• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buddha vs Saccaka

Dalam dokumen RIWAYAT HIDUP BUDDHA GAUTAMA Jilid 2 (Halaman 144-150)

Pendahuluan :

Saccaka adalah ahli debat dan pidato. Orator ulung. Sacca = jujur. Saccaka = Ia yg selalu berbicara benar.

Ayah dan Ibu Saccaka memang jago debat, dan keahlian ini diturunkan ke Saccaka.

Ia telah mempelajari 1000 doktrin dari kedua orangtuanya, serta banyak sistem filsafat dari orang lain.

____________________________________________________________________________

Cerita dimulai :

Waktu itu Sang Buddha sedang tinggal di Vesali, di dalam hutan.

Di Vesali, ada seseorang yg bernama Saccaka, ia adalah ahli debat dan sudah dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai orang suci.

Ia pernah bilang begini di hadapan Dewan Rakyat Vesali :

" Tidak ada petapa, atau pendeta, atau guru spiritual, atau orang suci manapun juga, yg bisa menang berdebat lawan saya. Mereka akan gemetar dan berkeringat dingin jika berdebat dengan Saya. "

Ia sudah lama mendengar tentang Buddha, dan ingin berdebat dengan Beliau. Tetapi ia belum tahu apa ajaranNya, sehingga ia berusaha mencari tahu guna melakukan persiapan.

Suatu pagi, Saccaka sedang berjalan santai, ia bertemu dengan Bhikku yang bernama Assaji. Beliau adalah salah satu dari lima Bhikku pertama yg menjadi murid Buddha.

Waktu itu B. Assaji sedang berjalan mengumpulkan persembahan makanan di kota Vesali. ( Assaji adalah salah satu dari Lima Petapa yang menemani Pangeran Siddharta sewaktu Beliau

melakukan penyiksaan diri. Sebelum menjadi Buddha.)

Saccaka menghampiri B. Assaji, beramah tamah sebentar dengan Beliau, lalu ia bertanya : " Guru Assaji, apa ajaran Petapa Gotama ( maksudnya Buddha ) yang biasanya diberikan pada para siswanya ? "

B. Assaji menjawab : " Aggivesana ( Nama lain Saccaka, ia dipanggil dg nama marga ), inilah Ajaran Buddha yg sering diberikan pada para siswaNya : " Materi adalah tidak kekal, perasaan

adalah tidak kekal, persepsi adalah tidak kekal, pikiran adalah tidak kekal, kesadaran tidak kekal.

Materi adalah tanpa inti, bukan diri(ku), perasaan adalah tanpa inti, bukan diri(ku), persepsi adalah tanpa inti, bukan diri(ku), pikiran adalah tanpa inti, bukan diri(ku), Kesadaran adalah tanpa inti, bukan diri(ku). Semua hal adalah tidak kekal dan tanpa inti."

Demikianlah Ajaran Sang Buddha yg biasanya disampaikan pada para siswaNya."

( Lima hal ini adalah pembentuk mahluk hidup. Secara teori memang demikian, tanpa inti. Tapi

kebenarannya baru bisa disadari sepenuhnya saat mencapai pencerahan spiritual. Siswa yg dimaksud adalah para bhikku, bukan umat awam, makanya ini pelajaran yg sulit dimengerti. )

Saccaka : " Jika itu ajaran Petapa Gotama, berarti Saya telah mendengar sesuatu yg tidak menyenangkan. Mungkin suatu saat Saya bisa bertemu Guru Gotama dan berbincang dengan Beliau sehingga bisa melepaskannya dari pandangan salah itu."

( Bahasanya emang tinggi, maklum orang elit.)

Kemudian Saccaka mohon pamit pada B. Assaji, lalu pergi menemui penduduk Licchavi di gedung dewan rakyat.

Saat itu sekitar lima ratus orang penduduk Licchavi sedang berkumpul di gedung dewan guna membahas suatu urusan.

Saccaka masuk kesana dan berkata : " Ayo rakyat Licchavi ! Ikutilah saya ! Hari ini akan ada perdebatan antara saya dengan Petapa Gotama. Saya akan mempermainkan Petapa Gotama."

Ruangan pun menjadi riuh, karena para hadirin membicarakan seperti apa perdebatan itu nantinya.

Kemudian seisi gedung mengikuti Saccaka berjalan guna menemui Buddha.

