis dalam LHPL.--- Faktanya, daerah pemasaran Terlapor IV/SG adalah meliputi daerah-daerah, sebagai berikut:--- JAWA 1. Banten 2. DKI Jakarta 3. Jawa Barat 4. Jawa Tengah 5. DI Yogyakarta 6. Jawa Timur KALIMANTAN 7. Kalimantan Barat 8. Kalimantan Selatan 9. Kalimantan Tengah 10. Kalimantan Timur NUSA TENGGARA 11.Bali 12.NTB 13.NTT INDONESIA TIMUR 14.Maluku 15.Papua

Dengan menyatakan bahwa pasar geografis dalam perkara ini adalah dalam cakupan propinsi, maka Tim Pemeriksa seharusnya dapat menjelaskan secara terperinci propinsi- propinsi tersebut dengan menyebutkan pelaku-pelaku usaha yang bersaing di dalam masing-masing propinsi tersebut. ---

Halaman 192 dari 425

Analisis Tim Pemeriksa KPPU---

Dalam Analisis Pangsa Pasar (halaman 48 LHPL), Tim Pemeriksa pada pokoknya telah menyimpulkan bahwa Terlapor IV/SG sebenarnya memiliki kemampuan dan peluang untuk bersaing dengan Terlapor lain di beberapa daerah (DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah), akan tetapi hal ini tidak dilakukan untuk menjaga agar pangsa pasar pelaku usaha tertentu tetap stabil di daerah tersebut.---

Hal serupa juga terjadi di propinsi Jawa Timur, dimana Tim Pemeriksa menduga bahwa beberapa Terlapor lain secara sengaja tidak memanfaatkan kemampuan dan peluangnya untuk bersaing dengan Terlapor IV/SG untuk menjaga pangsa pasar Terlapor IV/SG tetap stabil di daerah tersebut.---

Pembelaan dan Tanggapan Terlapor IV/SG---

Kesimpulan Tim Pemeriksa tersebut sangat tidak berdasar. Adapun alasan sulitnya Terlapor IV/SG untuk masuk dan bersaing dengan Terlapor lain di beberapa daerah adalah disebabkan oleh beberapa alasan antara lain:---

1. Karakteristik alami dari industri semen;---

2. Adanya faktor loyalitas konsumen; ---

3. Tingginya biaya distribusi; dan ---

4. Kapasitas produksi Terlapor IV/SG yang sudah penuh (full capacity). Adapun penjelasan mengenai hal-hal tersebut kami uraikan pada butir di bawah ini.---

2. 2. 1. Nature bisnis semen menyebabkan pelaku usaha lebih terkonsentrasi dan unggul di pasar yang dekat dengan lokasi pabrik Semen merupakan suatu komoditi berat yang memanfaatkan potensi sumber daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir besi dan gipsum dan diproses melalui pembakaran dengan temperatur yang tinggi (di atas 1000o C), dengan penyebaran tergantung dari penyebaran bahan baku.---

Di samping itu, dalam buku Roadmap Industri Semen, yang dikeluarkan oleh Departmen Perindustrian, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia pada tahun 2009 (Bukti T.IV – 2), juga dijelaskan bahwa industri semen juga dikenal sebagai industri yang memiliki karakteristik padat modal, padat energi, dan padat produksi.---

2. 2.

Analisis Pangsa Pasar yang dilakukan Tim Pemeriksa telah disimpulkan secara keliru dan tidak berdasar

Halaman 193 dari 425 (1) Padat modal artinya untuk mendirikan pabrik semen dibutuhkan modal yang sangat besar, karena itu tidak banyak pelaku usaha yang dapat memasuki industri semen; --- (2) Padat energi artinya bahwa proses pengolahan bahan baku menjadi semen yang siap pakai, membutuhkan energi yang tinggi, karena itu tidak dapat didirikan secara sembarangan. --- (3) Padat produksi artinya bahwa setiap industri semen selalu melakukan produksi

