• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISERTASI. Oleh SITI KUDRIYAH NIM: PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DISERTASI. Oleh SITI KUDRIYAH NIM: PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK"

Copied!
339
0
0

Teks penuh

(1)

TERJEMAHAN UNSUR STILISTIKA TEKS BAHASA JERMAN IPHIGENIE AUF TAURIS KE DALAM BAHASA INDONESIA

DISERTASI

Oleh

SITI KUDRIYAH NIM: 128107004

PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

TERJEMAHAN UNSUR STILISTIKA TEKS BAHASA JERMAN IPHIGENIE AUF TAURIS KE DALAM BAHASA INDONESIA

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dalam Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. untuk dipertahankan di hadapan

sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI KUDRIYAH NIM: 128107004

PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)
(4)

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Tanggal: 05 Desember 2018

PANITIA PENGUJI DISERTASI Pemimpin Sidang:

Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. (Rektor USU) Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D (USU Medan)

Anggota : Dr. Sufriati Tanjung, M.Pd . (UNY Yogyakarta) Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A. (USU Medan)

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. (USU Medan) Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP. (USU Medan) Dr. Roswita Silalahi, M.Hum. (USU Medan)

Dr. Surya Masniari Hutagalung, M.Pd. (UNIMED Medan)

(5)

TERJEMAHAN UNSUR STILISTIKA TEKS BAHASA JERMAN IPHIGENIE AUF TAURIS KE DALAM BAHASA INDONESIA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan drama Iphigenie auf Tauris, 2) Menjelaskan realisasi stilistika dikaitkan dengan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan teks drama Iphigenie auf Tauris, khusus bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich).

3) menjelaskan alasan penerapan teknik penerjemahan, khusus pada bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgang-sprachlich).

Penelitian ini menggunakan pendekatan stilistik dengan metode deskriptif melalui padan translasional. Sumber data dalam penelitian ini teks drama Iphigenie auf Tauris karya Wolfgang von Goethe’s dan terjemahannya, Ifigenia di Semenanjung Tauris oleh E. Korah-Go. Data penelitian ini adalah 632 pasang larik teks berbahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Pengumpulan data menggunakan analisis dokumen, yang dilakukan secara interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat 5 teknik yang diterapkan dalam menerjemahkan teks drama Iphigenie auf Tauris, yakni:, peminjaman (borrowing), penerjemahan harfiah (literal translation) 106, transposisi (trans- position) 63, modulasi (modulation) 379, padanan (equivalence) 1, dan gabungan teknik terjemahan 83; 2) bahasa baku (neutral) yang paling dominan ditemukan dalam teks drama Iphigenie auf Tauris, sebanyak 474, bahasa tinggi (gehoben) 139, dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) 19. Terdapat pergeseran stilistika karena penerapan teknik penerjemahan, dari bahasa tinggi (gehoben) menjadi bahasa baku (neutral), menjadi bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) ataupun sebaliknya; 3) alasan penerapan teknik penerjemahan tertentu pada penerjemahan stilistika tingkat bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) adalah konteks, kesetiaan makna.

pemunculan gaya yang sepadan, penciptaan keindahan sastra dan pemahaman yang mudah bagi pembaca.

Kata kunci: teknik penerjemahan, unsur stilistika teks drama Iphigenie auf Tauris.

(6)

THE TRANSLATION OF STYLISTIC ASPECTS IN THE DRAMA IPHIGENIE AUF TAURIS IN INDONESIEN LANGUAGE

ABSTRACT

The objectives of this research are the following: 1) Identification of the applied translation technique in the translation of the drama Iphigenia auf Tauris from German into Indonesian; 2) Identification and differentiation of the stylistics related to the translation techniques used in the aforementioned drama, in particular, high-level stylistic devices, neutral-language stylistic devices, and colloquial stylistic devices; 3) Analysis of the application reasons for the respective translation technique, in particular for the high-level, neutral-language and colloquial stylistic devices. This study uses a stylistic approach based on the descriptive method of equivalent translations. This study is based on Johann Wolfgang von Goethe's drama Iphigenie auf Tauris and the translation of the drama into Indonesian by E. Korah-Go: Ifigenia di Semenanjung Tauris. The examination data comprises 632 pairs of lines in German and in Indonesian translation. The data collection process is based on an interactive document analysis. The result of this study shows the following. 1) There are six translation techniques used in the translation of the drama Iphigenia auf Tauris from German to Indonesian: borrowing, literal translation (used in 106 cases); transposition (used in 63 cases) modulation (in 379 cases); equivalence (used in one case);

Furthermore, there is the connection of different translation techniques in 83 cases. 2) The analysis of the literary style reveals that neutral speech is the most dominant stylistic device in the text studied, used in 474 cases, followed by high- level stylistic devices in 139 cases and 19 cases of colloquial stylistic devices.

Furthermore, stylistic changes were identified in connection with the respective translation technique used, for example, high-level stylistic devices shifted to neutral-language or they were reproduced in colloquial stylistic devices or vice versa. The application of the respective translation technique for the high-level, the neutral and the colloquial style elements is dependent on the context and are aligned with the reproduction of the sense of the text. The style should be appropriate to reflect the literary beauty of the text and at the same time to facilitate the understanding of the reader.

Keywords: translation technique, stylistic aspect, drama Iphigenie auf Tauris.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Alloh SWT karena berkat limpahan rahmat dan karuniaNYA sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada sejumlah nama yang memberikan bantuan mulai dari proses pendidikan sampai selesainya disertasi ini:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Linguistik Program Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Robert Sibarani MS., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Program Studi Linguistik Program Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universiyas Sumatera Utara, yang telah memberikan masa yang sangat berharga kepada penulis untuk belajar di Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP., Ketua Program Studi Linguistik Program Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang menyediakan fasilitas pembelajaran kepada penulis selama belajar di Program Studi Linguistik sekaligus sebagai Penguji, dan Dr. Mulyadi, M.Hum, Sekretaris Program Studi Liguistik Program Doktor, serta Dr. T. Thirhaya Zein, Sekretaris Program Magister, yang memberikan perhatian dan motivasi untuk dapat diselesaikannya disertasi ini.

(8)

5. Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D, Promotor atas kesabaran Ibu yang luar biasa dalam memberikan bimbingan, masukan dan motivasi tiada henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

6. Dr. Sufriati Tanjung, M.Pd, Co-Promotor atas bimbingan, saran dan motivasi hingga dapat diselesaikannya penulisan disertasi ini.

7. Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A, Co-Promotor yang telah membimbing dan memberikan semangat selama proses sampai selesai penulisan disertasi.

8. Isti Haryati, M.A. dan Akbar K. Setiawan, S.Pd. M.Hum., dosen Sastra di Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman FBS UNY, yang telah dengan sabar dan tulus menjadi teman diskusi dan berbagi ilmu tentang sastra dan penerjemahannya. Drs. Denni Iskandar, M.Pd., dosen Bahasa Indonesia UNSYIAH Banda Aceh, yang telah berkenan berbagi ilmu tentang menjadi stilistika Bahasa Indonesia dan memberi masukan bagi penulisan disertasi. . 9. Balazs Huszka, Ph.D., sebagai ahli bahasa Jerman, yang banyak memberi

masukan terkait dengan data dan analisisnya.

10. Dosen Penguji luar komisi, Prof. Ikhwanuddin Nasution, M. Si.,

11. Dr. Eddy Setia, M.Ed.,TESP., Dr. Roswita Silalahi, M.Hum, dan Dr. Surya Hutagalung, M.Pd yang telah banyak memberikan saran-saran dan masukan yang sangat membantu dalam penulisan disertasi ini.

12. Semua staf pengajar di Program Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu selama perkuliahan.

13. Semua staff administrasi Program Studi Linguistik, yang telah banyak memberikan pelayanan yang baik dan membantu dalam memberikan informasi hingga penyelesaian studi.

(9)

14. Teman-teman seangkatan yang telah saling berbagi suka dan duka selama pendidikan, semua teman sejawat dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu, baik moril maupun materiil, serta doa dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan sampai selesai.

Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan kesilapan, pada kesempatan ini penulis memohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak atas segala yang kurang berkenan di hati, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja selama berinteraksi semasa perkuliahan. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua. Amin .

