• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP BUDDHA GAUTAMA Jilid 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RIWAYAT HIDUP BUDDHA GAUTAMA Jilid 2"

Copied!
289
0
0

Teks penuh

(1)

RIWAYAT HIDUP

BUDDHA GAUTAMA

JILID 2

Diceritakan Ulang Oleh :

Teddy Teguh Raharja

(2)

Daftar Isi

52. Visakha (1) ………. 5

53. Visakha (2) ………. 7

54. Visakha (3) ………. 10

55. Visakha (4) ………. 13

56. Mangkatnya Raja Suddhodana ( Ayah Buddha ) ……… 16

57. Permusuhan Suku Sakya dengan Suku Koliya ………... 19

58. Terbentuknya Komunitas Bhikkuni Pertama ……… 23

59. Khema, Bhikkuni Utama ……….. 29

60. Uppalavana, Bhikkuni Utama ………. 32

61. Sayembara Arahat ……….………...………... 35

62. Peragaan Kesaktian Buddha (1) ………...……….……… 38

63. Peragaan Kesaktian Buddha (2) ………....……… 40

64. Peragaan Kesaktian Buddha (3) ………...…….……….... 44

65. Buddha Mengajar Para Dewa di Alam Tavatimsa ……….……….. 46

66. Buddha vs Cinca ………...……….………... 50

67. Perselisihan Bhikku di Kosambi ………...……..……….... 53

68. Kehidupan Buddha di Hutan Parileya ………... 55

69. Berakhirnya Perselisihan Bhikku di Kosambi ………...…….... 58

70. Syair Cinta Kasih Universal ………....…………..………... 64

71. Magandiya ………...………... 69

72. Magandiya (2) ………...……….…..………... 72

73. Khujutara dan Ratu Samavati ………... 74

74. Ratu Samavati dan Magandiya ………...….……..…….... 76

75. Kasibharadvaja Menjadi Bhikku ………..…..….………….... 80

76. Salah Seorang Bharadvaja Menjadi Bhikku ………...………... 83

77. Samanera Sopaka ………...……….……..………... 86

78. Sunita, Si Gelandangan ………...………...……….... 87

79. Buddha vs Jin Alavaka ………...…..…….…………..….... 90

80. Raja Suprabudha ………...…………..…..……..……….... 95

(3)

82. Punna, Si Buruh Tani ………...………..…...…… 101

83. Uttara, anak perempuan Punna ………... 104

84. Sirima ………...………... 107

85. Bhikku Ananda, Pelayan Pribadi Buddha ………... 111

86. Buddha vs Angulimala ………...………... 114

87. Angulimala 2 ………...……….………... 121

88. Angulimala 3 ………...……….…………... 123

89. Sundari ………...………. 126

90. Buddha vs Brahma Bakka ………...……….… 130

91. Buddha diminta menghidupkan orang mati ……….... 136

92. Bhikkuni Patacara ………...……….... 139

93. Buddha vs Saccaka ………...……….... 144

94. Penghianatan Bhikku Devadatta ………... 150

95. Penghianatan Bhikku Devadatta 2 ………... 153

96. Buddha vs Nalagiri ………...……….……….... 156

97. Penghianatan Bhikku Devadatta 3 ………... 161

98. Pangeran Ajatasatu ………...……… 166

99. Raja Ajatasatu ………...……….... 170

100. Syarat Ketahanan Suatu Bangsa ………... 174

101. Dewa Sakka berkonsultasi pada Buddha ……… 178

102. Dewa Sakka berkonsultasi pada Buddha 2 ……….……… 181

103. Raja Jin Janavasabha mengunjungi Buddha ……….…….... 186

104. Raja Jin Janavasabha mengunjungi Buddha 2 ……….……… 189

105. Raja Jin Janavasabha mengunjungi Buddha 3 ……….……… 192

106. Vakkali, Si Pengagum Buddha ……….…... 196

107. Penggembala Sapi dari Alavi ………... 198

108. Perjalanan ke Pataligama 1 ………... 201

109. Perjalanan ke Pataligama 2 ………... 203

110. Khotbah di Kotigama ……….….….….. 206

111. Khotbah di Nadika ………...…….………….………. 209

112. Khotbah di Kebun Mangga Ambapali ………... 212

113. Buddha Sakit Parah ………...……….….…….. 217

114. Buddha Membuat Jadual Wafat ………... 220

(4)

116. Cara Menghormati Buddha ………... 226

117. Persembahan Makanan Terakhir untuk Buddha ………... 227

118. Persembahan Jubah Terakhir untuk Buddha ……… 229

119. Menghilangkan Penyesalan Cunda ………... 232

120. Beberapa Petunjuk Sebelum Wafat 1 ………... 234

121. Beberapa Petunjuk Sebelum Wafat 2 ………... 237

122. Kesedihan Bhikku Ananda ………... 240

123. Penahbisan Bhikku Terakhir di Masa Buddha ………... 242

124. Buddha Wafat ………...………...………... 245

125. Upacara Kremasi Buddha ………... 248

126. Pembagian Sisa Jasmani Buddha ………... 251

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pertemuan Besar Para Bhikku Arahat setelah Buddha Wafat …… 254

2. SIkap Buddha Terhadap Pertunjukkan Kesaktian ……… 258

3. Kekuatan Buddha 1 ………... 260

4. Kekuatan Buddha 2 ………... 263

5. Pengetahuan Buddha ……… 265

6. Kekuatan Buddha 3 ……… 270

7. Rangkuman Kekuatan Buddha ……… 272

8. Jivaka, Dokter Pribadi Buddha ……… 278

9. Sumedha, Sang Bakal Calon Buddha ……… 284

(5)

Bagian 52

Visakha (1)

Pengantar :

Ada dua orang yang sumbangannya secara materi paling besar kepada Buddha dan para Bhikku. Pertama Anathapindika (pria), kedua Visakha.( wanita ). Saking besarnya sampai namanya tercatat dalam sejarah.

--- ( Kisah dimulai )

Visakha dilahirkan di kota Bhaddiya, kerajaan Anga, yg terletak di sebelah timur kerajaan Magadha.

Visakha adalah seorang wanita yg sangat cantik yg berasal dari keluarga yg sangat kaya raya. Ayahnya bernama Dhanajaya, ibunya bernama Sumanadewi.

Kekayaan keluarga ini berasal dari Kakek Visakha yg bernama Mendaka. Ia adalah konglomerat.

Saat Visakha berumur tujuh tahun, Sang Buddha datang ke kota Bhaddiya. Kemudian Mendaka menyuruh cucunya ( Visakha ) untuk menemui Buddha guna mendengarkan Khotbah.

Mendaka menyiapkan seribu wanita menemani Visakha. Mereka terdiri dari lima ratus wanita pendamping dan lima ratus budak wanita. Rombongan besar ini pergi dengan menggunakan lima ratus kereta kuda. ( Kebayang kayanya ? )

Sementara Mendaka bersama istri, anak dan menantunya juga ikut pergi dengan kereta yg berbeda.

Setelah mendengarkan Khotbah Buddha, seluruh keluarga Mendaka mencapai Pencerahan Spiritual tingkat pertama ( disebut Sotapana ), termasuk para wanita pengiring Visakha.

Mendaka lalu mengundang Buddha dan para Bhikku untuk makan di rumahnya keesokan harinya. Undangan makan ini berlanjut selama empat belas hari berturut turut.

Suatu hari, Raja Pasenadi dari Kerajaan Kosala ingin agar ada orang kaya raya yg berjasa besar untuk tinggal di Kerajaannya.

Ia lalu mengajukan permohonan pada Raja Bimbisara untuk mengirimkan salah satu keluarga kaya yg ada di Kerajaannya pindah ke wilayah kerajaan Kosala. ( pindah kewarganegaraan ).

Raja Bimbisara lalu mengirimkan Dhanajaya ( ayah Visakha ) beserta istri dan anaknya untuk pindah ke kerajaan Kosala. [1]

(6)

Dalam perjalanannya menuju ke ibukota kerajaan Kosala ( yaitu Savathi ), Dhanajaya melihat suatu tempat yg dirasa cocok untuk dijadikan perumahan untuk keluarga dan para pegawainya. Tempat itu berjarak sekitar 35 kilometer dari Savathi.

Setelah sampai di Savathi, Dhanajaya lalu menghadap Raja Pasenadi untuk melapor bahwa ia adalah orang yg dikirim oleh Raja Bimbisara.

Dhanajaya memohon pada Raja Pasenadi agar ia dan keluarganya dibolehkan untuk tinggal di tempat yg dilihatnya dalam perjalanan menuju ke Savathi.

Raja Pasenadi mengabulkan permohonan Dhanajaya.

Dhanajaya lalu menyuruh orang untuk membangun perumahan di tempat yg telah dipilihnya itu. Seiring berjalannya waktu, tempat itu berkembang menjadi sebuah kota yg bernama Saketa [2].

Demikianlah Visakha ikut tinggal bersama dengan kedua orangtuanya di Saketa dan melewati masa kecilnya disana.

