DAFTAR SINGKATAN
3) BSu : …, der fern von Eltern und Geschwistern (J15 h
wohl erhalten hast.(J50 h.4)
BSa : ‘Kalau Agamemnon, yang gagah laksana dewa,(I45 h.5)
…
telah kau jaga baik, …’(I50 h.6)
Kalimat pengandaian dengan menggunakan ‘wenn’ meletakkan kata kerja
“erhalten hast” pada akhir anak kalimat. Pada teks BSu di atas, kata ‘ erhalten hast’ merupakan rangkaian dari awal kalimat ‘ wenn du… (baris 45) …wohl erhalten hast’(baris 50). Dalam contoh ini dapat diperlihatkan bahwa tata larik teks sasaran tetap dipertahankan seperti pada teks sumber, dengan membuat sudut pandang yang berbeda dalam menerjemahkannya, dengan menerapkan teknik modulasi. Objek kalimat ‘den göttergleichen Agamemnon’ disusun pada awal kalimat. Penerjemahan tidak dimulai dari subjek “du”, tetapi objek kalimat ‘den göttergleichen Agamemnon’.
2) BSu : Scheinst du dir hier vertrieben und verwaist?(J75 h.5)
BSa : Apakah Putri menganggap dirinya diperlakukan sebagai pengungsi dan yatim piatu di negeri ini? (I75 h.7)
Penggunaan kata Putri dari terjemahan engkau ‘du’dan penulisan huruf kapital, sesuai dengan kaidah BSa. Penerjemah menyesuaikan budaya dan pilihan kata sapaan yang sesuai bagi seorang putri, tidak berkamu, seperti dalam BSu.
3) BSu : …, der fern von Eltern und Geschwistern (J15 h.3)
BSa : Duhai manusia yang jauh dari orang tua dan sanak saudara (I15 h.4) Kata ‘duhai manusia’ untuk menyesuaikan pada konteks dialog, sebagai ungkapan seruan dengan gaya lama, yang sekarang tidak digunakan. Duhai
manusia adalah terjemahan dari …, der fern von Eltern und Geschwistern. Dalam BSu artikel der sebagai kata tunjuk tertentu jenis maskulin. Der pada anak kalimat tersebut merupakan sapaan tidak tertentu/ kepada semua orang, Bahasa Jerman adalah bahasa seksis yang berorientasi pada jenis maskulin, yang berfungsi sebagai kata sapaan tunjuk kepada orang lain.
4) BSu : … und vor allen Dianen, baris 197) die entschloßne Göttin, (baris 198)
Und Jungfrau einer Jungfrau gern gewährt (baris 200) BSa : … dan terutama kepada dewi Diana (baris 197)
… dewi yang pemberani dan tegas (198)
dan sebagai dewi yang perawan dengan senang hati melindungi perawan (baris 200).
Kalimat baris 200 mengacu pada subjek baris ke 198, Jungfrau = die Göttin- Jungfrau einer Jungfrau gern gewährt, gewährt diterjemahkan dalam konteks
‘melindungi’.
5) BSu : Ihn freuet der Besitz; ihn krönt der Sieg! (baris 27)
BSa : Harta milik membahagiakannya;perang yang dimenangkan memasyhurkannya! (baris 27)
Pengubahan tema dan rema (Umstellung) yang bertujuan memberikan penekanan pada informasi yang disampaikan (der Besitz ‘harta milik’ , der Sieg’ perang’.
Pada BSu kata der Besitz ‘harta milik’ dan der Sieg ’perang’ merupakan rema (yang memberi informasi tentang apa yang dibicarakan), namun pada BSa sebagai tema (tumpuan pembicaraan).
6) BSu : Zu freiem Dienstedir gewidmet sein. (baris 38)
BSa : Tulus ikhlas kuabdikan kepadamu. (baris 38)
Perubahan ungkapan nominal menjadi ungkapan verbal menjadikan kalimat terjemahan berterima dan mudah dipahami. Pada BSu, zu freiem Dienste (frasa nominal) diterjemahkan menjadi ‘kuabdikan’ (frasa adjektiv).