Semoga disertasi ini memberikan manfaat, tidak hanya bagi penulis, tetapi juga masyarakat, bangsa, dan negara pada umumnya, dan masyarakat akademik, khususnya yang menekuni bidang linguistik dan kajian terjemahan.

Medan, 05 Desember 2018 Penulis,

Siti Kudriyah

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Kudriyah

Tempat dan Tgl. Lahir : Kulon Progo, 10 Mei 1965 NIP : 196505101993032001 Agama : Islam

Jabatan Fungsional : Lektor Kepala Pangkat/ Golongan : Pembina/ IV b

Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Medan

Alamat Kantor : Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate 20221 Alamat Rumah : Jl. Bakti Indah V/72 Kompl. Tata Alam Asri Medan 20125

Alamat E-mail : [email protected] Suami : Dwades Tampubolon, SH.

Anak : 1. Issabellina D. Tampubolon, M. Biotech.

2. J. Junior D. Tampubolon, Amd.

PENDIDIKAN

1971-1976 SD Negeri I Purwodadi, Purworejo 1977-1980 SMP Negeri I Purwodadi, Purworejo 1981- 1983 SMA N I Purworejo

1983-1989 Pendidikan Bahasa Jerman IKIP Yogyakarta, judul skripsi “Hubungan antara Sikap, Minat dan IQ terhadap Kemampuan Bahasa

Jerman”

1995-1998 Pendidikan IKIP Jakarta, judul tesis “Kemampuan Menyimak”

PENGAJARAN

1993 – sekarang Dosen Tetap Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan JABATAN

2004 - 2007 Ketua Program Studi Bahasa Jerman FBS UNIMED 2008 - 2011 Ketua Program Studi Bahasa Jerman FBS UNIMED 2012 - 2015 Sekretaris Jurusan Bahasa Asing FBS UNIMED ORGANISASI PROFESI DAN AKTIVITAS PROFESIONAL

2006 – sekarang Pembina Ikatan Guru Bahasa Jerman Indonesia (IGBJI) Cabang Kota Medan

(11)

2014 – sekarang Koordinator Asosiasi Germanistik Indonesia (AGI) Propinsi Sumatera Utara

2013 - sekarang Pembina Musyawarah Guru Bahasa Jerman Madrasal Aliyah Negeri (MAN) Sumatera Utara

2006 - sekarang ‘Multiplikator Netzwerk tersertifikasi Goethe Institut Indonesia”

Sejak 2017 Anggota “Jogja Literary Translation Club”

PENGHARGAAN

Satyalancana Karya Satya XX tahun KEPRES RI No 26/ TK/

TAHUN 2018 PUBLIKASI (5 Tahun Terakhir)

No .

Jurnal Nasional (non) Terakreditasi

Nama Jurnal

Volume/

Nomor/Tahun 1. Terjemahan mahasiswa program

Studi Bahasa Jerman

Allemania UPI

ISBN 978-602- 71988-1-4 September 2014 2. Menulis Artikel “ Modulasi dalam

Penerjemahan”

Allemania UPI

ISSN: 2088-7582 Vol. 5, No. 1 Juni 2015

3. Menulis Artikel “ Film im Deutschunterricht”

Allemania UPI

ISSN: 2088-7582 Vol. 8 , No. 1 Juni 2016

4. Are Homorganic Plosive-Fricative Clusters always Affricates in German?

Allemania UPI

ISSN: 2088-7582 No. 1 Januari 2018

PENGALAMAN SEMINAR (Nasional/ Internasional) dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Makalah Nama Pertemuan Ilmiah /Seminar

Tahun Pelaksana 1 Indonesische und

deutsche Redewendung im Vergleich

Seminar Internasional -2 nd. ISOL

2014 Universitas Kelantan Malaysia 2 Pengembangan

Pengajaran Bahasa Jerman

Simposium Internasional -1 Terjemahan

2014 FIB UI Jakarta 3 Meaning based

Translation

Seminar Internasional 5th ISOFOL

2014 SEAMEO QITEP Jakarta

(12)

4 Sprechakt der Deutschstudenten

Seminar Internasional AGI

2014 UM Malang 5 Eufimism in the

Political

Seminar Internasional Bahasa dan

Terjemahan

Language/ Study of Translating

2014 USU Medan

6 Probleme beim Deutschlernen in Indonesien

Seminar Internasional Didaktik Metodik Pengajaran Bahasa Jerman

2015 Goethe Institut München Jerman 7 Teaching Translation/

Idiomizing Translation

Simposium Internasional -2 Terjemahan

2016 FIB UI Jakarta 8 Spass beim

Grammatik-lernen

Konggres Nasioal IGBJI (Ikatan Guru Bahasa Jerman Indonesia)

2016 di Jakarta

9 Transposition im Deutschen

Seminar Internasional AGI ke 3

2016 di UNPAD Badung 10 Seminar Nasional

Penerjemahan

Modulasi dalam Penerjemahan

2017. di Sanata Dharma Yogyakarta 11 Perempuan di Pinggir

Danau: Angan akan Harmoni Alam dan Lingkungan

Seminar nasional

”Menopang Kemajuan Kebudayaan Bangsa melalui Karya Ilmiah Intelektual

2017. di USU Medan

12 HOTS on the Test for A2 A1 - GER Reading Skill

Seminar Internasional 5th ISOFOL

2017. SEAMEO QITEP Jakarta 13 “Personification in

The Text “Frauen am Rande Der See” and Its Translation”

The Second Seminar on Translation 2018.

“Research, Practice, and Pedagogy”

2018 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 14 Modulation im Text

Iphigenie auf Tauris

4. Internasionale Konfernz des IGVs

2018 UNY Yogyakarta 15 Interkulturelle Landes-

kunde zur

Unterstützung der Kommunikations- kompetenz.

Internasional Seminar on Foreign Language Teaching, Linguistics and Literatur .

2018 UNIMED Medan

(13)

PENATARAN/ LOKAKARYA

No Nama Penataran Tahun Status Pelaksana

1. Workshop “Testen und Prüfen”

2014 Instruktur Kerjasama IGBJI Kota Medan dan MGMP B. Jerman MAN Sumatra Utara 2. Workshop “Testen und

Prüfen”

2014 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP Kota Binjai 3. Workshop “Testen und

Prüfen”

2014 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kodya Simalungun

4. Workshop “Landeskunde I”

2014 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kodya Simalungun

5. Pendampingan

Pemantapan Kurikulum 2013 bagi Guru Bahasa Jerman di Sumatera Utara, Medan

2014. Instruktur P4TK Jakarta &

MGMP B. Jerman Kota Medan

6. Workshop “Landeskunde I”

2015 Instruktur Kerjasama IGBJI Kota Medan dan MGMP B. Jerman MAN Sumatra Utara 7. Diklat Peningkatan

Kompetensi Guru Bahasa Jerman SMA Tingkat A2

2015 Instruktur Penyelenggara P4TK Jakarta

8. Workshop “Landeskunde II”

2015 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kodya Simalungun

(14)

9. Workshop “Landeskunde II”

2016 Instruktur Medan dan MGMP B. Jerman MAN Sumatra Utara 10. Workshop “Landeskunde

I”

2016 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kabupaten Batubara

11. Workshop “Landeskunde II”

2016 Instruktur Medan dan MGMP B. Jerman MAN Sumatra Utara 12. Workshop “Landeskunde

I”

2016 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kabupaten Batubara

13. Penyusunan “ Modul Nasional Guru Pembelajar Bahasa Jerman”

2014 Penyusun Kemendikbud Jakarta

& P4TK Bahasa Jakarta

14. Penyusunan “ Soal UKG Guru Bahasa Jerman”

2016 Penyusun Kemendikbud Jakarta

& MGMP B. Jerman P. Siantar

15. Perevisi “ Modul Nasional Guru Pembelajar Bahasa Jerman

2017 Reviewer Kemendikbud Jakarta

& P4TK Bahasa Jakarta

16. Instruktur Workshop

“Literatur auf A1/ A2 ” Teil 1

2017 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kota P. Siantar 17. Penyusunan ”Soal USBN

(Ujian Sekolah Berstandar Nasional)

2017. Instruktur Kemendikbud Jakarta

& MGMP P. Siantar

18. Diklat A2 bagi Guru Jerman Sumatera Utara’

2017 Instruktur P4TK Jakarta

(15)

