• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V: ANALISIS DATA

B. Tahapan Konstruksi Sosial Tempo.co dalam memberitakan salah penanganan Lembaga Pengamanan Negara terhadap

4. Konfirmasi Konstruksi Sosial

Tahap konfirmasi menurut Burhan Bungin dalam buku Konstruksi Sosial Media Massa adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahapan pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini

3 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

114

perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.

“Berpendapat kan semua orang boleh, kecuali melanggar hukum ya ditangkap gapapa karena itu tugas pemerintah, tapi selama ia menyuarakan pendapatnya, selama dia tidak melakukan aksi keji seharusnya pemerintah tidak membungkam suara mereka.”4

Alasan Tempo.co memberitakan isu ini adalah untuk memberitahu apa masalah yang terjadi di lapanganan mengenai isu ini. Disini Tempo.co mencoba mengkonstruk berita ini dengan cara menjabarkan secara rinci kronologi yang dilakukan Lembaga Pengamanan Negara pada hari buruh dan mencoba menggiring opini publik agar sependapat dengan Tempo.co yang meletakkan Kelompok Anarko Sindikalisme sebagai korban dalam isu ini.

C. Interpretasi

Penulis menemukan bahwa Tempo.co cenderung memberitakan apapun pemberitaan yang menyangkut soal tindakan represif yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap Kelompok Anarko Sindikalisme. Tempo.co menonjolkan isi pemberitaan dari berbagai sisi yang bisa menarik perhatian pembaca terhadap berita tersebut. Setelah penulis melakukan analisis terhadap 5 pemberitaan yang

4 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

115

dipublikasikan Tempo.co, dari kelima berita tersebut Tempo.co ingin membentuk frame tentang Kelompok Anarko Sindikalisme yang diberi stigma negatif sehingga Lembaga Pengamanan Negara meliputi Polri, TNI dan BIN salah dalam melakukan penanganan. Dengan menghadirkan berbagai faktor yang menjadi pemberitaan utama, Tempo.co menampilkan melalui tema-tema yang berbeda, yakni:

1. Salah dalam melakukan penanganan

2. Anarko Sindikalisme dari golongan intelektual

3. Kerusuhan dan kerusakan bukan sasaran utama dari Anarko Sindikalisme

Pada faktor yang pertama, Tempo.co membingkai pemberitaan dengan menjabarkan masalah kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian karena melakukan tindakan represif kepada massa aksi hari buruh 2019. Hal tersebut ditunjukan dari pemilihan judul dalam berita pertama edisi 03 Mei 2019 dengan judul berita,

“ICJR Kritik Polri Tangani Kelompok Anarko Sindikalisme”, Tempo.co membingkai judul tersebut untuk menunjukan bahwa Polri salah dalam melakukan penanganan Kelompok Anarko Sindikalisme. Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR adalah sebuah lembaga kajian independen dan advokasi yang fokus pada reformasi sistem peradilan pidana dan hukum. Dalam kasus ini, Tempo.co mengutip sebuah lembaga yang fokus pada bidang advokasi seperti ICJR untuk menegaskan kepada pembaca, bahwa tindakan yang dilakukan Kepolisian merupakan tindakan yang sangat melanggar dan terbukti tidak sesuai dengan Instrumen

116

KUHAP. Karena tak ada satupun Instrumen KUHAP yang menyebut Polri boleh menjemur dan menggunduli, bahkan tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu seperti dalam Pasal 4

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap 14/2012)

Masalah tindak kekerasan yang dilakukan Polri juga menuai kritikan dari berbagai pihak. Dalam berita kedua edisi 04 Mei 2019 dengan judul berita, “Dosen UGM Kritik Polri Soal Penanganan

Gerakan Anarko Sindikalis”, Judul tersebut diambil dari

pernyataan-pernyataan Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Tempo.co menggiring pembaca dengan menggunakan pendapat Dosen UGM tersebut sebagai sebuah judul untuk mencerminkan bahwa pernyataan tersebut adalah sebuah kebenaran. Tempo.co menegaskan bahwa selain melakukan kekerasan terhadap kelompok Anarko Sindikalis, Polisi juga mereproduksi gerakan ini seperti yang terjadi pada peristiwa 1965. Polisi ingin menciptakan phobia baru terhadap kelompok ini dengan memberikan stigma atau cap mirip Komunisme. Pembaca dapat merasa yakin dengan ucapan Dosen tersebut, sebab ia adalah pendidik professional dan juga akademisi sosiologi dari Universitas Gadjah Mada yakni Universitas terbaik di Indonesia.