Catatan :

[1] Sebenarnya Raja Bimbisara tidak mau mengirimkan warga terkayanya kepada Raja Pasenadi, sebab Raja akan kehilangan pembayar pajak terbesar. Ayah Dhanajaya (yaitu

Mendaka ) lebih kaya daripada anaknya. Selain Mendaka masih ada empat orang lagi yg memiliki

kekayaan yg kurang lebih setara. Mereka bernama Jotika, Jatila, Punnaka dan Kakavaliya.

(7)

Bagian 53

Visakha (2)

Pada suatu hari di Saketa sedang berlangsung perayaan kebudayaan tertentu. Semua orang yg tinggal di Saketa pergi ke sungai untuk menghadiri perayaan. Visakha yg saat itu berumur 16 tahun juga ikut. Ia ditemani oleh 500 gadis pengiring yg berumur sebaya.

Tiba tiba turun hujan lebat. Ke 500 gadis pengiring Visakha pada berlarian mencari tempat untuk berteduh. Hanya Visakha yg berjalan anggun menuju ke sebuah bangsal. Sampai di bangsal itu Visakha sudah basah kuyup.

Di bangsal itu juga sedang berteduh beberapa pria.

Para pria ini tertegun melihat sikap Visakha. Lalu mereka bertanya pada Visakha : " Nona, kenapa kamu tadi tidak lari saja ? Sekarang kamu basah kuyup. "

Visakha menjawab :

" Kalau saya lari saat hujan, saya bisa terpeleset dan jatuh. Kalau saya sampai cacad bagaimana ? Gadis yg belum menikah sepertiku ibarat barang dagangan yang tidak boleh sampai cacad. "

Visakha menambahkan :

" Ada empat jenis mahluk yg tidak boleh berlari di depan umum, melainkan harus berjalan dengan anggun. Siapa sajakah mereka ?

Pertama, Raja dengan pakaian kebesarannya. Kedua, Gajah Kerajaan dengan pernak perniknya.

Ketiga, para Petapa / Orang yang telah meninggalkan keduniawian. Keempat, wanita yang bermartabat. "

Para pria ini terkesan pada kecantikan, sikap dan kecerdasan Visakha. Kebetulan mereka sedang mencari jodoh untuk Tuan Muda mereka, seorang anak saudagar yang kaya raya di kota Savathi.

Nama saudagarnya adalah Migara, anaknya bernama Punnavadhana. [1]

Mereka lalu menemui ayah Visakha untuk melamar Visakha. Lamaran ini diterima oleh orangtua Visakha ( padahal kedua calon mempelai belum pernah bertemu sebelumnya. Mungkin karena

pengaruh harta dan tahta. Selain kaya raya, Migara punya hubungan dekat dengan Raja Pasenadi, penguasa disana. )

Setelah lamaran diterima, Migara dan keluarganya datang menjemput Visakha. Mereka didampingi oleh Raja Pasenadi. Setelah tiba, rombongan ini dijamu oleh keluarga Visakha

(8)

dengan sangat meriah. Seluruh kota merasakan suasana gembira. Rombongan ini tinggal di Saketa selama empat bulan.

Di hari pernikahannya, Visakha mengenakan baju pengantin yg berhiaskan emas, berlian dan batu berharga lainnya. Visakha juga menerima hadiah pernikahan yg luar biasa besar dari ayahnya [2].

Ayah Visakha menunjuk delapan orang tokoh masyarakat sebagai wali Visakha. Mereka bertugas untuk menyelidiki segala kasus yg mungkin akan dialami oleh Visakha kelak. [3]

Sebelum berpisah, ayahnya memberi nasihat perkawinan sebagai berikut :

" 1. Seorang istri tidak boleh mengkritik atau menceritakan kelemahan suami dan mertuanya di depan orang lain. Juga tidak boleh menceritakan pertengkaran keluarganya kepada orang lain. ( kecuali untuk mencari solusi ).

2. Jangan suka dengerin gosip atau mencari tahu urusan rumah tangga orang lain.

3. Hanya meminjamkan uang atau barang kepada orang yg mau mengembalikannya.

4. Jangan meminjamkan uang atau barang kepada orang yg tidak mau mengembalikannya.

5. Para kerabat dan teman yg miskin harus dibantu sekalipun mereka tidak mampu membalas.

6. Seorang istri harus duduk dengan anggun. Saat melihat mertua atau suaminya, ia harus menghormati mereka dengan bangkit dari tempat duduknya.

7. Sebelum makan, seorang istri harus terlebih dahulu memastikan bahwa mertua dan suaminya sudah dilayani. Para pelayan juga harus dipenuhi kebutuhannya.

8. Sebelum beranjak tidur, seorang istri harus memeriksa apakah pintu rumah sudah dikunci, perabotan sudah aman ( supaya gak terbakar tengah malam ), para pelayan sudah menyelesaikan tugas mereka, dan mertua sudah beristirahat. Istri harus bangun pagi dan tidak tidur siang kecuali sakit atau lelah.

9. Mertua dan suami harus diperlakukan dengan hati hati bagaikan api.

10. Mertua dan suami harus diperlakukan dengan penuh hormat bagaikan dewa.

Keesokan harinya, rombongan besar ini pun pulang ke Savathi ( nama Kota ). Sebagian besar penduduk Savathi keluar dari rumahnya untuk melihat dan menyambut kedatangan Visakha. [4]

(9)

Para penduduk banyak yang memberi hadiah perkawinan dan ucapan selamat datang pada Visakha. Visakha menerima semua hadiah yg diberikan padanya. Kemudian ia membagi bagi lagi hadiah itu kepada para penduduk di Savathi.

Dengan demikian, di hari pertama Visakha sudah disukai oleh warga setempat karena kebaikan dan kecantikannya.

Catatan :

[1] Punnavadhana sebenarnya enggan menikah. Karena didesak oleh ortunya, akhirnya ia bersedia menikah asalkan calon istrinya memiliki kecantikan yg sempurna dalam lima hal. Yaitu kecantikan rambut, bibir, gigi, kulit, dan cantik awet muda.

Ia berpikir tidak akan ada wanita yg memenuhi kriteria yg dibuatnya sehingga ia bisa lajang terus.

Ayahnya lalu menggaji beberapa orang untuk mencari wanita yg diinginkan oleh anaknya. Sampai suatu hari orang suruhan ini bertemu dg Visakha.

[2] Baju pengantin yg dipakai Visakha berhiaskan emas dan permata. Untuk membuatnya dibutuhkan waktu selama empat bulan. Dikerjakan khusus oleh lima ratus pandai mas. Bentuknya seperti burung merak, kalau dipakai berjalan bajunya bisa bergerak menghasilkan suara musik. Setelah jadi, hanya Visakha yg bisa pakai, sebab berat sekali. Visakha tenaganya lebih kuat dari gajah.

Hadiah pernikahan yg diberikan oleh ayah Visakha terdiri dari lima ratus pedati berisi penuh dengan uang. Lima ratus pedati berisi penuh dengan bejana emas. Lima ratus pedati berisi penuh dengan bahan makanan. Lima ratus pedati berisi penuh dengan alat pertanian. Lima ratus kereta yg masing masing kereta terisi oleh tiga budak wanita lengkap dengan barang kebutuhan mereka. Ditambah dengan enam puluh ribu sapi jantan dan enam puluh ribu sapi perah.

[3] Delapan orang wali yang ditunjuk oleh ayah Visakha ini sebenarnya bertugas untuk melindungi Visakha dari tuduhan palsu yg mungkin akan dialami oleh Visakha kelak dalam menempuh kehidupan berumah tangga. Visakha sudah mencapai Pencerahan Spiritual tingkat pertama, sehingga tidak mungkin melakukan kejahatan.

[4] Seluruh kota heboh akan pernikahan besar Visakha, sehingga mereka pada keluar rumah untuk melihat. Selain ini adalah pernikahan anak crazy rich di Savathi. Masih ada beberapa hal dalam perkawinan ini yg mengejutkan warga Savathi. Diantaranya : 1. Perkawinan ini disponsori oleh Raja Pasenadi. 2. Kecantikan Visakha yg luar biasa. 3. Baju pengantinnya yg luar biasa. 4. Besarnya rombongan yg melibatkan ribuan kereta dan orang.

(10)

Bagian 54

Visakha (3)

Ayah mertua Visakha bernama Migara. Ia adalah pengikut setia petapa aliran Nigantha. Petapa aliran ini tidak berpakaian alias telanjang bulat [1].

Saat para petapa telanjang ini datang ke rumah Migara, Migara menyuruh Visakha untuk memberi hormat dan melayani mereka makan. Tapi Visakha tidak mau karena merasa jijik.

Para petapa ini tersinggung dengan sikap Visakha. Mereka meminta Migara untuk mengusir Visakha. Migara tidak serta merta bisa mengusir Visakha karena kesalahan ini. Ia memang mulai tidak suka pada Visakha karena beda agama dan tidak mau pindah ke agama keluarganya. Ia menunggu kesempatan yg tepat untuk menceraikan Visakha dengan anaknya.