19. Instruktur Workshop

“Literatur auf A1/ A2 ” Teil 2

2018 Instruktur Kerjasama IGBJI dan MGMP B. Jerman Kota P. Siantar

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

RIWAYAT HIDUP ... xiii

DAFTAR ISI ... xviii

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

DAFTAR SINGKATAN ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Definisi Istilah ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Penerjemahan ... 15

2.1.1. Definisi Penerjemahan ... 15

2.1.2. Proses Penerjemahan ... 17

2.1.3. Ideologi Penerjemahan ... 21

2.2. Teknik Penerjemahan ... 28

2.3. Stilistika (Stilebene) ... 36

2.3.1. Kajian Stilistika ... 36

2.3.2. Stilistika dalam Terjemahan ... 38

2.3.3. Konsep Stilistika (Stilebene) Bahasa Jerman ... 39

2.3.2.1. Tataran kata ... 44

2.3.2.2. Tataran Kalimat (Satzebene) ... 47

2.4. Penerjemahan Drama ... 53

2.5. Drama Iphigenie auf Tauris ... 56

2.6. Kajian yang Relevan ... 58

2.7. Kerangka Konsep ... 68

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 70

3.2. Rancangan Penelitian ... 71

3.3. Data dan Sumber Data ... 72

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 74

3.5. Teknik Sampling ... 75

3.6. Instrumen Penelitian ... 75

3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 76

3.8. Teknik Analisis Data ... 78

(17)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ... 81

4.1.1. Teknik Penerjemahan yang Digunakan Penerjemah ... 82

4.1.1.1. Peminjaman (borrowing) ... 83

4.1.1.2. Penerjemahan Harafiah (Literal Translation) ... 86

4.1.1.3. Tansposisi (Transposition) ... 89

4.1.1.4. Modulasi (Modulation) ... 95

4.1.1.5. Pemadanan (Equivalence) ... 99

4.1.1.6. Gabungan Beberapa Teknik Penerjemahan ... 102

4.1.2. Realisasi Stilistika dalam Drama Iphigenia auf Tauris ... 112

4.1.2.1. Bahasa Tinggi (gehoben) ... 114

4.1.2.2. Bahasa Baku (neutral) ... 115

4.1.2.3. Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) ... 116

4.1.2.4. Bahasa Tinggi (gehoben) →Bahasa Tinggi (gehoben) ... 118

4.1.2.5. Bahasa Tinggi (gehoben) → Bahasa Baku (neutral) ... 120

4.1.2.6. Bahasa Tinggi (gehoben) → Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) ... 121

4.1.2.7. Bahasa Baku (neutral) → Bahasa Baku (neutral) ... 122

4.1.2.8. Bahasa Baku (neutral) → Bahasa Tinggi (gehoben) ... 122

4.1.2.9. Bahasa Baku (neutral) → Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) ... 124

4.1.2.10. Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) → Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) ... 126

4.1.2.11. Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) → Bahasa Tinggi (gehoben) ... 127

4.2.2.12. Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) → Bahasa Baku (neutral) ... 129

4.1.3. Kaitan Stilistika Bahasa Tinggi (gehoben), Bahasa Baku (neutral) dan Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) dengan Teknik Penerjemahan ... 130

4.1.3.1. Bahasa Tinggi (gehoben) ... 131

4.1.3.2. Bahasa Baku (neutral) ... 164

4.1.3.3. Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) ... 181

4.2. Pembahasan ... 186

4.2.1. Bahasa Tinggi (gehoben) ... 187

4.2.1.1. Kata kerja (Verben) ... 187

4.2.1.2. Kata kerja kala lampau (Präteritum) ... 188

4.2.1.3. Kata benda (Nomen) ... 189

4.2.1.4. Kata sifat (Adjektive) ... 190

4.2.2. Bahasa Baku (neutral) ... 190

4.2.3. Bahasa Sehari-hari (umgangsprachlich) ... 191

(18)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 196 5.2. Saran ... 199 DAFTAR PUSKATA ... 201

(19)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Tingkatan stilistika (Stilebene) menurut kamus stilistik “Duden

Wörterbuch 3" Klin dan Koch (1979) ... 41

4.1. Teknik penerjemahan ... 83

4.2. Gabungan teknik penerjemahan ... 103

4.3. Stilistika dalam teks Iphigenie auf Tauris ... 113

4.4. Pergeseran ragam stilistika dari BSu ke Bsa ... 117

4.5. Penerapan teknik penerjemahan pada tiga ragam stilistika ... 193

(20)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Model teori terjemahan Larson ... 16

2.2. Jenis teks Reiss dan variasi teks Chesterman ... 17

2.3. Langkah-langkah penerjemahan Nida dan Taber ... 18

2.4. Proses penerjemahan Bell ... 19

2.5. V-diagram Newmark ... 23

2.6. Skala terjemahan (Larson) ... 23

2.7. Skala terjemahan (Hervey, Loughridge & Higgins) ... 24

2.8. Stilistika dalam pertautan studi linguistik dengan sastra dan kultur ... 37

2.9. Kerangka konsep ... 69

3.1. Komponen analisis data (Miles, Huberman & Saldana (2014) ... 79

3.2. Kerangka pikir ... 80

4.1. Penerapan teknik terjemahan ... 112

4.2. Stilistika dalam teks Iphigenie auf Tauris ... 186

4.3. Teknik penerjemahan pada tiga ragam stilistika; bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) ... 195

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Analisis Data Terjemahan ... 205 2. Surat Keterangan dari Ahli ... 286 3. Bukti Diskusi dengan Ahli dan Intrareter melalui Media WhatsApp ... 287

(22)

DAFTAR SINGKATAN

BSu : Bahasa Sumber BSa : Bahasa Sasaran

BJ : Bahasa Jerman BI : Bahasa Indonesia prep. : preposisi

nom . : nomina konj. : konjungsi adv. : adverb

pers. pron.: Personal Pronomen ‘kata ganti orang’

pos. pron. : Posessive Pronomen ‘kata ganti kepunyaan’

NA : (Nominalausdruck). ‘ungkapan nominal’.

VA : (verbaler Ausdruck) ‘ungkapan verbal’

SL : Source Language TL : Target Language

(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, yang didukung pesatnya kemajuan teknologi informasi, pengaruh dan arus komunikasi antar negara pun semakin lancar. Kerjasama di bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan kebudayaan semakin meningkat. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus dapat diadopsi dari negara lain, agar tidak tertinggal dalam berbagai bidang. Dengan demikian kemampuan bahasa asing dan lebih lanjut lagi pemahaman antar budaya menjadi suatu hal yang penting bagi masyarakat dalam menjalin hubungan antar bangsa.

Terkait dengan hal ini peran penerjemahan menjadi sangat penting. Kegiatan penerjemahan seharusnya ditingkatkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Pemahaman antarbudaya merupakan usaha untuk memahami kehidupan sosial budaya berbagai bangsa lain di dunia, yang amat berguna untuk menjalin hubungan dan kerja sama antarbangsa. Ada banyak cara memahami budaya bangsa lain yang mencakup berbagai aspek kehidupan, yang salah satunya adalah pemahaman melalui karya sastra. Dengan membaca dan mempelajari karya sastra secara langsung atau tidak langsung berarti mengenal dan memahami kehidupan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.

Penerjemahan karya sastra, merupakan bagian dari upaya mempererat persahabatan antar bangsa. Sastra multikultural berpotensi sebagai media komunikasi antar bangsa. Penerjemahan puisi karya penyair Jerman ke Bahasa Indonesia, bagian dari upaya mempererat persahabatan antar bangsa melalui karya sastra (www.antara-news.com., 30 Juli2011). Penerjemah bahasa Indonesia dari

(24)

Universitas Bonn, Berthold Damshauser banyak menerjemahkan karya sastra Indonesia ke dalam bahasa Jerman dan dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia.

Melalui program Presidential Friends of Indonesia (PFoI), program Kementerian Luar Negeri, antara lain kerjasama di bidang sastra itu, Berthold Damshauser mengembangkan dan menyebarluaskan karya sastra Indonesia dan Jerman.

Penerjemahan sastra sebagai jalan pemahaman antar budaya merupakan tema diskusi kuliah tamu pada Jurusan Sastra di beberapa Universitas tahun 2016.

