• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap pestasi belajar pendidikan agama Katolik siswa kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang Kalimantan Barat tahun ajaran 2009-2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap pestasi belajar pendidikan agama Katolik siswa kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang Kalimantan Barat tahun ajaran 2009-2010 - USD Repository"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI

DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES

KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Agustina Anjelia NIM:051124016

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI

DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES

KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010

Oleh: Agustina Anjelia

Nim:051124016

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(3)

iii SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI

DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES

KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Agustina Anjelia NIM: 051124016

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 16 Desember 2009 Dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan

Ketua : Dra. H.J. Suhardiyanto, SJ ……….. Sekretaris ; F.X. Dapiyanta, SFK,M.Pd. ……….. Anggota : F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd. ……….. : Drs. L. Bambang Hendarto Y.M.Hum. ……….. : Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum ………..

Yogyakarta, 16 Desember 2009 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus

(5)

v MOTTO

“Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 November 2009 Penulis,

(7)

vii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010. Pendidikan iman dalam keluarga adalah suatu proses pengarahan, pemberiaan informasi, teguran, tata cara komunikasi dan keteladanan orang tua yang baik dalam usaha untuk mendewasakan iman anak dalam keluarga kristiani. Pendidikan iman dalam keluarga mempunyai dampak terhadap baik buruknya prestasi PAK di sekolah. Prestasi belajar PAK berarti hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran PAK di sekolah yang pada umumnya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf. Prestasi belajar PAK dipengaruhi olek faktor internal (dari dalam diri siswa) dan eksternal (keluarga atau masyarakat). Oleh karena itu penulis memilih suatu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan PAK yakni pendidikan iman dalam keluarga untuk dikaji pengaruhnya. Adapun Hipotesis penelitian ini adalah H0: tidak ada pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK siswa-siswi dan H1: ada pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK.

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kuantitatif dengan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian ditentukan dengan cara pengundian dan hasil pengundian itu adalah kelas XI IPS3 dan kelas XI IPA. Pengembangan instrumen dalam penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Hasil validitas instrumen yang minimal nilai validitasnya adalah 0,254 dan nilai reliabilitasnya 0,856.

(8)

viii

ABSTRACT

This graduating paper is entitled THE INFLUENCE OF FAITH EDUCATION IN FAMILY ON ACHIEVEMENT OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF STUDENTS OF CLASS XI IN SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES WEST KALIMANTAN SCHOOL YEAR OF 2009-2010. Faith education in family is a process of direction, giving information, warning, way of communication, and model of good parents in effort to mature children’s faith in Christian family. Faith education in family has effect on PAK achievement at school. The PAK achievement means the result achieved by students in PAK subject at school which is generally stated in form of number and letter. The PAK achievement is affected by internal (from the inside of students) and external (family and society) factors. Therefore, the writer chooses a factor affecting the success of PAK, i,e. faith education in family, to study its influence. The hypotheses of this research are H0: there is no influence of faith education in family on students PAK achievement and H1: there is influence of faith education in family on PAK achievement.

This research is a quantitative research using cluster random sampling method for sample taking. The samples of this research are determined by raffle and the results are class XI IPS 3 and class XI IPA. Instrument development in this research uses employed experiment. The result of minimum instrument validity are the validity value 0,254 and reliability value 0,856.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kelimpahan dan rahmat yang telah dicurahkan kepada penulis sehingga skripsi berjudul PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010 dapat diselesaikan. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai pendidikan iman dalam keluarga dan prestasi belajar PAK siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk menggali seberapa besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK di sekolah. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. F. X. Dapiyanta, SFK,M.Pd. Selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing, meluangkan waktu, memberikan pengarahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi dari awal hingga akhir penulisan.

2. Drs. L. Bambang Hendarto Y.M.Hum selaku dosen pembimbing akademis yang telah bersedia memberikan perhatiaan dan motivasi kepada penulis selama berproses di kampus IPPAK.

(11)

x

4. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama studi sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Drs. Br. Petrus I Wayan Parsa FIC, selaku kepala sekolah SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes yang telah bersedia memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.

6. Semua Siswa/i kelas XI IPA dan XI IPS3 SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes yang telah bersedia menjadi mitra kerja penulis dalam menjawab kuesioner.

7. Bapak, ibu, adik dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan dukungan spritual, moral, serta finansial selama penulis menempuh studi di IPPAK.

8. Seto yang selama ini telah memberikan semangat dan dengan setia menjadi teman berbagi sampai terselesaikannya skripsi ini.

9. Teman-teman mahasiswa IPPAK, khususnya angkatan 2004 dan 2005 yang selama ini telah berproses bersama, berbagi pengalaman hidup, memberi dukungan dan kritikan serta peneguhan selama melaksanakan studi di IPPAK.

10.Teman-teman Kost ”Barokah” Yogyakarta yang selama ini telah banyak memberikan dukungan dan menjadi teman untuk berbagi sehingga terselesaikannya skripsi ini.

11.Monica Eltasari yang selalu menyemangati dan mendukung saya dalam penulisan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya skripsi ini.

(12)

xi

berhaap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 30 November 2009 Penulis,

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ...… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... viii

(14)

xiii

a. Pendidikan iman ………..……... 25

b. Pendidikan iman anak dalam keluarga ………... 32

B. Prestasi PAK SMU……….. 38

1. Prestasi belajar………..………….……… 38

2. Prestasi belajar PAK di SMU………... 39

C. Penelitian Yang Relevan……….…………... 59

D. Kerangka pikir dan hipotesis……….…. 61

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 63

A. Jenis Penelitian... 63

1. Jenis Instrumen... 65

2. Validitas dan Reliabilitas ... 67

G. Teknik Analisis Data... 68

1. Jenis Data... 68

2. Uji Persyaratan Analisis Data... 68

H. Uji Hipotesis... 69

(15)

xiv

Lampiran 4: Nilai siswa ... Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian ... Lampiran 6: Satuan Pendampingan ...

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departermen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja tanggal 21 November 1964.

SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci tanggal 4 Desember 1963.

GS : Gaudium et Spess,Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Zaman Modern.

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 1981.

(17)

xvi C. Singkatan Lain

Art : Artikel

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Kan : Kanon

KS : Kitab Suci

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbedaan biologis pria dan wanita Tabel 2 : Perbedaan psikologis pria dan wanita Tabel 3 : Tahap kanak-kanak sampai dewasa Tabel 4 : Kisi-kisi instrumen penelitian

Tabel 5 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga berdasarkan skor total

Tabel 6 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Segi Aspek keteladanan

Tabel 7 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Aspek Teguran

Tabel 8 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Bedasarkan Aspek pengarahan

Tabel 9 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Aspek tatacara komunikasi

Tabel 10 : Hasil Penelitian

Tabel 11 : Hasil Klasifikasi Variabel Pendidikan Iman dalam Keluarga

Tabel 12 : Diskripsi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Skor Total Tabel 13 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Keteladan terhadap Prestasi Belajar

PAK

Tabel 14 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Teguran terhadap Prestasi Belajar PAK

(19)

xviii

Tabel 16 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Tata cara Komunikasi terhadap Prestasi Belajar PAK.

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Dewasa ini pendidikan di indonesia diibaratkan seperti seorang yang tidak

kunjung menemukan jati dirinya. Masalah besar yang dihadapi itu menurut Sudarminta

SJ (Suparno, 2002: 9) ialah: pertama mutu pendidikan yang masih rendah, kedua:

sistem pembelajaran di sekolah-sekolah yang belum memadai, ketiga: krisis moral

yang melanda masyarakat. Rendahnya mutu pendidikan tersebut dipengaruhi oleh

kualitas guru yang kurang memadai, model pembelajaran yang tidak menantang siswa

dan manajemen sekolah. Dalam level Sekolah Menengah, mutu lebih ditentukan oleh

kualitas guru, kurikulum, proses pembelajaran yang berlaku dan kesejahteraan guru

atau pendidik. Persoalan mutu pendidikan yang kurang baik berarti guru tidak sungguh

menguasai bidang yang diajarkan dan guru kurang mampu membantu siswa dalam

pembelajaran sehingga siswa tidak terdorong untuk belajar aktif secara pribadi dan

mandiri.