Suatu hari Migara sedang sarapan bubur sambil dikipasi oleh Visakha. Saat itu ada seorang Bhikku berdiri didepan rumahnya untuk mengumpulkan persembahan makanan. Mengetahui hal ini Migara tetap makan dan tidak mempedulikan si Bhikku. Visakha lalu berkata pada si Bhikku : " Yang Mulia silakan jalan terus. Ayah mertua saya sedang makan makanan sisa. "

Sontak Migara langsung marah dan mengusir Visakha. Visakha dengan sopan menolak pergi sebelum masalah ini diselidiki oleh delapan orang wali yg ditunjuk oleh ayahnya.

Migara terpaksa setuju. Kemudian delapan orang wali Visakha diundang. Setelah datang mereka melakukan sidang dengar pendapat kedua belah pihak. Saat sidang, Visakha menjelaskan bahwa maksud perkataan " ....makanan sisa. " itu adalah Migara sedang menikmati pahala kebajikannya di masa lampau. Dengan tidak memberi persembahan pada Bhikku yg datang ke rumahnya berarti ia tidak melakukan kebajikan yg baru.

(11)

Setelah diberi penjelasan, para wali memutuskan bahwa Visakha tidak bersalah. Setelah sidang selesai, Visakha mohon pamit pada Migara untuk pulang ke rumah orangtuanya. Migara yg sadar bahwa ia salah, memohon maaf pada Visakha dan meminta agar Visakha tetap tinggal.

Visakha bersedia tetap tinggal asalkan ia dibebaskan untuk mengundang dan memberi persembahan pada Buddha dan para Bhikku di rumah mertuanya itu. Migara menyetujui permintaan ini sehingga Visakha tetap tinggal disana.

Hari itu juga Visakha mengundang Buddha dan para Bhikku agar besok paginya datang ke rumah Migara guna menerima persembahan makanan. Esok paginya Buddha dan para Bhikku dilayani makan pagi oleh Visakha dan para pembantunya.

Setelah acara makan selesai, Visakha mengajak mertuanya untuk ikut mendengarkan Khotbah Buddha. Migara hanya bersedia mendengarkan Khotbah Buddha dari balik tirai, dan tidak bertatapan muka langsung dengan Buddha.

Setelah Khotbah selesai, Migara mencapai Pencerahan Spiritual tingkat pertama ( disebut

Sotapana ). Ia lalu keluar dari tirai dan bersujud dihadapan Buddha dan mohon diterima sebagai

pengikut. Ia juga mengucapkan terima kasih pada Visakha dan mengangkatnya menjadi ibunya [2].

Catatan :

[1] Petapa telanjang masih ada sampai sekarang. Mereka orang baik koq. Mereka tidak punya tempat tinggal tetap. Makannya kadang sehari sekali, kadang gak makan, kadang makan dari buah yg jatuh dari pohonnya. Hidup selibat penuh. Banyak juga dari mereka yg sakti.

[2] Sejak saat itu Visakha dikenal sebagai " Migaramata " atau Ibunya Migara atas permintaan Migara sendiri. Alhasil Visakha menjadi pemimpin di rumah mertuanya.

(12)

Gelar Ibu ini didapat karena urusan Spiritual, dan bukan karena kelahiran. Migara menjadi Sotapana gara gara niat baik Visakha ( yg sudah terlebih dahulu menjadi Sotapana ).

(13)

Bagian 55

Visakha (4)

Pembangunan Vihara Migaramatupasada.

Pengantar : Ada dua Vihara utama yang dibangun secara spektakuler di zaman Buddha Gautama. Pertama Vihara yang dibangun oleh Anathapindika, kedua Vihara yg dibangun oleh Visakha.

Ada dua hal menarik dari Vihara yg dibangun oleh Visakha ini. Pertama, unsur kebetulannya, kedua, biayanya.

____________________________________________________________________________

( Kisah dimulai )

Visakha selalu mengenakan pakaian dan perhiasan terbaiknya saat pergi ke Vihara Jetavana [1]. Ia pergi dengan diiringi banyak pelayan wanitanya ( Ia punya 500 pelayan wanita ). Perhiasan yg dipakainya adalah gaun perhiasan yg dikenakannya saat menikah dulu.

Sebelum masuk ke bangunan Vihara, Visakha melepas gaun perhiasannya ( sebab tidak praktis

dipakai untuk duduk bersimpuh dan bersujud pada Buddha ), meletakkannya di halaman depan

Vihara [2], lalu masuk ke dalam Vihara guna mendengarkan Khotbah Buddha.

Setelah selesai mendengarkan Khotbah, Visakha berkeliling kompleks Vihara untuk menanyakan langsung pada para Bhikku mengenai kebutuhan mereka. Kemudian Visakha pulang melewati gerbang yg berbeda dengan saat Ia masuk.

Setelah keluar dari Vihara, Visakha baru teringat pada gaun perhiasannya, lalu Ia menyuruh pelayannya untuk mengambilnya. Tetapi saat mau diambil ternyata perhiasan itu sudah tidak ada di tempatnya semula ( Ada Bhikku yang menyimpannya untuk nanti diserahkan pada

pemiliknya ).

Visakha lalu menganggap bahwa perhiasannya sudah menjadi milik Vihara. Visakha berniat menjual perhiasannya itu, untuk kemudian uangnya digunakan untuk kepentingan Buddha dan para Bhikku.

Sesuai dengan taksiran para tukang emas, perhiasan Visakha bernilai sekitar 90 juta ( mata uang

saat itu ). Visakha lalu membroadcast penjualan perhiasannya ini ke seluruh kota. Tapi tidak ada

yang beli, sebab harganya terlalu mahal. Akhirnya Visakha yang beli sendiri, lalu Ia menghadap Buddha untuk minta izin mendirikan Vihara. Buddha pun mengizinkan.

(14)

Visakha menyambut gembira. Ia lalu membeli sebuah taman di luar kota Savathi, dekat pintu gerbang timur kota. Taman itu bernama Pubnarama. Visakha membelinya dengan harga 90 juta.

Visakha lalu memohon agar Bhikku Moggalana [3] beserta 500 Bhikku lainnya membantu mengawasi pembangunan Vihara ini. B. Moggalana menggunakan kesaktiannya untuk mempermudah proses pembangunan. ( seperti memindahkan batu besar yang menghalangi

pondasi, menunda hujan, dan mengatasi segala rintangan yg tidak bisa ditangani oleh manusia biasa ).

Pembangunan Vihara ini memakan waktu sembilan bulan dan menelan biaya sebesar 90 juta. Vihara ini megah dan mewah bagaikan Istana Dewa. Bangunannya terdiri dari 2 lantai. Masing masing lantai terdiri dari lima ratus ruangan. Bahan bangunannya yang paling mahal. Lantainya berupa mozaik permata [4], ada hiasan dinding juga. Selain itu masih ada lagi bangunan tambahan, ruang meditasi kecil, jalanan beratap yg menghubungkan antar bangunan, dapur, ruang makan, kamar mandi, dan gudang.

Setelah Viharanya jadi, ada salah satu teman Visakha yang mau menyumbangkan permadani yang harganya seratus ribu ( satuan mata uang disana ). Setelah menjelajah seluruh bangunan utama Vihara, Ia tidak bisa menemukan tempat yg layak untuk menaruh permadaninya. Sebab lantai Vihara lebih mahal daripada permadaninya ( dihitung menurut harga per meter

perseginya ).

Teman Visakha ini menangis kecewa ( udah beli mahal mahal tapi gak bisa dipakai ). Bhikku Ananda lalu menyarankan agar permadani itu dihamparkan di bawah tangga pintu masuk Vihara, dekat dengan tempat cuci kaki Bhikku [5].

Saat Buddha tiba, dilakukanlah upacara peresmian Vihara. Upacaranya berlangsung tiap hari selama empat bulan. Biayanya 90 juta lagi. Jadi untuk urusan Vihara ini Visakha sudah menghabiskan dana sekitar 90 juta × 3 = 270 juta.

____________________________________________________________________________

Catatan :

[1] Vihara Jetavana adalah Vihara yg dibangun oleh Anathapindika.

[2] Ada sumber lain yang mengatakan bahwa perhiasan Visakha dilepaskan di dalam ruangan utama Vihara.

[3] Bhikku Moggalana adalah Siswa Utama, kesaktianNya nomer 2 setelah Buddha.

[4] Mozaik adalah seni menciptakan gambar dengan menyusun kepingan-kepingan kecil berwarna dari kaca, batu, atau bahan lain. Seni ini merupakan sebuah teknik dalam seni dekorasi dan juga merupakan aspek dari dekorasi interior. Mozaik seringkali digunakan dalam katedral.

(15)

[5] Saat itu Bhikku tidak boleh pakai alas kaki, jadi kalau mau masuk ke dalam ruang makan atau ruang utama Vihara harus cuci kaki dulu.

Belakangan peraturan ini dilonggarkan oleh Sang Buddha, Bhikku boleh pakai sandal.