Pengarang dari Indonesia Dorothea Rosa Herliany menerima beasiswa Berliner Künstlerprogramm dari Dinas pertukaran akademik Jerman dan menerbitkan kumpulan karyanya “Schenk mir alles, was man die Männer nicht besitzen. Karya terjemahan tersebut menyebarluaskan budaya, terutama sastra Indonesia ke Jerman dan berbagai nilai estetika yang terkandung di dalamnya.

Sastra siber merupakan karya sastra yang dipublikasikan melalui internet, mengatasi batas ruang dan waktu, dapat sebagai media sosialisasi nilai

multikultural dan pluralisme global dalam kehidupan masyarakat dunia saat ini.

Dengan membaca karya sastra pembaca secara tidak langsung diajarkan untuk dapat merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan. Dengan demikian pembaca diharapkan menjadi lebih arif, terbuka, peka terhadap nilai- nilai kemanusiaan dan menumbuh kembangkan simpati, empati dan memahami orang lain. Melalui kata-kata sastra diharapkan dapat dihasilkan norma-norma yang mampu mengasah jiwa, membuka kepekaan, serta melahirkan pemahaman atas berbagai kenyataan (konflik) yang timbul dalam masyarakat serta mampu memberi makna dan penafsiran positif atas kenyataan pluralisme.

Terkait dengan pemahaman keberagaman dinyatakan bahwa sastra berpo-

(25)

tensi baik untuk menunjukkan adanya masalah dalam hubungan antarkelompok, dari prasangka yang dimunculkan melalui stereotip dan penggambaran konflik yang ada, yang selanjutnya dapat membukakan pemahaman lintas budaya dengan penekanan pada solidaritas, empati, dan kebersamaan. Artinya,sastra multikultural berpotensi menjadi suatu media yang mempersatukan, dan menggabungkansubstansi lokal, nasional, maupun internasional secara damai dalammasyarakat, agar mereka bisahidup dalam harmoni. Banyaknya imigran di Eropa menjadikan pluralisme hal yang sangat penting. Di Indonesia semboyan Bhineka Tunggal Ikadapatdijadikan alat untuk menjaga keutuhan bangsa di tengah-tengah perbedaan (pluralisme). Namun akhir akhir ini pluralisme sedang menjadi permasalahan besar, sehingga demi keutuhan bangsa, pemahaman tentang pluralisme harus lah ditingkatkan.

J. W. von Goethe merupakan pelopor sastrawan yang menginspirasi tema kemanusiaan. Ifigenia, karya Goethe pada abad ke-18, telah mengangkat tema kemanusiaan dan solidaritas. Dalam perkembangannya mulai tahun 90-an sastra migran banyak mengangkat masalah budaya. Salah seorang pengarang wanita terkenal, Zehra Cirak yang berasal dari Turki dan hidup di Jerman mengangkat tema alternatif, yaitu tentang identitas budaya yang didambakan oleh generasi ketiga . Identitas yang tidak harus berpatokan pada budaya Jerman maupun budaya Turki dan lebih menyukai perpaduan budaya yang beraneka ragam (Agoesman, 2012: 660). Dengan adanya terjemahan karya sastra memungkinkan pengenalan nilai-nilai kepada masyarakat secara lebih luas. Wawasan tentang budaya lain membuka kesadaran adanya keberagaman dan menyadarkan pentingnya memahami perbedaan dalam banyak hal, budaya, adat istiadat dan

(26)

sebagainya.

Karya sastra yang merupakan benda budaya yang dihasilkan oleh suatu masyarakat yang berakar pada tempat dan waktu tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa sastra tidak bisa diterjemahkan.Prinsip kesepadanan tidak dapat diterapkan pada teks sastra, penerjemah tidak dapat untuk tidak melakukan perubahan sama sekali pada bentuk ataupun makna (Mohd & Hassan, 2010: 289- 290). Sapardi (2003) menyampaikan pendapat yang sama, bahwa setiap pener- jemah karya sastra pada hakikatnya mengkhianati yang diterjemahkannya sebab hanya dengan demikian ia bisa menampung karya yang diterjemahkannya itu ke dalam bahasa sasaran. Tidaklah mudah menerjemahkan suatu cerminan dari suatu masyarakat pada tempat dan waktu tertentu, ke masyarakat lain yang akar budayanya berlainan. Ada kemungkinan untuk mengalihkan kata demi kata dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, namun kata yang muncul dalam bahasa sasaran itu tidak akan sepenuhnya bisa menampung apa yang dikandung dalam bahasa sumber. Penerjemahan memang merupakan pengkhianatan yang kreatif. Dalam menerjemahkan, seorang penerjemah dipaksa menciptakan bahasa yang setepat- tepatnya untuk mengalihkan pengalaman unik yang ada dalam sastra sumber, yang sangat mungkin tidak pernah dihayatinya karena bukan merupakan bagian kebudayaannya. Menerjemahkan karya sastra berarti mengubah, mengurangi atau menambah apa yang ada pada aslinya (Sapardi, 2003).

Karya sastra termasuk tipe teks ekspresif, yang dimensinya adalah estetik, dimana penulis menciptakan ekspresi atau pemikirannya secara kreatif dan artistik, sehingga dalam menerjemahannya dalam teks sasaran harus mentransmisikan bentuk estetis. Metode penerjemahannya adalah ‘identifikasi’,

(27)

mengadopsi perspektif penulis bahasa sumber (Munday, 2012: 112). Dengan demikian penerjemah juga melibatkan emosi atau perasaannya serta interpretasi terhadap teks. Terkait dengan berbagai pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa dalam melakukan perubahan, penerjemah perlu menerapkan teknik - teknik yang tepat agar dapat mengungkapkan makna dengan menampilkan kesan keindahan sastra. Penerjemah yang handal dan berbakat justru dapat menciptakan karya yang lebih indah dari karya aslinya. Sangat mungkin ada terjemahan yang lebih bagus dari aslinya.

Sastra Jerman merupakan kiblat satra klasik Eropa, dan drama Iphigenie auf Tauris oleh J. W. von Goethe merupakan karya penting periode sastra Sturm und Drang. Karya Ifigenia menjadi sangat penting, karena mengangkat tema kemanusiaan, sebagai kritik terhadap keadaan masyarakat zaman itu dan merupakan tema yang berbeda dari karya sastra sebelumnya. Tema baru yang menggugah pandangan dan semangat pencerahan di Eropa. Karya ini merupakan karya penting dalam dunia kesusastraan Jerman, sehingga sebagai bahan kajian dalam kurikulum di Jurusan bahasa Jerman di Indonesia. Untuk memahami teks Iphigenie auf Tauris tidaklah mudah, bahkan juga bagi penutur asli. Hal ini dinya- takan oleh beberapa penutur asli bahasa Jerman. Kosa kata maupun tata bahasa yang mencerminkan karya abad ke-18 tidak mudah untuk dipahami. Selain itu gaya penulisan pada teks Iphigenie auf Tauris membuat pemahaman menjadi lebih sulit. Pembaca awam, tanpa latar belakang pengetahuan tentang sastra maupun gaya penulisan J. W von Goethe sulit memahami isi teks drama teks Iphigenie auf Tauris. Oleh sebab itu terjemahan dalam bahasa Indonesia sangatlah membantu pembaca untuk dapat memahaminya.

(28)

Beberapa hal yang menarik pentingnya mengkaji terjemahan drama Ifigenia, yaitu berkaitan dengan tata larik dan penerjemahan setia, penggunaan bahasa Indonesia baku, pemilihan ragam bahasa sastra yang diselingi ragam bahasa umum, pemilihan kosakata arkhaik sebagai upaya memunculkan gaya yang sepadan. Penerjemahan drama Ifigenia dinilai Sapardi mampu dengan sangat teliti dalam mengalihkan makna karya Goethe tersebut ke dalam bahasa Indonesia dan dapat menghadirkan hasil pemikiran seorang Jerman pada abad ke- 18 agar mudah dipahami khalayak Indonesia pada abad ke-21 (Sapardi dalam Korah-Go, 2001: xiii).Ketelitian penerjemahan juga pada sistem penomoran kalimat pada teks sasaran, sehingga diperoleh dengan jumlah yang sama yaitu 2174 baris. Penomoran tersebut sangat membantu memudahkan orientasi pembaca. Demikian juga halnya dengan jumlah adegan dalam setiap babaknya sama dengan bahasa sumber, babak pertama terdiri atas empat adegan, babak kedua dua adegan, babak ketiga, tiga adegan, babak keempat lima adegan, babak kelima ada enam adegan.

