• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Pendidikan Iman dalam Keluarga

4) Berpartisipasi dalam hidup dan misi gereja

Keluarga sebagai Gereja mini artinya keluarga merupakan gambaran yang asli tentang Gereja. Maka keluarga menjadi komunitas yang percaya dan menjadi komunitas dalam dialog dengan Tuhan dan komunitas dalam pelayanan kepada umat.

Peranan keluarga dalam mewartakan rencana Allah dimulai dari saat persiapan perkawinaan dan saat telah menjadi pasangan suami istri yang sah. Pewartaan ini tidak

21

hanya mengkomunikasikan iman kepada anak-anak tetapi juga kepada seluruh umat yang lain. Peranaan keluarga sebagai pendidik tetap berlanjut, meskipun anak-anak menginjak dewasa.

Para orang tua mempunyai tanggung jawab yang khas yaitu mendidik anak-anak di dalam doa. Berdoa bersama dalam keluarga adalah pengalaman yang tak pernah hilang sampai kapan pun. Pengalaman berdoa bersama dengan keluarga akan menjadi suatu kebiasaan yang baik bagi anak. Pada setiap hari minggu anak sebaiknya selalu diajak ke gereja untuk memperkenalkan tahap demi tahap dalam liturgi dan mendengar sabda Tuhan.

Gereja mempunyai misi untuk membawa semua manusia agar menerima sabda Tuhan dan melaksanakannya. Sebagai keluarga kristiani ikut pula melayani dan membawa mereka kepada Tuhan. Berkat cinta Allah dalam keluarga maka nampak dengan jelaslah cinta kasih dalam keluarga. Cinta kita sebagai murid Yesus hendaknya meluas ke luar lingkup saudara dan saudari seiman dan kita dapat menemukan wajah-wajah Kristus dalam diri setiap orang yang kita layani.

d. Komunikasi dalam keluarga

Hidup bersama selalu menyangkut komunikasi. Tanpa komunikasi, dialog yang jujur, terbuka baik verbal dan non-verrbal sulitlah bagi kita untuk memahami keluarga sebagai suatu komunitas antarpribadi (FC 18). Dengan komunikasi yang jujur dan terbuka, setiap anggota dapat mengungkapkan pikirannya mengenai apa yang dialami di dalam keluarga tanpa harus merasa takut karena mereka sadar bahwa mereka saling menerima dan mencintai.

Dalam komunikasi seseorang saling membuka diri yaitu mampu berbicara secara benar. Keterbukaan diri menjadi lebih konkret jika suami-istri dapat memahami

22

pasangannya. Komunikasi yang baik dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan relasi pribadi di dalam perkawinan.

Jika komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan lancar maka problema keluarga dapat diselesaikan secara kekeluargaan namun jika komunikasi mengalami hambatan maka persoalan itu tidak dapat dipecahkan secara bersama. Komunikasi yang baik dapat memperdalam relasi cinta kasih di antara anggota. Tanpa komunikasi yang baik relasi cinta kasih dan keutuhan keluarga akan mudah pecah.

Komunikasi selalu mengandalkan masing-masing pihak agar mampu mendengarkan. Mendengarkan adalah menaruh perhatian pada kebutuhan dasar setiap anggota keluarga. Dalam keluarga sangat dibutuhkan sekali pengertian, cinta, kepercayaan dan penerimaan apa adanya. Dengan komunikasi inilah masalah-masalah yang dialami oleh keluarga dapat disharingkan dan mencari jalan pemecahannya.

e. Ekonomi keluarga

Keluarga mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan kesejahteraan ekonomi hidup keluarga. Adapun kebutuhan yang harus dipenuhi itu adalah seperti sandang, pangan dan perumahan. Peranan keluarga sebagai objek ekomomi haruslah diubah menjadi subjek ekonomi, agar keluarga menjadi aktif, dinamis, antusias terhadap modernisasi, maju berkembang untuk meningkatkan standar hidupnya (Hardiwiratno, 1994:19).

Keluarga hendaknya menyadari betapa pentingnya aspek finansial ini bagi kesejahteraan keluarganya. Merekalah yang bertanggungjawab mencari pendapatan tetap bagi keluarganya. Keluarga-keluarga kristiani juga perlu menghindari pola hidup konsumtif, dan bersedia untuk hidup sederhana dan hemat.

23

Pengeluaran harus disesuaikan dengan penghasilan. Budaya utang sedapat mungkin dihindari dan utamakan pendidikan bagi anak-anak dan jaminan masa tua. Selain kebutuhan yang rutin seperti makan, rumah, trasnport, masih ada kebutuhan yang mendadak di luar rencana tetapi harus dipenuhi juga seperti kalau kecelakaan, dan ada urusan keluarga. Semua itu membutuhkan uang untuk membiayainya. Idealnya setiap keluarga mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat membiayai semua kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataannya, keadaan itu sulit dicapai, karena kebutuhan berkembang dengan pesat sehingga berapa pun besarnya penghasilan akan selalu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.