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masalah yang lain misalnya

pemerintah. Masalah-masalah dalam dunia pendidikan selalu terkait dengan persoalan

yang lain dikarena pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang melibatkan

banyak pihak. Dari pihak pemerintah beragam usaha yang telah dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan terutama dengan penetapan standardisasi Ujian

Nasional. Ujian Nasional dengan kelulusan nilai rata-rata >5,00 kurang selaras dengan

proses pembelajaran di dalam kelas. Keterbatasan kemampuan dan wawasan pengajar

serta perbedaan fasilitas pendidikan di pusat dan di daerah telah menyebabkan hasil

(21)

2

Nasional (UN) hanya sebatas mengukur suatu komponen kelulusan yaitu aspek kognitif

dan mengabaikan aspek lain seperti keterampilan dan sikap. Guru sering dianggap

sebagai aktor kunci dalam dinamika pendidikan. Keberhasilan sebuah sekolah

ditentukan oleh kualitas guru. Semakin tinggi kualitas guru semakin tinggi mutu

pendidikan dan sebaliknya semakin rendah kualitas guru semakin rendah pula

outputnya. Idealnya seorang guru sebagai agen pembelajaran harus memiliki

kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik dan

kompetensi sosial. Paul Suparno menyatakan kompetensi berkaitan dengan kemampuan

mengajar, mendekati, membantu, juga memberikan teladan hidup kepada siswa.

Artinya guru diharapkan membantu siswa berkembang menjadi manusia dewasa dan

utuh (Kompas, 21 Nopember 2005:14).

Komarudin Hidayat berpendapat bahwa yang paling menentukan keberhasilan

sebuah sekolah adalah kualitas guru. Guru yang menguasai materi bidang studi, guru

masuk kelas dengan antusias dan cinta, secara kreatif menerapkan dan menggali

metode yang cocok untuk kondisi kelasnya (Kompas, 6 Desember 2005:7). Kompetensi

pendidik mengacu pada nilai-nilai yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, ada lima aspek

yakni: Pertama guru perlu mengembangkan kepedulian terhadap anak didik. Artinya,

seorang guru/pendidik menaruuh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik.

Pemahaman akan perkembangan anak didik amatlah penting; pemahaman ini akan

memberi peluang yang kondusif untuk menerapkan berbagai metode pembelajaran

yang aktif dan konstruktif dengan lebih arif. Pendidik perlu juga memahami berbagai

aspek perkembangan siswa baik aspek kognitif, humanistik, maupun spritual.

Pemahaman ini akan membantu peserta didik menjadi manusia yang dewasa dan

berkembang utuh. Kedua guru harus memiliki sikap ketokohan. Artinya seorang guru

(22)

3

guru harus memiliki kemampuan untuk membimbing atau mengarahkan. Keempat,

guru harus mampu memotivasi anak didik. Kelima, guru harus mampu menjadi

penuntun.

Guru merupakan aktor penting dalam interaksi pembelajaran di kelas. Dalam

proses belajar mengajar, idealnya seorang guru berperan sebagai demonstrator, sebagai

pengelola kelas, sebagai moderator, fasilitator, dan sebagai evaluator. Karena itu,

hendaknya guru mengambil tindakan yang selalu didasarkan pada tujuan utuh

pendidikan dan dijalankan secara profesional.

Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, bab II pasal 33 dinyatakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari tujuan pendidikan di atas dapat dikatakan pendidikan merupakan bantuan yang

diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar mencapai

kedewasaan. Bantuan ini dimaksudkan supaya peserta didik belajar hal-hal yang

bersifat positif sehingga dapat menunjang perkembangannya. Adapun hal-hal positif

yang dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional yakni beriman, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

Selain tujuan pendidikan nasional ada juga tujuan yang lain yang harus dicapai

oleh siswa yaitu tujuan dari masing-masing sekolah yang terumus dalam visi sekolah

itu sendiri. Untuk mencapai tujuan ini secara khusus bagi para siswa sekolah tersebut

diharapkan untuk memiliki dan menguasai tujuan dari masing-masing bidang studi

(23)

4

guru bidang studi. Apabila siswa ini mampu menguasai perumusan tujuan ini maka

siswa dapat dinyatakan lulus. Tercapai atau tidaknya tujuan ini dapat diukur dan dilihat

dalam bentuk nilai yang diperoleh siswa melalui tes dalam bentuk ulangan harian yang

diberikan oleh guru.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

pendidikan banyak tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai

anak didik (Slameto, 2003: 1).

Berbagai masalah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia

rupanya juga muncul di lingkungan Pendidikan Agama Katolik. PAK juga banyak

mendapatkan kritik dan yang paling menonjol adalah bahwa pendidikan agama di

sekolah dirasa kurang berdampak pada kehidupan yang lebih baik dari pada siswa

setelah mengalami proses pendidikan tersebut (Suparno, Dalam Basis 2003:31).

Pelajaran agama yang diberikan di sekolah-sekolah lebih bersifat kognitif, dengan

tekanan utama pada pengetahuan agama. Kurikulum PAK juga terkesan hanya

mengejar target dan pengajaran tentang bagaimana agama dihayati dalam hidup

sehari-hari tampak kurang mendapat perhatian.

Tekanan pada segi kognitif dan kurangnya perhatian pada segi afeksi

tampaknya menjadi masalah utama PAK. Dapiyanta (Widya Dharma, Oktober

2005:90) berpendapat lain. Tekanan berlebih pada segi kognitif lebih merupakan akibat

dari ketidakseimbangan pembagian jam pelajaran. Tekanan PAK pada pengetahuan

dengan pembagian jam pelajaran PAK yang memang terbatas. Ia menyatakan:

(24)

5

PAK mendapatkan bagian perhatian yang lebih kecil lagi, baik dari murid, orang tua maupun sekolah.

Karena keterbatasan jam pelajaran PAK, akan mudah dimengerti mengapa

internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjadi secara efektif dan juga mengapa segi

kognitif dalam PAK mendapat tekanan seperti mata pelajaran yang lain. Pembagian

jam mata pelajaran secara proporsional menurut kepentingan tampaknya perlu

diupayakan karna PAK terkesan hanya mengejar target sehingga proses pembelajaran

kurang menarik (Muji Sutrisno, 1998: 104).

Pada umumnya guru PAK kurang memaksimalkan diri sebagai seorang yang

terpanggil dalam bidang pewartaan di sekolah. Guru hanya datang dan mengajar di

sekolah tidak pernah memberikan pendalaman iman bagi anak remaja di sekolah. Guru

tidak mempersiapkan diri dengan bahan-bahan yang akan disampaikan kepada siswa

dalam proses belajar mengajar sehingga proses belajar menjadi kurang terarah. Pada

umumnya guru PAK kurang mengemas isi kurikulum sesuai dengan kemampuan

perkembangan peserta didik sehingga tidak mampu melibatkan siswa. Dalam proses

pembelajaran, guru PAK lebih berorientasi pada metode ceramah atau hanya sekedar

memberikan informasi dan bahkan menjadikan dirinya sebagai subyek sehingga siswa

menjadi tidak aktif. Hal ini juga sangat terasa ketika siswa diminta untuk memimpin

doa dikelas secara spontan siswa merasa takut dan menolak. Akibat dari itu banyak

siswa yang pasif dan guru kurang kreatif dalam mengembangkan potensi yang dimiliki

oleh peserta didik. Guru juga terlihat kurang memberikan keseluruhan hatinya sehingga

sulit menciptakan iklim yang menyenangkan untuk belajar.

Tugas seorang guru adalah menciptakan suasana di dalam kelas agar terjadi

interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik.

(25)

6

Metode yang digunakan membuat siswa merasa bosan dan kurang sesuai dengan situasi

hidup peserta didik dan hendakya guru tidak mendominasi. Sarana yang digunakan juga

sangat terbatas buku-buku menyangkut mata pelajaran PAK sangat minim dan tidak

tersedia alat laboratorium yang lengkap.

