• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Pendidikan Iman dalam Keluarga

B. Prestasi PAK Di SMU 1.Prestasi Belajar

2) Fase pubertas sampai dewasa

Tahap ini ditandai dengan gejala ketidakmantapan perasaan: mulai suka melamun, malas, menyendiri, bergumul dengan dirinya sendiri untuk menemukan harkat dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Pada anak perempuan menjelang menstruasi perlu diberi penjelasan agar dapat menerima dirinya termasuk

proses-46

proses yang terjadi dalam tubuhnya. Bila tidak diberi penjelasan pada menstruasi yang pertama biasanya akan menjadi beban berat bagi anak.

Pada anak laki-laki, bimbingan dan pengarahan harus benar-benar dilakukan. Pengalaman seksual pada anak laki-laki biasanya cenderung ke arah menyenangkan dan mengairahkan. Hal ini disebabkan karena cara hidupnya yang terarah ke luar (Gilarso,1996;21)

Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk Allah yang secitra denganNya. Dalam Kejadian 1:27-28 dikatakan bahwa:

”Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka, ”beranak cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan diaut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”

Ini berarti bahwa adanya pria dan wanita, adanya dua jenis kelamin dengan dengan segala daya tarik antara keduanya. Dengan kata lain adanya seksualitas manusia, juga adanya hubungan seks dan akibatnya yaitu mempunyai keturunan itu berasal dari Allah. Diberkatinya dan dimaksudkan untuk kebahagiaan manusia.

Manusia mendapatkan tempat yang istinewa, manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Sebagai citra Allah manusia mampu disapa oleh Allah dan mencintai sang pencipta. Dengan demikian manusia mampu berhubungan dengan Allah. Hal ini mempunyai konsekuensi dalam sikap manusia terhadap sesamanya. Manusia dipanggil untuk menghargai sesamanya, karena sama-sama secitra dengan Allah.

Sementara itu sebagai citra Allah, manusia diberi kuasa atas ciptaan-ciptaan lain. Kuasa ini tidak berati bahwa kekuasaan sewenang-wenang, tetapi kekuasaan sebagai wakil Allah untuk mengatur kehidupan alam ciptaan. Oleh karena itu, tugas ini

47

harus diartikan sebagai kuasa untuk menjaga dan menjamin kehidupan dan kelestarian alam, sebagaimana Allah sendiri menghendaki agar ciptaanNya tetap hidup. Sebagai mahluk yang secitra dengan Allah dan memiliki akal budi segala tindakan manusia hendaknya dapat seleras dengan kehendak Allah dan mampu menjaga kemurnian hidupnya di hadapan Allah.

Pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi sebagai teman hidup dan menempuh jalan hidup bersama. Antara pria dan wanita memiliki harkat, derajat, dan martabat yang sama sebagaimana yang dimaksudkan Allah. Namun, kenyataan sekarang kedudukan wanita kerap kali di bawah pria ini bukan maksud dan rencana Allah tetapi ini akibat dari dosa manusia sendiri. Namun Allah telah menjanjikan seorang penyelamat yang akan mengalahkan dosa dan memulihkan kembali sebagaimana yang dimaksudkan oleh Allah.

Sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna yang memilki hati nurani dan kehendak yang bebas maka dalam setiap tindakannya didasari rasa tanggung jawab. Hati nurani adalah pedoman atau guru dari dalam yang memberitahu kepada kita, mana yang harus dilakukan, menuntut kita untuk berbuata baik dan menjauhi yang buruk, menilai perbuatan kita sebelum dan sesudah berbuat (Gilarso,1996: 30). Dengan hati nurani kalau kita berbuat baik maka hati kita tenteram. Suara hati juga dapat keliru menganggap baik yang sebenarnya buruk atau sebaliknya maka manusia juga diajarkan agar lebih peka dalam mendengarkan suara hatinya sebelum melakukan suatu tindakan agar mampu mempertanggung jawabannya di hadapan sesama maupun di hadapan Tuhan.

Dalam Kitab Suci, hati nurani sering digunakan khususnya pada Perjanjian baru. Hati nurani adalah saksi dari perbuatan kita yang tak pernah hancur. Hati nurani juga dipandang sebagai anugerah Tuhan bagi seluruh umat manusia. Menurut Chang,

48

hati nurani adalah tenaga batiniah yang mendorong manusia untuk menerima ajaran Kristus dan memeliharanya supaya tak bernoda (Chang, 2001: 128)

Ada tiga pandangan dasar mengenai hakikat hati nurani yakni dalam permenungan teologis, teologi skolastik, dan menurut Haring (Chang, 2001: 131-133).

Pertama, dalam pandangan teologis pada umumnya yang dimaksud hati nurani adalah keputusan konkret melalui penalaran praksis, berkat pengaruh kekuatan dalam hati nurani yang menyangkut kebaikan moral dalam tindakan tertentu.