Vihara ini dikenal sebagai Vihara Migāramātupāsāda. Migāramātupāsāda artinya "Istana Ibu Migara".

Migara adalah nama Ayah mertua Visakha.

Visakha diangkat sebagai Ibu ( Spiritual ) oleh Migara. Ruwet juga ya.

Orang lebih suka memyebutnya sebagai Vihara ( yang berada di taman ) Pubarama, sebab lebih mudah menyebutnya.

Gambar dibawah ini menceritakan proses pembangunan Vihara Pubarama. Visakha ada di sebelah kiri.

(16)

Bagian 56

Mangkatnya Raja Suddhodana ( Ayah Buddha ).

Raja Suddhodana sedang sakit keras dan akan wafat. Raja mau bertemu dengan Buddha untuk yang terakhir kalinya. Kemudian diutuslah Pangeran Mahanama, keponakan Raja untuk mengundang Buddha ke Istana.

Saat itu Buddha sedang berada di dekat kota Vesali, di dalam sebuah hutan. Setelah menerima kabar itu, Buddha lalu mengajak Bhikku Ananda, Nanda [1], Sariputta dan Moggalana, untuk pergi ke Istana Raja Suddhodana di Kapilavastu. Mereka semua pergi dengan cara terbang.

Setelah sampai di dalam kamar Raja, tampak Raja sudah sekarat, nafasnya terengah-engah. Buddha lalu meletakkan kedua tangan Beliau di kepala Raja sambil berkata : " Semoga dengan segala kebajikan yang pernah Saya lakukan selama jangka waktu yang tidak terhitung lamanya, sakit di kepala ini lenyap. " Seketika itu juga sakit di kepala Raja lenyap.

Selanjutnya Bhikku Nanda memegang tangan kanan Raja sambil berkata : " Semoga dengan segala kebajikan yang pernah Saya lakukan, sakit di tangan kanan ini lenyap ". Seketika itu juga sakit di tangan kanan Raja lenyap.

Selanjutnya B.Ananda memegang tangan kiri Raja, Sariputta menyentuh punggung dan Moggalana memegang kedua kaki. Mereka semua mengucapkan perkataan yang sama secara bergantian. Akhirnya sakit Raja pun hilang sama sekali, tapi Ia masih sangat lemah. Raja merasa bahagia.

(17)

Buddha lalu berkata pada Raja bahwa Ia hanya punya sisa waktu tujuh hari lagi sebelum mati. Kemudian Buddha berkata :

" Selama hidup yang panjang ini, o Baginda, Anda selalu berusaha melakukan hal hal yang baik. Anda tidak punya niat jahat dan kebencian. Walaupun pernah marah namun tidak pernah sampai membutakan pikiranmu.

Sungguh bahagia orang yang telah melakukan kebajikan. Sebagaimana orang merasa bahagia saat bercermin melihat wajahnya yang rupawan.

Namun akan jauh lebih membahagiakan, adalah memiliki pikiran yang bersih. Pikiran Anda bersih, o Baginda, kematian Anda akan setenang hari yang indah. "

Buddha lalu berkhotbah tentang ketidakekalan segala hal, termasuk badan jasmani. Setelah Khotbah selesai, Raja mencapai tingkat Pencerahan Spiritual yang disebut Arahanta Magha [2].

Raja menjawab : " Yang Mulia, sekarang saya menyadari ketidakkekalan dunia. Saya sedang terbebas dari nafsu. Saya sedang terbebas dari siklus hidup- mati. "

Raja menikmati kebahagiaan Spiritual selama tujuh hari. Di hari ketujuh Raja mencapai Pencerahan Spiritual Tertinggi ( Arahanta Phala ). Sore harinya, Raja kembali terbaring di tempat tidur. Beliau akan wafat. Seluruh penghuni istana pada berkumpul. Di dalam kamar ada seluruh keluarga inti Kerajaan.

Sambil berbaring, Raja lalu ( dengan lemah ) memberi hormat pada Buddha dengan merangkapkan kedua tangan, lalu menoleh pada para pelayan yang berkumpul di luar kamar dan berkata : " Teman teman, saya pasti sering melakukan kesalahan pada kalian, namun kalian tetap baik sama saya. Sebelum mati, saya mau kalian semua memaafkan saya. Semua kesalahan yang pernah saya lakukan adalah tidak disengaja. Mohon maaf. "

Para pelayan pada menangis, mereka bergumam : " Tidak Baginda. Baginda tidak pernah menjahati kami. "

Raja lalu berkata pada Ratunya : " Mahapajapati, Engkau adalah pendampingku yang setia. Hapuslah air matamu. Kematianku sungguh membahagiakan bagiku [3]. Lihatlah kehebatan anak anak kita [4], dan berbahagialah karenanya. "

Kemudian Raja wafat, tepat saat matahari mulai tenggelam.

Buddha lalu berkata : " Lihatlah tubuh AyahKu. Dia bukan lagi seperti sebelumnya. Tidak ada yang bisa melawan kematian. Semua yang lahir harus mati. Bersemangatlah dalam melakukan kebajikan. Tempuhlah jalan menuju Kebijaksanaan Spiritual. Berusahalah mencapai Penerangan untuk menghalau kegelapan batin. Jangan mengikuti kejahatan. Jangan menanam akar beracun ( di pikiran ). "

(18)

Buddha lalu memandikan Jenazah AyahNya, dan mengatur prosesi upacara kremasi. Jenazah Raja diarak melewati jalan jalan di Kapilavastu dengan diiringi musik.

Buddha turut mengangkat Jenazah Ayahnya ke tempat pembakaran, lalu Beliau sendiri yang menyalakan apinya.

Saat api membakar Jenazah Raja, dan orang orang pada menangis dan meratap, Buddha mengucapkan kebenaran yg keramat ini :

" Kelahiran adalah penderitaan. Usia tua adalah penderitaan. Sakit adalah penderitaan. Kematian adalah penderitaan.

Nafsu menyebabkan kelahiran demi kelahiran. Nafsu akan kekuasaan.

Nafsu akan kesenangan indriya. Nafsu akan perwujudan.

Nafsu adalah sumber dari segala penderitaan. O betapa buruknya nafsu.

Orang bijak sadar akan hal ini.

Orang bijak yang telah memadamkan nafsunya.

Orang bijak yang telah memyadari Jalan Mulia Berunsur Delapan. "

____________________________________________________________________________

Catatan :

[1] Bhikku Nanda adalah adik tiri Buddha, satu ayah beda ibu. Anak Raja Suddhodana dengan Ratu Mahapajapati.

[2] Arahanta Magha artinya sedang dalam proses menjadi Arahat. Magha artinya proses.

Proses ini akan berlanjut terus sampai selesai, dan tidak bisa dihentikan oleh apapun juga termasuk kematian.

Seseorang yg mencapai tingkatan magha tidak akan bisa mati sebelum Ia mencapai tingkatan Phala. Phala artinya hasil akhir.

[3] Kematian seorang Arahat merupakan Kebahagiaan Tertinggi. Ia tidak muncul lagi di alam manapun juga, siklus hidup - matinya terputus. Ia lenyap tanpa keterangan.

(19)

Bagian 57

Permusuhan Suku Sakya dengan Suku Koliya

Kerajaan Sakya bersebelahan dengan Kerajaan Koliya [1]. Pembatas wilayahnya adalah sebuah sungai yang bernama Rohini. Selama bertahun tahun sungai Rohini mengairi sawah dan ladang kedua Kerajaan ini [2].

Suatu ketika di musim kemarau, air sungai Rohini mengalir sedikit sehingga tidak cukup untuk mengairi semua sawah di kedua belah pihak, padahal sama sama sudah mau masuk masa panen. Kalau airnya kurang, maka panen padi dan palawija sebagian akan gagal.

Kemudian buruh tani dari kedua belah pihak sepakat untuk menggelar pertemuan membahas masalah ini. Kalau airnya dibagi dua, maka kedua belah pihak akan gagal panen sebagian. Maka solusinya adalah dengan mengorbankan salah satu pihak, lalu nanti hasil panennya akan dibagi dua ( sesuai dg luas sawah yg dikorbankan ).

Masalah-baru muncul, karena tiada pihak yang mau dikorbankan. Perundingan menemui jalan buntu. Kata kata kasar mulai keluar, akhirnya terjadi perkelahian. Mereka mulai menghina para tuan tanah dan suku lawannya.

Setelah pertemuan bubar, mereka melaporkan kejadian ini pada tuan tanah masing masing. Tuan tanah melaporkannya pada petinggi Kerajaan. Karena para petinggi Kerajaan tidak suka sukunya dihina, maka diputuskanlah perang keesokan harinya.