7) BSu : Dies Frauenschicksalist vor allen meins. (baris 116)
BSa : ‘Betapa aku menderita, dirundung malangnya nasib perempuan (baris 116)
Penerjemahan frasa vor allen meins‘betapa aku menderita’ menimbulkan kesan yang lebih dalam dari pada ‘malangnya nasib perempuan’/ dies Frauenschicksal.
Pemilihan kata dalam menerjemahkan bertujuan menciptakan terjemahan yang sepadan dan terkesan alami.
8) BSu: Treibt nicht den König, solche Jünglingstat (baris 202)
BSa: Tidak mendorong raja berkelakuan seperti remaja. (baris 202)
Jünglingstat termasuk bahasa tinggi (gehoben) diterjemahkan dalamkata yang netral ‘remaja’. Untuk menciptakan kesepadanan dalam menerjemahkan, diupayakan menggunakan pilihan kata yang tepat.
Dari beberapa contoh terjemahan di atas dapat diidentifikasi berbagai penerapan teknik penerjemahan, yaitu;
a. Perubahan sudut pandang (contoh 1),
b. Pemadanan yang disesuaikan dengan konteks (contoh 2, 3, 4).
c. Penggunan pola Umstellung, yang terkait dengan tema rema, (contoh 5), d. Perubahan bentuk; frasa/ kalimat nominal menjadi frasa/ kalimat verbal
(Verbalisierung), seperti pada contoh 6.
e. Pilihan kata kaitannya dengan ragam bahasa (Stilebenen), bagaimana mengalihbahasakan ungkapan sastra dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran agar menghasilkan terjemahan yang baik dan estetis. (contoh 7 dan 8).
Teknik-teknik yang diterapkan tersebut sebagai cara untuk mencari solusi bagi permasalahan penerjemahan baik yang terkait masalah struktur maupun semantik. Selain masalah tata bahasa yang berbeda, pilihan kata merupakan hal penting dalam menerjemahkan. Pilihan kata, frasa dengan efek khusus yang dipilih penerjemah merupakan upaya agar menghasilkan terjemahan yang baik dan berkesan estetis. Dengan demikian penerjemah harus menerapkan teknik tertentu untuk menciptakan kalimat yang baik dan mengesankan nuansa keindahan. Mengutip pandangan Sapardi, bahwa terjemahan itu diibaratkan: yang cantik itu yang tidak setia, yang setia itu tidak cantik. “Ifigenia dari semenanjung Tauris ” adalah salah satu terjemahan setia dan juga cantik. Setia yang dimaksud adalah mengacu kepada teks sumber dan maksud pengarang. Terjemahan yang cantik artinya menggunakan bahasa Indonesia baku dan mudah dipahami.
Terjemahan tetap mempertahankan makna dengan menampilkan unsur keindahan sastra. Oleh karena itu perlu diteliti dan dikaji teknik-teknik terjemahan dan stilistika pada penerjemahan Iphigenie auf Tauris, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai pedoman penerjemahan yang baik.
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah
Kajian utama dalam penelitian ini adalah stilistika (Stilebenen), yang dikaitkan dengan pilihan kata. Penelitian ini akan mencakup analisis pilihan kata bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam terjemahan drama “Ifigenia di Semenanjung Tauris’ oleh E. Korah-Go. Analisis terkait dengan stilistik BSu, dan
penerjemahannya sebagai usaha menciptakan bahasa yang setepat-tepatnya dalam bahasa sasaran. Penerjemahan sastra merupakan interpretasi teks dengan melibatkan emosi serta perasaan dan selanjutnya mengungkapkannya dalam bentuk indah. Upaya menginterpretasikan bentuk estetis dari kebudayaan Yunani masa lalu ke dalam konteks masa kini bukan hanya memerlukan kemampuan bahasa Jerman yang bagus namun juga memiliki cita rasa keindahan. Oleh karena itu perlu dikaji penerjemahannya terkait dengan pilihan kata, serta teknik penerjemahannya.
