• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biografi Syekh Abdul Halim Hasan

METODE TAFSIR SYEKH ABDUL HALIM HASAN DALAM KITAB TAFSIR AL AHKAM

B. Biografi Syekh Abdul Halim Hasan

Syekh Abdul Halim Hasan lahir di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 15 Mei 1901.6Orang tuanya bernama H. Hasan, seorang petani dan

beasal dari Manambin, Mandailing Julu dan bermarga Daulay.7 Masa kecil

Abdul Halim Hasan telah mencerminkan seorang anak yang haus akan ilmu-ilmu keislaman. Banyak hal yang membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang rajin dalam menuntut ilmu. Bahkan tidak berlebihan jika disebut ciri keulamaannya telah tampak sejak kecil yang ditunjukkannya dengan ketekunan dalam melaksanakan salat fardhu lima waktu. Tidak itu saja, beliau juga merupakan anak yang rajin menuntut ilmu, terlebih-lebih ilmu agama.8 Pada masa selanjutnya Abdul Halim Hasan beraktifitas dalam dunia keilmuan Islam.9

Abdul Halim Hasan semasa kecil merupakan anak yang gemar membaca, serta membantu orang tuanya sehingga beliau tergolong sebagai anak yang tak mau membuang waktu secara sia-sia.10 Abdul Halim Hasan mulai belajar di Sekolah Rakyat (SR), dan belajar pengetahuan agama dari beberapa ustaz diantaranya, Faqih Saidi Haris, H. Abdullah Umar, Syekh H. M. Nur Ismail, Syekh H. Samah, Kyai H. Abdul Haris Tamim, Syekh Hasan

Ma’sum. Tidak ditemukan informasi tentang keahlian para gurunya, selain 6

Harun Nasution, et.al., Ensiklopedi Islam Indonesia, Jilid 1, (Jakarta: Djambatan, 2002, Edisi Revisi, Cet. II), h. 368.

7Basyral Hamidi Harahap, “Syekh Abdul Halim Hasan dan Perubahan Sosial”,

dalam Syekh Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2011, Cet. II), h. li.

8IAIN Sumatera Utara, Sejarah dan Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara, (Medan: IAIN Press, 1983), h. 233.

9Ridhoul Wahidi, Rafiuddin Afari, “Tafsir Al-Ahkam Karya Abdul Halim Hasan Binjai” Jurnal Syahadah, Volume 3, Nomor 3, Oktober 2016, h. 49.

10Azhari Akmal Tarigan, “Syekh Abdul Halim Hasan (1901-1969) Moderatisme dalam Pemikiran Hukum Islam”, dalam Syekh Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Ahkam, h.

Syekh Hasan Ma’sum yang ahli dalam bidang fikih, tauhid, dan tasawuf.

Akan tetapi, melihat keahlian Abdul Halim Hasan dalam bidang fikih, sejarah, hadis terlebih lagi tafsir, dapat dipastikan bahwa beliau belajar kepada banyak guru dengan keahlian yang berbeda-beda.11

Ketekunan dan kerajinan yang menjadi ciri khas dari Abdul Halim Hasan sehingga menarik perhatian dan menjadi tumpuan para gurunya serta akhirnya dijadikan sebagai guru bantu pada tahun 1920 di Madrasah

Jam’iyatul Khairiyah, dan ketika beliau pulang dari tanah suci, beliau

diserahi tugas untuk memimpin madrasah tersebut yang kemudian berubah nama menjadi Madrasah Arabiyah (Arabiyah School).12 Tidak ditemukan informasi yang valid terkait dengan pergantian nama madrasah tersebut.

Pada tahun 1926, sewaktu musim haji, Abdul Halim Hasan sempat memperdalam ilmu-ilmu keislaman kepada ulama di Arab Saudi yang berada di kota Mekkah yang bernama Syekh Mukhtar al-Tharid. Syekh Mukhtar al-Tharid merupakan ulama kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada 14 Februari 1862. Syekh Mukhtar al-Tharid adalah ulama ahli syariat dan hakikat.13

Kegemaran Abdul Halim Hasan untuk membaca semakin berkembang dan kemudian tumbuh menjadi kegemaran menulis. Untuk memupuk kegemaran menulis tersebut, Abdul Halim Hasan juga belajar ilmu jurnalistik dan politik kepada Jamaluddin Adinegoro pada 1930 di Medan. Abdul Halim Hasan juga belajar bahasa Inggris kepada M. Ridwan, seorang Kepala Jawatan Penerangan Kabupaten Langkat.14