Selain itu, terkait tindak kekerasan yang dilakukan oleh Polisi kepada Anarko Sindikalisme pada hari buruh 2019, Tempo.co mengemas pemberitaan tentang pelaporan terhadap apa yang dilakukan oleh Polisi. Pada berita kelima edisi 15 Mei 2019 dengan

117

judul, “Polisi Dilaporkan Ke Komnas HAM Terkait Kekerasan

Di Hari Buruh”. Tempo.co membingkai judul tersebut untuk

menunjukan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh polisi harus ditempuh melalui jalur hukum. Disisi lain, Tempo.co juga seolah menegaskan bahwa Polisi melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan SOP penangkapan tanpa motif yang jelas. Dari hal ini tergambar bahwa polisi melakukan penyelidikan dan penindakan tanpa membuka lembar aturan yang dibuatnya sendiri. Itu semua melanggar Peraturan Kapolri tentang implementasi HAM 8 tahun 2008. Itu melanggar prinsip UUD 1945.

Selanjutnya, faktor kedua masih dipengaruhi oleh pemilihan judul berita edisi 05 Mei 2019 dengan judul, “Pengamat : Aktivis

Anarko Sindikalis Dari Kalangan Terdidik”. Judul tersebut

diambil dari kutipan pernyataan Pengamat yakni Dosen Sosiologi UGM, Tempo.co menggiring pembaca dengan menggunakan pendapat pengamat tersebut sebagai sebuah judul untuk mencerminkan bahwa pernyataan tersebut adalah sebuah kebenaran. Pembaca digiring dengan pernyataan Pengamat yakni Dosen Sosiologi UGM tersebut karena yang disampaikan oleh pengamat bisa dikatakan sesuatu yang sudah diteliti dan diawasi lebih jauh. Namun. Judul tersebut seolah-olah menunjukan untuk mematahkan informasi yang beredar bahwa anggota Kelompok Anarko Sindikalis adalah sekelompok orang-orang urakan seperti anak punk dipinggir jalan yang selalu berbuat onar. Tempo.co menekankan kelompok ini berasal dari kalangan terdidik, paham informasi dan kritis. Mereka adalah bagian masyarakat yang kritis

118

dan memberanikan diri untuk menyuarakan ketidakadilan dan ketimpangan sosial terutama pada nasib buruh, petani dan kaum kelas bawah lainnya.

Faktor yang ketiga sebenarnya masih memiliki sangkut paut dengan faktor pertama dan kedua, sebab banyak tuduhan tujuan utama Anarko Sindikalisme adalah vandalisme, Tempo.co juga mengemas pemberitaan tentang tuduhan vandalisme. Pada berita keempat edisi 07 Mei 2019 dengan judul, “Aktivis Anarko

Sindikalis Sebut Corat-coret SLB Tak Sesuai Tujuan”. Dari

judul dapat dilihat bahwa Tempo.co menekankan konotasi “tak sesuai”. Tempo.co mengkonstruk pikiran pembaca bahwa tindakan corat-coret itu bukanlah tujuan utama dari gerakan ini melainkan dari oknum-oknum lain. Karena tak mungkin gerakan ini bermusuhan dengan kalangan disablitias, melainkan membela kaum disabilitas yang sering terpinggirkan. Artinya, penggunaan kata “tak sesuai” menggambarkan kesalahan mencorat-coret lingkungan SLB bukanlah tujuan yang dilakukan, melainkan ada oknum lain yang melakukan tindakan tersebut.

