• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bingkai Berita II Edisi 04 Mei 2019, “Dosen UGM Kritik Polri Soal Penanganan Gerakan Anarko Sindikalis”

BAB V: ANALISIS DATA

B. Teori Kontruksi Realitas Sosial Media Massa Peter L. Berger

2. Bingkai Berita II Edisi 04 Mei 2019, “Dosen UGM Kritik Polri Soal Penanganan Gerakan Anarko Sindikalis”

a. Sintaksis

Tabel 4.5 : Sintaksis Berita II

Struktur Unit Teks Berita

Sintaksis Headline Dosen UGM Kritik Polri Soal

Penanganan Gerakan Anarko

2 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakara: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2011), h.304

56

Sindikalis

Lead Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta AB. Widyanta mengkritik Polri yang berlebihan dalam menangani gerakan Anarko Sindikalis yang ditangkap di Bandung dan kota lainnya.

Latar Informasi

"Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam," ujar Widyanta. Ia

mengatakan, kekerasan dan

pemberangusan terhadap gerakan

Anarko Sindikalis justru

menggambarkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi.

Kutipan “Phobia yang berlebihan. Polisi sangat represif pada peringatan Hari Buruh di Bandung,” kata AB. Widyanta

"Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam," ujar Widyanta

57

"Aksi-aksi perusakan fasilitas umum misalnya bisa saja ditunggangi karena aktor dalam aksi itu jumlahnya banyak," ujar dia.

"Mereka mengusung pemenuhan hak buruh, hak hidup yang layak," ujar dia.

“Gerakan pembebasan buruh menjadi ruh mereka,” kata dia.

“Gerakan ini punya dasar yang sama dengan Marxisme, yakni menentang kapitalisme,” kata aktivis yang minta namanya dirahasiakan itu.

Pernyataan Rencana Polri melibatkan Badan Intelijen Negara atau BIN untuk memantau gerakan Anarko Sindikalis dia pandang sebagai reaksi yang berlebihan.

Widyanta mengatakan, ihwal tuduhan gerakan itu merusak fasilitas umum, polisi seharusnya berhati-hati menyelidikinya dan tidak asal tuding. Dalam kondisi crowded, seharusnya

58

polisi juga memperhatikan kondisi psikologis massa yang sedang melakukan aksi.

Menurut Tito, paham Anarko Sindikalisme merupakan fenomena internasional. Berkembang di Rusia, lalu menyebar ke negara-negara lain di Eropa. Paham ini mulai masuk ke Indonesia beberapa tahun terakhir. Menurut Widyanta Anarko Sindikalis merupakan cabang dari aliran pemikiran anarkisme yang mengkritik ketimpangan kelas. Gerakannya nir-kekerasan, membela serikat buruh, persamaan, dan memperjuangkan keadilan sosial.

Gerakan itu, kata Widyanta melawan

fundamentalisme pasar atau

kapitalisme yang sangat masif di Indonesia. Idenya sama dengan yang diusung Marxisme.

pasca-59

reformasi gerakan ini makin membesar

seiring dengan semakin

berkembangnya serikat buruh di Indonesia. Gerakan ini, kata dia seharusnya diberi ruang dan tidak disingkirkan.

Seorang aktivis yang mengenal seluk beluk Anarkisme menyebutkan Anarko Sindikalis mirip dengan aksi intifada di Palestina, yang menggunakan cadar dan juga mencorat coret tempat umum.

Penutup Gerakan mereka serupa dengan aksi mencoreti jalanan pra kemerdekaan Republik Indonesia. “Gerakan ini punya dasar yang sama dengan

Marxisme, yakni menentang

kapitalisme,” kata aktivis yang minta namanya dirahasiakan itu.

Dari analisis sintaksis, pandangan Tempo.co ditujukan dalam skema atau bagan dalam berita. Judul berita Tempo.co sangat jelas menunjukan kritikan terhadap Polri tentang penanganan kelompok Anarko Sindikalisme, dengan judul “Dosen UGM Kritik Polri Soal Penaganan Gerakan Anarko Sindikalis”. Tempo.co ingin

60

menggambarkan kritikan dari Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada terhadap tindakan kepolisian kepada Anarko Sindikalisme saat Hari Buruh berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia. Selain judul, bagan pemberitaan lain seperti lead, latar informasi, kutipan narasumber dan penutup menjadi petunjuk bahwa gerakan ini bukan semata mata ingin membuat kerusuhan melainkan menentang kapitalisme. Ulasan-ulasan yang diberikan Tempo.co pada pemberitaan ini, mendorong pembaca untuk memahami situasi yang dialami oleh gerakan ini dan menggambarkan betapa krisis demokrasinya dalam Negara ini.