dalam jumlah dan volume yang besar. Hal ini tentu saja akan membuat biaya transportasi yang merupakan bagian dari biaya distribusi menjadi tinggi.4 Terlebih lagi semen merupakan komoditas yang sangat sensitif terhadap cuaca sehingga memerlukan pengelolaan yang serius.--- Dengan karakteristik tersebut, tentunya akan membuat industri semen hanya dapat dimasuki oleh beberapa pelaku usaha saja. Hal inilah yang kemudian membentuk oligopoli secara alami dalam industri semen. Lokasi produsen atau pabrik semen itu pun pasti tergantung dengan lokasi ketersediaan bahan baku semen yang memanfaatkan Sumber Daya Alam. --- Perlu kami jelaskan bahwa sifat produk semen yang (i) berat; (ii) mudah rusak; dan (iii) kebutuhannya tidak bisa ditunda, membuat distribusi yang efektif dan efisien merupakan kunci dalam strategi penjualan semen. Semakin jauh jarak pengiriman, semakin besar pula kemungkinan semen menjadi rusak. Pada dasarnya kebutuhan akan semen untuk pembangunan suatu proyek tidak bisa ditunda tapi harus segera dikirim. --- Dalam suatu wilayah propinsi tertentu pasti terdapat satu pelaku usaha yang benar-benar menguasai pasar, yaitu mereka yang lokasi pabriknya berada di propinsi tersebut atau tidak jauh dari propinsi tersebut. Pelaku usaha tersebut biasanya hanya dapat menguasai pasar yang lokasinya tidak jauh dari lokasi pabrik. Apabila pelaku usaha ini mencoba memasarkan produknya ke daerah-daerah lain yang jauh dari lokasi pabrik untuk merebut pasar, maka mereka akan menghadapi masalah-masalah yang pelik seperti adanya loyalitas konsumen, biaya distribusi yang tinggi yang disebabkan sifat semen yang bulky, dan lain sebagainya (Penjelasan mengenai hal-hal tersebut akan kami uraikan dalam butir selanjutnya).--- Namun demikian, pelaku usaha perlu melakukan pemasaran ke daerah lain demi membangun brand image dan persiapan upaya ekspansi perusahaan. Hal inilah yang berlaku secara umum pada industri semen di berbagai negara dan kami akui juga terjadi pada industri semen di Indonesia. ---

Halaman 194 dari 425 Dalam suatu laporan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mengenai Studi Distribusi Semen Nasional pada tahun 1997, adanya sifat dan karakteristik produk semen sebagaimana diuraikan tersebut di atas pun pada dasarnya sudah diprediksikan akan membentuk suatu pasar oligopoli dimana pada daerah-daerah tertentu hanya akan dikuasai oleh beberapa pelaku usaha saja. Oleh karena itu, apa yang terjadi saat ini pada dasarnya sudah dapat diprediksi yang dikarenakan sifat atau karakteristik industri semen (Bukti T.IV – 3).--- Dengan demikian, hal tersebut di atas cukup menjelaskan mengapa pangsa pasar pelaku usaha lain dapat tetap stabil di beberapa daerah tertentu dan juga mengapa pangsa pasar Terlapor IV/SG dapat tetap stabil di propinsi Jawa Timur.---

2. 2. 2. Adanya loyalitas konsumen di daerah lain terhadap suatu produk semen tertentu

(brand loyalty) dan kuatnya brand image suatu produk menyebabkan Terlapor IV/SG sulit untuk bersaing di daerah tersebut

Salah satu faktor yang kami akui membuat kami sulit untuk dapat bersaing dengan Terlapor lain di daerah-daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah adalah karena adanya loyalitas konsumen yang tinggi di daerah-daerah tersebut terhadap suatu produk semen tertentu.--- Sebagai contoh untuk wilayah DKI Jakarta, masyarakat yang berada di wilayah tersebut cenderung lebih memilih semen Tiga Roda yang merupakan produk dari Terlapor I. Untuk dapat bersaing dengan semen Tiga Roda, tentunya kami harus menurunkan harga produk semen kami jauh di bawah harga Tiga Roda, karena apabila selisih harga hanya sedikit, konsumen tentu akan tetap memilih semen Tiga Roda karena pengaruh Brand Loyalty dan