Hati nurani membisikkan apa yang harus dilakukan oleh manusia. Tindakan-tindakan manusia akan mempengaruhi keadaanya hidupnya. Jika manusia bertindak tidak sesuai dengan hati nuraninya secara otomatis manusia itu melakukan perbuatan yang menyimpang dari hati nurani. Maka, hati nurani dipandang sebagai keputusan moral yang mengingatkan kepada manusia akan tugas dan kewajiban moral yang perlu dilaksanakan (Chang, 2001: 131)

Kedua, teologis skolastik melukiskan hati nurani sebagai kesanggupan atau kecakapan moral. Kecakapan moral adalah tempat suci yang terdalam dari manusia sehingga manusia mampu mengenal bahwa dirinya berhadapan dengan Tuhan sebagai pencipta dan hidup bersama dengan sesamanya.

Hati nurani adalah pusat terdalam pribadi yang tertuju pada Tuhan yang memelihara manusia. Di dalam hati nuranilah tempat di mana Tuhan bersemayam sehingga segala keputusan yang didasarkan pada hati nurani atas kesadaran penuh dan atas nama Tuhan (Chang, 2001: 131)

Ketiga, B. Haring mengemukan pandangan yang menyeluruh mengenai hati nurani. Hati nurani tidak hanya dipandang sebagai suatu kecakapan di dalam kehendak tetapi dilukiskan sebagai tenaga dalam diri manusia. Hati nurani yang berkembang secara holistik ini mampu memberikan pandangan atau tanggapan yang benar dan

49

sesuai dalam kehidupannya. Maka, hati nurani merupakan kepribadian yang utuh dan tak terpisahkan dari kehadiran sang pencipta (Chang, 2001;132)

Menurut B. Haring (dalam Chang, 2001) mengatakan hati nurani yang sehat jika seluruh pribadi manusia baik perasaan, akal budi, maupun kehendak dapat berfungsi sesuai dengan kepribadi yang baik dalam diri manusia. Dengan hati nurani yang sehatlah akan tercipta pribadi yang sehat yang berpengaruh pada perbuatan, pikiran, dan kehendak yang sehat. Dalam lubuk hati diri seseorang itulah Tuhan hadir dan menyentuh serta menuntun diri seseorang pada kebenaran.

Tidak menutup kemungkinan bahwa hati nurani bisa menipu diri kita dalam menjalani hidup dan menjaga iman kita. Manusia yang beriman pun dapat salah dalam mengambil suatu keputusan. Kesalahan ini bisa terjadi karena kekeliruan dan kurangnya pengetahuan mengenai sesuatu. Namun, manusia harus mengikuti hati nuraninya karena hati nurani merupakan keputusan terakhir dan terbaik seseorang sebagai pilihan yang seharusnya diambil seseorang. Seseorang yang melanggar hati nuraninya dapat dikatakan orang itu salah dan akan menerima akibat dari kesalahanya itu. Tuhan selalu memberikan yang terbaik dan terbenar kepada manusia melalui hati nurani manusia. Di lubuk hati yang paling dalam inilah tersimpan hati nurani yang membuat diri seseorang bisa merasakan perasaan tenang dan bimbang sebelum dan setelah menentukan keputusan. Di dalam hati nurani manusia bisa mempertimbangkan apakah keputusan ini benar atau salah karena Tuhan hadir dalam hati seseorang.

Dalam GS art 16 dikatakan bahwa tidak jarang terjadi hati nurani tersesat karena terbatasnya kemampuan seseorang.

”Akan tetapi tidaklah jarang terjadi bahwa hati nurani tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi, tanpa kehilangan martabatnya. Tetapi itu tidak dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninnya lambat laun hampir menjadi buta”(GS art 16)

50

Sebelum hati nurani ini menjadi buta atau tidak peka lagi tiap manusia wajib menghindari kesalahan-kesalahan dalam menentukan sebuah keputusan. Maka, sedapat mungkin seseorang memiliki pengetahuan mengenai permasalahan itu dan mengolah semuanya itu melalui pemikiran yang jernih dan secara sadar sehingga apa yang menjadi keputusannya tidak bertentangan dengan hati nurani. Hati nurani yang selalu dibiarkan keliru lambat laun akan menjadi buta dan selalu mengambil keputusan yang salah. Dalam perjalanan hidup sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari kesalahan. Hati nurani juga bisa mengalami kebimbangan dan kekacauan apabila berada dalam ketidakpastian mengambil keputusan.

Maka, sangat penting memupuk hati nurani yang teguh dan pasti bagi seseorang yang sedang dilanda kebimbangan dan kekacauan. Jika sesorang bertindak atas dasar hati nurani yang bimbang dan kacau, maka seseorang akan mengalami ketidakpuasan akan keputusannya. Manusia yang bertindak tidak sesuai dengan hati nurani yang benar akan mendapat sangsi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tanggung jawab itu harus dipikul oleh seseorang yang melakukannya.