Tata larik terjemahan drama Ifigenia diupayakan seperti dalam teks sumber, untuk menjaga gaya penulisan asli teks sumber. Larik teks sumber yang kebanyakan berupa kalimat panjang, kalimat majemuk dengan banyak anak kalimat, dan keterangan aposisi, jika mungkin dipertahankan juga dalam teks sasaran dan atau disesuaikan berdasarkan penafsiran yang tepat untuk dapat dipahami pembaca. Dalam upaya menghasilkan terjemahan yang menjamin keterbaca-an(Lesbarkeit), diterapkan berbagai teknik terjemahan. Berikut ini dipaparkan beberapa contoh terjemahan dalam teks Iphigenie auf Tauris yang perlu untuk dikaji:

(29)

1) BSu : Wenn du den göttergleichen Agamemnon, (J45 h.4) …

wohl erhalten hast.(J50 h.4)

BSa : ‘Kalau Agamemnon, yang gagah laksana dewa,(I45 h.5)

telah kau jaga baik, …’(I50 h.6)

Kalimat pengandaian dengan menggunakan ‘wenn’ meletakkan kata kerja

“erhalten hast” pada akhir anak kalimat. Pada teks BSu di atas, kata ‘ erhalten hast’ merupakan rangkaian dari awal kalimat ‘ wenn du… (baris 45) …wohl erhalten hast’(baris 50). Dalam contoh ini dapat diperlihatkan bahwa tata larik teks sasaran tetap dipertahankan seperti pada teks sumber, dengan membuat sudut pandang yang berbeda dalam menerjemahkannya, dengan menerapkan teknik modulasi. Objek kalimat ‘den göttergleichen Agamemnon’ disusun pada awal kalimat. Penerjemahan tidak dimulai dari subjek “du”, tetapi objek kalimat ‘den göttergleichen Agamemnon’.

2) BSu : Scheinst du dir hier vertrieben und verwaist?(J75 h.5)

BSa : Apakah Putri menganggap dirinya diperlakukan sebagai pengungsi dan yatim piatu di negeri ini? (I75 h.7)

Penggunaan kata Putri dari terjemahan engkau ‘du’dan penulisan huruf kapital, sesuai dengan kaidah BSa. Penerjemah menyesuaikan budaya dan pilihan kata sapaan yang sesuai bagi seorang putri, tidak berkamu, seperti dalam BSu.

3) BSu : …, der fern von Eltern und Geschwistern (J15 h.3)

BSa : Duhai manusia yang jauh dari orang tua dan sanak saudara (I15 h.4) Kata ‘duhai manusia’ untuk menyesuaikan pada konteks dialog, sebagai ungkapan seruan dengan gaya lama, yang sekarang tidak digunakan. Duhai

(30)

manusia adalah terjemahan dari …, der fern von Eltern und Geschwistern. Dalam BSu artikel der sebagai kata tunjuk tertentu jenis maskulin. Der pada anak kalimat tersebut merupakan sapaan tidak tertentu/ kepada semua orang, Bahasa Jerman adalah bahasa seksis yang berorientasi pada jenis maskulin, yang berfungsi sebagai kata sapaan tunjuk kepada orang lain.

4) BSu : … und vor allen Dianen, baris 197) die entschloßne Göttin, (baris 198)

Und Jungfrau einer Jungfrau gern gewährt (baris 200) BSa : … dan terutama kepada dewi Diana (baris 197)

… dewi yang pemberani dan tegas (198)

dan sebagai dewi yang perawan dengan senang hati melindungi perawan (baris 200).

Kalimat baris 200 mengacu pada subjek baris ke 198, Jungfrau = die Göttin- Jungfrau einer Jungfrau gern gewährt, gewährt diterjemahkan dalam konteks

‘melindungi’.

5) BSu : Ihn freuet der Besitz; ihn krönt der Sieg! (baris 27)

BSa : Harta milik membahagiakannya;perang yang dimenangkan memasyhurkannya! (baris 27)

Pengubahan tema dan rema (Umstellung) yang bertujuan memberikan penekanan pada informasi yang disampaikan (der Besitz ‘harta milik’ , der Sieg’ perang’.

Pada BSu kata der Besitz ‘harta milik’ dan der Sieg ’perang’ merupakan rema (yang memberi informasi tentang apa yang dibicarakan), namun pada BSa sebagai tema (tumpuan pembicaraan).

6) BSu : Zu freiem Dienstedir gewidmet sein. (baris 38)

(31)

BSa : Tulus ikhlas kuabdikan kepadamu. (baris 38)

Perubahan ungkapan nominal menjadi ungkapan verbal menjadikan kalimat terjemahan berterima dan mudah dipahami. Pada BSu, zu freiem Dienste (frasa nominal) diterjemahkan menjadi ‘kuabdikan’ (frasa adjektiv).

7) BSu : Dies Frauenschicksalist vor allen meins. (baris 116)

BSa : ‘Betapa aku menderita, dirundung malangnya nasib perempuan (baris 116)

Penerjemahan frasa vor allen meins‘betapa aku menderita’ menimbulkan kesan yang lebih dalam dari pada ‘malangnya nasib perempuan’/ dies Frauenschicksal.

Pemilihan kata dalam menerjemahkan bertujuan menciptakan terjemahan yang sepadan dan terkesan alami.

8) BSu: Treibt nicht den König, solche Jünglingstat (baris 202)

BSa: Tidak mendorong raja berkelakuan seperti remaja. (baris 202)

Jünglingstat termasuk bahasa tinggi (gehoben) diterjemahkan dalamkata yang netral ‘remaja’. Untuk menciptakan kesepadanan dalam menerjemahkan, diupayakan menggunakan pilihan kata yang tepat.

Dari beberapa contoh terjemahan di atas dapat diidentifikasi berbagai penerapan teknik penerjemahan, yaitu;

a. Perubahan sudut pandang (contoh 1),

b. Pemadanan yang disesuaikan dengan konteks (contoh 2, 3, 4).

c. Penggunan pola Umstellung, yang terkait dengan tema rema, (contoh 5), d. Perubahan bentuk; frasa/ kalimat nominal menjadi frasa/ kalimat verbal

(Verbalisierung), seperti pada contoh 6.

(32)

e. Pilihan kata kaitannya dengan ragam bahasa (Stilebenen), bagaimana mengalihbahasakan ungkapan sastra dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran agar menghasilkan terjemahan yang baik dan estetis. (contoh 7 dan 8).

Teknik-teknik yang diterapkan tersebut sebagai cara untuk mencari solusi bagi permasalahan penerjemahan baik yang terkait masalah struktur maupun semantik. Selain masalah tata bahasa yang berbeda, pilihan kata merupakan hal penting dalam menerjemahkan. Pilihan kata, frasa dengan efek khusus yang dipilih penerjemah merupakan upaya agar menghasilkan terjemahan yang baik dan berkesan estetis. Dengan demikian penerjemah harus menerapkan teknik tertentu untuk menciptakan kalimat yang baik dan mengesankan nuansa keindahan. Mengutip pandangan Sapardi, bahwa terjemahan itu diibaratkan: yang cantik itu yang tidak setia, yang setia itu tidak cantik. “Ifigenia dari semenanjung Tauris ” adalah salah satu terjemahan setia dan juga cantik. Setia yang dimaksud adalah mengacu kepada teks sumber dan maksud pengarang. Terjemahan yang cantik artinya menggunakan bahasa Indonesia baku dan mudah dipahami.

Terjemahan tetap mempertahankan makna dengan menampilkan unsur keindahan sastra. Oleh karena itu perlu diteliti dan dikaji teknik-teknik terjemahan dan stilistika pada penerjemahan Iphigenie auf Tauris, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai pedoman penerjemahan yang baik.