Struktur lead dalam pemberitaan ini menggunakan who lead. Dari lead menunjukan bahwa Tempo.co ingin menggiring pembaca untuk melihat bahwa Polri sangat berlebihan menangani sebuah kelompok aksi massa pada Hari Buruh 2019 di sejumlah kota Indonesia. Hal ini didukung oleh leadnya yang menyoroti kritikan Dosen Sosiologi UGM yakni, “Polri yang berlebihan dalam menangani gerakan Anarko Sindikalis yang ditangkap di Bandung dan kota lainnya”. Tempo.co mengutip Dosen Sosiologi UGM agar pembaca bisa lebih luas dalam melihat suatu gerakan dari sisi lain dan bukan dari sisi pemerintah dalam menjelaskan suatu gerakan yang pasti buruk dinilai oleh Negara karena dinilai mengancam para kapitalis di Negeri ini.

Selanjutnya dalam latar informasi yang ditampilkan Tempo.co merujuk pada pernyataan Widyanta selaku Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam kutipan tersebut AB. Widyanta memberi

61

pernyataan tegas mengenai kekerasan dan pemberangusan terhadap gerakan ini yang mencerminkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi. Tempo.co mengkonstruk pemikiran pembaca untuk memahami sebuah gerakan buruh Internasional ini akibat pemberitaan buruk semua dari media-media mainstream.

Berdasarkan tabel 4.5 kutipan narasumber pada teks berita ini didominasi oleh pernyataan Widyanta selaku Dosen UGM yang menyayangkan sikap yang berlebihan, karena akan berdampak pada munculnya phobia baru. Tempo.co juga menampilkan tujuan utama dari aksi Anarko Sindikalis ini semata-mata bukan untuk merusak berbagai macam fasilitas, melainkan pembebasan gerakan buruh yang jangan selalu dikekang oleh pihak kapitalisme dan buruh mempunyai hidup yang layak.

“Ya jelas, karena itu melanggar hukum kemanusiaan. Posisi kita ini berada bersama korban ketidakadilan, kami bersamanya. Karena, bagaimanapun jika mereka melakukan kesalahan, sebaiknya tidak ditindak seperti itu. Kepolisian ini sepertinya lupa bahwa itu manusia. Contohnya, seperti Luthfi yang membawa bendera itu sempat viral bahkan dibawa ke pengadilan. Itu selalu kita bela, karena jelas itu tidak salah.”3

Pemilihan narasumber yang dilakukan Tempo.co merupakan cara Tempo.co untuk menggiring pemahaman pembaca akan pembahasan yang ingin disampaikan. Hal tersebut terlihat dari

3 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

62

pemilihan narasumber yang concern terhadap gerakan Anarko Sindikalis dengan memilih Widyanta Dosen Sosiologi dari Universitas Ternama di Indonesia yakni UGM yang memiliki reputasi baik di tingkat Universitas. Tempo.co ingin menunjukan dari sisi akademis bahwa Anarko Sindikalis perlu diketahui oleh semua orang atau khalayak dan bukan menjadi sosok yang dikambing hitamkan.

Pemberitaan ini diakhiri dengan pernyataan yang sangat meyakinkan dari Aktivis Anarko, Serupa dengan aksi mencoreti jalanan pra kemerdekaan Republik Indonesia. “Gerakan ini punya dasar yang sama dengan Marxisme, yakni menentang kapitalisme,” kata aktivis yang minta namanya dirahasiakan itu.

b. Skrip

Tabel 4.6 : Skrip Berita II

Struktur Unit Teks Berita

Skrip 5W + 1H

What (Apa yang terjadi)

Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta AB. Widyanta

mengkritik Polri yang berlebihan dalam menangani gerakan Anarko Sindikalis yang ditangkap di Bandung dan kota lainnya.

Who (Siapa yang menjadi

Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

63

narasumber) Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta AB. Widyanta

Where (Dimana keterangan tersebut disampaikan) - When (Kapan keterangan tersebut disampaikan) Jumat, 3 Mei 2019. Why (Mengapa Widyanta mengritik Polri yang berlebihan dalam menangani gerakan Anarko)

Gerakan Anarko Sindikalis mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Polisi mereproduksi gerakan itu seperti yang terjadi pada peristiwa 1965. Phobia terhadap gerakan itu menurutnya seperti menciptakan hantu baru (musuh) yang tidak perlu.

How

(Bagaimana Widyanta melihat

Menurut Widyanta Anarko

Sindikalis merupakan cabang dari aliran pemikiran anarkisme yang mengkritik ketimpangan kelas.

64

gerakan Anarko)

Gerakannya nir-kekerasan,

membela serikat buruh,

persamaan, dan memperjuangkan

keadilan sosial. Mereka

mengusung pemenuhan hak buruh, hak hidup yang layak.