(20)

Di saat subuh, Buddha sedang berada di Vihara Jetavana [3]. Sudah menjadi kegiatan harian Beliau di saat subuh untuk melihat dengan mata batin siapa saja yang bisa ditolong pada hari itu [4]. Yaitu para mahluk yang karma baiknya memungkinkan untuk ditolong. Buddha melihat persiapan perang yang sedang dilakukan kedua suku itu. Beliau berpikir : " Jika Aku tidak kesana untuk melerai, maka mereka akan saling bunuh. Bisa jatuh ribuan korban jiwa. "

Kemudian Buddha pergi untuk mengumpulkan persembahan makanan. Setelah kembali, Beliau masuk ke dalam kamar. Menjelang sore Buddha terbang menuju sungai Rohini. Sesampainya disana, para pasukan kedua belah pihak telah berkumpul di kedua sisi sungai.

Buddha melayang sambil duduk bersila di atas sungai Rohini. Kemudian Buddha menciptakan kegelapan. Setelah itu Ia mengeluarkan sinar enam warna dari tubuhNya [5]. Semua orang disana pada terkejut dan takjub. Mereka meletakkan senjata dan bersujud.

Buddha lalu bertanya pada Raja kedua belah pihak : " Apa yang menyebabkan kalian berperang, Baginda ? "

Raja menjawab : " Saya tidak tahu Yang Mulia, mungkin Panglima Perang yang tahu. "

Tapi ketika ditanya, Panglima Perang menjawab : " Saya tidak tahu Yang Mulia, mungkin para Pangeran yang tahu. "

Tapi ketika ditanya, para Pangeran menjawab : " Kami tidak tahu Yang Mulia, mungkin para Tuan Tanah yang tahu. "

Tuan Tanah juga menjawab tidak tahu. Sampai akhirnya para buruh tani yg menjawab : " Kami memperebutkan air sungai Rohini ini, Yang Mulia. "

Kemudian Buddha bertanya pada kedua Raja itu : " Mana yang lebih berharga, air sungai atau hidup manusia ? "

(21)

Raja menjawab : " Hidup manusia jauh lebih berharga. "

Buddha : " Kalau begitu tidaklah tepat dikarenakan berebut air Anda sampai mengorbankan hidup banyak orang. "

Semua yang hadir pun terdiam. Buddha melanjutkan : " Jika Saya tidak datang kesini, maka Anda semua akan membuat air sungai ini berubah warna. Kalian tidak pantas berbuat demikian. Kalian bermusuhan, karena mengikuti kebencian. Saya telah terbebas dari kebencian. "

Setelah berkata demikian, Sang Buddha mengucapkan syair-syair ini :

“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci, di antara orang-orang yang membenci kita hidup tanpa membenci.”

(Dhammapada, Sukha Vagga no. 1)

“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa penyakit di antara orang-orang yang berpenyakit, di antara orang-orang yang berpenyakit kita hidup tanpa penyakit.”

(Dhammapada, Sukha Vagga no. 2)

“Sungguh bahagia kita hidup tanpa keserakahan di antara orang-orang yang serakah, di antara orang-orang yang serakah kita hidup tanpa keserakahan.”

(Dhammapada, Sukha Vagga no. 3)

Setelah mendengar ini, mereka pun sadar dan berdamai [6].

____________________________________________________________________________ Catatan :

[1] Sebenarnya para bangsawan utama kedua suku ini adalah saudara kandung. Yang menjadi Ratu di Kerajaan Sakya adalah adik Raja Koliya, yaitu Pajapati Gotami. Putri Yasodhara, mantan istri Buddha, adalah anak Raja suku Koliya. Namun seperti kata pepatah : " Dalam urusan dagang tidak berlaku prinsip persaudaraan. "

[2] Awalnya sih, air sungai selalu cukup untuk semuanya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, jumlah penduduk makin banyak, sehingga kebutuhan akan pangan juga meningkat. Sawah makin luas, sehingga suatu saat di musim kemarau air sungai gak cukup lagi buat semuanya.

[3] Vihara Jetavana yang terkenal ini dibangun oleh Anathapindika.

(22)

[5] Sinar enam warna yg keluar dari tubuh Buddha adalah biru, kuning, merah, putih, jingga dan campuran dari kelima warna ini. Sekarang sinar enam warna ini jadi bendera Buddhis.

[6] Sebenarnya Khotbah Buddha masih sangat panjang. Supaya ringkas saya hilangkan. Beliau menceritakan lima kisah di kehidupan lampau, plus satu Khotbah lagi yg disebut Attadanda Sutta.

(23)

Bagian 58

Terbentuknya Komunitas Bhikkuni Pertama

Pengantar :

Setelah mendamaikan perseteruan antara suku Sakya dengan suku Koliya, ada sekitar 250 pria dari suku Sakya dan 250 pria dari suku Koliya yang menjadi Bhikku.

Tidak lama kemudian, 500 Bhikku baru ini mulai merindukan ( mantan ) istri istri mereka. Lalu Buddha mengajak mereka ke tepi danau Kunala. Disana Buddha menceritakan tentang salah satu kejadian jauh di masa lampau ( kisahnya berjudul Kunala Jataka ), yang mengisahkan tentang muslihat cinta terhadap lawan jenis.

Setelah mendengar ini, kelima ratus Bhikku itu mencapai Pencerahan Spiritual secara bertahap. Istri istri mereka mengirimkan pesan pada mereka agar mereka pulang ( untuk kembali berumah

tangga ).

Akan tetapi Mereka menjawab bahwa Mereka sudah tidak mampu lagi menjalani kehidupan berumah tangga [1]. Oleh karena itu para wanita ini mendatangi Ratu Sakya, yaitu Mahapajapati Gotami dan memintanya untuk memohon pada Buddha agar para wanita dibolehkan jadi Bhikkuni [2].

Mahapajapati Gotami lalu mengajak mereka untuk menghadap Sang Buddha dan mengajukan permohonan ini.

--- ( Kisah dimulai )

Suatu ketika, Sang Buddha sedang tinggal di Taman Pohon Beringin, di dekat Kapilavastu [3]. Kemudian Mahapajapati Gotami menghadap Buddha. Setelah bersujud, ia berdiri di satu sisi, lalu berkata :

" Bhante ( Yang Mulia Guru, sebutan bagi Buddha dan para Bhikku ), alangkah baiknya jika para wanita dibolehkan menjadi Bhikkuni [4]. "

Buddha menjawab : " Cukup, Gotami ! Jangan memohon agar wanita dibolehkan jadi Bhikkuni. "

(24)

Sedih karena ditolak, Mahapajapati Gotami lalu menangis. Kemudian ia bersujud pada Buddha, setelah itu ia berjalan mengelilingi Beliau searah jarum jam [5], dan pulang.

Setelah tinggal beberapa lama di Kapilavastu, Buddha lalu mengembara secara bertahap ke daerah Vesali. Disana Beliau tinggal di Aula yang beratap lancip di Hutan Besar.

Kemudian Mahapajapati Gotami bersama dengan sekitar 500 wanita, mereka semua menggunduli rambutnya dan memakai jubah warna jingga [6]. Lalu mereka berjalan kaki menuju Vesali [7] untuk menyusul Buddha.

Setelah tiba di Vesali, kaki para wanita ini sudah pada bengkak. Tubuh mereka juga kotor berdebu [8] . Mahapajapati Gotami lalu sendirian ke Aula beratap lancip, ia berdiri di depan pintu gerbang sambil menangis.

Seorang Bhikku yang bernama Ananda melihatnya berdiri disana, lalu ia bertanya : " Gotami, kenapa Anda ada disini ? "

Gotami : " Saya datang kesini, sebab Sang Buddha tidak mengizinkan para wanita menjadi Bhikkuni. "

B. Ananda : " Baiklah, Gotami. Tunggulah disini sebentar, Saya akan minta izin pada Sang Buddha agar wanita dibolehkan jadi Bhikkuni. "

Kemudian B. Ananda menghadap Buddha, setelah memberi hormat dengan bersujud, ia duduk dan berkata : " Bhante, Mahapajapati Gotami datang kesini, ia sedang berdiri di depan pintu gerbang. Kakinya bengkak dan badannya berdebu. Ia menangis. Keadaannya memilukan. Ia mau jadi Bhikkuni. Alangkah baiknya jika Bhante mengizinkan para wanita menjadi Bhikkuni. "

(25)

Buddha menjawab : " Cukup, Ananda ! Jangan memohon agar wanita dibolehkan jadi Bhikkuni. "

B. Ananda memohon sampai tiga kali, dan Buddha menolaknya sampai tiga kali pula.

Kemudian B. Ananda mencoba dengan cara lain :

" Bhante, jika seorang wanita menjadi Bhikkuni, apa mungkin ia bisa mencapai Pencerahan Spiritual ? "

Buddha : " Mungkin saja, Ananda. "

B. Ananda : " Bhante, jika wanita mungkin mencapai Pencerahan Spiritual dengan menjadi Bhikkuni, maka tolonglah Mahapajapati Gotami. Ia telah sangat berjasa pada Bhante. Ia telah menyusui dan merawat Bhante sejak bayi hingga remaja. Izinkanlah ia dan para wanita yang lain menjadi Bhikkuni. "

Buddha : " Ananda, jika Mahapajapati Gotami bersedia menerima dan melaksanakan " Peraturan Berat" ( Garudhamma ) maka dengan sendirinya dia sudah ditahbiskan menjadi Bhikkuni.

