i
PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI
DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Agustina Anjelia NIM:051124016
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI
DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010
Oleh: Agustina Anjelia
Nim:051124016
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
iii SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI
DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Agustina Anjelia NIM: 051124016
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 16 Desember 2009 Dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda tangan
Ketua : Dra. H.J. Suhardiyanto, SJ ……….. Sekretaris ; F.X. Dapiyanta, SFK,M.Pd. ……….. Anggota : F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd. ……….. : Drs. L. Bambang Hendarto Y.M.Hum. ……….. : Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum ………..
Yogyakarta, 16 Desember 2009 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus
v MOTTO
“Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 November 2009 Penulis,
vii ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010. Pendidikan iman dalam keluarga adalah suatu proses pengarahan, pemberiaan informasi, teguran, tata cara komunikasi dan keteladanan orang tua yang baik dalam usaha untuk mendewasakan iman anak dalam keluarga kristiani. Pendidikan iman dalam keluarga mempunyai dampak terhadap baik buruknya prestasi PAK di sekolah. Prestasi belajar PAK berarti hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran PAK di sekolah yang pada umumnya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf. Prestasi belajar PAK dipengaruhi olek faktor internal (dari dalam diri siswa) dan eksternal (keluarga atau masyarakat). Oleh karena itu penulis memilih suatu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan PAK yakni pendidikan iman dalam keluarga untuk dikaji pengaruhnya. Adapun Hipotesis penelitian ini adalah H0: tidak ada pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK siswa-siswi dan H1: ada pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kuantitatif dengan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian ditentukan dengan cara pengundian dan hasil pengundian itu adalah kelas XI IPS3 dan kelas XI IPA. Pengembangan instrumen dalam penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Hasil validitas instrumen yang minimal nilai validitasnya adalah 0,254 dan nilai reliabilitasnya 0,856.
viii
ABSTRACT
This graduating paper is entitled THE INFLUENCE OF FAITH EDUCATION IN FAMILY ON ACHIEVEMENT OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF STUDENTS OF CLASS XI IN SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES WEST KALIMANTAN SCHOOL YEAR OF 2009-2010. Faith education in family is a process of direction, giving information, warning, way of communication, and model of good parents in effort to mature children’s faith in Christian family. Faith education in family has effect on PAK achievement at school. The PAK achievement means the result achieved by students in PAK subject at school which is generally stated in form of number and letter. The PAK achievement is affected by internal (from the inside of students) and external (family and society) factors. Therefore, the writer chooses a factor affecting the success of PAK, i,e. faith education in family, to study its influence. The hypotheses of this research are H0: there is no influence of faith education in family on students PAK achievement and H1: there is influence of faith education in family on PAK achievement.
This research is a quantitative research using cluster random sampling method for sample taking. The samples of this research are determined by raffle and the results are class XI IPS 3 and class XI IPA. Instrument development in this research uses employed experiment. The result of minimum instrument validity are the validity value 0,254 and reliability value 0,856.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kelimpahan dan rahmat yang telah dicurahkan kepada penulis sehingga skripsi berjudul PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010 dapat diselesaikan. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai pendidikan iman dalam keluarga dan prestasi belajar PAK siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk menggali seberapa besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK di sekolah. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. F. X. Dapiyanta, SFK,M.Pd. Selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing, meluangkan waktu, memberikan pengarahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi dari awal hingga akhir penulisan.
2. Drs. L. Bambang Hendarto Y.M.Hum selaku dosen pembimbing akademis yang telah bersedia memberikan perhatiaan dan motivasi kepada penulis selama berproses di kampus IPPAK.
x
4. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama studi sampai terselesaikannya skripsi ini.
5. Drs. Br. Petrus I Wayan Parsa FIC, selaku kepala sekolah SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes yang telah bersedia memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.
6. Semua Siswa/i kelas XI IPA dan XI IPS3 SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes yang telah bersedia menjadi mitra kerja penulis dalam menjawab kuesioner.
7. Bapak, ibu, adik dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan dukungan spritual, moral, serta finansial selama penulis menempuh studi di IPPAK.
8. Seto yang selama ini telah memberikan semangat dan dengan setia menjadi teman berbagi sampai terselesaikannya skripsi ini.
9. Teman-teman mahasiswa IPPAK, khususnya angkatan 2004 dan 2005 yang selama ini telah berproses bersama, berbagi pengalaman hidup, memberi dukungan dan kritikan serta peneguhan selama melaksanakan studi di IPPAK.
10.Teman-teman Kost ”Barokah” Yogyakarta yang selama ini telah banyak memberikan dukungan dan menjadi teman untuk berbagi sehingga terselesaikannya skripsi ini.
11.Monica Eltasari yang selalu menyemangati dan mendukung saya dalam penulisan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya skripsi ini.
xi
berhaap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 30 November 2009 Penulis,
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ...… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK ... viii
xiii
a. Pendidikan iman ………..……... 25
b. Pendidikan iman anak dalam keluarga ………... 32
B. Prestasi PAK SMU……….. 38
1. Prestasi belajar………..………….……… 38
2. Prestasi belajar PAK di SMU………... 39
C. Penelitian Yang Relevan……….…………... 59
D. Kerangka pikir dan hipotesis……….…. 61
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 63
A. Jenis Penelitian... 63
1. Jenis Instrumen... 65
2. Validitas dan Reliabilitas ... 67
G. Teknik Analisis Data... 68
1. Jenis Data... 68
2. Uji Persyaratan Analisis Data... 68
H. Uji Hipotesis... 69
xiv
Lampiran 4: Nilai siswa ... Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian ... Lampiran 6: Satuan Pendampingan ...
xv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departermen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja tanggal 21 November 1964.
SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci tanggal 4 Desember 1963.
GS : Gaudium et Spess,Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Zaman Modern.
FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 1981.
xvi C. Singkatan Lain
Art : Artikel
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Kan : Kanon
KS : Kitab Suci
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Perbedaan biologis pria dan wanita Tabel 2 : Perbedaan psikologis pria dan wanita Tabel 3 : Tahap kanak-kanak sampai dewasa Tabel 4 : Kisi-kisi instrumen penelitian
Tabel 5 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga berdasarkan skor total
Tabel 6 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Segi Aspek keteladanan
Tabel 7 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Aspek Teguran
Tabel 8 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Bedasarkan Aspek pengarahan
Tabel 9 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Aspek tatacara komunikasi
Tabel 10 : Hasil Penelitian
Tabel 11 : Hasil Klasifikasi Variabel Pendidikan Iman dalam Keluarga
Tabel 12 : Diskripsi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Skor Total Tabel 13 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Keteladan terhadap Prestasi Belajar
PAK
Tabel 14 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Teguran terhadap Prestasi Belajar PAK
xviii
Tabel 16 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Tata cara Komunikasi terhadap Prestasi Belajar PAK.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Dewasa ini pendidikan di indonesia diibaratkan seperti seorang yang tidak
kunjung menemukan jati dirinya. Masalah besar yang dihadapi itu menurut Sudarminta
SJ (Suparno, 2002: 9) ialah: pertama mutu pendidikan yang masih rendah, kedua:
sistem pembelajaran di sekolah-sekolah yang belum memadai, ketiga: krisis moral
yang melanda masyarakat. Rendahnya mutu pendidikan tersebut dipengaruhi oleh
kualitas guru yang kurang memadai, model pembelajaran yang tidak menantang siswa
dan manajemen sekolah. Dalam level Sekolah Menengah, mutu lebih ditentukan oleh
kualitas guru, kurikulum, proses pembelajaran yang berlaku dan kesejahteraan guru
atau pendidik. Persoalan mutu pendidikan yang kurang baik berarti guru tidak sungguh
menguasai bidang yang diajarkan dan guru kurang mampu membantu siswa dalam
pembelajaran sehingga siswa tidak terdorong untuk belajar aktif secara pribadi dan
mandiri.