Idealnya proses pendidikan di sekolah mengunakan metode yang sesuai dengan

keadaan peserta didik, guru tidak hanya berceramah saja tetapi guru juga menstranfer

pengalaman baik dari guru maupun dari siswa, sekali-kali siswa bisa belajar diluar

kelas. Dengan prosesnya yang bervariasi maka siswa tidak bosan, siswa juga

diharapkan aktif dan guru mampu menjadi fasilitator. Agar proses belajar mengajar

lebih efektif guru harus membuat persiapan, dapat membagi waktu dan membuat

rangkuman pembelajaran serta melakukan evaluasi. Suasana pembelajaran yang akrab

antara guru dan siswa menjadikan siswa lebih nyaman dan bersemangat (Warkitri,

1990: 16). Faktor lain yang bisa mempengaruhi Prestasi Belajar adalah latar belakang

Pendidikan Iman dalam keluarga siswa. Keluarga adalah salah satu pusat pendidikan

bahkan disebut sebagai pusat pendidikan yang utama dan pertama. Di dalam

keluargalah karakteristik anak tercipta, entah anak itu menjadi seorang yang baik atau

jahat tergantung pada pendidikan dalam keluarga. Tugas dan kewajiban keluarga adalah

memberikan pendidikan nilai-nilai spiritual keagamaan, pengetahuan dan keterampilan

dasar .

Pendidikan iman dalam kehidupan keluarga secara teoritis mempengaruhi

prestasi belajar siswa. Jika pendidikan iman dalam keluarga baik maka Prestasi belajar

PAK pun akan baik. Sebaliknya jika pendidikan iman dalam keluarga kurang baik

maka, prestasi belajar PAK pun kurang baik. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhinya pendidikan iman dalam keluarga adalah orang tua terlalu sibuk dan

(26)

7

ekomomi keluarga, sikap orang tua terhadap anaknya, menciptakan komunikasi, waktu

untuk berkumpul bersama serta kurangnya perhatiaan akan perkembangan diri dan

iman anaknya. Dengan keadaan daerah yang agak terbelakang dan belum maju maka

tidak menutup kemungkinan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan sangat

terbatas.

Menurut pengamatan penulis selama ini di ketapang Kalimantan Barat, sebagian

besar orang tua berprofesi sebagai petani karet, pedagang, dan pekerja kayu untuk

mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga orang tua sehingga jarang membagi waktunya

untuk keluarga. Waktu untuk bertemu anggota keluarga pun sangat sedikit, setelah

pulang bekerja dan sampai dirumah orang tua sudah sangat lelah dan langsung istirahat.

Keadaan ekonomi keluarga sangat berperan dalam mendukung keberhasilan

belajar, dengan ekonomi keluarga yang kurang menyebabkan tidak terpenuhinya sarana

belajar seperti membeli buku dan dari segi kesehatan pun tidak terjamin. Dalam

keluarga juga tidak jarang terjadi pertengkaran antara bapak dan ibu sehingga sangat

mengganggu konsentrasi belajar anak. Orang tua tidak mengontrol kegiatan belajar

anaknya bahkan jarang sekali menanyakan pekerjaan rumah anaknya. Anak merasa

tidak diperhatikan sehingga anak terlihat santai dengan tugas sekolahnya. Orang tua

tidak pernah memberikan perhatiannya secara khusus akan perkembangan iman

anaknya bahkan anak yang tidak ikut ke Gereja pun tidak ditegur. Idealnya keluarga

adalah tempat pendidikan utama dan pertama bagi anak. Maka lewat keluargalah

hendaknya ditanamkan benih-benih yang baik. Perhatian dan kebersamaan dalam

keluarga selalu tercipta dan dapat dirasakan anak-anak. Keluarga hendaknya selalu

harmonis jika ada masalah dapat diselesaikan dengan baik tidak dengan bertengkar di

depan anak karena anak juga akan memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan

(27)

8

selalu ada karena anak sangat membutuhkan orang tuanya untuk meminta pendapat dan

menyelesaikan permasalahannya. Dengan perhatian baik dari orang tua maka anak akan

merasa ia adalah bagiaan penting dalam keluarganya.

Masa SMU adalah masa-masa remaja dan masa ini sangat penting, masa remaja

sebagai masa peralihan, masa remaja sebagai masa perubahan, masa remaja sebagai

masa bermasalah masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai

masa yang menimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa tidak realistik, masa

remaja sebagai masa ambang masa dewasa (Hurlock, 1996: 207-209). pada

kenyataannya saat ini siswa SMU sering ditemukan membolos ketika pelajaran agama

karena mereka menganggap agama adalah nomer dua dari kebutuhan hidup duniawi

yang lain. Jika anak dibiarkan jatuh dalam kegelapan maka akan menjadi anak yang

tidak memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian anak yang tidak baik ini akan

merugikan anak itu sendiri dan masyarakat. Perhatian dan pendidikan orang tualah

yang akan mampu mengarahkan anak kepada hal yang baik.

Ada sekian banyak masalah yang mempengaruhi siswa dalam kegiatan belajar

dan akhirnya berpengaruh pada prestasi belajarnya. Masalah-masalah tersebut pada

akhirnya mempengaruhi prestasi belajar yang terlihat dari nilai raport mereka yang

menurun ataupun pengaruh terhadap minat belajar mereka terhadap semua mata

pelajaran termasuk pelajaran Pendidikan Agama Katolik yang mereka terima dari guru

di sekolah. Dari sekian masalah itu akhirnya penulis mengangkat pendidikan iman

dalam keluarga sebagai pembahasan dalam skripsi ini. Hal ini dikarenakan penulis

melihat bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan anak yang pertama dan utama.

(28)

9

LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG, KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010.

B. Identifikasi masalah

1. Keluarga yang menomerduakan agama dan pendidikan iman anaknya

2. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya

3. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan

4. Orang tua yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya pendidikan iman bagi

perkembangan anaknya.

5. Prestasi belajar siswa akan sangat ditentukan oleh perhatian yang kurang baik

dalam keluarga maupun di tengah masyarakat.

6. Metode pembelajaran yang kurang efisien dan kreatif

7. Kualitas seorang guru PAK sebagai pendidik rendah

8. Mutu pendidikan secara umum rendah

9. Proses belajar PAK berorientasi pada materi

10. Keterbatasan jam pelajaran PAK di sekolah

11. Faktor-faktor manakah yang dominan dengan prestasi PAK?

12. Seberapa besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi

belajar PAK?

C. Pembatasan masalah

Skripsi ini membatasi kajian pada pengaruh yang ditimbulkan pendidikan iman

dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK. Adapun ruang lingkup penelitian ini

adalah para siswa kelas XI Di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang

(29)

10

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah maka dirumuskan masalah skripsi yakni: berapa

besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar Pendidikan

Agama Katolik Siswa Kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang,

Kalimantan Barat tahun ajaran 2009-2010.

E. Tujuan Penulisan

Skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

pendidikan iman dalam keluarga terhadap minat dan prestasi belajar Pendidikan Agama

Katolik siswa kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang, Kalimantan

Barat Tahun Ajaran 2009-2010.

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam membuat kebijakan pada mata pelajaran

PAK dan memberikan kesempatan bagi guru PAK untuk mengembangkan

kompetensi sesuai dengan prefesinya

2. Meningkatkan minat dan prestasi belajar PAK di SMU Santo Yohanes

3. Bagi para orang tua sebagai masukan bahwa pendidikan iman dalam keluarga ini

sangat berpengaruh terhadap minat dan prestasi belajar anak.

4. Agar siswa memahami pengertian dan pentingnya Pendidikan iman dalam

keluarga.

5. Bagi peneliti agar memahami tugasnya sebagai pendidik ditengah umat khususnya

(30)

11

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode deskripsi analitis

dengan penelitian tentang pengaruh antara pendidikan iman dalam keluarga terhadap

prestasi belajar PAK serta dari sumber-sumber lain yang relevan dan mendukung.

H. Sistematika Penulisan

Supaya skripsi ini dapat dipahami secara keseluruhan, maka penulis akan

memberikan gambaran secara singkat.

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang

penulisan skripsi yakni mengenai gambaran umum PAK dan prestasi PAK dalam

sekolah. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengajukan rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan dari keseluruhan isi skripsi ini.