Adapun Peraturan Berat itu adalah :

1. Bhikkuni harus menghormati Bhikku, harus bangkit berdiri dan memberi hormat dengan kedua telapak tangan dirangkapkan di depan dada terhadap Bhikku ( tanpa memperhitungkan

senioritas ), sekalipun Bhikkuni itu telah menjalani hidup sebagai Bhikkuni selama seratus tahun,

dan Bhikku yg dihormati itu baru sehari jadi Bhikku.

Aturan ini harus dilaksanakan, dijunjung tinggi dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

2. Bhikkuni dilarang mengikuti retret musim hujan [9] di tempat yang tidak ada Bhikkunya. Aturan ini harus dilaksanakan, dijunjung tinggi dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

3. Setiap setengah bulan, seorang Bhikkuni harus memohon dua hal dari Sangha ( Komunitas ) Bhikku, yaitu hari untuk melaksanakan latihan ( khusus ) dan hari untuk mendapatkan nasehat. Aturan ini harus dilaksanakan, dijunjung tinggi dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

4. Setelah selesai melaksanakan retret musin hujan ( disebut Vassa ), seorang Bhikkuni harus memohon pada Sangha Bhikku dan Sangha Bhikkuni untuk mendapatkan koreksi / teguran / peringatan tentang apa yang dilihat, didengar atau dicurigai ( mengenai dirinya ).

Aturan ini harus dilaksanakan, dijunjung tinggi dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

5. Seorang Bhikkuni yang telah melakukan pelanggaran berat harus menjalani hukuman selama dua minggu di Sangha Bhikku dan Sangha Bhikkuni [10].

(26)

Kemudian Bhikku Ananda menemui Mahapajapati Gotami dan memberitahukan : " Gotami, jika Anda bersedia menerima dan melaksanakan Peraturan Berat yang telah ditetapkan oleh Buddha, maka dengan sendirinya Anda telah ditahbiskan menjadi Bhikkuni. "

Mahapajapati Gotami merasa sangat gembira mendengarnya. Ia langsung menyanggupi.

Kemudian B. Ananda kembali menghadap Buddha untuk melaporkan bahwa urusan sudah beres.

Buddha lalu berkata pada B. Ananda : " Jika seandainya para wanita tidak ada yang menjadi Bhikkuni, maka agama Buddha akan bertahan lama.

Tapi karena sudah ada Bhikkuni, maka agama Buddha akan berakhir lebih cepat [11].

Bagaikan gerombolan perampok akan mudah menyerang rumah yang lebih banyak wanitanya dibandingkan pria, maka dalam agama apapun juga, jika wanita dibolehkan menjadi petapa disana, maka agama itu akan berakhir lebih cepat.

Untuk melindungi supaya agama Buddha bisa bertahan selama mungkin, maka Aku telah menetapkan Peraturan Berat ini untuk para Bhikkuni yang tidak boleh dilanggar seumur hidupnya. "

____________________________________________________________________________ Catatan :

[1] Orang yang sudah mencapai Pencerahan Spiritual Tertinggi ( disebut Arahat ) sudah tidak punya nafsu indera sama sekali. Tidak mampu lagi menjalani hidup keduniawian. 500 Bhikku baru ini telah menjadi Arahat.

[2] Saat itu Mahapajapati Gotami baru saja menjadi Janda. Suaminya Raja Suddhodana telah wafat. Anak anak Ratu sudah dewasa dan mandiri semua. Ia juga kepingin jadi Bhikkuni. Ditambah lagi Buddha adalah anak tirinya. Jadi ke 500 wanita itu menilai bahwa Gotami adalah orang yang paling tepat untuk meminta Buddha menahbiskan mereka jadi Bhikkuni.

[3] Kapilavastu adalah ibukota Kerajaan Sakya. Karena Buddha adalah mantan Putra Mahkota, maka kunjungan Beliau disana seperti pulang kampung, dan sangat dijunjung tinggi oleh pihak Kerajaan Sakya.

[4] Sebelumnya M. Gotami sudah mencapai Pencerahan Spiritual tingkat pertama, jadi tidak ada keraguan sedikitpun pada Buddha dan Ajarannya. Makanya Ia ngotot mau jadi Bhikkuni.

[5] Mengelilingi Buddha searah jarum jam adalah suatu bentuk penghormatan pada Buddha. Biasanya dilakukan saat tamu Buddha mau pulang.

[6] Jubah warna jingga adalah pakaian standar pertapaan di India sejak jaman sebelum Buddha. Warna jingga adalah lambang peninggalan keduniawian.

(27)

[7] Dari Kapilavastu ke Vesali jaraknya sekitar 300 km.

[8] Kelima ratus wanita ini banyak yang merupakan putri bangsawan, mereka belum pernah berjalan kaki sejauh itu. Apalagi M. Gotami, sebagai Ratu Ia kemana2 naik kereta emas. Makanya kakinya mereka bengkak dan badannya berdebu. Sebab sepanjang perjalanan tidak mandi dikarenakan tidak ketemu kamar mandi umum.

[9] Retret musim hujan untuk para Bhikku dan Bhikkuni ( disebut Vassa ) berlangsung selama 3 bulan. Waktunya dari bulan purnama Juli sampai bulan purnama Oktober. Selama retret ini mereka berlatih meditasi dan belajar Dhamma lebih intensif dari biasanya.

[10] Selama waktu hukuman, para Bhikku dan Bhikkuni wajib memberitahukan kesalahan mereka pada rekan rekannya setiap hari. Bedanya, kalau Bhikku dihukum selama 6 hari dan hanya melaporkan kesalahannya kepada para Bhikku saja, sedangkan Bhikkuni dihukum selama 14 hari dan harus melapor kepada para Bhikku dan Bhikkuni.

[11] Ada sumber yang menafsirkan bahwa jika Bhikkuni tidak pernah ada, maka agama Buddha bisa bertahan sampai 10.000 tahun. Jika wanita boleh menjadi Bhikkuni, maka agama Buddha bertahan selama 5000 tahun. Tapi tidak pernah dijelaskan secara resmi kenapa bisa begitu.

Kelak, setelah Buddha wafat, B. Ananda akan disidang oleh Sangha karena telah menyebabkan wanita diterima menjadi Bhikkuni.

(28)
(29)

Bagian 59

Khema, Bhikkuni Utama

Khema adalah istri Raja Bimbisara. Ia sangat cantik. Raja Bimbisara sudah beberapa kali mengajak Khema untuk menghadap Buddha, tapi ia tidak mau. Sebab ia takut kalau Buddha sampai mencela kecantikannya [1].

Raja Bimbisara mencari cara agar Khema mau bertemu Buddha. Akhirnya didapatlah akal. Ratunya ini sangat suka keindahan alam. Lalu Raja menyuruh sekelompok pemusik menyanyikan lagu yang syairnya menceritakan tentang keindahan pemandangan di sekitar Vihara Veluvana ( Tempat tinggal Buddha saat itu ). [2]

Akhirnya Ratu Khema pun tertarik berkunjung ke Vihara Veluvana. Hanya untuk melihat pemandangannya saja, bukan untuk bertemu Buddha.

Saat sedang berjalan jalan, Ratu Khema mendengar suara pria yg lembut namun berwibawa. Belum pernah ia mendengar suara se-agung itu [3]. Suara itu terdengar jauh namun jelas [4]. Ia tertegun sejenak. Lalu dengan penuh rasa ingin tahu ia berjalan memasuki bangunan utama Vihara tempat suara itu berasal. Di suatu ruangan yang menjadi sumber suara, ia mengintip, terlihatlah Buddha sedang berkhotbah pada para Bhikku.

Buddha lalu menciptakan bidadari yang hanya bisa dilihat oleh Ratu Khema. Bidadari itu tampak berdiri sambil mengipasi Buddha yang sedang berkhotbah. Khema terkejut mematung. Ia belum pernah melihat wanita secantik dengan tubuh seindah itu.

Khema sudah tidak lagi mendengar apa yang dikhotbahkan Buddha, ia hanya memperhatikan Bidadari itu saja. Ia membandingkan kecantikan dirinya dengan bidadari itu, ia bagaikan burung gagak dibandingkan dengan bangau.

Sesaat kemudian bidadari itu mulai menua. Khema tidak mempercayai penglihatannya. Awalnya bidadari itu tampak seperti wanita berusia awal 20 an, lalu berubah menjadi 40, 50, 70...akhirnya menjadi nenek peot yang bongkok. Semuanya hanya dalam beberapa detik. Nenek itu ambruk ke lantai. Mati. Mayatnya mulai membusuk, bengkak dan pecah mengeluarkan belatung. Tinggal tulang. Tulangnya hancur jadi debu. Debunya terbang tertiup angin. Habis.