Yang menjadi pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap keluarga adalah bagaimana dengan penghasilan yang ada dapat mencukupi segala kebutuhan keluarga. Penghasilan menjadi masalah karena selalu kurang dan pengeluaran selalu menjadi masalah karena selalu bertambah. Untuk mengatasi hal ini tidak hanya dengan menambah penghasilan dan mengurangi pengeluargan.

Gilarso, (1996;137-138) menyatakan besar kecilnya penghasilan itu sangat relatif dan tidak bisa dipakai sebagai ukuran ekonomi yang mutlak, karena dapat terjadi penghasilan besar tetapi masih juga ada hutang. Oleh karena itu yang menjadi ukuran dalam mengatur ekonomi keluarga adalah:

1) Mampu mengatur pengeluaran sesuai dengan keadaan keuangan yang ada dan rencana yang telah disusun.

2) Mampu mengadakan pilihan atau seleksi atas kebutuhan-kebutuhan, mana yang betul-betul dibutuhkan saat ini maupun saat mendatang, mana yang tidak atau kurang perlu.

3) Mampu mengadakan tabungan untuk merealisasikan keinginan serta kebutuhan-kebutuhan masa mendatang yang sudah di rencanakan.

24

4) Mampu mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjebak hutang atau pun membeli secara kredit.

Meskipun kesejahteraan duniawi itu bukan tujuan terakhir hidup manusia, namun bagaimana pun kesejahteraan itu tetap penting agar seluruh anggota keluarga dapat hidup layak, pantas sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

f. Seksualitas dalam hidup pekawinan

Seksualitas adalah salah satu komponen yang fundamental dalam kepribadiaan manusia, sebagai suatu cara berada, cara memanifestasikan, cara mengkomunikasikan diri kepada yang lain serta cara merasakan, mengekpresikan dan menghidupi cinta manusiawi.

Dalam Gereja Katolik, seksualitas dan hubungan seksual dalam hidup berkeluarga penting bahkan dalam arti tertentu menjadikan sah sebuah perkawinan.

Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang mendahului (antecedens) perkawinan dan bersifat tetap (perpetua) entah dari pihak laki-laki entah dari pihak perempuan, entah bersifat mutlak entah relatif, menyebabkan perkawinan tidak sah menurut kodratnya sendiri (Kan 1084.1)

Dalam kanon ini orang yang mengalami impoten tetap sebelum perkawinan sehingga tidak mungkin mengadakan hubungan seksual tidak akan bisa menikah sah. Secara teologis ikatan perkawinan antara pria dan wanita itu melambangkan dan menghadirkan ikatan perjanjian antara Kristus dan gerejaNya (Efesus 5:22-33). Hal ini ditegaskan lagi bahwa suami seharusnya mencintai istri sama seperti Yesus mencintai GerejaNya (Efesus 5:25)

Persatuan suami istri adalah persatuan yang utuh jiwa dan badan. Persatuan badan itu tampak dalam hubungan seksual, maka hubungan seksual itu menjadi bagian penting dari sakramen perkawinan dimana Tuhan menjadikan persetubuhan itu sebagai

25

sumber rahmat dan keselamatan. Hubungan seks bukanlah hubungan yang kotor tetapi hubungan yang suci dan terberkati karena disitulah manusia bekerja dengan Tuhan dalam meneruskan karya penciptaan manusia baru. Hubungan seks ini perlu disyukuri karena bertujuan untuk kehidupan, kasih dan kebahagiaan keluarga.

Hubungan seks secara alami yang terarah pada penerusan keturunan memiliki makna yang mendalam yakni manusia ikut serta dalam karya Allah, sebagai tanda dan sarana keselamatan dimana manusia menjadi kudus dalam persetubuhan itu. Hubungan seks yang bermakna prokreatif memang wajar dan logis sebab Allah mengehendaki demikian. Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukanlah itu (Kejadian 1:28). Dengan keterbukaan ini maka hubungan seksual tidak harus menghasilkan anak. Orang mandul tetap bisa melangsungkan perkawinan yang sah dan bisa berhubungan seksual meskipun tidak akan punya anak. Orang yang telah difonis mandul dan menikah secara sah tidak bisa semaunya berpisah dengan pasangannya karena alasan keturunan. Pernikahan yang telah dilangsungkan ini adalah sakral dan diberkati oleh Tuhan

2. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Dokumen terkait