Brand Image tersebut. Namun, untuk menjual produk kami dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga semen Tiga Roda tersebut, tentu saja tidak layak (feasible) untuk dilakukan karena biaya distribusi yang kami keluarkan untuk mengangkut produk kami dari Tuban ke Jakarta sudah sangat tinggi. --- Kami Terlapor IV/SG pun meyakini bahwa sebagian masyarakat di daerah Jawa Timur memiliki loyalitas yang cukup kuat kepada produk kami. Hal inilah yang kami usahakan agar terus dipertahankan sehingga pangsa pasar kami tetap stabil di daerah tersebut. --- Sebuah Survey tentang Brand Image telah dilakukan oleh InMarc, sebuah lembaga survey khusus tentang branding yang memetakan Top of Mind Merek semen di beberapa kota besar di Jawa dan Bali.---

Halaman 195 dari 425 Dari hasil survey tersebut, terlihat bahwa kekuatan Brand Image Terlapor IV/SG berada di daerah Jawa Timur, dan Jawa Tengah sedangkan semen Tiga Roda memiliki kekuatan di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (“Jabodetabek”), dan Bandung. --- Dengan Analisis Statistik maka keterkaitan daerah dengan Top of Mind adalah sebagai berikut:---

Halaman 196 dari 425 Dilihat dari gambar tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa semakin dekat hubungan antara pelaku usaha (lingkaran hitam) dengan kota (segitiga merah), maka semakin kuat loyalitas konsumen di daerah tersebut. Sehingga preferensi konsumen terhadap merek semen Tiga Roda di daerah Jabodetabek dan Bandung lebih kuat terhadap Semen Gresik di daerah tersebut. Begitu juga preferensi konsumen terhadap semen Gresik di Surabaya lebih kuat dibandingkan semen Tiga Roda. --- Dari hasil survey InMarc juga diteliti tentang loyalitas konsumen terhadap Semen Gresik:

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa 97% konsumen Semen Gresik menyatakan keinginan mereka untuk kembali membeli produk Semen Gresik di kemudian hari. Sementara hanya 3% dari konsumen Semen Gresik yang tidak puas dan memilih untuk tidak membeli produk Semen Gresik di kemudian hari. --- Melalui hasil survey InMarc tentang Brand Loyalty konsumen di atas, terbukti bahwa loyalitas konsumen semen di Jawa Timur lebih kuat kepada Semen Gresik dibandingkan dengan merek semen lainnya. --- Keterangan:--- Seluruh hasil survey InMarc tersebut diatas kami peroleh melalui penelitian mengenai Market and Brand Performance pada tahun 2009 (Bukti T.IV – 4) --- Dengan demikian, kesulitan Terlapor IV/SG memasuki pasar di daerah-daerah seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat bukan disebabkan karena adanya pengaturan pasokan antar pelaku usaha (para Terlapor), melainkan karena adanya loyalitas konsumen di daerah- daerah tersebut terhadap suatu produk tertentu (brand loyalty). ---

Tidak 3% Ya

Halaman 197 dari 425 2. 2. 3. Tingginya biaya distribusi semen menyebabkan rendahnya laba yang akan diperoleh

apabila Terlapor IV/SG memasarkan produknya jauh dari lokasi pabrik

Semen adalah produk yang sifatnya bulky yaitu padat dan berat. Oleh karena itu untuk mengangkut dan mendistribusikan produk semen pun dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.- Apabila kami ingin memasarkan produk kami ke daerah lain yang lokasinya jauh dari pabrik, tentu saja kami harus memperhitungkan komponen biaya distribusi yang tinggi tersebut. Dengan biaya distribusi yang tinggi, tentunya hal ini akan mengurangi laba yang dapat diperoleh.--- Perbandingan perbedaan keuntungan yang Terlapor IV/SG peroleh pada setiap wilayah dapat diilustrasikan sebagai berikut:--- Pengaruh Biaya Distribusi terhadap Laba per Daerah tahun 2009 (Rp/ton)

KWANTUM HARGA ONGKOS HARGA BIAYA LABA

PENJUALA

N JUAL ANGKUT JUAL

DAERAH

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2010 (Halaman 189-197)