(30)

Tepat saat itu Buddha telah selesai berkhotbah. Lalu Beliau menoleh pada Ratu Khema dan berkata :

" Khema, lihatlah perpaduan unsur-unsur ini [5], berpenyakit, penuh kotoran dan akhirnya membusuk. Tubuh ini hanya dilekati oleh orang bodoh."

Ketika Sang Buddha selesai mengucapkan syair ini Ratu Khema mencapai Pencerahan Spiritual tingkat pertama ( disebut Sottapana).

Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya, “Khema, semua mahluk di dunia ini, hanyut dalam nafsu indria, dipenuhi oleh rasa kebencian, diperdaya oleh khayalan, mereka tidak dapat mencapai pantai bahagia ( Nirwana ) tetapi hanya hilir mudik di tepi sebelah sini saja ( siklus

hidup - matinya terus berlanjut )”.

Sang Buddha lalu mengucapkan syair,

“Mereka yang bergembira dengan nafsu indria, akan jatuh ke dalam arus (kehidupan), seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri. Tetapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu, mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan serta melepas kesenangan-kesenangan indria”.

(31)

Setelah Sang Buddha selesai mengucapkan syair ini, Khema mencapai Pencerahan Spiritual Tertinggi ( disebut Arahat ).

Saat itu Raja Bimbisara sudah datang menyusul istrinya. Sang Buddha lalu berkata kepada Raja Bimbimsara,

“Baginda, Khema lebih baik meninggalkan keduniawian ( menjadi Bhikkuni ) atau wafat saja ?” [6]

Raja Bimbisara menjawab, “Yang Mulia, izinkanlah ia menjadi bhikkuni, jangan dulu wafat !”

Demikianlah, Ratu Khema pun menjadi Bhikkuni.

____________________________________________________________________________

Catatan :

[1] Waktu itu Ratu Khema sudah tahu bahwa Ajaran Buddha yang terkenal adalah mengenai ketidak kekalan segala hal. Yang cantik pada akhirnya akan menjadi jelek, padahal Khema sangat bangga akan kecantikannya. Makanya ia sensitif.

[2] Vihara Veluvana dibangun oleh Raja Bimbisara. Veluvana artinya hutan bambu.

[3] Bila Buddha berbicara, suaranya lembut, merdu, jelas, berwibawa dan sangat persuasif. Orang yang suaranya seperti ini disebut memiliki suara Brahma. Brahma adalah Dewa tingkat tinggi.

[4] Buddha dapat mengirim suaraNya sampai bisa terdengar di ujung galaxy atau bahkan lebih jauh lagi. Lihat Ananda Vagga, Kitab Anguttara Nikaya.

[5] Jasmani terdiri dari empat unsur, yaitu padat, cair, panas dan udara.

[6] Orang awam yang menjadi Arahat cuma punya dua kemungkinan, jadi Bhikku / Bhikkuni atau mati pada hari itu juga. Sebab secara fisik Ia sudah sangat tidak cocok lagi menjalani hidup keduniawian. Ia harus bertapa, dan kehidupan pertapaan yang paling ideal adalah kehidupan Bhikku / Bhikkuni.

(32)

Bagian 60

Upalavana, Bhikkuni Utama.

Upalavana adalah gadis dengan kecantikan yang luar biasa. Ia anak orang kaya di Savathi. Karena terlahir dengan warna kulit seperti teratai biru, maka ia diberi nama Upalavana ( Teratai

biru ).

Saat memasuki usia dewasa, banyak bangsawan dan pedagang kaya yang melamarnya, namun semuanya disuruh menunggu oleh Ayah Upalavana, dengan alasan sedang mencari calon yang terbaik. Mulai terjadi persaingan yang tidak sehat diantara para pelamar.

Ayahnya mulai bingung, jika suatu saat ia menerima lamaran salah satu calon, maka dikhawatirkan pelamar yg kalah akan balas dendam pada keluarganya.

Akhirnya ayahnya menawarkan kepada Upalavana agar menjadi Bhikkuni saja. Tawaran ini langsung diterima.

(33)

Setelah menjadi Bhikkuni, suatu hari Ia mendapat giliran membersihkan ruang utama di Vihara. Setelah menyelesaikan tugasnya menyapu, Ia lalu menyalakan pelita dan duduk bermeditasi. Ia bermeditasi dengan objek api pelita. Kemudian pikirannya mencapai berbagai Jhana [1], sampai akhirnya mencapai Pencerahan Spiritual tertinggi ( disebut Arahat ) di tempat itu. Ia juga mendapat kesaktian terhebat diantara Bhikkuni.

Suatu ketika, Bhikkuni Upalavana memilih tinggal sendirian di hutan, kemudian ada seorang pemuda yang masih kerabat (sepupu) Upalavana datang mencarinya. Ia pernah jatuh hati pada Upalavana sebelum menjadi Bhikkuni. Sekarang ia berniat buruk. Setelah tiba di gubuk, pemuda ini masuk dan bersembunyi. Ia menunggu B. Upalavana kembali dari mengumpulkan persembahan makanan di desa.

Setelah B. Upalavana kembali, pemuda ini memperkosanya. B. Upalavana berusaha menggunakan kesaktiannya untuk menghindar, tapi tidak bisa, saat itu kesaktiannya hilang [2].

Setelah memperkosa, pemuda itu keluar gubuk. Baru beberapa langkah berjalan, tanah yang dipijaknya terbelah, lalu api neraka menyambarnya. Ia tewas dan masuk neraka.

(34)

Menanggapi peristiwa pemerkosaan Bhikkuni Upalavana, Buddha mengucapkan Syair Dhammapada ayat 69 berikut ini :

" Selama akibat karma dari suatu kejahatan belum muncul,

Maka orang bodoh akan merasakan kejahatannya manis bagai madu. Tetapi apabila akibat karma dari kejahatannya telah muncul,

Maka ia akan merasakan pahitnya penderitaan. "

Setelah kejadian ini, Buddha melarang para Bhikkuni untuk tinggal sendirian di hutan. Beliau lalu mengundang Raja Pasenadi untuk membicarakan masalah ini. Raja menyanggupi untuk membangun tempat tinggal untuk para Bhikkuni dekat dengan pemukiman.

____________________________________________________________________________

Catatan :

Para Buddha disepanjang zaman selalu memiliki sepasang Bhikkuni utama. Upalavana adalah Bhikkuni terbaik dalam hal kesaktian.

[1] Jhana adalah tingkatan konsentrasi tertentu dalam meditasi, bersifat transendental.

[2] Upalavana pernah melakukan kejahatan seksual jauh dikehidupannya yang lampau, saat karmanya berbuah ia diperkosa tanpa bisa dicegah oleh apapun juga.

(35)

Bagian 61

Sayembara Arahat

Suatu hari, ada seorang kaya di Rajagaha ( nama tempat, semacam kabupaten ) yang ingin membuktikan apakah Orang Suci yang sakti itu ada.

Ia (namanya tidak disebutkan) lalu membuat sayembara. Ia menggantung sebuah mangkuk yang terbuat dari kayu cendana pada tiang bambu yang tinggi. Ia mempersilahkan siapa saja untuk mengambil mangkuk cendana itu dengan cara terbang.

Kalau ada yang bisa, maka ia berjanji akan menjadi pengikutNya.

Para petapa dari keenam aliran ( non Buddhis ) pada waktu itu tidak ada yang bisa terbang untuk mengambilnya [1]. Di hari ketujuh Bhikku Moggalana dan Bhikku Pindola Bharadvaja mendengar tentang sayembara tersebut dari percakapan masyarakat di jalan. Saat itu mereka berdua sedang berjalan ke pemukiman penduduk untuk mengumpulkan persembahan makanan ( disebut Pindapatta ).

Percakapannya mulai mengarah ke suatu kesimpulan, bahwasanya Orang Suci yang sakti tidak ada. Sebab sudah hampir seminggu tidak ada petapa yang bisa memenangkan sayembara itu.

Mendengar percakapan ini, Bhikku Moggallana berkata kepada B. Pindolabharadvaja : “ Anda telah mendengar percakapan orang-orang itu, mereka berbicara seolah-olah menantang Ajaran Sang Buddha. Anda kan sangat sakti, silakan Anda yang terbang untuk mengambil mangkuk itu. "

B. Pindolabharadvaja menjawab : " Moggallana, Anda kan Bhikku yang paling sakti [2], kenapa bukan Anda saja yang terbang ? Tapi jika Anda tidak mau, maka sayalah yang akan melakukannya. "

B. Moggallana : " Ya, silakan Anda saja yang melakukannya. "

B. Pindolabharadvaja lalu mengeluarkan salah satu kesaktianNya. Ia membelah tanah berbatu dengan ujung kakinya. Tanah dibelah seperti menyendok agar agar . Lalu bongkahan tanah seluas ribuan meter persegi ini dibawa terbang mengitari kota Rajagaha.

Para penduduk pada ketakutan. Takut tertimpa. Mereka berteriak memohon agar B. Pindolabharadvaja jangan sampai menjatuhkan tanah itu pada mereka.