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masalah yang lain misalnya
pemerintah. Masalah-masalah dalam dunia pendidikan selalu terkait dengan persoalan
yang lain dikarena pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang melibatkan
banyak pihak. Dari pihak pemerintah beragam usaha yang telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan terutama dengan penetapan standardisasi Ujian
Nasional. Ujian Nasional dengan kelulusan nilai rata-rata >5,00 kurang selaras dengan
proses pembelajaran di dalam kelas. Keterbatasan kemampuan dan wawasan pengajar
serta perbedaan fasilitas pendidikan di pusat dan di daerah telah menyebabkan hasil
2
Nasional (UN) hanya sebatas mengukur suatu komponen kelulusan yaitu aspek kognitif
dan mengabaikan aspek lain seperti keterampilan dan sikap. Guru sering dianggap
sebagai aktor kunci dalam dinamika pendidikan. Keberhasilan sebuah sekolah
ditentukan oleh kualitas guru. Semakin tinggi kualitas guru semakin tinggi mutu
pendidikan dan sebaliknya semakin rendah kualitas guru semakin rendah pula
outputnya. Idealnya seorang guru sebagai agen pembelajaran harus memiliki
kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik dan
kompetensi sosial. Paul Suparno menyatakan kompetensi berkaitan dengan kemampuan
mengajar, mendekati, membantu, juga memberikan teladan hidup kepada siswa.
Artinya guru diharapkan membantu siswa berkembang menjadi manusia dewasa dan
utuh (Kompas, 21 Nopember 2005:14).
Komarudin Hidayat berpendapat bahwa yang paling menentukan keberhasilan
sebuah sekolah adalah kualitas guru. Guru yang menguasai materi bidang studi, guru
masuk kelas dengan antusias dan cinta, secara kreatif menerapkan dan menggali
metode yang cocok untuk kondisi kelasnya (Kompas, 6 Desember 2005:7). Kompetensi
pendidik mengacu pada nilai-nilai yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, ada lima aspek
yakni: Pertama guru perlu mengembangkan kepedulian terhadap anak didik. Artinya,
seorang guru/pendidik menaruuh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik.
Pemahaman akan perkembangan anak didik amatlah penting; pemahaman ini akan
memberi peluang yang kondusif untuk menerapkan berbagai metode pembelajaran
yang aktif dan konstruktif dengan lebih arif. Pendidik perlu juga memahami berbagai
aspek perkembangan siswa baik aspek kognitif, humanistik, maupun spritual.
Pemahaman ini akan membantu peserta didik menjadi manusia yang dewasa dan
berkembang utuh. Kedua guru harus memiliki sikap ketokohan. Artinya seorang guru
3
guru harus memiliki kemampuan untuk membimbing atau mengarahkan. Keempat,
guru harus mampu memotivasi anak didik. Kelima, guru harus mampu menjadi
penuntun.
Guru merupakan aktor penting dalam interaksi pembelajaran di kelas. Dalam
proses belajar mengajar, idealnya seorang guru berperan sebagai demonstrator, sebagai
pengelola kelas, sebagai moderator, fasilitator, dan sebagai evaluator. Karena itu,
hendaknya guru mengambil tindakan yang selalu didasarkan pada tujuan utuh
pendidikan dan dijalankan secara profesional.
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bab II pasal 33 dinyatakan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari tujuan pendidikan di atas dapat dikatakan pendidikan merupakan bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar mencapai
kedewasaan. Bantuan ini dimaksudkan supaya peserta didik belajar hal-hal yang
bersifat positif sehingga dapat menunjang perkembangannya. Adapun hal-hal positif
yang dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional yakni beriman, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.
Selain tujuan pendidikan nasional ada juga tujuan yang lain yang harus dicapai
oleh siswa yaitu tujuan dari masing-masing sekolah yang terumus dalam visi sekolah
itu sendiri. Untuk mencapai tujuan ini secara khusus bagi para siswa sekolah tersebut
diharapkan untuk memiliki dan menguasai tujuan dari masing-masing bidang studi
4
guru bidang studi. Apabila siswa ini mampu menguasai perumusan tujuan ini maka
siswa dapat dinyatakan lulus. Tercapai atau tidaknya tujuan ini dapat diukur dan dilihat
dalam bentuk nilai yang diperoleh siswa melalui tes dalam bentuk ulangan harian yang
diberikan oleh guru.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai
anak didik (Slameto, 2003: 1).
Berbagai masalah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia
rupanya juga muncul di lingkungan Pendidikan Agama Katolik. PAK juga banyak
mendapatkan kritik dan yang paling menonjol adalah bahwa pendidikan agama di
sekolah dirasa kurang berdampak pada kehidupan yang lebih baik dari pada siswa
setelah mengalami proses pendidikan tersebut (Suparno, Dalam Basis 2003:31).
Pelajaran agama yang diberikan di sekolah-sekolah lebih bersifat kognitif, dengan
tekanan utama pada pengetahuan agama. Kurikulum PAK juga terkesan hanya
mengejar target dan pengajaran tentang bagaimana agama dihayati dalam hidup
sehari-hari tampak kurang mendapat perhatian.
Tekanan pada segi kognitif dan kurangnya perhatian pada segi afeksi
tampaknya menjadi masalah utama PAK. Dapiyanta (Widya Dharma, Oktober
2005:90) berpendapat lain. Tekanan berlebih pada segi kognitif lebih merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembagian jam pelajaran. Tekanan PAK pada pengetahuan
dengan pembagian jam pelajaran PAK yang memang terbatas. Ia menyatakan:
5
PAK mendapatkan bagian perhatian yang lebih kecil lagi, baik dari murid, orang tua maupun sekolah.
Karena keterbatasan jam pelajaran PAK, akan mudah dimengerti mengapa
internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjadi secara efektif dan juga mengapa segi
kognitif dalam PAK mendapat tekanan seperti mata pelajaran yang lain. Pembagian
jam mata pelajaran secara proporsional menurut kepentingan tampaknya perlu
diupayakan karna PAK terkesan hanya mengejar target sehingga proses pembelajaran
kurang menarik (Muji Sutrisno, 1998: 104).
Pada umumnya guru PAK kurang memaksimalkan diri sebagai seorang yang
terpanggil dalam bidang pewartaan di sekolah. Guru hanya datang dan mengajar di
sekolah tidak pernah memberikan pendalaman iman bagi anak remaja di sekolah. Guru
tidak mempersiapkan diri dengan bahan-bahan yang akan disampaikan kepada siswa
dalam proses belajar mengajar sehingga proses belajar menjadi kurang terarah. Pada
umumnya guru PAK kurang mengemas isi kurikulum sesuai dengan kemampuan
perkembangan peserta didik sehingga tidak mampu melibatkan siswa. Dalam proses
pembelajaran, guru PAK lebih berorientasi pada metode ceramah atau hanya sekedar
memberikan informasi dan bahkan menjadikan dirinya sebagai subyek sehingga siswa
menjadi tidak aktif. Hal ini juga sangat terasa ketika siswa diminta untuk memimpin
doa dikelas secara spontan siswa merasa takut dan menolak. Akibat dari itu banyak
siswa yang pasif dan guru kurang kreatif dalam mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh peserta didik. Guru juga terlihat kurang memberikan keseluruhan hatinya sehingga
sulit menciptakan iklim yang menyenangkan untuk belajar.
Tugas seorang guru adalah menciptakan suasana di dalam kelas agar terjadi
interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik.
6
Metode yang digunakan membuat siswa merasa bosan dan kurang sesuai dengan situasi
hidup peserta didik dan hendakya guru tidak mendominasi. Sarana yang digunakan juga
sangat terbatas buku-buku menyangkut mata pelajaran PAK sangat minim dan tidak
tersedia alat laboratorium yang lengkap.