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah

Kajian utama dalam penelitian ini adalah stilistika (Stilebenen), yang dikaitkan dengan pilihan kata. Penelitian ini akan mencakup analisis pilihan kata bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam terjemahan drama “Ifigenia di Semenanjung Tauris’ oleh E. Korah-Go. Analisis terkait dengan stilistik BSu, dan

(33)

penerjemahannya sebagai usaha menciptakan bahasa yang setepat-tepatnya dalam bahasa sasaran. Penerjemahan sastra merupakan interpretasi teks dengan melibatkan emosi serta perasaan dan selanjutnya mengungkapkannya dalam bentuk indah. Upaya menginterpretasikan bentuk estetis dari kebudayaan Yunani masa lalu ke dalam konteks masa kini bukan hanya memerlukan kemampuan bahasa Jerman yang bagus namun juga memiliki cita rasa keindahan. Oleh karena itu perlu dikaji penerjemahannya terkait dengan pilihan kata, serta teknik penerjemahannya.

Berdasarkan batasan tersebut, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1) Teknik penerjemahan apa sajakah yang diterapkan dalam menerjemahkan drama Iphigenie auf Tauris?

2) Bagaimana realisasi stilistika dikaitkan dengan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan drama Iphigenie auf Tauris,tingkat bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich)?

3) Mengapa stilistika tingkat bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) diterjemahkan dengan teknik penerjemahan tertentu?

1.3. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menemukan teknik-teknik penerjemahan yang diterapkan dalam mener- jemahkan kalimat yang terdapat drama Iphigenie auf Tauris.

(34)

2) Menjelaskan realisasi stilistika dikaitkan dengan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan teks drama Iphigenie auf Tauris, bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgang- sprachlich).

3) Menganalisis stilistika bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) terkait dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Teknik terjemahan yang dominan digunakan, dapat memberikan gambaran yang konkrit dalam menerjemahkan teks sastra. Karena teks sastra menonjolkan keindahan, dalam menerjemahkan dituntut pola penerjemahkan dengan menerapkan teknik penerjemahan yang dapat memindahkan makna setepat-tepatnya dengan memunculkan kesan estetis.

2) Hasil penelitian yang terkait dengan stilistika yang dominan, dapat memberikan gambaran tentang penerapan stilistika dalam teks panjang (drama), khususnya ragam bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich).

3) Di samping itu, hasil penelitian ini akan dapat membantu memetakan pola perubahan ragam BSu (Bahasa Jerman) menyesuaikan ragam stilistika BSa (Bahasa Indonesia), yang disebabkan oleh penerapan teknik penerjemahan, sebagai upaya penyampaian pesan yang optimal dengan mempertimbangkan unsur estetis dari karya sastra.

(35)

4) Penelitian ini juga menjelaskan mengapa stilistika bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich) dalam BSu (Bahasa Jerman) diterjemahkan dengan menerapkan teknik terjemahan tertentu. Dengan demikian penelitian ini akan mengungkap tujuan membuat pergeseran ragam stilistika dalam menerjemahkan teks Iphigenie auf Tauris.

5) Secara keseluruhan penelitian ini dapat mengeksplorasi cara menerjemahkan sastra dengan baik.

1.5. Definisi Istilah

1) Terjemahan adalah hasil pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, dalam hal ini dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia.

2) Teknik terjemahan adalah cara menanggulangi berbagai permasalahan penerjemahan, terkait masalah struktur, semantik dan pragmatik.

3) Stilistika (Stilebenen) dimaknai sebagai pilihan kata, yang terkait tingkat normatif dan ekspresif dalam mengungkapan ide agar dapat menimbulkan kesan keindahan pada pembaca. Unsur stilistika dalam penelitian ini dikhususkan pada bahasa tinggi (gehoben), bahasa baku (neutral) dan bahasa sehari-hari (umgangsprachlich).

4) Bahasa tinggi (gehoben): bahasa/ ungkapan halus sebagai ungkapan kesopanan yang digunakan pada situasi dan tujuan tertentu. Dalam bahasa sastra, bahasa tinggi (gehoben) digunakan untuk menciptakan efek keindahan. Yang digolongkan dalam bahasa tinggi (gehoben) adalah bahasa kiasan/ figuratif, pemakaian gaya bahasa, kata yang mengandung makna konotatif/ makna subjektif.

(36)

5) Bahasa baku (neutral): bahasa standar yang mengandung makna umum, ungkapan dengan arti apa adanya.

6) Bahasa sehari-hari (umgangsprachlich): ungkapan yang digunakan pada komunikasi dalam pergaulan sehari-hari, termasuk ungkapan yang terkesan kasar.

7) Teks: Karya sastra yang berbentuk drama berjudul Iphigenie auf Tauris karya J. W. von Goethe.

8) Bahasa Jerman: bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar di negara Jerman.

9) Bahasa Indonesia: bahasa yang digunakan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.

10) Bahasa Sumber: Bahasa yang digunakan dalam teks sumber, yaitu bahasa Jerman.

11) Bahasa Sasaran: Bahasa yang digunakan dalam teks sasaran, yaitu bahasa Indonesia.

(37)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Penerjemahan

Terdapat banyak ragam definisi terjemahan yang dikemukakan para ahli, yang pada dasarnya mengandung makna dan substansi yang sama, bahwa penerjemahan merupakan suatu proses pengubahan bentuk teks dari bahasa yang satu ke bahasa lain. Menerjemahkan bukanlah kegiatan yang mudah karena diperlukan penguasaan dan pemahaman berbagai masalah makna yang terkandung dalam suatu teks. Seorang penerjemah akan dihadapkan dengan berbagai masalah makna antara lain makna leksikal, gramatikal, konteks, tekstual, kultural dan sebagainya. Ideologi juga berperan dalam menerjemahkan, karena menentukan metode pener-jemahan yang akan diterapkan dan selanjutnya menciptakan hasil terjemahan.

2.1.1. Definisi Penerjemahan

Wills dalam Albrecht (2005: 24) mendefinisikan penerjemahan sebagai suatu prosedur pengubahan suatu naskah bahasa sumber menjadi naskah target dengan ekuivalensi seoptimal mungkin dan menghendaki pemahaman penerjemah terhadap sintaksis, semantik, stilistik, dan konteks naskah asli. Penerjemah dengan demikian tidaklah menerjemahkan kata demi kata, kalimat demi kalimat, tetapi naskah itu sendiri.

Larson (1984: 3) berpendapat bahwa penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan

(38)

melalui struktur semantis. Maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah. Larson menggambarkan pada bagan berikut, bahwa pemadanan leksikon, tata bahasa, situasi komunikasi serta konteks bahasa sumber disesuaikan dengan bahasa ttrget.

Bahasa Sumber

Bahasa Sasaran

Pemahaman makna Pengungkapan kembali

makna

Gambar 2.1. Model teori terjemahan (Larson, 1984:4)

Apa yang diterjemahkan bukanlah kata demi kata, atau kalimat demi kalimat, melainkan suatu konsep yang mengandung aspek semantik suatu ujaran atau buah pikiran dan bukan satuan-satuan linguistik, karena satuan-satuan linguistik sudah terkandung di dalam aspek semantik. Berkaitan erat dengan pendapat ini, Nord (2000: 28) menyatakan bahwa penerjemahan merupakan sebuah aktivitas komunikatif. Dalam proses komunikasi tersebut tercakup elemen- elemen, yaitu pengarang, karyanya, dan penerjemah. Jadi, pengarang menyam- paikan pesan lewat buah pikirannya dalam karyanya dalam bahasa sumber.

Teks yang

diterjemahkan Terjemahan

Makna

(39)

Penerjemahan merupakan pengalihbahasaan pesan, naskah, buah pikiran, ide baik yang berbentuk lisan ataupun tulisan dengan ekuivalensi yang semirip dan seoptimal mungkin. Selanjutnya seorang penerjemah dapat dikatakan berhasil jika ia dapat mengalihkan dan meneruskan pesan tersebut seutuhnya dalam bahasa

sasaran.

Dalam menerjemahkan perlu diperhatikan tipe teks, yaitu informatif, operatatif, maupun ekspresif, seperti pada gambar berikut.

informatif

karya referensi

laporan perkuliahan petunjuk penggunaan brosur pariwisata

biografi khutbah pidato resmi

drama kampanye pemilihan puisi satire iklan

ekspresif

operatif Gambar 2.2. Jenis teks Reiss dan variasi teks Chesterman dalam Munday 2012: 113)

(40)

Menurut gambar di atas, drama termasuk jenis teks ekspresif, yang dimensi bahasanya adalah estetis, sehingga dalam menerjemahkannya dalam bahasa sasaran harus dapat memindahkan bentuk estetis. Metode penerjemahan yang sesuai adalah metode ‘identifikasi’, yang mengadopsi perspektif penulis teks sumber (Munday, 2012: 113).