Abdul Halim Hasan menyadari bahwa alat yang paling penting untuk menyampaikan sebuah pesan, apapun bentuk dan jenisnya adalah melalui

tulisan. Kendati biasanya seorang da’i terbiasa menggunakan oral (da’wah bi al-lisan, namn Abdul Halim Hasan menganggap bahwa cara dakwah

yang konvensional bagaimanapun baiknya tetap perlu disempurnakan

11Zaini Dahlan, “Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di Suumatera Timur Awal Abad XX”, Journal of Contemporary Islam And Muslim Societes,

Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2018, h. 132.

12Harun Nasution, et.al., Ensiklopedi Islam Indonesia, h. 368.

13Dewan Harian Cabang Angkatan 45, Catatan Pelaku Sejarah Pengibar Bendera

Merah Putih Pertama di Binjai, (Binjai, t.p., 1996), h. 1.

dengan dakwah melalui tulisan (da’wah bi al-kitabah). Beranjak dari kesadaran inilah, dalam menyampaikan misinya sebagai seorang pemimpin madrasah ataupun sebagai seorang ulama, Abdul Halim Hasan telah menggunakan media tulisan dalam tingkat produktivitas yang tinggi.15

Abdul Halim Hasan merupakan anak laki-laki tertua dari enam bersaudara. Dalam keluarganya anak laki-laki berjumlah empat orang dan anak perempuan ada dua orang. Dalam kehidupan pribadinya, Abdul Halim Hasan memiliki dua orang istri. Istri pertamanya bernama Rahma Lubis dan memiliki anak delapan orang anak, sedangkan dengan istri keduanya bernama Hj. Sarifah Batubara, Abdul Halim Hasan memiliki tujuh orang anak.16

Abdul Halim Hasan adalah seorang tokoh yang unik. Keunikannya adalah posisinya yang menjadi tokoh dua aliran Islam modern dan tradisional, dalam hal ini Muhammadiyah dan Al-Jamiatul Washliyah. Posisi ini sangat besar pengaruhnya dalam perubahan pola pikir umat Islam di Sumatera Utara, khususnya Sumatera Timur. Ketokohannya di dua komunitas ini telah dicatat sejarah.17

Perihal adanya perbedaan kedua komunitas ini telah dipaparkan oleh Usman Pelly di dalam disertasinya. Perbedaan itu bukan saja ada dalam kehidupan keberagamaan tetapi juga dalam hal latar belakang etnis keduanya, dimana Muhammadiyah yang didominasi orang Minangkabau sedangkan Al- Jamiatul Washliyah didominasi oleh orang Mandailing.18

Chalidjah Hasan dalam disertasinya menyatakan bahwa Abdul Halim Hasan telah berhasil mencerahkan pemikiran tokoh tradisional pemimpin Al-Jamiatul Washliyah dan sekaligus pemimpin redaksi Dewan Islam yaitu Syekh Arsyad Thalib Lubis, agar terbuka menerima berbagai pembaruan sebagai bagian dari kesiapan menghadapi perubahan sosial.19

Ketika revolusi fisik, Abdul Halim Hasan juga aktif mengobarkan semangat perjuangan mengusir penjajah Belanda. Beliau menjadi Ketua

15Azhari Akmal Tarigan, “Syekh Abdul Halim Hasan…, h. lx.

16Zaini Dahlan, “Syekh Abdul Halim Hasan..., h. 132.

17

Basyral Hamidi Harahap, “Syekh Abdul Halim Hasan..., h. lii.

18Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan

Mandailing, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 78.

Umum Barisan Sabilillah Hizbullah dan Mujahidin Sektor Barat dan Utara Medan Area, Ketua Volks Front Langkat di Binjai dan Anggota Staf Gubernur Militer Keresidenan Aceh, Kabupaten Langkat dan Tanah Karo dengan pangkat Letnan Kolonel Tituler di Kotaraja.20 Masa penjajahan Belanda, Abdul Halim Hasan merupakan anggota pimpinan Ikhwan Al-Safa yang merupakan perhimpunan ulama dan intelektual di Medan. Abdul Halim hasan juga merupakan ketua Umum al-Hilal (organisasi pemuda) kampung Limau Sundai, Mudir Madrasah, anggota pengurus pembangunan perguruan Taman Siswa Binjai 1936, Penasihat Pengurus Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDO) noncooperation tahun 1938, Anggota Majelis Syar’i tahun 1937 di Binjai dan penasihat Al-Jamiyatul Washliyah Binjai tahun 1938. Pada masa penjajahan Jepang, Abdul Halim Hasan merupakan pengurus BOMPA tahun 1943, anggota Majelis Tarjih Muhammadiyah 1943 dan Ketua Umum Majlis Islam Tinggi (MIT) tahun 1943 di Binjai.21