Idealnya proses pendidikan di sekolah mengunakan metode yang sesuai dengan
keadaan peserta didik, guru tidak hanya berceramah saja tetapi guru juga menstranfer
pengalaman baik dari guru maupun dari siswa, sekali-kali siswa bisa belajar diluar
kelas. Dengan prosesnya yang bervariasi maka siswa tidak bosan, siswa juga
diharapkan aktif dan guru mampu menjadi fasilitator. Agar proses belajar mengajar
lebih efektif guru harus membuat persiapan, dapat membagi waktu dan membuat
rangkuman pembelajaran serta melakukan evaluasi. Suasana pembelajaran yang akrab
antara guru dan siswa menjadikan siswa lebih nyaman dan bersemangat (Warkitri,
1990: 16). Faktor lain yang bisa mempengaruhi Prestasi Belajar adalah latar belakang
Pendidikan Iman dalam keluarga siswa. Keluarga adalah salah satu pusat pendidikan
bahkan disebut sebagai pusat pendidikan yang utama dan pertama. Di dalam
keluargalah karakteristik anak tercipta, entah anak itu menjadi seorang yang baik atau
jahat tergantung pada pendidikan dalam keluarga. Tugas dan kewajiban keluarga adalah
memberikan pendidikan nilai-nilai spiritual keagamaan, pengetahuan dan keterampilan
dasar .
Pendidikan iman dalam kehidupan keluarga secara teoritis mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Jika pendidikan iman dalam keluarga baik maka Prestasi belajar
PAK pun akan baik. Sebaliknya jika pendidikan iman dalam keluarga kurang baik
maka, prestasi belajar PAK pun kurang baik. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhinya pendidikan iman dalam keluarga adalah orang tua terlalu sibuk dan
7
ekomomi keluarga, sikap orang tua terhadap anaknya, menciptakan komunikasi, waktu
untuk berkumpul bersama serta kurangnya perhatiaan akan perkembangan diri dan
iman anaknya. Dengan keadaan daerah yang agak terbelakang dan belum maju maka
tidak menutup kemungkinan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan sangat
terbatas.
Menurut pengamatan penulis selama ini di ketapang Kalimantan Barat, sebagian
besar orang tua berprofesi sebagai petani karet, pedagang, dan pekerja kayu untuk
mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga orang tua sehingga jarang membagi waktunya
untuk keluarga. Waktu untuk bertemu anggota keluarga pun sangat sedikit, setelah
pulang bekerja dan sampai dirumah orang tua sudah sangat lelah dan langsung istirahat.
Keadaan ekonomi keluarga sangat berperan dalam mendukung keberhasilan
belajar, dengan ekonomi keluarga yang kurang menyebabkan tidak terpenuhinya sarana
belajar seperti membeli buku dan dari segi kesehatan pun tidak terjamin. Dalam
keluarga juga tidak jarang terjadi pertengkaran antara bapak dan ibu sehingga sangat
mengganggu konsentrasi belajar anak. Orang tua tidak mengontrol kegiatan belajar
anaknya bahkan jarang sekali menanyakan pekerjaan rumah anaknya. Anak merasa
tidak diperhatikan sehingga anak terlihat santai dengan tugas sekolahnya. Orang tua
tidak pernah memberikan perhatiannya secara khusus akan perkembangan iman
anaknya bahkan anak yang tidak ikut ke Gereja pun tidak ditegur. Idealnya keluarga
adalah tempat pendidikan utama dan pertama bagi anak. Maka lewat keluargalah
hendaknya ditanamkan benih-benih yang baik. Perhatian dan kebersamaan dalam
keluarga selalu tercipta dan dapat dirasakan anak-anak. Keluarga hendaknya selalu
harmonis jika ada masalah dapat diselesaikan dengan baik tidak dengan bertengkar di
depan anak karena anak juga akan memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan
8
selalu ada karena anak sangat membutuhkan orang tuanya untuk meminta pendapat dan
menyelesaikan permasalahannya. Dengan perhatian baik dari orang tua maka anak akan
merasa ia adalah bagiaan penting dalam keluarganya.
Masa SMU adalah masa-masa remaja dan masa ini sangat penting, masa remaja
sebagai masa peralihan, masa remaja sebagai masa perubahan, masa remaja sebagai
masa bermasalah masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai
masa yang menimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa tidak realistik, masa
remaja sebagai masa ambang masa dewasa (Hurlock, 1996: 207-209). pada
kenyataannya saat ini siswa SMU sering ditemukan membolos ketika pelajaran agama
karena mereka menganggap agama adalah nomer dua dari kebutuhan hidup duniawi
yang lain. Jika anak dibiarkan jatuh dalam kegelapan maka akan menjadi anak yang
tidak memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian anak yang tidak baik ini akan
merugikan anak itu sendiri dan masyarakat. Perhatian dan pendidikan orang tualah
yang akan mampu mengarahkan anak kepada hal yang baik.
Ada sekian banyak masalah yang mempengaruhi siswa dalam kegiatan belajar
dan akhirnya berpengaruh pada prestasi belajarnya. Masalah-masalah tersebut pada
akhirnya mempengaruhi prestasi belajar yang terlihat dari nilai raport mereka yang
menurun ataupun pengaruh terhadap minat belajar mereka terhadap semua mata
pelajaran termasuk pelajaran Pendidikan Agama Katolik yang mereka terima dari guru
di sekolah. Dari sekian masalah itu akhirnya penulis mengangkat pendidikan iman
dalam keluarga sebagai pembahasan dalam skripsi ini. Hal ini dikarenakan penulis
melihat bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan anak yang pertama dan utama.
9
LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG, KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010.
B. Identifikasi masalah
1. Keluarga yang menomerduakan agama dan pendidikan iman anaknya
2. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya
3. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan
4. Orang tua yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya pendidikan iman bagi
perkembangan anaknya.
5. Prestasi belajar siswa akan sangat ditentukan oleh perhatian yang kurang baik
dalam keluarga maupun di tengah masyarakat.
6. Metode pembelajaran yang kurang efisien dan kreatif
7. Kualitas seorang guru PAK sebagai pendidik rendah
8. Mutu pendidikan secara umum rendah
9. Proses belajar PAK berorientasi pada materi
10. Keterbatasan jam pelajaran PAK di sekolah
11. Faktor-faktor manakah yang dominan dengan prestasi PAK?
12. Seberapa besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi
belajar PAK?
C. Pembatasan masalah
Skripsi ini membatasi kajian pada pengaruh yang ditimbulkan pendidikan iman
dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK. Adapun ruang lingkup penelitian ini
adalah para siswa kelas XI Di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang
10
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah maka dirumuskan masalah skripsi yakni: berapa
besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar Pendidikan
Agama Katolik Siswa Kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang,
Kalimantan Barat tahun ajaran 2009-2010.
E. Tujuan Penulisan
Skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
pendidikan iman dalam keluarga terhadap minat dan prestasi belajar Pendidikan Agama
Katolik siswa kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang, Kalimantan
Barat Tahun Ajaran 2009-2010.
F. Manfaat Penulisan
1. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam membuat kebijakan pada mata pelajaran
PAK dan memberikan kesempatan bagi guru PAK untuk mengembangkan
kompetensi sesuai dengan prefesinya
2. Meningkatkan minat dan prestasi belajar PAK di SMU Santo Yohanes
3. Bagi para orang tua sebagai masukan bahwa pendidikan iman dalam keluarga ini
sangat berpengaruh terhadap minat dan prestasi belajar anak.
4. Agar siswa memahami pengertian dan pentingnya Pendidikan iman dalam
keluarga.
5. Bagi peneliti agar memahami tugasnya sebagai pendidik ditengah umat khususnya
11
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode deskripsi analitis
dengan penelitian tentang pengaruh antara pendidikan iman dalam keluarga terhadap
prestasi belajar PAK serta dari sumber-sumber lain yang relevan dan mendukung.
H. Sistematika Penulisan
Supaya skripsi ini dapat dipahami secara keseluruhan, maka penulis akan
memberikan gambaran secara singkat.
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang
penulisan skripsi yakni mengenai gambaran umum PAK dan prestasi PAK dalam
sekolah. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengajukan rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan dari keseluruhan isi skripsi ini.