Bab dua berisikan mengenai pendidikan iman dalam keluarga dan prestasi

belajar PAK. Penulis menguraikan pengertian pendidikan iman dalam keluarga dan

mengenai prestasi belajar PAK. Adapun kajian teori dan hipotesis yang meliputi:

pendidikan iman dalam keluarga mencakup: keluarga, pengertian keluarga secara

umum, pengertian keluarga kristiani, hakikat perkawinan kristiani, peranan keluarga

kristiani, komunikasi dalam keluarga, ekonomi keluarga, seksualitas dalam hidup

perkawinan. Pendidikan iman anak dalam keluarga mencakup: pendidikan iman,

pengertian pendidikan iman, tujuan pendidikan iman, lingkup pendidikan iman,

pendidikan iman anak dalam keluarga, tujuan pendidikan iman anak dalam keluarga,

metode atau bentuk pendidikan iman anak dalam keluarga, sarana atau bahan

pendidikan iman anak dalam keluarga. Prestasi PAK SMU meliputi: prestasi belajar,

(31)

12

Bab tiga memaparkan mengenai metodologi penelitian yang meliputi jenis

penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, definisi

opeasional variabel, instrumen penelitian, teknis analisis data dan uji hipotesis. Hal ini

diperlukan supaya instrumen valid dan data yang didapat akurat serta terpercaya.

Bab empat adalah laporan hasil penelitian meliputi deskripsi dari data yang

diperoleh. Penulis menguraikan hasil penelitian tentang situasi pendidikan iman dalam

keluarga dan prestasi belajar PAK di SMU Santo Yohanes. Untuk mendapat gambaran

tersebut, penulis membagikan kuesioner kepada siswa sebagai responden. Setelah

diperoleh penulis mengolahnya menggunakan program SPSS 12.

Bab lima berisi mengenai kesimpulan dan saran-saran dari penulis demi

meningkatkan perhatian orang tua akan pendidikan iman anak sehingga dapat semakin

(32)

13

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Pendidikan Iman dalam Keluarga

1. Keluarga

a. Pengertian keluarga secara umum

Heuken (1992:269) mengungkapkan bahwa keluarga dibagi dalam dua

pengertian yakni keluarga dalam arti sempit dan keluarga dalam arti luas. Keluarga

dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami isteri dan anak-anak, keluarga dalam

arti luas seluruh sanak saudara (famili). Keluarga dalam arti sempit ini menunjukkan

pada jumlah anggota keluarga yang mencakup keluarga inti. Keluarga inti ini terdiri

atas suami-istri dan anak-anak mereka. Keluarga dalam arti luas adalah: suatu garis

keturunan darah yang mencakup seluruh sanak saudara yang masih dalam satu kakek

atau nenek. Keluarga ini lebih ditekankan pada relasi sangat kental dengan kehidupan

kita sebagai orang timur di mana dengan kedekatan relasi yang terjadi dalam

persahabatan sudah diakui sebagai keluarga.

b. Pengertian Keluarga Kristiani

Dalam amanat apostolis, Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa: keluarga

yang didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehNya merupakan persekutuan

pribadi-pribadi: suami isteri, orang tua dan anak-anak, saudara-saudara (FC,18). Cinta

kasihlah yang membentuk keluarga, dan cinta kasih pulalah yang menghidupkan

keluarga di mana setiap anggota keluarga bertumbuh bersama dalam cinta kasih.

Keluarga mempunyai tugas yang sangat hakiki yakni mendidik anak-anaknya agar

(33)

14

Keluarga Kristiani dibangun atas sebuah perkawinan katolik berdasarkan

perjanjian nikah. Perjanjian ini terlaksana antara seorang pria dan seorang wanita untuk

membentuk kebersamaan seluruh hidup. Menurut ciri kodratinya perkawinan itu terarah

pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak. Perjanjian

pekawinan antara orang-orang yang dibaptis ini oleh Kristus Tuhan diangkat ke

martabat sakramen (KHK 1055.1)

Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian nikah ini

dalam perkawinan katolik adalah untuk membentuk keluarga yang bertanggung jawab

dan beriman kristiani. Maka suami-istri harus bertanggung jawab dengan

memperhatikan pasangan, kesejahteraan anak-anaknya yang sudah ada maupun yang

akan ada. Maka tanggung jawab itu membuka cakrawala suami-istri lebih luas,

sehingga selalu turut memperhitungkan kepentingan masyarakat dan Gereja (GS 50)

Tujuan pokok perkawinan menurut Kitab Suci adalah kesatuan dan kebahagiaan

bersama suami dan istri dalam cinta mencintai. Kesatuan suami-istri ini dibangun

dengan saling memberikan perhatian, terbuka, saling berkomunikasi dan saling

menerima apa adanya dengan kasih sayang dan rela berkorban bagi pasangannya.

Menurut Gilarso (1996:11) perkawinan memiliki tujuan yang layak dikejar oleh

suami-istri yaitu:

1) Pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami-istri

Kasih yang telah dibangun haruslah dikembangkan dan dimurnikan sehingga

pasangan ini dapat mencapai kebahagiaan. Cinta bukan semata-mata seksualitas

melainkan keputusan untuk bersatu dan rela menyerahkan diri bagi pasangannya.

Dalam hidup bersama cinta kasih suami istri ini terus diuji oleh berbagai macam

(34)

15

yang akan membuat orang bersatu dalam menghadapi permasalahan keluarga, jika

keluarga itu mampu menghadapi ujian dan tantangan maka cinta itu akan semakin kuat

(Gilarso, 1996:11).

2) Kelahiran dan pendidikan anak

Perkawinan adalah satu-satunya lembaga yang sah untuk memperoleh

keturunan. Dengan perkawinan inilah seorang dapat mewujudkan hasratnya untuk

mempunyai anak karena mereka telah dipersatukan sebagai suami-istri. Pasangan

suami-istri yang normal mempunyai kerinduan memiliki keturunan sebagai anuregah

Tuhan. Namun bila Tuhan tidak memberikan anak perkawinan tidak kehilangan artinya

(Gilarso, 1996:11).

3) Pemenuhan kebutuhan seksual

Sejak menikah, suami istri membentuk persekutuan melalui persatuan tubuh

dengan berhubungan seks. Berhubungan seks ini membuat pasangan suami-istri

semakin menyatu. Dengan adanya hubungan seks ini dapat menjadi fondasi bagi

mereka untuk mengembangkan persekutuan yang mereka bentuk. Persatuan tubuh ini

adalah hal yang layak dilakoni oleh pasangan suami istri. Persetubuhan yang dilakukan

bukan sekedar menuruti nafsu melainkan dengan kesadaran dan penuh tanggung jawab

dan dalam suasana cinta kasih dan kesediaan untuk menerima hidup baru yakni sang

(35)

16

4) Persatuan tempat tinggal

Setelah menjadi pasangan suami-istri yang sah maka mereka hidup di satu

tempat tinggal yang sama. Dengan persatuan tempat tinggal yang sama ini maka

mereka dapat saling mengenal dan mengelola rumah tangganya sendiri.

5) Persatuan iman

Yang dimaksud dengan iman disini adalah sikap penyerahan diri kepada Tuhan.

Dengan persatuan iman inilah keduanya mampu memberikan pendidikan iman yang

baik kepada anak-anak mereka.

Menurut ajaran Gereja Katolik perkawinan tidak hanya merupakan sebuah

persekutuan menyeluruh, tetapi juga sebuah sakramen. Yang dimaksud dengan

sakramen adalah lambang kehadiran Allah di tengah keluarga kristiani. Perkawinan

antara dua orang yang dibaptis merupakan perayaan iman Gerejawi yang membuahkan

rahmat bagi kedua mempelai. Rahmat yang mereka terima adalah rahmat yang

menguduskan, menyempurnakan, membantu mereka dalam menjalani hidup

berkeluarga dalam mengasuh dan mendidik anak-anak serta menciptakan kedekatan

dengan Tuhan. Sakramen perkawinan ini terus berlangsung selama hidup dan Tuhanlah

yang hadir dalam keluarga (Gilarso,1996:10-11).

Berdasarkan Kitab Suci, Gereja melihat perkawinan orang-orang kristen sebagai

lambang dari perkawinan rohani antara Allah dan umat manusia antara Kristus dan

Gereja. Dalam kitab Hosea 1-3 Allah dipandang sebagai mempelai umat Israel.