( Bayangkan betapa besar pengaruh Saccaka ini. Rapat DPRD bisa bubar cuma karena mau

lihat Saccaka berdebat. Apalagi yg dilawan Buddha, sangat menarik bagi mereka.)

Setelah menanyakan dimana tempat tinggal Buddha pada beberapa Bhikku, akhirnya rombongan bisa bertemu dg Buddha.

Setelah seluruh rombongan duduk, Saccaka memulai perdebatan : " Saya ingin bertanya, jika Guru Gotama tidak keberatan."

Buddha : " Silakan, Aggivesana ( nama lain Saccaka )."

Saccaka : " Apa ajaran Guru Gotama yg biasanya diberikan pada para siswanya ? "

Kemudian Buddha menjawab persis seperti apa yg dikatakan B. Assaji.

Saccaka : " Suatu kiasan muncul di pikiranku, Guru Gotama. "

Buddha : " Silakan dikemukakan, Aggivesana. "

Saccaka : " Sebagaimana benih tanaman, yg bisa tumbuh karena bergantung pada tanah. Demikian pula, manusia mempunyai jasmani sebagai dirinya, miliknya. Berdasarkan jasmani maka seseorang melakukan kebajikan atau kejahatan.

Manusia memiliki perasaan, persepsi, pikiran dan kesadaran sebagai dirinya, miliknya. Berdasarkan hal itulah maka seseorang melakukan kebajikan atau kejahatan. "

Buddha : " Aggivesana, apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa materi, perasaan, persepsi, pikiran dan kesadaran adalah diri(ku) ? "

Saccaka : " Ya Guru Gotama. Saya bermaksud mengatakan itu. Demikian pula pendapat sebagian besar orang dalam rombongan saya ini. "

Buddha : " Apa hubungannya orang banyak ini dengan dirimu, Aggivesana ? Harap batasi sampai ke pendapatmu sendiri saja. "

Saccaka : " Kalau begitu, Saya secara pribadi menyatakan bahwa materi, perasaan, persepsi, pikiran dan kesadaran adalah diri(ku). "

Buddha : " Saya akan bertanya balik, jawablah apa yg menurut Anda benar.

Akankah seorang Raja yg berdaulat, bisa menjalankan kekuasaannya untuk menghukum orang yg patut dihukum, mendenda orang yg patut didenda, atau mengasingkan orang yg patut diasingkan ? "

( maksudnya, seorang Raja bisa mengatur kerajaannya sesuka hati. Sebab kerajaan itu miliknya.

Demikianlah sistem kerajaan di India kuno. )

Saccaka : " Ya Guru Gotama. Raja bisa melakukan hal itu. "

Buddha : " Ketika Anda mengatakan bahwa jasmani adalah diriku ( milikku, ' aku' ), apakah Anda bisa mengatur jasmani Anda sesuka hati ? Saya ingin jasmani saya begini, dan saya tidak mau jasmani saya begitu ? "

( Kalau saya punya rumah, maka saya bebas mengatur bentuk dan warna rumah saya

semaunya. Tapi karena jasmani ini bukan milik saya, maka saya tidak bisa mengaturnya supaya tetap muda, atau mau ganteng seperti artis Korea. Jasmani akan berubah diluar kendali kita. )

Saccaka diam tidak mau menjawab ( Ia sadar sudah mulai kalah debat ).

Buddha mengulang pertanyaanNya, Saccaka tetap diam.

Buddha : " Aggivesana, jawablah sekarang. Jangan diam saja. Barang siapa tidak mau menjawab pertanyaan dari seorang Buddha sampai tiga kali, maka ia akan tewas seketika dengan kepala pecah. "

Saat itu juga Dewa petir muncul di atas Saccaka, melayang di udara. Sambil memegang senjata yg bersinar terang, Ia berancang ancang untuk memukul kepala Saccaka. Hanya Buddha dan Saccaka yg bisa melihat Dewa itu. Orang lain tidak bisa lihat.