Bab dua berisikan mengenai pendidikan iman dalam keluarga dan prestasi
belajar PAK. Penulis menguraikan pengertian pendidikan iman dalam keluarga dan
mengenai prestasi belajar PAK. Adapun kajian teori dan hipotesis yang meliputi:
pendidikan iman dalam keluarga mencakup: keluarga, pengertian keluarga secara
umum, pengertian keluarga kristiani, hakikat perkawinan kristiani, peranan keluarga
kristiani, komunikasi dalam keluarga, ekonomi keluarga, seksualitas dalam hidup
perkawinan. Pendidikan iman anak dalam keluarga mencakup: pendidikan iman,
pengertian pendidikan iman, tujuan pendidikan iman, lingkup pendidikan iman,
pendidikan iman anak dalam keluarga, tujuan pendidikan iman anak dalam keluarga,
metode atau bentuk pendidikan iman anak dalam keluarga, sarana atau bahan
pendidikan iman anak dalam keluarga. Prestasi PAK SMU meliputi: prestasi belajar,
12
Bab tiga memaparkan mengenai metodologi penelitian yang meliputi jenis
penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, definisi
opeasional variabel, instrumen penelitian, teknis analisis data dan uji hipotesis. Hal ini
diperlukan supaya instrumen valid dan data yang didapat akurat serta terpercaya.
Bab empat adalah laporan hasil penelitian meliputi deskripsi dari data yang
diperoleh. Penulis menguraikan hasil penelitian tentang situasi pendidikan iman dalam
keluarga dan prestasi belajar PAK di SMU Santo Yohanes. Untuk mendapat gambaran
tersebut, penulis membagikan kuesioner kepada siswa sebagai responden. Setelah
diperoleh penulis mengolahnya menggunakan program SPSS 12.
Bab lima berisi mengenai kesimpulan dan saran-saran dari penulis demi
meningkatkan perhatian orang tua akan pendidikan iman anak sehingga dapat semakin
13
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Pendidikan Iman dalam Keluarga
1. Keluarga
a. Pengertian keluarga secara umum
Heuken (1992:269) mengungkapkan bahwa keluarga dibagi dalam dua
pengertian yakni keluarga dalam arti sempit dan keluarga dalam arti luas. Keluarga
dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami isteri dan anak-anak, keluarga dalam
arti luas seluruh sanak saudara (famili). Keluarga dalam arti sempit ini menunjukkan
pada jumlah anggota keluarga yang mencakup keluarga inti. Keluarga inti ini terdiri
atas suami-istri dan anak-anak mereka. Keluarga dalam arti luas adalah: suatu garis
keturunan darah yang mencakup seluruh sanak saudara yang masih dalam satu kakek
atau nenek. Keluarga ini lebih ditekankan pada relasi sangat kental dengan kehidupan
kita sebagai orang timur di mana dengan kedekatan relasi yang terjadi dalam
persahabatan sudah diakui sebagai keluarga.
b. Pengertian Keluarga Kristiani
Dalam amanat apostolis, Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa: keluarga
yang didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehNya merupakan persekutuan
pribadi-pribadi: suami isteri, orang tua dan anak-anak, saudara-saudara (FC,18). Cinta
kasihlah yang membentuk keluarga, dan cinta kasih pulalah yang menghidupkan
keluarga di mana setiap anggota keluarga bertumbuh bersama dalam cinta kasih.
Keluarga mempunyai tugas yang sangat hakiki yakni mendidik anak-anaknya agar
14
Keluarga Kristiani dibangun atas sebuah perkawinan katolik berdasarkan
perjanjian nikah. Perjanjian ini terlaksana antara seorang pria dan seorang wanita untuk
membentuk kebersamaan seluruh hidup. Menurut ciri kodratinya perkawinan itu terarah
pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak. Perjanjian
pekawinan antara orang-orang yang dibaptis ini oleh Kristus Tuhan diangkat ke
martabat sakramen (KHK 1055.1)
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian nikah ini
dalam perkawinan katolik adalah untuk membentuk keluarga yang bertanggung jawab
dan beriman kristiani. Maka suami-istri harus bertanggung jawab dengan
memperhatikan pasangan, kesejahteraan anak-anaknya yang sudah ada maupun yang
akan ada. Maka tanggung jawab itu membuka cakrawala suami-istri lebih luas,
sehingga selalu turut memperhitungkan kepentingan masyarakat dan Gereja (GS 50)
Tujuan pokok perkawinan menurut Kitab Suci adalah kesatuan dan kebahagiaan
bersama suami dan istri dalam cinta mencintai. Kesatuan suami-istri ini dibangun
dengan saling memberikan perhatian, terbuka, saling berkomunikasi dan saling
menerima apa adanya dengan kasih sayang dan rela berkorban bagi pasangannya.
Menurut Gilarso (1996:11) perkawinan memiliki tujuan yang layak dikejar oleh
suami-istri yaitu:
1) Pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami-istri
Kasih yang telah dibangun haruslah dikembangkan dan dimurnikan sehingga
pasangan ini dapat mencapai kebahagiaan. Cinta bukan semata-mata seksualitas
melainkan keputusan untuk bersatu dan rela menyerahkan diri bagi pasangannya.
Dalam hidup bersama cinta kasih suami istri ini terus diuji oleh berbagai macam
15
yang akan membuat orang bersatu dalam menghadapi permasalahan keluarga, jika
keluarga itu mampu menghadapi ujian dan tantangan maka cinta itu akan semakin kuat
(Gilarso, 1996:11).
2) Kelahiran dan pendidikan anak
Perkawinan adalah satu-satunya lembaga yang sah untuk memperoleh
keturunan. Dengan perkawinan inilah seorang dapat mewujudkan hasratnya untuk
mempunyai anak karena mereka telah dipersatukan sebagai suami-istri. Pasangan
suami-istri yang normal mempunyai kerinduan memiliki keturunan sebagai anuregah
Tuhan. Namun bila Tuhan tidak memberikan anak perkawinan tidak kehilangan artinya
(Gilarso, 1996:11).
3) Pemenuhan kebutuhan seksual
Sejak menikah, suami istri membentuk persekutuan melalui persatuan tubuh
dengan berhubungan seks. Berhubungan seks ini membuat pasangan suami-istri
semakin menyatu. Dengan adanya hubungan seks ini dapat menjadi fondasi bagi
mereka untuk mengembangkan persekutuan yang mereka bentuk. Persatuan tubuh ini
adalah hal yang layak dilakoni oleh pasangan suami istri. Persetubuhan yang dilakukan
bukan sekedar menuruti nafsu melainkan dengan kesadaran dan penuh tanggung jawab
dan dalam suasana cinta kasih dan kesediaan untuk menerima hidup baru yakni sang
16
4) Persatuan tempat tinggal
Setelah menjadi pasangan suami-istri yang sah maka mereka hidup di satu
tempat tinggal yang sama. Dengan persatuan tempat tinggal yang sama ini maka
mereka dapat saling mengenal dan mengelola rumah tangganya sendiri.
5) Persatuan iman
Yang dimaksud dengan iman disini adalah sikap penyerahan diri kepada Tuhan.
Dengan persatuan iman inilah keduanya mampu memberikan pendidikan iman yang
baik kepada anak-anak mereka.
Menurut ajaran Gereja Katolik perkawinan tidak hanya merupakan sebuah
persekutuan menyeluruh, tetapi juga sebuah sakramen. Yang dimaksud dengan
sakramen adalah lambang kehadiran Allah di tengah keluarga kristiani. Perkawinan
antara dua orang yang dibaptis merupakan perayaan iman Gerejawi yang membuahkan
rahmat bagi kedua mempelai. Rahmat yang mereka terima adalah rahmat yang
menguduskan, menyempurnakan, membantu mereka dalam menjalani hidup
berkeluarga dalam mengasuh dan mendidik anak-anak serta menciptakan kedekatan
dengan Tuhan. Sakramen perkawinan ini terus berlangsung selama hidup dan Tuhanlah
yang hadir dalam keluarga (Gilarso,1996:10-11).