Perkawinan Kristiani menjadi lambang dan perwujudan kasih setia Kristus kepada

Gereja dan saluran rahmat bagi mereka (Gilarso,1996:7) Hubungan suami-istri

dilandaskan pada cinta, sama seperti cinta Kristus yang diberikan pada mempelai yakni

(36)

17

keluarganya sehingga memungkinkan pasangan ini saling mencintai melalui sikap

saling memberikan diri satu sama lain.

c. Peranan keluarga Kristiani

Menurut Hardiwiratno (1994: 52-80) keluarga sebagai suatu komunitas hidup

dan cinta dimana di dalamnya mereka saling melindungi, mencintai, menjaga dan

mengkomunikasikan cintanya. Pasangan keluarga Kristiani mempunyai peranan yang

sangat penting yakni:

1) Membentuk komunitas antarpribadi

Tugas keluarga yang pertama adalah membentuk komunitas pribadi-pribadi.

Komunitas dalam keluarga ini akan tercipta jika kita berusaha menumbuhkan cinta

dalam lingkup keluarganya. Tanpa cinta, keluarga tidak dapat hidup dan tidak dapat

menyempurnakan diri sebagai komunitas. Atas dasar cintalah dibangunnya relasi dalam

keluarga. Sebagai keluarga kristiani kita semua dituntut untuk memberikan kesaksian

tentang nilai kesetiaan.

Dalam menghayati komunio yang mendalam setiap anggota keluarga dapat

mensheringkan kebahagiaan dan kesedihannya. Sebagai komunio hendaknya mampu

menempatkan diri akan perannya sebagai orang tua dan anak-anak. Sebagai anak selalu

menghormati dan taat pada orang tua dan sebaliknya sebagai orang tua selalu sedia

melayani putra-putrinya agar menjadi dewasa sehingga nantinya mereka mampu

(37)

18

2) Mengabdi kehidupan

Sebagai keluarga tugas untuk mengabdi kehidupan ini dapat ditunjukkan dengan

cara merawat dan mendidik anak-anak. Anak yang lahir di tengah keluarga merupakan

suatu berkat Allah dan sebagai tanda cinta diri orang tua dalam perkawinaan. Buah

cinta ini tidak berhenti dengan melahirkan seorang anak melainkan membantu agar

anak dapat berkembang sebagai anak yang bermoral.

Dewan Karya Pastoral KAS (2007:29) mengungkapkan bahwa keluarga

bukanlah semata-mata merupakan lingkungan tempat anak-anak bertumbuh secara

fisik. Keluarga juga merupakan lingkungan tempat mereka bertumbuh secara psikis,

moral, sosial dan spiritual.

Perkembangan ilmu dan teknologi memberikan harapan baru dan lebih baik

bagi kehidupan manusia, tetapi juga memunculkan kecemasan akan masa depan

generasi yang akan datang. Yang menjadi kecemasan itu adalah sikap hedonisme,

materialisme, egoisme dan lain-lain. Namun di sisi lain Gereja percaya dan yakin

bahwa kehidupan manusia meskipun menderita adalah suatu anugerah Allah yang

indah. Gereja tetap kukuh mempertahankan kehidupan karena dalam diri setiap

manusia hadirlah Kristus.

Hubungan seksual mempunyai makna yakni persatuan suami istri di dalam

komunio yang lebih dalam serta menciptakan kehidupan baru. Dalam pandangan

Gereja sangat dilarang jika mengunakan kontrasepsi yang merupakan suatu usaha untuk

menggagalkan makna unitif hubungan seksual yang bisa mengakibatkan pengabdian itu

tidak behasil.

Orang tua mempunyai tugas untuk membantu pribadi yang baru untuk menjadi

(38)

19

Mendidik anak merupakan tanggung jawab yang berat namun dengan cinta itulah orang

tua mendidik anak-anaknya dengan penuh rasa kasih sayang.

Eminyan (2001: 152) mengatakan bahwa proses menurunkan anak sama sekali

tidak selesai pada saat kelahiran, tetapi hendaknya berlangsung terus melalui kehidupan

putra-putrinya atau bahkan anak yang telah mencapai kedewasaan. Yang berakhir pada

saat kelahiran anak adalah penerusan kehidupan jasmaniah, walaupun seorang anak

tetap tergantung pada orang tuanya akan tetapi saat anak itu lahir maka mulailah suatu

proses penurunan nilai secara bertahap untuk memperkembangkan kehidupannya.

Pendidikan dimulai semenjak seseorang masih bayi di tangan ibunya (White, 1981: 25).

Seorang ibu yang membentuk tabiat anaknya berarti ia mendidik anaknya.

Karena memberikan hidup kepada anaknya, orang tua mempunyai hak asli

pertama dan tak dapat dialihkan untuk mendidik sehingga mereka harus diakui sebagai

pendidik pertama dan terutama. Orang tua mempunyai hak untuk mendidik

anak-anaknya sesuai dengan keyakinan moral dan religius, seraya memperhatikan tradisi

kultural keluarganya yang mendukung dan memajukan apa yang baik dan martabat

anak. Hak utama orangtua untuk mendidik anak-anaknya, harus dijamin dalam semua

bentuk kerja sama antara orangtua dan kalau di sekolah dengan guru (Seri Dokumen

Gerejawi :Keluarga dan hak-hak asasi, art 5: orang tua )

Selain ada perkembangan pada keseimbangan, perlu juga ada perhatian pada

pentahapan dan kesinambungan pendidikan sebab manusia tidak berkembang secara

mendadak. Tanggung jawab orang tua barulah berkurang, dan mungkin akhirnya

selesai ketika anak-anak sudah dewasa dan sudah membentuk keluarga sendiri. Pada

saat itu orang tua sebaiknya bersikap sebagai teman namun tetap peduli akan kebebasan

(39)

20

Hak dan kewajiban untuk mendidik anak merupakan kelanjutan dan

konsekuensi dari hak dan kewajiban untuk melahirkan, mengasuh dan mendidik

anak-anak mereka, dan tidak ada seorang pun yang boleh mengingkari hak dan kewajiban itu

( Dewan karya Pastoral KAS, 2007). Para orang tua bertanggung jawab atas pendidikan

anaknya baik dalam hal moral maupun iman. Para orang tua harus menganggap

anak-anak mereka sebagai sesuatu yang dipercayakan Allah kepada mereka untuk dididik.

Mereka dididik agar mereka takut dan kasih akan Allah (White, 1981:22).

3) Berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat

Di tengah keluarga orang tua mengajarkan kepada anak-anak untuk membangun

dialog, sharing dan memberikan pelayanan kepada anak-anak. Setelah mereka dewasa

mereka akan membawa segala sesuatu yang mereka dapat dalam keluarga ditengah

hidup bermasyarakat. Dengan melihat keadaan masyarakat sekarang dimana banyak

keluarga miskin dan membutuhkan maka kita dapatlah mempraktekkan dengan

keramahan dan perhatian pada mereka yang menderita.

Keluarga dan masyarakat hendaknya mempunyai hubungan yang saling

mendukung satu dengan yang lain. Dukungan itu dalam bentuk pelayanan dan

perhatiaan bagi orang yang miskin dan menderita.

4) Berpartisipasi dalam hidup dan misi gereja

Keluarga sebagai Gereja mini artinya keluarga merupakan gambaran yang asli

tentang Gereja. Maka keluarga menjadi komunitas yang percaya dan menjadi

komunitas dalam dialog dengan Tuhan dan komunitas dalam pelayanan kepada umat.

Peranan keluarga dalam mewartakan rencana Allah dimulai dari saat persiapan

(40)

21

hanya mengkomunikasikan iman kepada anak-anak tetapi juga kepada seluruh umat

yang lain. Peranaan keluarga sebagai pendidik tetap berlanjut, meskipun anak-anak

menginjak dewasa.

Para orang tua mempunyai tanggung jawab yang khas yaitu mendidik

anak-anak di dalam doa. Berdoa bersama dalam keluarga adalah pengalaman yang tak pernah

hilang sampai kapan pun. Pengalaman berdoa bersama dengan keluarga akan menjadi

suatu kebiasaan yang baik bagi anak. Pada setiap hari minggu anak sebaiknya selalu

diajak ke gereja untuk memperkenalkan tahap demi tahap dalam liturgi dan mendengar

sabda Tuhan.