Berdasarkan batasan tersebut, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Teknik penerjemahan apa sajakah yang diterapkan dalam menerjemahkan drama Iphigenie auf Tauris?
2) Bagaimana realisasi stilistika dikaitkan dengan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan drama Iphigenie auf Tauris,tingkat bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich)?
3) Mengapa stilistika tingkat bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) diterjemahkan dengan teknik penerjemahan tertentu?
1.3. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menemukan teknik-teknik penerjemahan yang diterapkan dalam mener-jemahkan kalimat yang terdapat drama Iphigenie auf Tauris.
2) Menjelaskan realisasi stilistika dikaitkan dengan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan teks drama Iphigenie auf Tauris, bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgang- sprachlich).
3) Menganalisis stilistika bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) terkait dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Teknik terjemahan yang dominan digunakan, dapat memberikan gambaran yang konkrit dalam menerjemahkan teks sastra. Karena teks sastra menonjolkan keindahan, dalam menerjemahkan dituntut pola penerjemahkan dengan menerapkan teknik penerjemahan yang dapat memindahkan makna setepat-tepatnya dengan memunculkan kesan estetis.
2) Hasil penelitian yang terkait dengan stilistika yang dominan, dapat memberikan gambaran tentang penerapan stilistika dalam teks panjang (drama), khususnya ragam bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich).
3) Di samping itu, hasil penelitian ini akan dapat membantu memetakan pola perubahan ragam BSu (Bahasa Jerman) menyesuaikan ragam stilistika BSa (Bahasa Indonesia), yang disebabkan oleh penerapan teknik penerjemahan, sebagai upaya penyampaian pesan yang optimal dengan mempertimbangkan unsur estetis dari karya sastra.
4) Penelitian ini juga menjelaskan mengapa stilistika bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) dalam BSu (Bahasa Jerman) diterjemahkan dengan menerapkan teknik terjemahan tertentu. Dengan demikian penelitian ini akan mengungkap tujuan membuat pergeseran ragam stilistika dalam menerjemahkan teks Iphigenie auf Tauris.
5) Secara keseluruhan penelitian ini dapat mengeksplorasi cara menerjemahkan sastra dengan baik.
1.5. Definisi Istilah
1) Terjemahan adalah hasil pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, dalam hal ini dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia.
2) Teknik terjemahan adalah cara menanggulangi berbagai permasalahan penerjemahan, terkait masalah struktur, semantik dan pragmatik.
3) Stilistika (Stilebenen) dimaknai sebagai pilihan kata, yang terkait tingkat normatif dan ekspresif dalam mengungkapan ide agar dapat menimbulkan kesan keindahan pada pembaca. Unsur stilistika dalam penelitian ini dikhususkan pada bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich).
4) Bahasa tinggi (gehoben): bahasa/ ungkapan halus sebagai ungkapan kesopanan yang digunakan pada situasi dan tujuan tertentu. Dalam bahasa sastra, bahasa tinggi (gehoben) digunakan untuk menciptakan efek keindahan. Yang digolongkan dalam bahasa tinggi (gehoben) adalah bahasa kiasan/ figuratif, pemakaian gaya bahasa, kata yang mengandung makna konotatif/ makna subjektif.
5) Bahasa baku (neutral): bahasa standar yang mengandung makna umum, ungkapan dengan arti apa adanya.
6) Bahasa sehari-hari (umgangsprachlich): ungkapan yang digunakan pada komunikasi dalam pergaulan sehari-hari, termasuk ungkapan yang terkesan kasar.
7) Teks: Karya sastra yang berbentuk drama berjudul Iphigenie auf Tauris karya J. W. von Goethe.
8) Bahasa Jerman: bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar di negara Jerman.
9) Bahasa Indonesia: bahasa yang digunakan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
10) Bahasa Sumber: Bahasa yang digunakan dalam teks sumber, yaitu bahasa Jerman.
11) Bahasa Sasaran: Bahasa yang digunakan dalam teks sasaran, yaitu bahasa Indonesia.
BAB II