• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDI DAN LOKALISASI JUDI

D. Penjelasan Ayat

Menurut Ibnu Katsir bahwa Allah Swt. berfirman melarang hamba-hamba-Nya yang beriman meminum khamr dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amirul Mu'minin Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan catur itu termasuk judi. Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa ibnu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali r.a. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Wakil dari Sufyan, dari Lais, dari Ata, Mujahid, dan Tawus, menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka telah mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak-anak yang memakai kelereng.20

Allah SWT menggambarkan judi di dalam Alquran dengan kata al

maisir yang berarti mudah, bukan dengan kata ma‟siru yang berarti susah.

Hal ini disebabkan karena seseorang tidak akan mau berjudi jika dia tahu bahwa dia akan kalah. Setiap orang yang bermain judi mau melakukan permainan ini dengan harapan akan menang.21

Kata "perjudian" sebagai salah satu jarimah, dalam Kamus

Al-Munawwir Arab-Indonesia, berarti maisir (ﺮﺴﯿﻣ ) atau qamarun ( ﺮﻣﺎﻗ ) yang

berasal dari ارﺎﻤﻗ ﺮﻣﺎﻘﯾ-22

ﺮﻣﺎﻗ- sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, judi adalah permainan dengan bertaruh uang (seperti main dadu,

19

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Ibnu Katsir Surabaya : PT Bina Ilmu, 1993, h. 168.

20Ismâ'îl ibn Katsîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’an al-Azîm, Terj. Bahrun Abu Bakar, Jilid 7, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003, h. 30-31.

21

Muhammad Mutawally Sya‟rawi, Tafssir sa‟rawi, Terj. Tim Safir al-Azhar, Cet.

1 Medan: Duta Azhar, 2006, h. 34.

22Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,

main kartu dan sebagainya).23 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan.24 Almaisir adalah perjudian yang dilakukan oleh orang Arab

dengan menggunakan anak panah.25

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya Rawa’i’

Al-Bayan fi Tafsir Ayat Al-Ahkam, menyebut bahwa judi adalah setiap

permainan yang menimbulkan keuntungan (rabh) bagi satu pihak dan

kerugian (khasarah) bagi pihak lainnya.26 Menurut Ibrahim Hosen,

maisir/judi adalah suatu permainan yang mengandung unsur taruhan yang

dilakukan secara berhadaphadapan/langsung antara dua orang atau lebih.27 Menurut Yusuf Qardawi, setiap permainan yang ada unsur perjudiannya adalah haram. Perjudian adalah permainan yang pemainnya mendapatkan keuntungan atau kerugian.28 Menurut Hamzah Ya'qub, judi ialah usaha memperoleh uang atau barang melalui pertaruhan.29Menurut Zainuddin Ali, judi adalah suatu aktivitas untuk mengambil keuntungan dari bentuk permainan seperti kartu, adu ayam, main bola, dan lain-lain permainan, yang tidak memicu pelakunya berbuat kreatif.30

Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang

dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yangmenguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan carameng aitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.Ibnu Abbas berpendapat al-maisir adalah al-qimar yang artinya taruhan atau judi. Menurut Imam Syaukani, setiap permainan yang dilakukan dengan cara

23 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, Cet. 5, 1976, h. 424.

24Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, h. 479. 25Al Qurtubi,Tafsir Al Qurtubi, Terj. Fathurrahman, Cet. 1. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 117.

26

Muhammad Ali Ash-shabuni, Rawai’ul Bayan: Tafsir ayat-ayat hukum …, h. 194 27Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu?, Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu Al-Qur'an IIQ, 1987, h. 30.

28Yusuf Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Beirut: Dâr al-Fikr, 2000, h. 265.

29Hamzah Ya'qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1984, h. 143

tidak lepas dari merampas harta orang lain atau merugikan dinamakan

al-maisir atau berjudi.

Orang yang bertaruh pasti menghadapi salah satu dua kemungkinan, yaitu menang atau kalah. Jadi sifatnya untung-untungan, mengadu nasib.31 Atas dasar itu perbuatan ini dilarang dan haram hukumnya dalam Islam. Telah diriwayatkan pula dari Rasyid ibnu Sa'd serta Damrah ibnu Habib hal yang semisal. Mereka mengatakan, "Hingga dadu, kelereng, dan biji juz yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak." Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa maisir adalah judi. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa

maisir adalah judi yang biasa dipakai untuk taruhan di masa Jahiliah hingga

kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk itu.32

Beberapa definisi tersebut sebenarnya saling melengkapi, sehingga darinya dapat disimpulkan sebuah definisi judi yang menyeluruh. Jadi, judi adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan (harta/materi) dimana pihak yang menang mengambil harta/materi dari pihak yang kalah. Dengan demikian, dalam judi terdapat tiga unsur : (1) adanya taruhan harta/materi (yang berasal dari kedua pihak yang berjudi), (2) ada suatu permainan, yang digunakan untuk menetukan pihak yang menang dan yang

kalah, dan (3) pihak yang menang mengambil harta

(sebagian/seluruhnya/kelipatan) yang menjadi taruhan (murahanah), sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya.

Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah r.a., ia telah mengatakan bahwa tatkala Rasulullah Saw sampai di Madinah, para penduduknya terbiasa dengan minuman khamr dan permainan judi. Kemudian mereka menanyakan tentang kedua perbuatan itu kepada beliau Saw.; setelah itu lalu turunlah ayat : "Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi ..." (Surat Al-Baqarah ayat 219).33

31

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h. 146. 32Ibid., h. 31

33 Imam Jalaluddin al-Mahalli, Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir Jalalain, Terj. Bahrun Abu Bakar, Jilid 1, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003, h. 504.

Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa khamar,

berjudi, berkorban untuk berhala-berhala, mengundi nasib dengan

panah termasuk perbuatan setan yang rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah, yang oleh karenanya Allah menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.

Imam Bukhari ketika menjelaskan perurutan larangan-larangan itu mengemukakan bahwa karena minuman keras (khamr) merupakan salah satu cara yang paling banyak menghilangkan harta, maka disusulnya larangan meminum khamrdengan perjudian, karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan harta, maka pembinasaan harta disusul

dengan larangan pengagungan terhadap berhala yang merupakan

pembinasaan agama. Begitu pula dengan pengagungan berhala, karena ia merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika berhala itu disembah dan merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan penyembelihan atas namanya, meskipun tidak disembah. Maka dirangkailah larangan pengagungan berhala itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu mengundi nasib dengan anak panah, dan setelah semua itu dikemukakan,

kesemuanya dihimpun beserta alasannya yaitu bahwa semua itu

adalah rijs (perbuatan keji).34