Gereja mempunyai misi untuk membawa semua manusia agar menerima sabda

Tuhan dan melaksanakannya. Sebagai keluarga kristiani ikut pula melayani dan

membawa mereka kepada Tuhan. Berkat cinta Allah dalam keluarga maka nampak

dengan jelaslah cinta kasih dalam keluarga. Cinta kita sebagai murid Yesus hendaknya

meluas ke luar lingkup saudara dan saudari seiman dan kita dapat menemukan

wajah-wajah Kristus dalam diri setiap orang yang kita layani.

d. Komunikasi dalam keluarga

Hidup bersama selalu menyangkut komunikasi. Tanpa komunikasi, dialog yang

jujur, terbuka baik verbal dan non-verrbal sulitlah bagi kita untuk memahami keluarga

sebagai suatu komunitas antarpribadi (FC 18). Dengan komunikasi yang jujur dan

terbuka, setiap anggota dapat mengungkapkan pikirannya mengenai apa yang dialami

di dalam keluarga tanpa harus merasa takut karena mereka sadar bahwa mereka saling

menerima dan mencintai.

Dalam komunikasi seseorang saling membuka diri yaitu mampu berbicara

(41)

22

pasangannya. Komunikasi yang baik dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan relasi

pribadi di dalam perkawinan.

Jika komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan lancar maka problema

keluarga dapat diselesaikan secara kekeluargaan namun jika komunikasi mengalami

hambatan maka persoalan itu tidak dapat dipecahkan secara bersama. Komunikasi yang

baik dapat memperdalam relasi cinta kasih di antara anggota. Tanpa komunikasi yang

baik relasi cinta kasih dan keutuhan keluarga akan mudah pecah.

Komunikasi selalu mengandalkan masing-masing pihak agar mampu

mendengarkan. Mendengarkan adalah menaruh perhatian pada kebutuhan dasar setiap

anggota keluarga. Dalam keluarga sangat dibutuhkan sekali pengertian, cinta,

kepercayaan dan penerimaan apa adanya. Dengan komunikasi inilah masalah-masalah

yang dialami oleh keluarga dapat disharingkan dan mencari jalan pemecahannya.

e. Ekonomi keluarga

Keluarga mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan kesejahteraan

ekonomi hidup keluarga. Adapun kebutuhan yang harus dipenuhi itu adalah seperti

sandang, pangan dan perumahan. Peranan keluarga sebagai objek ekomomi haruslah

diubah menjadi subjek ekonomi, agar keluarga menjadi aktif, dinamis, antusias

terhadap modernisasi, maju berkembang untuk meningkatkan standar hidupnya

(Hardiwiratno, 1994:19).

Keluarga hendaknya menyadari betapa pentingnya aspek finansial ini bagi

kesejahteraan keluarganya. Merekalah yang bertanggungjawab mencari pendapatan

tetap bagi keluarganya. Keluarga-keluarga kristiani juga perlu menghindari pola hidup

(42)

23

Pengeluaran harus disesuaikan dengan penghasilan. Budaya utang sedapat

mungkin dihindari dan utamakan pendidikan bagi anak-anak dan jaminan masa tua.

Selain kebutuhan yang rutin seperti makan, rumah, trasnport, masih ada kebutuhan

yang mendadak di luar rencana tetapi harus dipenuhi juga seperti kalau kecelakaan, dan

ada urusan keluarga. Semua itu membutuhkan uang untuk membiayainya. Idealnya

setiap keluarga mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat membiayai

semua kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataannya, keadaan itu sulit dicapai,

karena kebutuhan berkembang dengan pesat sehingga berapa pun besarnya penghasilan

akan selalu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.

Yang menjadi pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap keluarga

adalah bagaimana dengan penghasilan yang ada dapat mencukupi segala kebutuhan

keluarga. Penghasilan menjadi masalah karena selalu kurang dan pengeluaran selalu

menjadi masalah karena selalu bertambah. Untuk mengatasi hal ini tidak hanya dengan

menambah penghasilan dan mengurangi pengeluargan.

Gilarso, (1996;137-138) menyatakan besar kecilnya penghasilan itu sangat

relatif dan tidak bisa dipakai sebagai ukuran ekonomi yang mutlak, karena dapat

terjadi penghasilan besar tetapi masih juga ada hutang. Oleh karena itu yang menjadi

ukuran dalam mengatur ekonomi keluarga adalah:

1) Mampu mengatur pengeluaran sesuai dengan keadaan keuangan yang ada dan

rencana yang telah disusun.

2) Mampu mengadakan pilihan atau seleksi atas kebutuhan-kebutuhan, mana yang

betul-betul dibutuhkan saat ini maupun saat mendatang, mana yang tidak atau

kurang perlu.

3) Mampu mengadakan tabungan untuk merealisasikan keinginan serta

(43)

24

4) Mampu mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjebak hutang atau

pun membeli secara kredit.

Meskipun kesejahteraan duniawi itu bukan tujuan terakhir hidup manusia,

namun bagaimana pun kesejahteraan itu tetap penting agar seluruh anggota keluarga

dapat hidup layak, pantas sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

f. Seksualitas dalam hidup pekawinan

Seksualitas adalah salah satu komponen yang fundamental dalam kepribadiaan

manusia, sebagai suatu cara berada, cara memanifestasikan, cara mengkomunikasikan

diri kepada yang lain serta cara merasakan, mengekpresikan dan menghidupi cinta

manusiawi.

Dalam Gereja Katolik, seksualitas dan hubungan seksual dalam hidup

berkeluarga penting bahkan dalam arti tertentu menjadikan sah sebuah perkawinan.

Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang mendahului (antecedens) perkawinan dan bersifat tetap (perpetua) entah dari pihak laki-laki entah dari pihak perempuan, entah bersifat mutlak entah relatif, menyebabkan perkawinan tidak sah menurut kodratnya sendiri (Kan 1084.1)

Dalam kanon ini orang yang mengalami impoten tetap sebelum perkawinan

sehingga tidak mungkin mengadakan hubungan seksual tidak akan bisa menikah sah.

Secara teologis ikatan perkawinan antara pria dan wanita itu melambangkan dan

menghadirkan ikatan perjanjian antara Kristus dan gerejaNya (Efesus 5:22-33). Hal ini

ditegaskan lagi bahwa suami seharusnya mencintai istri sama seperti Yesus mencintai

GerejaNya (Efesus 5:25)

Persatuan suami istri adalah persatuan yang utuh jiwa dan badan. Persatuan

badan itu tampak dalam hubungan seksual, maka hubungan seksual itu menjadi bagian

(44)

25

sumber rahmat dan keselamatan. Hubungan seks bukanlah hubungan yang kotor tetapi

hubungan yang suci dan terberkati karena disitulah manusia bekerja dengan Tuhan

dalam meneruskan karya penciptaan manusia baru. Hubungan seks ini perlu disyukuri

karena bertujuan untuk kehidupan, kasih dan kebahagiaan keluarga.

Hubungan seks secara alami yang terarah pada penerusan keturunan memiliki

makna yang mendalam yakni manusia ikut serta dalam karya Allah, sebagai tanda dan

sarana keselamatan dimana manusia menjadi kudus dalam persetubuhan itu. Hubungan

seks yang bermakna prokreatif memang wajar dan logis sebab Allah mengehendaki

demikian. Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukanlah itu

(Kejadian 1:28). Dengan keterbukaan ini maka hubungan seksual tidak harus

menghasilkan anak. Orang mandul tetap bisa melangsungkan perkawinan yang sah dan

bisa berhubungan seksual meskipun tidak akan punya anak. Orang yang telah difonis

mandul dan menikah secara sah tidak bisa semaunya berpisah dengan pasangannya

karena alasan keturunan. Pernikahan yang telah dilangsungkan ini adalah sakral dan

diberkati oleh Tuhan

2. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga a. Pendidikan iman

1) Pengertian Pendidikan Iman Kristiani

Iman adalah jawaban manusia atas panggilan Allah dalam Yesus Kristus, yaitu

Yesus yang kita kenal melalui pewartaan. Agar manusia dapat menjawab panggilanNya

diperlukan rahmat dari Allah dan kemauan bebas dari manusia. Panggilan Allah sampai

kepada kita dalam Yesus yang diwartakan oleh karena itu orang hanya bisa menjawab

(45)

26

mendahului jawaban bebas manusia sebab iman bukan hasil usaha manusia tetapi

pemberian Allah (Ef 2:8).