Berdasarkan Kitab Suci, Gereja melihat perkawinan orang-orang kristen sebagai
lambang dari perkawinan rohani antara Allah dan umat manusia antara Kristus dan
Gereja. Dalam kitab Hosea 1-3 Allah dipandang sebagai mempelai umat Israel.
Perkawinan Kristiani menjadi lambang dan perwujudan kasih setia Kristus kepada
Gereja dan saluran rahmat bagi mereka (Gilarso,1996:7) Hubungan suami-istri
dilandaskan pada cinta, sama seperti cinta Kristus yang diberikan pada mempelai yakni
17
keluarganya sehingga memungkinkan pasangan ini saling mencintai melalui sikap
saling memberikan diri satu sama lain.
c. Peranan keluarga Kristiani
Menurut Hardiwiratno (1994: 52-80) keluarga sebagai suatu komunitas hidup
dan cinta dimana di dalamnya mereka saling melindungi, mencintai, menjaga dan
mengkomunikasikan cintanya. Pasangan keluarga Kristiani mempunyai peranan yang
sangat penting yakni:
1) Membentuk komunitas antarpribadi
Tugas keluarga yang pertama adalah membentuk komunitas pribadi-pribadi.
Komunitas dalam keluarga ini akan tercipta jika kita berusaha menumbuhkan cinta
dalam lingkup keluarganya. Tanpa cinta, keluarga tidak dapat hidup dan tidak dapat
menyempurnakan diri sebagai komunitas. Atas dasar cintalah dibangunnya relasi dalam
keluarga. Sebagai keluarga kristiani kita semua dituntut untuk memberikan kesaksian
tentang nilai kesetiaan.
Dalam menghayati komunio yang mendalam setiap anggota keluarga dapat
mensheringkan kebahagiaan dan kesedihannya. Sebagai komunio hendaknya mampu
menempatkan diri akan perannya sebagai orang tua dan anak-anak. Sebagai anak selalu
menghormati dan taat pada orang tua dan sebaliknya sebagai orang tua selalu sedia
melayani putra-putrinya agar menjadi dewasa sehingga nantinya mereka mampu
18
2) Mengabdi kehidupan
Sebagai keluarga tugas untuk mengabdi kehidupan ini dapat ditunjukkan dengan
cara merawat dan mendidik anak-anak. Anak yang lahir di tengah keluarga merupakan
suatu berkat Allah dan sebagai tanda cinta diri orang tua dalam perkawinaan. Buah
cinta ini tidak berhenti dengan melahirkan seorang anak melainkan membantu agar
anak dapat berkembang sebagai anak yang bermoral.
Dewan Karya Pastoral KAS (2007:29) mengungkapkan bahwa keluarga
bukanlah semata-mata merupakan lingkungan tempat anak-anak bertumbuh secara
fisik. Keluarga juga merupakan lingkungan tempat mereka bertumbuh secara psikis,
moral, sosial dan spiritual.
Perkembangan ilmu dan teknologi memberikan harapan baru dan lebih baik
bagi kehidupan manusia, tetapi juga memunculkan kecemasan akan masa depan
generasi yang akan datang. Yang menjadi kecemasan itu adalah sikap hedonisme,
materialisme, egoisme dan lain-lain. Namun di sisi lain Gereja percaya dan yakin
bahwa kehidupan manusia meskipun menderita adalah suatu anugerah Allah yang
indah. Gereja tetap kukuh mempertahankan kehidupan karena dalam diri setiap
manusia hadirlah Kristus.
Hubungan seksual mempunyai makna yakni persatuan suami istri di dalam
komunio yang lebih dalam serta menciptakan kehidupan baru. Dalam pandangan
Gereja sangat dilarang jika mengunakan kontrasepsi yang merupakan suatu usaha untuk
menggagalkan makna unitif hubungan seksual yang bisa mengakibatkan pengabdian itu
tidak behasil.
Orang tua mempunyai tugas untuk membantu pribadi yang baru untuk menjadi
19
Mendidik anak merupakan tanggung jawab yang berat namun dengan cinta itulah orang
tua mendidik anak-anaknya dengan penuh rasa kasih sayang.
Eminyan (2001: 152) mengatakan bahwa proses menurunkan anak sama sekali
tidak selesai pada saat kelahiran, tetapi hendaknya berlangsung terus melalui kehidupan
putra-putrinya atau bahkan anak yang telah mencapai kedewasaan. Yang berakhir pada
saat kelahiran anak adalah penerusan kehidupan jasmaniah, walaupun seorang anak
tetap tergantung pada orang tuanya akan tetapi saat anak itu lahir maka mulailah suatu
proses penurunan nilai secara bertahap untuk memperkembangkan kehidupannya.
Pendidikan dimulai semenjak seseorang masih bayi di tangan ibunya (White, 1981: 25).
Seorang ibu yang membentuk tabiat anaknya berarti ia mendidik anaknya.
Karena memberikan hidup kepada anaknya, orang tua mempunyai hak asli
pertama dan tak dapat dialihkan untuk mendidik sehingga mereka harus diakui sebagai
pendidik pertama dan terutama. Orang tua mempunyai hak untuk mendidik
anak-anaknya sesuai dengan keyakinan moral dan religius, seraya memperhatikan tradisi
kultural keluarganya yang mendukung dan memajukan apa yang baik dan martabat
anak. Hak utama orangtua untuk mendidik anak-anaknya, harus dijamin dalam semua
bentuk kerja sama antara orangtua dan kalau di sekolah dengan guru (Seri Dokumen
Gerejawi :Keluarga dan hak-hak asasi, art 5: orang tua )
Selain ada perkembangan pada keseimbangan, perlu juga ada perhatian pada
pentahapan dan kesinambungan pendidikan sebab manusia tidak berkembang secara
mendadak. Tanggung jawab orang tua barulah berkurang, dan mungkin akhirnya
selesai ketika anak-anak sudah dewasa dan sudah membentuk keluarga sendiri. Pada
saat itu orang tua sebaiknya bersikap sebagai teman namun tetap peduli akan kebebasan
20
Hak dan kewajiban untuk mendidik anak merupakan kelanjutan dan
konsekuensi dari hak dan kewajiban untuk melahirkan, mengasuh dan mendidik
anak-anak mereka, dan tidak ada seorang pun yang boleh mengingkari hak dan kewajiban itu
( Dewan karya Pastoral KAS, 2007). Para orang tua bertanggung jawab atas pendidikan
anaknya baik dalam hal moral maupun iman. Para orang tua harus menganggap
anak-anak mereka sebagai sesuatu yang dipercayakan Allah kepada mereka untuk dididik.
Mereka dididik agar mereka takut dan kasih akan Allah (White, 1981:22).
3) Berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat
Di tengah keluarga orang tua mengajarkan kepada anak-anak untuk membangun
dialog, sharing dan memberikan pelayanan kepada anak-anak. Setelah mereka dewasa
mereka akan membawa segala sesuatu yang mereka dapat dalam keluarga ditengah
hidup bermasyarakat. Dengan melihat keadaan masyarakat sekarang dimana banyak
keluarga miskin dan membutuhkan maka kita dapatlah mempraktekkan dengan
keramahan dan perhatian pada mereka yang menderita.
Keluarga dan masyarakat hendaknya mempunyai hubungan yang saling
mendukung satu dengan yang lain. Dukungan itu dalam bentuk pelayanan dan
perhatiaan bagi orang yang miskin dan menderita.
4) Berpartisipasi dalam hidup dan misi gereja
Keluarga sebagai Gereja mini artinya keluarga merupakan gambaran yang asli
tentang Gereja. Maka keluarga menjadi komunitas yang percaya dan menjadi
komunitas dalam dialog dengan Tuhan dan komunitas dalam pelayanan kepada umat.
Peranan keluarga dalam mewartakan rencana Allah dimulai dari saat persiapan
21
hanya mengkomunikasikan iman kepada anak-anak tetapi juga kepada seluruh umat
yang lain. Peranaan keluarga sebagai pendidik tetap berlanjut, meskipun anak-anak
menginjak dewasa.