2.1.2. Proses Penerjemahan

Terkait dengan proses terjemahan Nida dan Taber (1974: 33) menyebutkan tiga langkah penerjemahan, yaitu analisis (memahami teks sumber), transfer (mengalihbahasakan dalam fikiran) dan restrukturisasi (menerjemahkan). Proses tersebut seperti pada gambar 2.2 berikut;

Gambar 2.3. Langkah-langkah penerjemahan (Nida dan Taber 1974: 33)

Mula-mula pada langkah analisis teks bahasa sumber harus dipahami isi pesannya dahulu secara garis besar. Analisis bertujuan untuk memahami dengan baik pesan teks sumber serta cara pengungkapan kebahasaannya. Analisis ini terkait dengan aspek struktur, aspek semantik, gaya bahasa dan pesan. Pada tahap

A (Bahasa Sumber) B (Bahasa Sasaran)

analisis restrukturisasi

X transfer Y

(41)

ini, untuk memecahkan permasalahan di luar tataran teks diperlukan referensi lain yang terkait dengan teks sumber, seperti ensiklopedi, kamus, undang-undang atau narasumber. Selanjutnya langkah transfer sebagai deverbalisasi dengan mengamati secara cermat satuan penerjemahan pada teks sumber dan kemudian mengalihbahasakannya ke bahasa sasaran. Langkah berikutnya restrukturisasi sebagai kegiatan penerjemahan yang sesungguhnya, yaitu mengubah struktur gramatikal dan semantik dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Setiap langkah dilakukan tidak hanya berulang ulang untuk mencapai keterbacaan dan kewajaran bahasa yang maksimal (Hoed, 2006: 68-70).

Lebih lanjut Bell membedakan dua istilah yang mirip, antara penerjemahan dan terjemahan. Menurut Bell (1991:13), penerjemahan diartikan sebagai proses, sedangkan terjemahan merupakan produk/ hasil dari proses penerjemahan.

Penerjemahan difokuskan pada suatu persyaratan bahwa isi dan style bahasa sumber harus sesuai ketika dialihkan ke bahasa sasaran atau harus ada unsur ekuivalensi.

“The process or result of converting information from one language or language variety into another. the aim is to reproduce as accurately as possible all grammatical and lexical features of the ’source language’

original by finding equivalents in the ’target language’. At the same time all factual information contained in the original text must be retained in the translation”.

Bell (1991: 44) menyatakan, bahwa penerjemahan sebagai sebuah proses mengubah informasi melalui pemahaman/ interpretasi makna teks sumber dan mengungkapkannya kembali makna tersebut dalam teks sasaran. Bell memandang penerjemahan sebagai pemrosesan informasi. Pemrosesan informasi ini dapat

(42)

terjadi pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang penerjemah melalui pendekodean teks sumber dan mengkodekan teks sasaran. Pengolahan teks tersebut dapat dilakukan secara bottom-up dan top-down. Keduanya terjadi pada proses analisis dan sintesis, saling berkaitan dalam tahap pemrosesan informasi, artinya analisis sintesis pada satu tahap dikaitkan dengan tahap berikutnya.

Tiga hal permasalahan dalam penerjemahan, yaitu sintaksis, semantis dan pragmatis. Ketiganya berkaitan satu sama lain dan mendasari penerjemah dalam menganalisis teks dan mensintesa agar menciptakan terjemahan yang baik dan berterima. Rangkaian proses penerjemahan tersebut digambarkan seperti bagan berikut (Bell, 1991: 21):

Gambar 2.4. Proses penerjemahan (Bell, 1991: 21)

Melalui proses semantis dilakukan penyelarasan konsep sintaksis. Masalah pragmatik merupakan hal paling kompleks, karena mencakup sintaksis dan semantik. Proses pragmatis ini mencakup struktur tematis dan style yang terkait dengan tiga hal, yaitu tenor wacana, mode wacana dan domain wacana (Bell, 1991: 54).

Source Language Text

Memory

Analysis

Semantic Representatio n

Synthesis

Target Language Text

(43)

Berkaitan dengan proses menerjemahan, Nababan (2016: 24) menyatakan, bahwa penerjemahan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja. Proses penerjemahan dapat diartikan pula sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Kegiatan pengalihan amanat ini juga harus didasari oleh berbagai kemampuan yang wajib dimiliki oleh seorang penerjemah, misalnya kebahasaan, penguasaan tehnik, teori, penggunaan sarana pembantu dan lain-lain. Oleh karena jika seorang penerjemah dalam proses penerjemahan tidak memperhatikan syarat-syarat yang harus dimiliki seorang penerjemah maka bisa saja hasil penerjemahan (teks terjemahan) akan menyesatkan pembaca atau pengguna. Seorang penerjemah memang tidak boleh semata-mata menerjemah- kan tetapi harus memperhatikan berbagai aspek agar hasil terjemahan tidak memiliki makna yang menyimpang dari bahasa sumber.

Dalam membuat pemadanan dan pengubahan Newmark (1991: 30-31) memberikan ilustrasi dinamika terjemahan, bahwa makna referensial harus dipertahankan dan tidak menimbulkan bergesernya kebenaran permasalahan teks sumber. Untuk mempertahankan makna referensial tersebut, harus dilakukan berbagai perubahan yang menyangkut kaidah bahasa, pergeseran yang menyangkut kata, frasa dan kalimat. Perubahan atau pergeseran yang terkait dengan aturan bahasa dapat dilakukan, selama tidak menimbulkan adanya perubahan kebenaran permasalahan.

Catford (1974) menyatakan bahwa pergeseran penerjemahan terjadi pada beberapa hal dan level teks. Pergeseran penerjemahan terjadi karena tidak ada

(44)

kesesuaian sebuah ekspresi dari teks bahasa sumber untuk dialihkan persis sama ke dalam bahasa sasaran. Pergeseran penerjemahan konsep Catford tersebut, Larson (1984) menyebutnya sebagai ketidaksesuaian struktur. Menurut Halliday dalam Machali (1998: 150), terdapat dua jenis pergeseran yang terjadi, yaitu obligatory shift atau pergeseran tetap, yang dapat berupa pergeseran struktur tata bahasa, sedangkan optional shift dapat berupa pergeseran makna.

Jika dibandingkan tiga proses terjemahan yang dikemukakan oleh Nida dan Taber (1974), Bell (1991), Larson (1984) terdapat tiga tahapan utama, yaitu:

analisis teks sumber, pengalihan makna dan restrukturisasi ke dalam teks sasaran. Proses analisis ke proses pengalihan dapat berlangsung berulang-ulang sampai pemahaman dan analisisnya diyakini sudah benar. Selanjutnya adalah tahap penyerasian, Pada tahap ini dilakukan penyesuaian bahasa, penyesuaian istilah, agar bahasanya tidak kaku dan menghasilkan terjemahan yang mengalir.

2.1.3. Ideologi Penerjemahan

Penerjemahan pada hakikatnya merupakan reproduksi pesan dari teks sumber ke dalam bahasa sasaran. Dalam mengalihkan pesan dipengaruhi unsur ideologi (Venuti, 1995: vii). Venuti menyatakan, bahwa terdapat kecenderungan yang dominan terkait dengan penilaian betul atau salahnya sebuah terjemahan, yang dikenal dengan istilah ideologi penerjemahan. Penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber disebut dengan foreignization, sedangkan yang berientasi pada bahasa sasaran disebut domestication. Ideologi domestication berpedoman, bahwa terjemahan seharusnya sesuai dengan harapan pembaca, yang menginginkan teks terjemahan yang sesuai dengan budaya bahasa sasaran.

(45)

Sebaliknya ideologi foreignization meyakini, bahwa terjemahan yang benar adalah terjemahan yang dapat menghadirkan manfaat hadirnya kebudayaan asing (Venuti, 1995: 20-21).