GE ( Gravissimum Educationis art 3) menjelaskan bahwa orang tua sebagai

penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak.

Orang tua yang telah dicurahi rahmat sakramen perkawinan mempunyai kewajiban

untuk mendidik anaknya sejak dini secara katolik. Mendidik secara katolik berarti

memperkenalkan Allah kepada anak-anak, baik tentang pribadi Allah maupun

bagaimana seharusnya anak berbakti kepada Allah yang telah orang tua terima lewat

pembaptisan. Pendidikan iman bagi anak ini salah satu upaya untuk mencapai

kedewasaan imannya yang ada dalam diri anak setelah menerima pembaptisan.

Pendidikan iman berarti awal hubungan anak dengan Allah dan mereka

mempunyai anggapan bahwa Allah adalah orang tua mereka. Hendaknya orang tua

memperkenalkan gambaran Allah yang baik melalui teladan hidup orang tua yang

ditunjukkan pada anak-anak dengan menyayangi mereka dengan penuh kasih yang

tanpa batas. Dalam Catechesi Tradendae artikel 68 ditegaskan bahwa sejak usia dini

para anggota keluarga perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman.

Pendidikan iman anak merupakan suatu bagian yang paling penting dari rencana

Allah untuk menunjukkan kuasa kekristenan. Suatu tanggung jawab yang khidmat

terletak diatas bahu para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka sedemikian rupa

sehingga bila mana mereka terjun ke dalam dunia ini, mereka akan berbuat yang baik

dan bukan yang jahat kepada orang-orang yang bergaul dengan mereka (White, 1981:

20).

Dalam pendidikan iman bagi anak orang tua tidak semata-mata menunjukan jati

diri Allah namun perlu kita ingat bahwa iman harus kita wujudkan dengan perayaan

(46)

27

dengan kesetiaannya untuk berdoa dan beribadah bersama keluarga. Rutinitas ini

nantinya akan menjadi sebuah kerinduan keluarga untuk berjumpa dengan Allah

melalui perayaan iman.

Iman merupakan tanggapan manusia terhadap sabda Allah. Sabda Allah

merupakan suatu fakta keselamatan yang memiliki sifat hubungan antar pribadi maka

manusia memberikan tanggapan dengan memutuskan sikap yang tepat dalam

keseluruhan rencana keselamatan Allah. Menurut Adisusanto, 2000: 15) adapun yang

menjadi aspek iman itu adalah:

a. Sabda Allah adalah sabda yang menuntut jawaban dari manusia

b. Iman merupakan jawaban pribadi menyeluruh dari manusia kepada Allah

c. Iman merupakan anugerah dan rahmat

d. Dalam struktur iman ditemukan komponen-komponen yang saling melengkapi

Dengan melihat aspek-aspek iman tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan iman merupakan usaha pertolongan manusia yang dapat memperlancar,

membantu, proses muncul dan berkembangnya sikap iman dengan campur tangan Allah

dan terikat pada rahmat Allah. Pendidikan iman bukan merupakan campur tangan

langsung pendidik atas iman, tetapi usaha dari luar untuk membantu dan mempermudah

perkembangan iman. Pendidikan iman merupakan tindakan yang langsung dari Allah

atas manusia dan manusia bebas memberikan jawaban atas ajakan Allah ini. Maka iman

dan perkembanganya adalah anugerah dari Allah untuk manusia.

Iman dan perkembangannya memang merupakan rahmat dari Allah kepada

manusia. Allah menyesuaikan kurniaNya dengan kemampuan yang telah Ia siapkan

dalam diri manusia, maka perkembangan hidup beriman tidak pernah lepas dari

perkembanagn manusia artinya kedewasaan kristiani tidak pernah terpisah dari

(47)

28

Katekese sebagai pendidikan iman tidak boleh berhenti pada aspek tertentu

tetapi perlu memperluas jangkauan sampai pada kepekaan sikap iman sebagai jawaban

pribadi dan menyeluruh atas panggilan hidup kristiani, yakni mengarahkan diri pada

Kristus dan mengikuti-Nya.

Dalam tugasnya katekese berhadapan bukan hanya dengan iman sebagai suatu

realitas yang menyeluruh tetapi terutama dinamika perkembangan dan pendalaman

iman yang terjadi dalam komunitas dan dalam diri orang yang beriman (Adisusanto,

2000:6). Maka, perlu mengamati dinamika perkembangan dan pendalaman iman dalam

usaha untuk mengerti makna pendidikan iman. Pengamatan ini bisa dilakukan dari dua

segi: segi teologis dan segi antropologis.

Dari segi teologis dinamika iman digambarkan sebagai suatu proses yang

bertitiktolak dari pertobatan dan berkembang dalam suatu gerak pemekaran menuju

kepenuhan eskatologis. Yang menjadi titik tolak dan jiwa setiap perkembangan iman

adalah pertobatan yang merupakan suatu tindakan menanggalkan mentalitas dan sikap

hidup yang baru. Kehidupan beriman perlu menjadi dewasa melalui dinamika

perkembangan dan kematangan iman baik sebagai pribadi maupun komunitas. Hal ini

semakin dipertegas dalam Kitab Suci dari Injil Matius 13:23 yang mengatakan: “Yang

ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan

karena itu ia berubah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada

yang tiga puluh kali lipat”.

Perkembangan kehidupan beriman mengandaikan juga perkembangan iman

bagi umat, perlu juga perkembangan pengertian umat akan Allah, akan Tuhan dan

penyelamat Yesus Kristus. Tujuan yang ingin dicapai oleh perkembangan kehidupan

(48)

29

Dari segi antropologis analisa dinamika iman bisa dilaksanakan dengan

mengacu pada pengertian tentang sikap. Sikap dapat dimengerti sebagai cara berada

seseorang yang menunjukan tata penilaiannya, perasaan dan kecenderungan putusan

serta tindakan yang diambilnya dalam menghadapi situasi hidupnya. Perkembangan

iman seseorang bisa diikuti dengan mengacu pada sikap imannya. Sikap seseorang

mempunyai fungsi yang pokok dalam menentukan tingkah laku seseorang. Tindakan

mempunyai tiga komponen sikap yaitu pengertian, afeksi dan perilaku (Adisusanto,

2000:7-9).

2) Tujuan Pendidikan Iman

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama diungkapkan bahwa makna “pendidikan

iman adalah usaha membantu orang muda mencapai kebijaksanaan dengan memiliki

pengalaman dan pengetahuan; menambah ilmu bagi orang bijak; memberi bahan

pertimbangan bagi kepada orang yang berpengertian, yang didasari oleh rasa takut akan

Tuhan”(Ams 1:4,5,7). Pendidikan iman ini dilakukan oleh orang yang dewasa kepada

yang belum dewasa.

Pendidikan iman bertujuan membantu orang agar iman mereka makin

mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup mengereja dan

masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Pendidikan iman ini salah

satu usaha membantu anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam hal

kepribadian sekaligus dewasa dalam iman. Anak dewasa di dalam iman ditandai sikap

takut akan Allah, percaya dan menyerahkan hidup seutuhnya pada penyelenggaraan

ilahi. Dalam setiap pengalamanya selalu direfleksikan sehingga menemukan makna

(49)

30

3) Lingkup pendidikan iman a) Keluarga

Di dalam keluarga pendidikan iman diberikan oleh orang tua sebagai orang

yang dianggap dewasa dalam hal iman kepada anak yang belum mengenal iman yang

benar.

Pada Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja menegaskan

sebagai berikut:

Dalam tugas itu nampak sangat berharga status kehidupan yang dikuduskan dengan sakramen khusus, yakni hidup perkawinan dan berkeluarga. Di situ terdapat latihan dan pendidikan yang sangat baik bagi kerasulan awam, bila agama kristiani memasuki dan makin mengubah seluruh tata–susunan kehidupan. Disitu suami–isteri mempunyai panggilan mereka sendiri, yakni memberi kesaksian iman dan cinta akan Kristus seorang terhadap yang lain, dan kepada anak-anak mereka (LG,art.35).