Saccaka ketakutan setengah hidup, kemudian ia beringsut mendekati Buddha dan berkata : " Ulangi pertanyaannya sekarang Guru Gotama ! Akan saya jawab ! "

Buddha : " Ketika Anda mengatakan bahwa jasmani adalah diriku ( milikku, ' aku' ), apakah Anda bisa mengatur jasmani Anda sesuka hati ? Saya ingin jasmani saya begini, dan saya tidak mau jasmani saya begitu ? "

Saccaka : " Tidak, Guru Gotama. "

Buddha : " Perhatikan jawabanmu, Aggivesana. Apa yang Anda katakan sebelumnya tidak sama dengan apa yang Anda katakan sesudahnya.

Ketika Anda mengatakan bahwa perasaan adalah diriku. Apakah Anda bisa mengatur perasaan Anda sesuka hati ?

Saya mau perasaan saya begini, dan saya tidak mau perasaan saya begitu ? "

( Kita tidak bisa mengatur perasaan sesuka hati, misalnya kita ingin merasa senang terus. Atau

kita ingin merasa senang pada hal hal yg sebenarnya kita tidak sukai ).

Saccaka : " Tidak, Guru Gotama. "

( Pembicaraan masih terus berlanjut, supaya singkat kita lewati )

Buddha : " Bagaikan orang yg membutuhkan inti kayu, lalu ia membelah batang pisang. Ia tidak akan pernah menemukan inti kayu disana. Begitu pula Anda, Aggivesana, ketika Anda ditanya ulang olehKu tentang pernyataanmu sendiri, Anda ternyata kosong, salah. ( Maksudnya kalah

telak dalam berdebat ).

Sebelumnya, Anda pernah pernah bilang begini di hadapan Dewan Rakyat Vesali :

" Tidak ada petapa, atau pendeta, atau guru spiritual, atau orang suci manapun juga, yg bisa menang berdebat lawan saya. Mereka akan gemetar dan berkeringat dingin jika berdebat dg Saya. "

( Buddha maha tahu. Beliau tahu apa saja yg pernah dilakukan atau dikatakan oleh Saccaka. )

Namun sekarang, malah Anda yg berkeringat, sedangkan Saya tidak. "

Buddha lalu membuka jubah atas Beliau, untuk menunjukkan tubuhNya di hadapan hadirin.

Sementara Saccaka duduk terdiam, menunduk dengan bahu yang lunglai.

Kemudian salah satu penonton yg bernama Dummukha, bilang begini pada Buddha : " Suatu kiasan muncul dalam pikiranku, Guru Gotama." ( Maksudnya minta izin mau bicara )

Buddha : " Silakan dikemukakan Dummukha."

Dummukha : " Seandainya ada orang yg menarik seekor kepiting keluar dari kolam. Lalu orang itu memutuskan semua kaki kepiting itu. Sehingga kepiting itu tidak bisa kembali lagi ke kolam seperti sebelumnya. Demikian pula semua dalil atau argumen Saccaka telah dipatahkan oleh Sang Buddha, sehingga ia tidak bisa mendekati Buddha lagi untuk berdebat. "

( Orang India zaman itu memang suka berpuisi. Itu kebudayaan mereka. Kalo ngomong mirip

baca puisi, sering pakai majas ).

Saccaka : " Tunggu Dummukha. Anda tidak terlibat. Ini adalah pembicaraan khusus antara Saya dan Guru Gotama."

Saccaka : " Guru Gotama, tadi Saya sungguh nekat dan tidak sopan, karena berpikir dapat menyerang Guru Gotama dalam perdebatan. Seseorang bisa menyerang seekor ular berbisa namun masih bisa selamat, tapi tidak ada yg bisa selamat kalau menyerang Buddha."

( Maksudnya dia minta maaf, tapi bahasanya diputer puter. )

Kemudian Saccaka mengundang Buddha dan para Bhikku untuk menerima persembahan makanan keesokan harinya. Setelah itu ia dan rombongan pamit pulang.

Catatan :

Semua yg pernah diajarkan oleh Buddha, BUKAN teori omong kosong. Tetapi Beliau melihatnya sendiri dengan Mata Kebijaksanaan ( Panna cakku ) saat Beliau mencapai pencerahan spiritual di bawah pohon Bodhi.

Berdasarkan apa yg Beliau ketahui dan lihat sendiri secara langsung, itulah yg Beliau ajarkan ( Anguttara Nikaya 3 - 123 ). Jadi Buddha tidak pernah menciptakan teori apapun juga.

Bagian 94

Dalam dokumen RIWAYAT HIDUP BUDDHA GAUTAMA Jilid 2 (Halaman 144-150)