Para orang tua mempunyai tanggung jawab yang khas yaitu mendidik
anak-anak di dalam doa. Berdoa bersama dalam keluarga adalah pengalaman yang tak pernah
hilang sampai kapan pun. Pengalaman berdoa bersama dengan keluarga akan menjadi
suatu kebiasaan yang baik bagi anak. Pada setiap hari minggu anak sebaiknya selalu
diajak ke gereja untuk memperkenalkan tahap demi tahap dalam liturgi dan mendengar
sabda Tuhan.
Gereja mempunyai misi untuk membawa semua manusia agar menerima sabda
Tuhan dan melaksanakannya. Sebagai keluarga kristiani ikut pula melayani dan
membawa mereka kepada Tuhan. Berkat cinta Allah dalam keluarga maka nampak
dengan jelaslah cinta kasih dalam keluarga. Cinta kita sebagai murid Yesus hendaknya
meluas ke luar lingkup saudara dan saudari seiman dan kita dapat menemukan
wajah-wajah Kristus dalam diri setiap orang yang kita layani.
d. Komunikasi dalam keluarga
Hidup bersama selalu menyangkut komunikasi. Tanpa komunikasi, dialog yang
jujur, terbuka baik verbal dan non-verrbal sulitlah bagi kita untuk memahami keluarga
sebagai suatu komunitas antarpribadi (FC 18). Dengan komunikasi yang jujur dan
terbuka, setiap anggota dapat mengungkapkan pikirannya mengenai apa yang dialami
di dalam keluarga tanpa harus merasa takut karena mereka sadar bahwa mereka saling
menerima dan mencintai.
Dalam komunikasi seseorang saling membuka diri yaitu mampu berbicara
22
pasangannya. Komunikasi yang baik dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan relasi
pribadi di dalam perkawinan.
Jika komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan lancar maka problema
keluarga dapat diselesaikan secara kekeluargaan namun jika komunikasi mengalami
hambatan maka persoalan itu tidak dapat dipecahkan secara bersama. Komunikasi yang
baik dapat memperdalam relasi cinta kasih di antara anggota. Tanpa komunikasi yang
baik relasi cinta kasih dan keutuhan keluarga akan mudah pecah.
Komunikasi selalu mengandalkan masing-masing pihak agar mampu
mendengarkan. Mendengarkan adalah menaruh perhatian pada kebutuhan dasar setiap
anggota keluarga. Dalam keluarga sangat dibutuhkan sekali pengertian, cinta,
kepercayaan dan penerimaan apa adanya. Dengan komunikasi inilah masalah-masalah
yang dialami oleh keluarga dapat disharingkan dan mencari jalan pemecahannya.
e. Ekonomi keluarga
Keluarga mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan kesejahteraan
ekonomi hidup keluarga. Adapun kebutuhan yang harus dipenuhi itu adalah seperti
sandang, pangan dan perumahan. Peranan keluarga sebagai objek ekomomi haruslah
diubah menjadi subjek ekonomi, agar keluarga menjadi aktif, dinamis, antusias
terhadap modernisasi, maju berkembang untuk meningkatkan standar hidupnya
(Hardiwiratno, 1994:19).
Keluarga hendaknya menyadari betapa pentingnya aspek finansial ini bagi
kesejahteraan keluarganya. Merekalah yang bertanggungjawab mencari pendapatan
tetap bagi keluarganya. Keluarga-keluarga kristiani juga perlu menghindari pola hidup
23
Pengeluaran harus disesuaikan dengan penghasilan. Budaya utang sedapat
mungkin dihindari dan utamakan pendidikan bagi anak-anak dan jaminan masa tua.
Selain kebutuhan yang rutin seperti makan, rumah, trasnport, masih ada kebutuhan
yang mendadak di luar rencana tetapi harus dipenuhi juga seperti kalau kecelakaan, dan
ada urusan keluarga. Semua itu membutuhkan uang untuk membiayainya. Idealnya
setiap keluarga mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat membiayai
semua kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataannya, keadaan itu sulit dicapai,
karena kebutuhan berkembang dengan pesat sehingga berapa pun besarnya penghasilan
akan selalu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.
Yang menjadi pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap keluarga
adalah bagaimana dengan penghasilan yang ada dapat mencukupi segala kebutuhan
keluarga. Penghasilan menjadi masalah karena selalu kurang dan pengeluaran selalu
menjadi masalah karena selalu bertambah. Untuk mengatasi hal ini tidak hanya dengan
menambah penghasilan dan mengurangi pengeluargan.
Gilarso, (1996;137-138) menyatakan besar kecilnya penghasilan itu sangat
relatif dan tidak bisa dipakai sebagai ukuran ekonomi yang mutlak, karena dapat
terjadi penghasilan besar tetapi masih juga ada hutang. Oleh karena itu yang menjadi
ukuran dalam mengatur ekonomi keluarga adalah:
1) Mampu mengatur pengeluaran sesuai dengan keadaan keuangan yang ada dan
rencana yang telah disusun.
2) Mampu mengadakan pilihan atau seleksi atas kebutuhan-kebutuhan, mana yang
betul-betul dibutuhkan saat ini maupun saat mendatang, mana yang tidak atau
kurang perlu.
3) Mampu mengadakan tabungan untuk merealisasikan keinginan serta
24
4) Mampu mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjebak hutang atau
pun membeli secara kredit.
Meskipun kesejahteraan duniawi itu bukan tujuan terakhir hidup manusia,
namun bagaimana pun kesejahteraan itu tetap penting agar seluruh anggota keluarga
dapat hidup layak, pantas sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.
f. Seksualitas dalam hidup pekawinan
Seksualitas adalah salah satu komponen yang fundamental dalam kepribadiaan
manusia, sebagai suatu cara berada, cara memanifestasikan, cara mengkomunikasikan
diri kepada yang lain serta cara merasakan, mengekpresikan dan menghidupi cinta
manusiawi.
Dalam Gereja Katolik, seksualitas dan hubungan seksual dalam hidup
berkeluarga penting bahkan dalam arti tertentu menjadikan sah sebuah perkawinan.
Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang mendahului (antecedens) perkawinan dan bersifat tetap (perpetua) entah dari pihak laki-laki entah dari pihak perempuan, entah bersifat mutlak entah relatif, menyebabkan perkawinan tidak sah menurut kodratnya sendiri (Kan 1084.1)
Dalam kanon ini orang yang mengalami impoten tetap sebelum perkawinan
sehingga tidak mungkin mengadakan hubungan seksual tidak akan bisa menikah sah.
Secara teologis ikatan perkawinan antara pria dan wanita itu melambangkan dan
menghadirkan ikatan perjanjian antara Kristus dan gerejaNya (Efesus 5:22-33). Hal ini
ditegaskan lagi bahwa suami seharusnya mencintai istri sama seperti Yesus mencintai
GerejaNya (Efesus 5:25)
Persatuan suami istri adalah persatuan yang utuh jiwa dan badan. Persatuan
badan itu tampak dalam hubungan seksual, maka hubungan seksual itu menjadi bagian
25
sumber rahmat dan keselamatan. Hubungan seks bukanlah hubungan yang kotor tetapi
hubungan yang suci dan terberkati karena disitulah manusia bekerja dengan Tuhan
dalam meneruskan karya penciptaan manusia baru. Hubungan seks ini perlu disyukuri
karena bertujuan untuk kehidupan, kasih dan kebahagiaan keluarga.