Pendidikan iman anak merupakan wujud keterlibatan orang tua dalam

meneruskan tugas kenabian Yesus Kristus. Dalam hidup perkawinan dan berkeluarga

mempunyai konsekuensi yaitu memberikan kesaksian iman dan cinta akan Kristus

kepada orang lain dan kepada anak-anaknya.

Dalam konsili Vatikan II diuraikan tujuan Pendidikan iman anak sebagai

berikut:

(50)

31

Pendidikan itu tidak hanya memberikan pengetahuan yang baru tetapi lebih

memperkembangkan iman sehingga seseorang itu mampu bersujud kepada Allah dan

beriman kepadanya. Mereka yang dibina juga mampu mengahayati hidupnya dan

mencapai kedewasaan penuh.

Pendidikan iman juga dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan orang tua

katolik, sebagai bagian dari Gereja, dalam karya pewartaan Gereja sebagai anggota

Gereja yang dianggap dewasa dalam iman. Sebagai orang tua bertugas membantu dan

mengajak ankanya untuk terlibat dalam lingkup Gereja dan masyarakat baik sebagai

pribadi maupun kelompok.

b)Gereja

Tugas Gereja sebagai pendidik iman terealisasi melalui katekese. Katekese

menjadi sarana pendidikan iman. Katekese merupakan salah satu bentuk pewartaan

Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka makn mendalam

dan agar mereka makin terlibat dalam hidup mengereja dan masyarakat, baik sebagai

pribadi maupun sebagai kelompok (Adisusanto, 2000:1)

Pada Ams 1:1-7 diungkapkan pula tujuan pendidikan iman secara lebih luas:

Pendidikan iman bertujuan membantu mengetahui hikmat dan didikan, mengerti kata-kata yang bermakna, menjadi pandai, benar, adil dan jujur, memberi kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman dan berpengetahuan, membantu orang muda mencapai kebijaksanaan dengan berpengetahuan, menambah ilmu bagi orang bijak, memberikan pertimbangan kepada orang yang berpengertian, yang didasari oleh rasa takut akan Tuhan (Ams 1:1-7)

Dengan pendidikan iman yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya di

dalam keluarga bertujuan membantu anak untuk menjadi sosok seorang manusia yang

(51)

32

c) Sekolah

Pendidikan iman anak terutama menjadi tugas dan kewajiban orang tua. Dalam

rangka menjalankan tugas ini orang tua menghendaki agar di sekolah diberikan

pelajaran agama bagi anak-anak mereka. Pewartaan iman Kristiani menjadi pendorong

pentingnya pelajaran agama di sekolah sebagai tempat pendidikan iman anak agar

memiliki dan hidup berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

PAK di sekolah tidak berarti mengalihkan tanggung jawab orang tua kepada

guru agama karena pendidikan pertama dan utama termasuk pendidikan iman tetap

pada orang tua. Karena itu masih perlu latihan-latihan yang menjadi kebiasaan agama

Katolik dalam keluarga misalnya dengan membuat tanda salib sebelum dan sesudah

makan, berdoa sebelum dan sesudah bangun tidur bahkan di sekolah pun diharapkan

masih ada pendalaman iman sebagai pelajaran kurikuler maupun ekstrakurikuler.

PAK adalah pelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu menggumuli

pengalaman hidupnya dan mampu menjadi manusia yang beriman. Sekolah merupakan

salah satu komunitas iman yang menunjang dan melengkapi pendidikan iman dalam

keluarga. Melalui pelajaran agama di sekolah anak diajarkan bagaimana berdoa,

mengenal serta meneladan tokoh-tokoh suci dalam Gereja dan mendorong siswa untuk

aktif di Gereja. PAK tidak hanya terbatas pada pemberian informasi namun mendorong

anak untuk mampu beriman dan menghayati imannya lewat teman-teman yang mereka

jumpai disekolah.

b. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

1) Tujuan Pendidikan Iman Anak dalam keluarga

Menjadi orang tua memang bukan pekerjaan mudah, namun penuh dengan

(52)

33

dan dewasa merupakan pengalaman yang sangat berarti dalam hidup orang tua. Untuk

menjadi orang tua yang berhasil dalam mendampingi dan mendidik anaknya haruslah

banyak belajar. Dengan mendidik secara langsung anak-anaknya orang tua bisa melihat

kekuatan dan kelemahan diri anak-anaknya.

Peranan keluarga sangat besar untuk perkembangan iman anak karena keluarga

adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Tanpa pendidikan, mustahil

iman dapat berkembang. Sebagai orang tua yang memiliki peranan utama akan

perkembangan iman anaknya maka orang tua hendaknya selalu memantau pergaulan

dan kehidupan anaknya. Orang tua harus peka dengan permasalahan yang dialami oleh

anaknya.

Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman

anak. Keluarga dapat menjadi lahan subur bagi perkembangan iman mereka, kalau

keluarga dapat menciptakan komunio yang saling menciptakan cinta kasih dengan

sesama anggota keluarganya. Hal itu akan tercipta apabila di tengah keluarga saling

berdialog secara terbuka, mau menerima apa adanya, memperhatikan, memaafkan,

menolong dan mendoakan satu sama lain (Hardiwiratno,1994: 85)

Keluarga yang mampu menciptakan komunio di tengah anggota keluarganya

maka, keluarga ini menjadi tempat relasi cinta kasih dan iman anak Yesus Kristus

menjadi dasar hidupnya, sehingga iman anak kemungkinan besar dapat berkembang

dengan baik. Orang tua menjadi guru dan ibu yang memperhatikan

pertumbuhkembangan dan memelihara iman putra-putrinya.

Keluarga sebagai Gereja menjadi sebuah sekolah yang mengikuti Yesus. Orang

tualah yang pertama kali memperkenalkan Allah dan dipanggil untuk ambil bagian

(53)

34

Komuni Pertama. Dengan dukungan peranan kesaksian iman keluarga maka

perkembangan iman anak akan menjadi lebih baik.

Orientasi pendidikan iman dalam keluarga pertama-tama bertujuan agar anak

yang dipermandikan, perlahan-lahan, tahap demi tahap, sesuai dengan perkembangan

umur akan dibawa pada misteri penyelamatan Allah supaya menyadari anugerah iman

dan dapat mewujudkan imannya dalam sikap dan perbuatan dalam hidup sehari-hari

ditengah keluarga maupun di masyarakat (Hardiwiranto, 1994: 87) .

2) Metode Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Untuk mendidik iman anak dengan baik banyak metode yang digunakan.

Dalam (Narramore, 1961: 3-31) adapun metode yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

a) Menciptakan hubungan yang baik dengan anak

Menciptakan hubungan yang baik antara orang tua dan anak sangat penting.

Seorang anak biasanya menganggap orang tua sebagai tanda kehadiran Tuhan dan

teladan yang sangat penting bagi hidupnya. Apabila ia mempunyai orang tua yang

penuh kasih, maka ia akan menganggap Allah adalah Allah yang penuh kasih pula.

Hubungan yang baik dapat pula diciptakan dengan memberikan dorongan

kepada anak untuk berbicara. Jika seorang anak merasa bebas untuk berbicara maka ia

dengan bebas akan bertanya dengan orang tuanya mengenai pengalaman maupun

bertanya mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya (Narramore, 1961: 7-12). Dengan

Gambar

Tabel 2: Perbedaan psikologis pria dan wanita
Tabel 3: tahap kanak-kanak sampai awal pubertas
Tabel 4: Kisi-kisi soal Instrumen Penelitian
Tabel 6: Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Apek Keteladanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 45 dan Kualitas Sumber Daya M anusia Pengelola Keuangan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Yayasan

Abstrak: Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh deskripsi mengenai penerapan Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Palu

Pada penelitian ini disimpulkan bahwa wanita yang mengalami obesitas memiliki risiko terjadi gangguan siklus menstruasi 1,89 kali lebih besar dibandingkan wanita

Yang hadir adalah yang menandat angani surat penaw aran at au dapat diw akilkan kepada yang namanya t ercant um dalam akt e perusahaan dengan membaw a surat

Bagi rekanan yang mengerjakan paket proyek tahun 2015 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Lampirkan Dokumen FHO paket pekerjaannya saat

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik kepala sekolah dapat