Abdul Halim Hasan juga pernah menjadi anggota DPRD Aceh di Kutaraja (Banda Aceh) pada tahun 1947-1950, anggota Pimpinan Perbekalan Res. V Div. X. TNI KSBO di Langsa Aceh Timur pada waktu perundingan pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda, anggota pengurus pembangunan Sekolah Menengah Islam Modern (MIM) di Langsa tahun 1949-1950, Ketua Zending Islam Kabupaten Langkat dan Aceh Timur di Langsa tahun 1948-1950, sebagai pimpinan redaksi majalah

bulanan ‘Menara’ tahun 1948-1950 di Langsa, anggota BKS-Ulama Militer

Sumatera Utara di Medan, panitia pembangunan Masjid Agung Medan, Pemrasaran Kongres Ulama se-Indonesia di Medan dan sebagai penasihat kesatuan aksi pengganyangan Pengkhianatan G.30S/PKI Kabupaten Langkat dan Binjai.22

Kenangan paling bersejarah bagi masyarakat kota Binjai tentang sosok Abdul Halim Hasan adalh bahwa beliau termasuk orang pertama yang mengibarkan bendera merah putih di kota tersebut. Hal ihwal peristiwa tersebut bermula ketika Abdul Halim Hasan sekitar bulan September tahun 1945, telah menerima sebuah telegram yang datang dari Djamaluddin

20Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, h. 328. 21

Azhari Akmal Tarigan, “Syekh Abdul Halim Hasan..., h. lxi.

Adinegoro dan Buya A.R. Sutan Mansur, ketua Muhammadiyah yang ditujukan kepada Abd. Rahim Haitami yang selanjutnya diteruskan kepada Abdul Halim Hasan. Kedua telegram tersebut dikirim dari Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang menginformasikan bahwa Indonesia sudah merdeka yang telah diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.23

Tidak itu saja melalui telegram tersebut, diinformasikan bahwa negara Republik Indonesia telah terbentuk dan Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presidennya.Dalam rangka menyambut dan mensosialisasikan kemerdekaan, diperintahkan untuk mengibarkan bendera merah putih di Binjai dan Langkat. Beranjak dari dua perintah yang disampaikan melalui telegram tersebut, maka pada tanggal 6 September 1945, setelah diadakan rapat di Arabiyah School yang dipimpin langsung oleh Abdul Halim Hasan, untuk pertama kalinya bendera merah putih berkibar di Binjai, bertempat di simpang empat jalan Kebun Lada (Jalan Perintis Kemerdekaan) Binjai.24

Dalam dunia akademik, Abdul Halim Hasan juga ikut sebagai anggota pengurus pembangunan Universitas Islam Sumatera Utara Medan sekaligus menjadi Guru Besar di perguruan tinggi tersebut. Abdul Halim Hasan juga tercatat sebagai orang pertama yang menggagas diadakannya Musabaqah

Tilawatil Qur’an (MTQ) yang pertama kali diadakan se-Sumatera Timur

tanggal 17-18 Januari 1951 yang diadakan di Masjid Raya Binjai.25

Pada suatu hari, ketika Abdul Halim Hasan selesai melaksanakan salat

Jum’at di Mesjid Raya Binjai dan bermaksud menuju mesjid

Muhammadiyah di kota yang sama dengan maksud untuk melaksanakan salat jenazah M. Rasyid Nur, seorang guru Muhammadiyah, beliau terjatuh. Akhirnya pada tanggal 15 November 1969, Abdul Halim Hasan wafat di Rumah Sakit PNP II Bangkatan Binjai, yang menurut keterangan dokter akibat pendarahan otak.26

23

Azhari Akmal Tarigan, “Syekh Abdul Halim Hasan..., h.lxii.

24Azhari Akmal Tarigan, “Syekh Abdul Halim Hasan..., h. lxii.

25Azhari Akmal Tarigan,”Syekh Abdul Halim Hasan..., h. lxiv.