Hubungan seks secara alami yang terarah pada penerusan keturunan memiliki
makna yang mendalam yakni manusia ikut serta dalam karya Allah, sebagai tanda dan
sarana keselamatan dimana manusia menjadi kudus dalam persetubuhan itu. Hubungan
seks yang bermakna prokreatif memang wajar dan logis sebab Allah mengehendaki
demikian. Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukanlah itu
(Kejadian 1:28). Dengan keterbukaan ini maka hubungan seksual tidak harus
menghasilkan anak. Orang mandul tetap bisa melangsungkan perkawinan yang sah dan
bisa berhubungan seksual meskipun tidak akan punya anak. Orang yang telah difonis
mandul dan menikah secara sah tidak bisa semaunya berpisah dengan pasangannya
karena alasan keturunan. Pernikahan yang telah dilangsungkan ini adalah sakral dan
diberkati oleh Tuhan
2. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga a. Pendidikan iman
1) Pengertian Pendidikan Iman Kristiani
Iman adalah jawaban manusia atas panggilan Allah dalam Yesus Kristus, yaitu
Yesus yang kita kenal melalui pewartaan. Agar manusia dapat menjawab panggilanNya
diperlukan rahmat dari Allah dan kemauan bebas dari manusia. Panggilan Allah sampai
kepada kita dalam Yesus yang diwartakan oleh karena itu orang hanya bisa menjawab
26
mendahului jawaban bebas manusia sebab iman bukan hasil usaha manusia tetapi
pemberian Allah (Ef 2:8).
GE ( Gravissimum Educationis art 3) menjelaskan bahwa orang tua sebagai
penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak.
Orang tua yang telah dicurahi rahmat sakramen perkawinan mempunyai kewajiban
untuk mendidik anaknya sejak dini secara katolik. Mendidik secara katolik berarti
memperkenalkan Allah kepada anak-anak, baik tentang pribadi Allah maupun
bagaimana seharusnya anak berbakti kepada Allah yang telah orang tua terima lewat
pembaptisan. Pendidikan iman bagi anak ini salah satu upaya untuk mencapai
kedewasaan imannya yang ada dalam diri anak setelah menerima pembaptisan.
Pendidikan iman berarti awal hubungan anak dengan Allah dan mereka
mempunyai anggapan bahwa Allah adalah orang tua mereka. Hendaknya orang tua
memperkenalkan gambaran Allah yang baik melalui teladan hidup orang tua yang
ditunjukkan pada anak-anak dengan menyayangi mereka dengan penuh kasih yang
tanpa batas. Dalam Catechesi Tradendae artikel 68 ditegaskan bahwa sejak usia dini
para anggota keluarga perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman.
Pendidikan iman anak merupakan suatu bagian yang paling penting dari rencana
Allah untuk menunjukkan kuasa kekristenan. Suatu tanggung jawab yang khidmat
terletak diatas bahu para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka sedemikian rupa
sehingga bila mana mereka terjun ke dalam dunia ini, mereka akan berbuat yang baik
dan bukan yang jahat kepada orang-orang yang bergaul dengan mereka (White, 1981:
20).
Dalam pendidikan iman bagi anak orang tua tidak semata-mata menunjukan jati
diri Allah namun perlu kita ingat bahwa iman harus kita wujudkan dengan perayaan
27
dengan kesetiaannya untuk berdoa dan beribadah bersama keluarga. Rutinitas ini
nantinya akan menjadi sebuah kerinduan keluarga untuk berjumpa dengan Allah
melalui perayaan iman.
Iman merupakan tanggapan manusia terhadap sabda Allah. Sabda Allah
merupakan suatu fakta keselamatan yang memiliki sifat hubungan antar pribadi maka
manusia memberikan tanggapan dengan memutuskan sikap yang tepat dalam
keseluruhan rencana keselamatan Allah. Menurut Adisusanto, 2000: 15) adapun yang
menjadi aspek iman itu adalah:
a. Sabda Allah adalah sabda yang menuntut jawaban dari manusia
b. Iman merupakan jawaban pribadi menyeluruh dari manusia kepada Allah
c. Iman merupakan anugerah dan rahmat
d. Dalam struktur iman ditemukan komponen-komponen yang saling melengkapi
Dengan melihat aspek-aspek iman tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan iman merupakan usaha pertolongan manusia yang dapat memperlancar,
membantu, proses muncul dan berkembangnya sikap iman dengan campur tangan Allah
dan terikat pada rahmat Allah. Pendidikan iman bukan merupakan campur tangan
langsung pendidik atas iman, tetapi usaha dari luar untuk membantu dan mempermudah
perkembangan iman. Pendidikan iman merupakan tindakan yang langsung dari Allah
atas manusia dan manusia bebas memberikan jawaban atas ajakan Allah ini. Maka iman
dan perkembanganya adalah anugerah dari Allah untuk manusia.
Iman dan perkembangannya memang merupakan rahmat dari Allah kepada
manusia. Allah menyesuaikan kurniaNya dengan kemampuan yang telah Ia siapkan
dalam diri manusia, maka perkembangan hidup beriman tidak pernah lepas dari
perkembanagn manusia artinya kedewasaan kristiani tidak pernah terpisah dari
28
Katekese sebagai pendidikan iman tidak boleh berhenti pada aspek tertentu
tetapi perlu memperluas jangkauan sampai pada kepekaan sikap iman sebagai jawaban
pribadi dan menyeluruh atas panggilan hidup kristiani, yakni mengarahkan diri pada
Kristus dan mengikuti-Nya.
Dalam tugasnya katekese berhadapan bukan hanya dengan iman sebagai suatu
realitas yang menyeluruh tetapi terutama dinamika perkembangan dan pendalaman
iman yang terjadi dalam komunitas dan dalam diri orang yang beriman (Adisusanto,
2000:6). Maka, perlu mengamati dinamika perkembangan dan pendalaman iman dalam
usaha untuk mengerti makna pendidikan iman. Pengamatan ini bisa dilakukan dari dua
segi: segi teologis dan segi antropologis.
Dari segi teologis dinamika iman digambarkan sebagai suatu proses yang
bertitiktolak dari pertobatan dan berkembang dalam suatu gerak pemekaran menuju
kepenuhan eskatologis. Yang menjadi titik tolak dan jiwa setiap perkembangan iman
adalah pertobatan yang merupakan suatu tindakan menanggalkan mentalitas dan sikap
hidup yang baru. Kehidupan beriman perlu menjadi dewasa melalui dinamika
perkembangan dan kematangan iman baik sebagai pribadi maupun komunitas. Hal ini
semakin dipertegas dalam Kitab Suci dari Injil Matius 13:23 yang mengatakan: “Yang
ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan
karena itu ia berubah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada
yang tiga puluh kali lipat”.
Perkembangan kehidupan beriman mengandaikan juga perkembangan iman
bagi umat, perlu juga perkembangan pengertian umat akan Allah, akan Tuhan dan
penyelamat Yesus Kristus. Tujuan yang ingin dicapai oleh perkembangan kehidupan
29
Dari segi antropologis analisa dinamika iman bisa dilaksanakan dengan
mengacu pada pengertian tentang sikap. Sikap dapat dimengerti sebagai cara berada
seseorang yang menunjukan tata penilaiannya, perasaan dan kecenderungan putusan
serta tindakan yang diambilnya dalam menghadapi situasi hidupnya. Perkembangan
iman seseorang bisa diikuti dengan mengacu pada sikap imannya. Sikap seseorang
mempunyai fungsi yang pokok dalam menentukan tingkah laku seseorang. Tindakan
mempunyai tiga komponen sikap yaitu pengertian, afeksi dan perilaku (Adisusanto,
2000:7-9).
2) Tujuan Pendidikan Iman
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama diungkapkan bahwa makna “pendidikan
iman adalah usaha membantu orang muda mencapai kebijaksanaan dengan memiliki
pengalaman dan pengetahuan; menambah ilmu bagi orang bijak; memberi bahan
pertimbangan bagi kepada orang yang berpengertian, yang didasari oleh rasa takut akan
Tuhan”(Ams 1:4,5,7). Pendidikan iman ini dilakukan oleh orang yang dewasa kepada
yang belum dewasa.
Pendidikan iman bertujuan membantu orang agar iman mereka makin
mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup mengereja dan
masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Pendidikan iman ini salah
satu usaha membantu anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam hal
kepribadian sekaligus dewasa dalam iman. Anak dewasa di dalam iman ditandai sikap
takut akan Allah, percaya dan menyerahkan hidup seutuhnya pada penyelenggaraan
ilahi. Dalam setiap pengalamanya selalu direfleksikan sehingga menemukan makna
30
3) Lingkup pendidikan iman a) Keluarga
Di dalam keluarga pendidikan iman diberikan oleh orang tua sebagai orang
yang dianggap dewasa dalam hal iman kepada anak yang belum mengenal iman yang
benar.