Kebebasan adalah sepatah kata makna yang dapat disoroti dari berbagai sudut (filosofis, teologis dan biblis). Kebebasan manusia terkait dengan tatanan nilai-nilai normatif yang diandaikan oleh manusia pada saat menggunakan kebebasan (Chang, 2001: 57). Perwujudan kebebasan dalam hubungan dengan batas itu memungkinkan manusia untuk menemukan arti kebebasan yang sesungguhnya. Kebebasan ini akan mengantar pada sebuah kesadaran dalam mengambil keputusan tanpa tekanan dari luar. Rasul Paulus, menekankan bahwa kebebasan manusia adalah buah pembebasan manusia secara ilahi (Rom 8:21; Gal 5:13). Paulus mempertimbangkan kebebasan dari sudut pandang individual dan karya penyelamatan umat manusia. Kebebasan ini

51

dikaitkan dengan proses pembebasan manusia secara rohani yang melibatkan kehadiran dan campur tangan Allah dan dipandang sebagai anugerah Allah.

Dalam tradisi Yunani kebebasan diartikan secara individualistis, kebebasan diuraikan menurut model bebas memilih (Kieser, 1987: 133). Kieser mengungkapkan pula bahwa dalam tindakananya manusia adalah otonom artinya tidak terikat pada rangsangan dari luar. Walaupun manusia itu mampu memilih dan memperlakukan objek-objek sekehendaknya namun dalam mengambil suatu keputusan diharapkan menurut suatu patokan sesuai dengan hukum kodrat (Kieser, 1987: 133) maka, manusia tidak seluruhnya otonom melainkan sebagai mahluk yang tergantung kepada Tuhan. Untuk mengatur kebebasan itu dalam sebuah negara maka diciptakan norma hukum. Dalam pengertian dasariah, kata norma berati pegangan atau pedoman, aturan, tolak ukur (Chang, 2001: 83). Kebenaran norma ini harus dapat dipahami akal sehat dan sesuai dengan cara berada manusia, struktur hakiki manusia dan apa yang dikehendaki oleh Tuhan Pencipta. Norma moral tidak dipandang sebagai pembatasan dan penghalang kebebasan manusiawi secara sepihak. Namun, norma dipandang sebagai aturan bagi umat manusia agar berindak sesuai dengan norma moral itu. Norma itu berusaha untuk melindungi, mempertahankan nilai-nilai kemanusian, dan membantu manusia untuk memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya.

Di dalam Gereja pedoman dasar moral menurut Kitab Suci dan ajaran agama adalah Hukum Cinta Kasih. Untuk mewujudkan hukum tersebut kita diberi sejumlah pedoman baik berupa perintah, nasihat maupun larangan yang berasal dari Allah. Perintah, larangan dan nasehat ini secara jelas dapat kita jumpai dalam Sepuluh Perintah Allah yang diungkapkan secara jelas. Pada setiap situasi konkret yang dihadapi manusia selalu memerlukan pemikiran dan tanggung jawab sendiri. Dalam hal ini kita harus berpikir sendiri melalui doa mohon petunjuk Tuhan dan

52

mempertimbangkan masak-masak keputusan yang kita ambil. Maka, untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab dibutuhkan pemikiran yang jernih dan penuh kesadaran. Manusia hendaknya menyadari bahwa apa yang kita lakukan pasti menimbulkan akibat, maka kita harus siap menerima konsekuesi dari tindakan itu. Tindakan yang penuh tanggung jawab adalah tindakan yang didasari keberaniaan dan kesiapan diri.

b.Memahami pribadi Yesus Kristus seperti yang diwartakan oleh Kitab Suci dan diajarkan oleh Gereja dan meneladaninya dalam hidup sehari-hari

Kitab Suci mencatat beberapa sebutan yang digunakan untuk menyebut Yesus. Yesus disebut sebagai mesias, anak Allah dan anak manusia.

1) Kristus

Kristus berati mesias ”yang terurapi”. Mesias bukanlah sebuah nama melainkan sebuah gelar. Nuansa yang terkandung pada gelar Mesias bagi Yesus adalah Dia yang membawa kesejahteraan bagi Israel. Dalam perjanjian lama gelar ini lazimnya diperuntukan bagi raja-raja.

Dalam Perjanjian Baru Yesus disebut Mesias yaitu ketika peristiwa pengakuan Petrus di Kapernaum yakni dalam Markus 8:29: Ia bertanya kepada mereka: Tetapi apa katamu, siapakan aku ini? ”maka jawab Petrus ” Engkau adalah Mesias!

Pada saat pengakuan Petrus itulah kemesiasan Yesus langsung dikaitkan dengan sengsara dan kematianNya. Gelar Mesias ini paling tepat dikenakan pada Yesus saat Dia dalam posisi tidak berdaya di mata banyak orang (Putranto, 2005;8)

53

Dokumen terkait