Teks berita diatas tidak memenuhi unsur 5W+1H, unsur where tidak ada dalam pemberitaan ini. Unsur berita ini ditekankan pada who dan why. Tempo.co banyak mengutip pernyataan dari Widyanta selaku akademisi dari UGM sebagai alur berita. Who disini sangat berpengaruh, sebab narasumber yang dipilih merupakan orang yang concern terhadap gerakan-gerakan sosial dalam masyarakat apalagi yang berhubungan dengan gerakan internasional. Pernyataan yang dikemukakan bisa mendorong pikiran pembaca tentang aliran pemikiran anarkisme yang mengkritik ketimpangan kelas dan memperjuangkan keadilan sosial. Sedangkan unsur why, Tempo.co memilih pernyataan-pernyataan yang penting untuk dijabarkan sebagai bagian dari teks berita.

c. Tematik

Tabel 4.7 : Tematik Berita II

Struktur Unit Teks Berita

Tematik Detail Rencana Polri melibatkan Badan Intelijen Negara atau BIN untuk

65

memantau gerakan Anarko Sindikalis dia pandang sebagai reaksi yang berlebihan. “Phobia yang berlebihan. Polisi sangat represif pada peringatan Hari Buruh di Bandung,” kata AB. Widyanta kepada Tempo, Jumat, 3 Mei 2019.

Gerakan Anarko Sindikalis, kata dia mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Polisi mereproduksi gerakan itu seperti yang terjadi pada peristiwa 1965.

Koherensi "Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam," ujar Widyanta. Ia

mengatakan, kekerasan dan

pemberangusan terhadap gerakan

Anarko Sindikalis justru

menggambarkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi.

Seorang aktivis yang mengenal seluk beluk Anarkisme menyebutkan Anarko Sindikalis mirip dengan aksi intifada di

66

Palestina Kata

Ganti

Gerakan Anarko Sindikalis, kata dia mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Polisi mereproduksi gerakan itu seperti yang terjadi pada peristiwa 1965.

Dari tabel 4.7 diatas, elemen detail dijelaskan dengan mengutip pernyataan Widyanta. Tempo.co menampilkan kalimat “…reaksi yang berlebihan.” kalimat tersebut untuk mendukung kalimat selanjutnya yang merupakan ungkapan AB. Widyanta.

“ Phobia yang berlebihan. Polisi sangat represif pada peringatan Hari Buruh di Bandung,” kata AB. Widyanta. Pada detail selanjutnya merupakan pernyataan yang disampaikan AB. Widyanta menyayangkan sikap polisi kepada kelompok Anarko Sindikialis yang menciptakan hantu baru seperti peristiwa 1965.

“Gerakan Anarko Sindikalis, kata dia mendapat stigma atau cap miris Komunisme. Polisi mereproduksi gerakan itu seperti yang terjadi pada peristiwa 1965. Phobia terhadap gerakan itu menurutnya seperti menciptakan hantu baru (musuh) yang tidak perlu.”

Kata ‘stigma’ dan ‘miris’ pada kalimat tersebut menjelaskan kepada pembaca bahwa terdapat stigma negatif yang disampaikan polisi tentang aksi yang dilakukan gerakan Anarko Sindikalis.

67

“Karena memang kelompok ini dianggap meresahkan para pengusaha besar dalam tanda kutip kapitasilme, bisa merubah pola piker para buruh yang biasa saja menjadi sadar akan ketidakadilan yang dia rasakan. Dengan hal ini, kapitalisme melibatkan pemerintah untuk mendapatkan perlindungan dan pemerintah memiliki lembaga pengamanan untuk melakukan tindak pengamanan.”4

Unsur berikutnya dalam tematik yaitu struktur koherensi. Pada teks berita ini Tempo.co menggunakan kata penjelas “dan”, “yang”, dan “dengan”. Kemudian ditandai dengan koherensi sebab-akibat yang ditandai dengan penggunaan kata “seharusnya” pada kalimat "Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam," ujar Widyanta. Penggunaan kata “seharusnya” dalam kalimat ini dipahami penulis sebagai pengecualian terhadap tindakan yang dilakukan kepolisian kepada kelompok Anarko Sindikalis.

Selain itu, kata ganti ditemukan juga dalam kalimat, “Gerakan Anarko Sindikalis, kata dia mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Polisi mereproduksi gerakan itu seperti yang terjadi pada peristiwa 1965.”

Kata ganti dalam kalimat ini yakni “dia”. Dalam hal ini “dia” adalah Widyanta yang menjadi narasumber utama dalam pemberitaan ini.

4 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

68 d. Retoris

Tabel 4.8 : Retoris Berita II

Struktur Unit Teks Berita

Retoris Leksikon Mengkritik, memantau, mereproduksi Grafis Foto Kelompok Anarko Sindikalisme

Penggunaan leksikon pada teks berita yang ditampilkan Tempo.co adalah mengkritik, memantau dan mereproduksi. Mengritik yakni mengemukakan kritik, artinya AB. Widyanta

melakukan kritikan terhadap sikap Polri yang berlebihan.

Memantau berasal dari kata pantau. Penggunaan kata memantau

merupakan rencana Polri melibatkan BIN untuk melihat perkembangan lanjutan dari gerakan Anarko Sindikalis.

Mereproduksi berasal dari kata produksi yang berarti

menghasilkan ulang sesuatu. Penggunaan kata mereproduksi merupakan bentuk kalimat yang dibangun Tempo.co untuk menegaskan Polri membuat pengertian baru terhadap gerakan