Pada Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja menegaskan
sebagai berikut:
Dalam tugas itu nampak sangat berharga status kehidupan yang dikuduskan dengan sakramen khusus, yakni hidup perkawinan dan berkeluarga. Di situ terdapat latihan dan pendidikan yang sangat baik bagi kerasulan awam, bila agama kristiani memasuki dan makin mengubah seluruh tata–susunan kehidupan. Disitu suami–isteri mempunyai panggilan mereka sendiri, yakni memberi kesaksian iman dan cinta akan Kristus seorang terhadap yang lain, dan kepada anak-anak mereka (LG,art.35).
Pendidikan iman anak merupakan wujud keterlibatan orang tua dalam
meneruskan tugas kenabian Yesus Kristus. Dalam hidup perkawinan dan berkeluarga
mempunyai konsekuensi yaitu memberikan kesaksian iman dan cinta akan Kristus
kepada orang lain dan kepada anak-anaknya.
Dalam konsili Vatikan II diuraikan tujuan Pendidikan iman anak sebagai
berikut:
31
Pendidikan itu tidak hanya memberikan pengetahuan yang baru tetapi lebih
memperkembangkan iman sehingga seseorang itu mampu bersujud kepada Allah dan
beriman kepadanya. Mereka yang dibina juga mampu mengahayati hidupnya dan
mencapai kedewasaan penuh.
Pendidikan iman juga dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan orang tua
katolik, sebagai bagian dari Gereja, dalam karya pewartaan Gereja sebagai anggota
Gereja yang dianggap dewasa dalam iman. Sebagai orang tua bertugas membantu dan
mengajak ankanya untuk terlibat dalam lingkup Gereja dan masyarakat baik sebagai
pribadi maupun kelompok.
b)Gereja
Tugas Gereja sebagai pendidik iman terealisasi melalui katekese. Katekese
menjadi sarana pendidikan iman. Katekese merupakan salah satu bentuk pewartaan
Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka makn mendalam
dan agar mereka makin terlibat dalam hidup mengereja dan masyarakat, baik sebagai
pribadi maupun sebagai kelompok (Adisusanto, 2000:1)
Pada Ams 1:1-7 diungkapkan pula tujuan pendidikan iman secara lebih luas:
Pendidikan iman bertujuan membantu mengetahui hikmat dan didikan, mengerti kata-kata yang bermakna, menjadi pandai, benar, adil dan jujur, memberi kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman dan berpengetahuan, membantu orang muda mencapai kebijaksanaan dengan berpengetahuan, menambah ilmu bagi orang bijak, memberikan pertimbangan kepada orang yang berpengertian, yang didasari oleh rasa takut akan Tuhan (Ams 1:1-7)
Dengan pendidikan iman yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya di
dalam keluarga bertujuan membantu anak untuk menjadi sosok seorang manusia yang
32
c) Sekolah
Pendidikan iman anak terutama menjadi tugas dan kewajiban orang tua. Dalam
rangka menjalankan tugas ini orang tua menghendaki agar di sekolah diberikan
pelajaran agama bagi anak-anak mereka. Pewartaan iman Kristiani menjadi pendorong
pentingnya pelajaran agama di sekolah sebagai tempat pendidikan iman anak agar
memiliki dan hidup berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
PAK di sekolah tidak berarti mengalihkan tanggung jawab orang tua kepada
guru agama karena pendidikan pertama dan utama termasuk pendidikan iman tetap
pada orang tua. Karena itu masih perlu latihan-latihan yang menjadi kebiasaan agama
Katolik dalam keluarga misalnya dengan membuat tanda salib sebelum dan sesudah
makan, berdoa sebelum dan sesudah bangun tidur bahkan di sekolah pun diharapkan
masih ada pendalaman iman sebagai pelajaran kurikuler maupun ekstrakurikuler.
PAK adalah pelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu menggumuli
pengalaman hidupnya dan mampu menjadi manusia yang beriman. Sekolah merupakan
salah satu komunitas iman yang menunjang dan melengkapi pendidikan iman dalam
keluarga. Melalui pelajaran agama di sekolah anak diajarkan bagaimana berdoa,
mengenal serta meneladan tokoh-tokoh suci dalam Gereja dan mendorong siswa untuk
aktif di Gereja. PAK tidak hanya terbatas pada pemberian informasi namun mendorong
anak untuk mampu beriman dan menghayati imannya lewat teman-teman yang mereka
jumpai disekolah.
b. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga
1) Tujuan Pendidikan Iman Anak dalam keluarga
Menjadi orang tua memang bukan pekerjaan mudah, namun penuh dengan
33
dan dewasa merupakan pengalaman yang sangat berarti dalam hidup orang tua. Untuk
menjadi orang tua yang berhasil dalam mendampingi dan mendidik anaknya haruslah
banyak belajar. Dengan mendidik secara langsung anak-anaknya orang tua bisa melihat
kekuatan dan kelemahan diri anak-anaknya.
Peranan keluarga sangat besar untuk perkembangan iman anak karena keluarga
adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Tanpa pendidikan, mustahil
iman dapat berkembang. Sebagai orang tua yang memiliki peranan utama akan
perkembangan iman anaknya maka orang tua hendaknya selalu memantau pergaulan
dan kehidupan anaknya. Orang tua harus peka dengan permasalahan yang dialami oleh
anaknya.
Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman
anak. Keluarga dapat menjadi lahan subur bagi perkembangan iman mereka, kalau
keluarga dapat menciptakan komunio yang saling menciptakan cinta kasih dengan
sesama anggota keluarganya. Hal itu akan tercipta apabila di tengah keluarga saling
berdialog secara terbuka, mau menerima apa adanya, memperhatikan, memaafkan,
menolong dan mendoakan satu sama lain (Hardiwiratno,1994: 85)
Keluarga yang mampu menciptakan komunio di tengah anggota keluarganya
maka, keluarga ini menjadi tempat relasi cinta kasih dan iman anak Yesus Kristus
menjadi dasar hidupnya, sehingga iman anak kemungkinan besar dapat berkembang
dengan baik. Orang tua menjadi guru dan ibu yang memperhatikan
pertumbuhkembangan dan memelihara iman putra-putrinya.
Keluarga sebagai Gereja menjadi sebuah sekolah yang mengikuti Yesus. Orang
tualah yang pertama kali memperkenalkan Allah dan dipanggil untuk ambil bagian
34
Komuni Pertama. Dengan dukungan peranan kesaksian iman keluarga maka
perkembangan iman anak akan menjadi lebih baik.
Orientasi pendidikan iman dalam keluarga pertama-tama bertujuan agar anak
yang dipermandikan, perlahan-lahan, tahap demi tahap, sesuai dengan perkembangan
umur akan dibawa pada misteri penyelamatan Allah supaya menyadari anugerah iman
dan dapat mewujudkan imannya dalam sikap dan perbuatan dalam hidup sehari-hari
ditengah keluarga maupun di masyarakat (Hardiwiranto, 1994: 87) .
2) Metode Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga
Untuk mendidik iman anak dengan baik banyak metode yang digunakan.
Dalam (Narramore, 1961: 3-31) adapun metode yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
a) Menciptakan hubungan yang baik dengan anak
Menciptakan hubungan yang baik antara orang tua dan anak sangat penting.
Seorang anak biasanya menganggap orang tua sebagai tanda kehadiran Tuhan dan
teladan yang sangat penting bagi hidupnya. Apabila ia mempunyai orang tua yang
penuh kasih, maka ia akan menganggap Allah adalah Allah yang penuh kasih pula.
Hubungan yang baik dapat pula diciptakan dengan memberikan dorongan
kepada anak untuk berbicara. Jika seorang anak merasa bebas untuk berbicara maka ia
dengan bebas akan bertanya dengan orang tuanya mengenai pengalaman maupun
bertanya mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya (Narramore, 1961: 7-12). Dengan