Kelima pemberitaan diatas tidak hanya dipengaruhi oleh penggunaan judul yang ditonjolkan. Hal lain yang menjadi sorotan atas analisis dalam pemberitaan Kelompok Anarko Sindikalisme di Tempo.co dilihat dari pemilihan dan pengunaan kutipan narasumber. Kutipan narasumber menjadi salah satu hal yang paling penting dalam analisis sebuah pemberitaan, pendapat seorang narasumber yang mempunyai peran dan andil dalam sebuah pemberitaan dianggap bisa menjadi nilai penting terhadap

119

berita tersebut. Tempo.co memframe setiap pemberitaan dengan memilih narasumber-narasumber yang aktif dan ahli dalam hubungan sosial dan lembaga kemanusiaan, seperti Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta AB. Widyanta, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Madina Rahmawati, dan Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.

Dalam salah satu kutipan wawancara dengan Muhammad Isnur selaku Ketua Advokasi YLBHI, ia mengungkapkan, “Ada di KUHAP. Kalau ada tindakan pidana silahkan dlakukan penyelidikan, silahkan tangkap tangan. Tidak bisa penangkapan dengan dipukuli, disiram lem fox, dipilox, ditelanjangi. Engga boleh polisi melakukan itu. Ada peraturan Kapolri tentang implementasi HAM 8 tahun 2008. Itu melanggar prinsip UUD 1945”. Pernyataan tersebut dipaparkan Tempo.co secara gambling sebagai bagian dari kutipan wawancara dengan Isnur, pernyataan tersebut menggiring opini pembaca bahwa polisi melakukan tindakan sewenang-wenang dalam menangkap massa aksi hari buruh 2019. Padahal belum ada pembuktian yang bisa menjadi acuan bahwa kelompok Anarko Sindikalisme melakukan kekacauan terlebih dahulu.

Pernyataan lain yang dijadikan kutipan wawancara narasumber oleh Tempo.co yakni ucapan Dosen Sosiologi UGM Yogyakarta AB. Widyanta, “Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam”. Secara keseluruhan dalam isi pemberitaan, Tempo.co

120

menggambarkan secara jelas ucapan-ucapan Widyanta dalam mengkritik Polri dalam menangani gerakan Anarko Sindikalisme. Namun, jika menganalisis lebih dalam pernyataan Widyanta tersebut, seharusnya Polisi tidak perlu berlebihan dalam menangani massa aksi Anarko Sindikalisme seperti massa aksi lainnya di hari buruh. Dengan kata lain, gerakan ini dijadikan hantu baru karena berpakaian hitam-hitam dalam aksi dan dianggap penyusup tanpa di riset terlebih dahulu. Berbagai paparan penjelasan yang Tempo.co kontruksikan kepada pembaca untuk menonjolkan bahwa gerakan ini bukan teroris yang perlu ditakuti, melainkan ini adalah gerakan yang membela kaum tertindas atas ketidakadilan Kapitalisme khususnya di sektor buruh, karena gerakan ini lahir atas solidaritas serikat buruh.

Tempo.co sangat memerhatikan setiap ucapan yang

dikemukakan narasumber yang dipilihnya, karena narasumber-narasumber pilihan Tempo.co adalah orang-orang intelektual yang memiliki kekuatan dan dapat dipertanggung jawabkan setiap ucapannya. Hal tersebut tercermin dari apa yang diungkapkan Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co Juli Hantoro dalam wawancara dengan penulis.

“Sudah jelas, kami memilih narasumber berdasarkan keahlian dan kemampuannya dalam memahami isu yang kami angkat. Biasanya kan banyak instansi-instansi yang bergerak di bidang hukum, HAM, dan keadilan lainnya, kami bersama dijalur itu. Kami konsisten dengan jalan yang kami pilih, tidak akan mundur selangkah pun untuk

121

menyuarakan kebenaran. Karena kami tidak ingin menyebarkan berita bohong atau hoaks, maka kami memilih narasumber yang mengetahui kasusnya.”5

Pemilihan narasumber merupakan kebijakan media massa, media akan memilih narasumber yang memiliki sikap sama dengan ideologinya. Media massa akan melakukan diskusi dalam menentukan berita. Tempo.co memliki kebijakan tersendiri dalam memproduksi sebuah berita. Komunikasi antara redaktur dan reporter ketika memilih sebuah pemberitaan menjadi sangat penting, meskipun secara tidak langsung reporter tidak dilibatkan dalam rapat redaksi, namun saat peliputan berita, reporter dapat menuangkan idenya dan dikomunikasikan dengan redaktur.