Berkaitan dengan penekanan aspek budaya pada penerjemahan, House (2015: 66) mengklasifikasikan terjemahan dalam dua model, yaitu overt translation dan covert translation. Overt translation (terjemahan terbuka) merupakan terjemahan yang menggambarkan teks sumber dalam bahasa sasaran.

Covert translation (terjemahan tertutup) yang berorientasi pada status keaslian bahasa sumber pada target budaya. Kedua ahli terjemahan tersebut, Venuti dan House menggolongkan terjemahan dengan orientasi kebudayaan. Domestication/

overt translation (terjemahan terbuka) merupakan penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran, sedangkan foreignization/ covert translation (terjemahan tertutup) adalah penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber. Pada praktiknya terjemahan dapat berorientasi ke bahasa sumber atau bahasa sasaran, yang tentunya disesuaikan dengan jenis teks, sasaran pembaca, dan zaman penulisan teks.

Dalam menerjemahkan, hal yang dilakukan seorang penerjemah, adalah mengetahui calon pembaca terjemahannya dan untuk keperluan apa hasil terjemahannya. Selanjutnya penerjemah akan menentukan metode apa yang sesuai. Newmark membagi dua macam metode, yang berorientasi kepada BSu

dan BSa (V-diagram).

(46)

SL emphasis TL emphasis

Word-for-word translation Adaptation

Literal translation Free

translation

Faithful translation Idiomatic translation Semantic translation Communicative translation

Gambar 2.5. Diagram V Newmark (1988: 45)

Terkait dengan diagram V, Newmark menyatakan bahwa penerjemahan dapat mengacu kepada bahasa sumber atau pun bahasa sasaran. Penerjemahan dapat mengacu kepada bahasa sumber menciptakan jenis terjemahan kata demi kata, sedangkan yang mengacu kepada bahasa sasaran menciptakan jenis terjemahan adaptasi. Selanjutnya terdapat penerjemahan harafiah dan pada sisi yang berlawanan penerjemahan bebas, penerjemahan setia - penerjemahan idiomatik, penerjemahan semantik - penerjemahan bebas.

Seperti halnya Newmark, yang mengutarakan konsep diagram V, Larson mengetengahkan konsep skala terjemahan. Penerjemahan sebaiknya diusahakan sampai pada tingkat terjemahan idiomatik, yang tidak mengesankan sebagai hasil terjemahan, namun seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli (Larson, 1984:16). Skala penerjemahan digambarkan sebagai berikut:

(47)

Gambar 2.6. Skala terjemahan (Larson, 1984: 17)

Hervey, Loughridge, Higgins (2006:17) lebih menyederhanakan skala Larson tersebut, dari tujuh menjadi lima tingkatan. Pada dasarnya klasifikasinya sama, hanya meniada-kan tingkatan yang paling ekstrim, baik pada sisi yang berorientasi bahasa sumber (SL bias) yaitu very literal ‘sangat literal’, maupun bahasa sasaran (TL bias), yaitu undully free ‘terjemahan bebas’.

SL bias TL bias

literal faithful balanced idiomazing free

Gambar 2.7. Skala terjemahan (Hervey, Loughridge & Higgins, 2006:17)

Pemahaman antara ‘faithfull’ dan ‘idiomizing’ dijelaskan sebagai berikut (Hervey, Loughridge, Higgins, 2006:17)

‘In a case where a literal translation ist not fully idiomatic, a

‘faithfull’ translation ist one that is more idiomatic, but still does not sound completely natural in the TL, an idiomazing translation is one that respects the TL message contents, but typically uses TL idioms or familiar phonic and rhythmic patterns to give an easy read, even it this means sacrificing

very modified inconsistent near undully literal literal literal mixture idiomatic idiomatic free

translator’s goal

(48)

nuance of meaning of tone. … Idiomizing is not synonymous with

‘idiomatic. The term idiomatic to denote what sounds ‘natural’ and

‘normal’ to native speakers - a linguistic expression that is unexceptional and acceptable in a given context.

Konsep terjemahan idomatik dalam hal ini bukan sinonim istilah idiom yang bermakna ungkapan khusus, melainkan terjemahan alamiah sehingga terkesan seperti hasil tulisan penutur asli. Terjemahan idiomatik berorientasi pada bahasa sasaran dari segi gramatiknya maupun leksikalnya, sehingga terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak terkesan seperti hasil terjemahan, tetapi seolah seperti tulisan langsung dari penutur asli. Namun terkait dengan tingkat terjemahan idiomatik ini, dalam praktiknya sulit untuk selalu konsisten menerjemahkan secara idiomatik atau secara harfiah. Hasil terjemahan biasanya merupakan campuran dari harafiah dan idiomatik (Larson 1984: 17). Berikut dicontohkan terjemahan Bahasa Jerman ke Bahasa Inggris (Hervey, Loughridge, Higgins 2006:17)

‘Das Sofa lasst sich mit wenigen Handgriffen in ein Bett verwandeln’

Literal : The sofa can, with few manipulations, be transformed into a bed

Faithful :With a few simple movements, the sofa can be converted into a bed

Balanced : It’s quick and easy yo convert the sofa into a bed Idiomizing : Converting the sofa into a bed is a matter of moments.

Free : Take one sofa,press here, pull there and hey presto, it’s a bed!

(49)

Contoh tersebut merupakan teks informatif, oleh karena itu yang diutamakan adalah menyampaikan pesan dengan tepat. Penerjemahan merupakan pengolahan makna konteks, dengan tujuan agar pesan dapat dimengerti pembaca dengan mudah. Untuk penerjemahan teks ekspresif, seperi karya sastra, penerjemahan semantis merupakan penerjemahan yang paling memenuhi tujuan penerjemahan.

Penerjemahan semantis lebih fleksibel, karena sudah mempertimbangkan nilai estetik, aspek keindahan, aspek empati penerjemah serta kealamiahan teks bahasa sasaran (Emzir, 2015: 61).

Ahli terjemahan dari Universitas Heidelberg, Jerman, Albrecht (2005: 2-27).

menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengungkapan sebuah makna yang dikomunikasikan bahasa sumber ke dalam bahasa target dengan tingkat ekuivalensi yang sedekat mungkin. Perspektif ini menjadikan penerjemahan bukanlah kegiatan yang sederhana, namun kompleks yang menuntut kompetensi kebahasaan, bidang ilmu, kultural, dan transfer. Dengan demikian seorang penerjemah tidaklah hanya mengalihbahasakan satu bahasa ke bahasa yang lain tetapi ia harus memperhatikan berbagai hal, agar hasil terjemahan tersebut bisa berterima dan tidak mengubah pesan serta makna yang dimaksud oleh bahasa sumber, karena pada dasarnya penerjemahan merupakan cara untuk mencari padanan (equivalen) kata atau kalimat yang akan diterjemahkan. Penerjemah juga harus bisa menangkap makna konseptual suatu istilah dalam bahasa sumber, jika tidak bisa menganalogikan dengan benar maka akan menimbulkan kesalahpa- haman. Penerjemahan merupakan hasil dari perubahan teks sasaran dengan tetap mempertahankan hubungannya dengan teks sumber yang menyesuaikan dengan fungsi bahasa target. Dalam memahami teks sumber melibatkan berbagai hal,

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan adalah metode descriptive dan explanatory survey dengan tujuan untuk memberikan gambaran lebih memahami serta menghasilkan

Teknik tandem IP-RP-HG-QFAAS yang dikembangkan, dievaluasi dan divalidasi ini dapat digunakan tidak hanya untuk mempelajari mekanisme retensi senyawa-senyawa antimoni

Meskipun teknik yang paling sering digunakan dalam menerjemahkan dialog serta kata atau kalimat berwujud visual dalam film Jane Eyre ini merupakan salah satu

Data pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, yaitu: s-IgA, neutrofil dan jenis patogen dari saluran napas bawah dengan prosedur BAL, sebagai data dasar pasien

Data pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, yaitu: s-IgA, neutrofil dan jenis patogen dari saluran napas bawah dengan prosedur BAL, sebagai data

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana mahasiswa menggunakan adverbia pada karangan narasi, sehingga dapat digunakan dalam menentukan teknik atau

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, setelah memeriksa dan melakukan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul: MANAJEMEN PENDIDIK DI PONDOK PESANTREN BAITUL ARQOM BALUNG JEMBER