“Kalau untuk Tempo.co biasanya kita perkanal aja, ya diskusi kecil-kecil aja. Dalam pemberitaan, dari tingkat reporternya harus sudah teliti dan selektif karena berita online semua pasti dituntut kecepatan. Karena jika salah ditingkat reporter, bisa salah pula sampai ditingkat redakturnya.”6

Dari kutipan diatas membuktikan adanya pengaruh besar rutinitas media dalam pemberitaan. Dalam level rutinitas media, berita bukanlah hasil perorangan namun hasil kerja tim. Menurut Eriyanto, setiap hari institusi media secara teratur memproduksi

5 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

6 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

122

berita, dan proses produksi itu adalah bagian dari ritme dan keteraturan kerja yang dilakukan setiap hari. Selain itu, untuk mengefektifkan organisasi, media mengkategorikan peristiwa ke dalam beberapa departemen. Praktik organisasi semacam ini semula dimaksudkan sebagai pembagian kerja, efektivitas dan pelimpahan wewenang, namun akhirnya berubah bentuk menjadi seleksi tersendiri.7

Juli Hantoro selaku Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co dengan gamblang mengungkapkan bahwa keaktifan Tempo.co dalam mempublikasikan pemberitaan seputar Kelompok Anarko Sindikalisme didasari oleh perayaan hari solidaritas buruh Internasional. Selain itu, Juli juga mengungkapkan bahwa hal tersebut ia lakukan untuk merawat kebenaran agar tetap tumbuh bahwa sepenuhnya buruh juga manusia yang hak-hak nya harus terpenuhi. Lebih lanjut, Anarko Sindikalisme merupakan bagian dari gerakan buruh yang menjadi martir dalam sejarah perjuangan gerakan buruh Internasional sehingga tercetusnya 1 Mei sebagai Hari Buruh atau lebih dikenal dengan sebutan May Day.

Selain headline dan narasumber, faktor lain yang memperkuat isi berita adalah grafis. Tempo.co nampaknya tidak terlalu memerhatikan grafis sesuai dengan isi berita meskipun grafis adalah bagian lain untuk memperkuat isi berita. Terlihat dari penggunaan grafis yang sama pada beberapa pemberitaan, dan

7 Eriyanto, Analisis Framing : Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2002), h.120

123

tercermin dari apa yang diungkapkan Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co Juli Hantoro dalam wawancara dengan penulis.

“Ya tentu foto bagian untuk memperkuat isi berita, tapi di media online kita kan dituntut juga tentang kecepatan. Memang kadang foto yang kita pakai, sering digunakan untuk beberapa berita, karna memang pewarta kami sedikit, jadi kami memang sering kesulitan untuk mendapat gambar untuk diterbitkan dalam waktu yang cepat. Kecuali di media cetak, fotonya memang harus sesuai karna kan itu banyak memakan waktu, jadi ya sempat untuk meberi foto yang pas. Berbeda dengan online, kalau berita sudah layak ya harus cepat diterbitkan, untuk foto ya yang ada saja.”8 Dari analisis frame yang telah dipaparkan diatas, penulis menyimpulkan bahwa adanya makna-makna yang perlu dipahami dari berbagai pemberitaan yang dipublikasikan oleh Tempo.co. Frame yang coba dibangun oleh Tempo.co untuk menggiring pembaca dimaksudkan untuk menyadari tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam menangani Kelompok Anarko Sindikalisme adalah tindakan yang melanggar Hukum, dan bagian dari pelanggaran HAM. Disisi lain, pemberitaan yang dibangun Tempo.co adalah menepis stigma negatif yang ditujukan kepada Kelompok Anarko Sindikalisme dengan memberitakan kegiatan yang membela ketidakadilan dan menekankan bahwa

8 Wawancara pribadi dengan Juli Hantoro, Kepala Redaksi Bagian Nasional dan Hukum Tempo.co, Tanggal 18 Februari 2019 di Gedung Tempo Lt.5 Pukul 14.30 WIB

124

kelompok ini berasal dari kalangan terdidik. Sebagai salah satu media yang dikenal kritis dan banyak menuai kritikan pemerintah, cara pandang Tempo.co terhadap suatu isu tentu dapat memengaruhi cara pandang pembaca terhadap isu tersebut.

125 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis framing Zhongdang Pan dan Gerarld M. Kosicki terkait pemberitaan Kelompok Anarko Sindikalisme di Tempo.co edisi 03 Mei, 04 Mei, 05 Mei, 07 Mei, dan 15 Mei 2019, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut.

Dalam pembingkaian pemberitaan soal penanganan yang dilakukan Lembaga Pengamanan Negara terhadap Kelompok Anarko Sindikalisme, Tempo.co sebagai media yang memiliki background aktivis kemanusiaan memandang bahwa tindak kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian sangat melanggar aturan-aturan yang berlaku mulai dari SOP penyelidikan hingga tindak penangkapan. Namun, jika diperhatikan dan dianalisis dengan seksama Tempo.co cenderung menunjukan bahwa ketakutan Negara terhadap kelompok ini disebabkan karena ini adalah gerakan buruh yang mengkritik Kapitalisme. Hal tersebut terlihat dari bagaimana Tempo.co menggunakan pilihan kata sebagai judul, kalimat yang membentuk asumsi bahwa Kelompok Anarko Sindikalisme adalah bagian aktivis yang sering terlibat langsung dalam perjuangan buruh terhadap kebijakan pabrik yang tidak memanusiakan manusia, bahkan juga terlibat langsung dalam penolakan atas penggusuran lahan yang dilakukan Negara.

126

Sikap yang tercermin dalam pemilihan kata yang tersembunyi dalam pemberitaan yang diproduksi Tempo.co ini, mencerminkan sikap media dalam memframe isu seputar Anarko Sindikalisme. Dalam hal ini, Tempo.co seperti mendukung, namun saat yang bersamaan juga mengkonstruk pembaca bahwa Kelompok Anarko Sindikalisme tidak seperti apa yang disampaikan Pemerintah melalui Lembaga Pengamanan Negara seperti TNI bahkan Polri yang melibatkan BIN untuk memantau keberadaan kelompok ini. Tempo.co membantah semua stigma negatif yang tersebar dengan menghadirkan narasumber yang mempunyai dasar akademis yang kuat dan juga lembaga yang bergerak dalam membela kebenaran. Berdasarkan hasil penelitian, Tempo.co membangun frame yang tersembunyi dalam mengonstruk pemberitaan Anarko Sindikalisme.

Tempo.co dalam strategi pembingkaian, isu kekerasan dalam penanganan Kelompok Anarko Sindikalisme yang dilakukan oleh Lembaga Penanganan Negara ini menekankan pada struktur sintaksis dalam elemen kutipan narasumber. Dalam kutipan narasumber Tempo.co terlihat selalu memihak pada Anarko Sindikalisme, karena pemilihan narasumber yang digunakan Tempo.co hanya mengedepankan one side issue, Tempo.co hanya memasukan narasumber yang peduli dengan Hak Asasi Manusia dan bersimpati dengan Kelompok Anarko Sindikalisme. Nampak jelas Tempo.co berupaya mengkonstruksi pembaca dengan menganggap penting

127

peristiwa yang terjadi dengan Kelompok Anarko Sindikalisme. Tempo.co terlihat condong memberi ruang yang lebih besar kepada Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada untuk memberikan informasi gerakan Anarko Sindikalisme yang berbeda dengan media mainstream lainnya.

B. Saran

Sebagai sebuah media yang mengedepankan asas keadilan, Tempo.co selalu menjadi media yang dipercaya mampu menuai kritik secara gamblang dan menyajikan berita sesuai fakta. Oleh sebab itu, alangkah lebih baiknya jika

Tempo.co mampu menyoroti permasalahan kurangnya

perlakuan kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dengan mengkritisi tindakan sewenang-wenang yang diambil aparat, sehingga perlakuan kekerasan yang sering terjadi antara Lembaga Pengamanan Negara terhadap rakyat yang melakukan kritik dengan cara demonstrasi dianggap menggangu ketertiban, padahal tindakan itu sangat mencederai demokrasi di negeri kita ini.

128