(36)

Lalu Ia melayang di atas rumah orang kaya yang membuat sayembara itu dan mengambil mangkuknya. Ketika orang kaya itu melihatNya, ia bersujud dan memohon agar B. Pindolabharadvaja mendarat.

Setelah mendarat, orang kaya itu mengambil mangkuk cendana dari tangan B. Pindolabharadvaja, dan mengisinya dengan air sirup. Kemudian B. Pindolabharadvaja berjalan pulang ke Vihara.

Para penduduk Rajagaha pun heboh. Sebentar saja cerita sudah tersebar ke seluruh Rajagaha. Para penduduk yang belum puas melihat pada mengikuti B. Pindolabharadvaja dan memohon : " Yang Mulia. Tunjukkanlah kesaktianMu pada kami. "

B. Pindolabharadvaja lalu memperagakan beberapa kesaktianNya, setelah itu melanjutkan perjalanan ke Vihara.

Para penduduk pada bersorak sorai melihat tontonan menarik yang gratis ini. Sang Buddha yang sedang berada di dalam Vihara lalu bertanya pada Bhikku Ananda : " Ada apa sih ramai ramai ? "

B. Ananda menjawab : "

Pindolabharadvaja menunjukkan kesaktiannya. "

Setelah B. Pindolabharadvaja sampai di Vihara, Ia dipanggil menghadap Buddha. Buddha menanyainya seputar pertunjukkan kesaktiannya.

Kemudian Buddha melarang para Bhikku memperagakan kesaktian untuk hiburan semata, lalu Beliau menyita mangkuk cendana hadiah sayembara dan meremasnya sampai hancur dengan tangan kanan. Potongan kayu cendana itu diberikan pada para Bhikku untuk dihaluskan menjadi serbuk cendana [3].

(37)

Catatan :

[1] Keenam guru spiritual yang terkenal di zaman Buddha Gautama adalah Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Nigantha Nathaputta, Pakudha Kaccāyana, Ajita Kesakambalī, dan Sañjaya Belaṭṭhiputta. Mereka semua gak bisa terbang untuk mengambil mangkuk ini.

Di India, terutama di daerah pegunungan Himalaya, adalah gudangnya Petapa sakti sejak sebelum Buddha muncul. Tentu saja para Petapa Agung ini tidak akan mau turun gunung hanya untuk mengikuti sayembara murahan atau ajang pembuktian kemampuan diri.

[2] Bhikku Moggalana kesaktianNya nomer 2 setelah Buddha.

[3] Serbuk kayu cendana bisa digunakan sebagai pengharum ruangan. Kalau dibakar menjadi dupa.

Buddha memperbolehkan pertunjukkan kesaktian asalkan berguna untuk kemajuan Spiritual. Lihat lampiran 2.

(38)

Bagian 62

Peragaan Kesaktian Buddha (1)

Ketika para petapa saingan Buddha mendengar bahwa Buddha melarang para Bhikku untuk memperagakan kesaktian, mereka merasa senang [1]. Mereka pergi ke jalan dan mengumumkan bahwasanya mereka tidak akan mempertontonkan kesaktian hanya demi sebuah mangkuk kayu. Mereka juga berkata bahwa mereka hanya akan memperagakan kesaktian setelah Buddha memperagakan kesaktianNya terlebih dahulu.

Raja Bimbisara lalu menemui Buddha untuk membahas masalah ini. Buddha mengatakan bahwa Beliau sendiri yang akan memperagakan kesaktian. Raja lalu bertanya apakah peraturan yang telah ditetapkan Buddha hanya berlaku untuk para Bhikku saja. Buddha balik bertanya pada Raja Bimbisara : " Baginda, apakah ada pohon mangga di kebunmu ? "

" Ada, Yang Mulia. " jawab Raja.

" Apakah boleh mangganya Anda ambil ? " tanya Buddha.

R. Bimbisara : " Tentu saja boleh. "

Buddha : " Kalau orang lain yang mengambil bagaimana ? "

R. Bimbisara : " Tidak boleh. Bisa saya hukum. "

Buddha : " Demikian pula, sebagai Raja Dhamma Saya berhak memperagakan kesaktian, sedangkan para Bhikku tidak boleh. "

Buddha lalu berkata bahwa Beliau akan memperagakan kesaktian saat purnama di bulan Asadha ( nama bulan, seperti januari ), empat bulan kemudian. Di tempat para Buddha di masa lampau memperagakan kesaktian Mereka, yaitu di daerah Savathi.

Ketika para petapa mendengar bahwa Buddha akan memperagakan kesaktianNya, mereka langsung lemas. Mereka mencari segala cara untuk menghalangi peragaan kesaktian ini [2].

Mereka mulai mengikuti perjalanan Buddha dari Rajagaha ke Savathi. Di sepanjang jalan mereka memberitahu orang orang ( jika ada yang bertanya ) bahwa mereka akan melakukan kesaktian yang sama seperti yang akan dilakukan Buddha. Akibatnya banyak yang menaruh hormat pada mereka, dan mereka bisa mengumpulkan persembahan makanan dan uang di perjalanan. Mereka juga mengarang cerita bahwa Buddha takut adu kesaktian, makanya Buddha berusaha menghindar dan mereka sedang mengikutinya.

(39)

Saat Buddha sampai di Savathi, Beliau tinggal di Vihara Jetavana. Para petapa yang mengikuti Buddha juga tinggal di sekitar sana dan membangun tempat tinggal sementara. Setelah itu mereka mengumumkan bahwa mereka akan memperagakan kesaktiannya di tempat itu.

Raja Pasenadi ( penguasa daerah setempat ) menghadap Buddha dan menawarkan pembangunan tempat tinggal tambahan ( di luar Vihara Jetavana ) untuk Buddha. Buddha menolak sebab Sakka ( Raja Dewa di Surga tingkat 2 ) yang akan mebangunnya.

Raja Pasenadi bertanya dimana Buddha akan mempertunjukkan kesaktianNya, Buddha menjawab di dekat pohon mangga Kanda.

Ketika para petapa mendengar hal ini, mereka lalu meminta para pengikutnya untuk membeli dan menebang semua pohon mangga yang ada di sekitar Savathi. Bahkan pohon mangga yang masih kecilpun ditebang.

Di hari purnama bulan Asadha, Buddha dengan diiringi oleh para Bhikku dibelakangNya berjalan memasuki kota Savathi untuk mengumpulkan persembahan makanan. Kebetulan, seorang tukang kebun kerajaan yang bernama Kanda, menemukan sebuah mangga yang ranum tergeletak di tanah. Ia lalu mengambil mangga itu untuk diberikan pada Raja Pasenadi.

Saat berjalan ke Istana, Kanda melihat rombongan Buddha. Ia lalu berpikir : " Jika mangga ini kuberikan pada Raja, paling aku hanya mendapat beberapa keping uang. Jika mangga ini kupersembahkan pada Buddha, maka aku akan mendapatkan pahala luar biasa yang bisa membuatku kaya dalam banyak kehidupan. "

Kanda lalu mempersembahkan mangga itu pada Buddha dengan penuh rasa hormat. Buddha menyerahkan mangga itu pada Bhikku Ananda. B. Ananda kemudian membuat minuman sari buah mangga untuk diminum Buddha.

Setelah minum, Buddha menyuruh Kanda untuk menggali lubang dan menanam biji mangga itu. Kanda melakukan apa yang diminta Buddha. Kemudian Buddha mencuci tanganNya diatas tanah tempat menanam biji mangga itu.

Setelah Buddha selesai mencuci tangan, pohon mangganya langsung tumbuh besar sekali dan buahnya lebat sekali. Prosesnya hanya dalam hitungan detik.

____________________________________________________________________________

Catatan :

[1] Para petapa ini banyak kehilangan pengikut karena pengikutnya pindah agama ke Buddha.

[2] Hidup para petapa ini sangat bergantung pada persembahan para pengikutnya. Jika Buddha memperagakan kesaktianNya secara terbuka maka dikhawatirkan semua orang pada jadi pengikut Buddha. Kalau itu yang terjadi, maka para petapa ini gak ada penghasilan lagi. Tamatlah mereka. Makanya mereka berusaha mati matian menghalangi Buddha dengan segala cara.

(40)

Bagian 63

Peragaan Kesaktian Buddha (2)

Ketika Raja Pasenadi mendengar bahwa Buddha menumbuhkan pohon mangga secara ajaib, Raja lalu menempatkan sejumlah prajurit untuk menjaga pohon itu. Karena pohon itu ditanam oleh tukang kebun yang bernama Kanda, maka pohon itu dinamakan pohon mangga Kanda.

Para penduduk setempat dapat menikmati buah dari pohon mangga Kanda. Penduduk setempat mulai tidak suka pada para petapa saingan Buddha. Mereka berkata : " Dasar petapa gak tau diri ! Kalian menebang semua pohon mangga karena takut Petapa Gotama ( maksudnya

Buddha ) memperagakan kesaktianNya. " . Lalu para penduduk melempari para petapa itu

dengan biji mangga bekas mereka makan.

Sakka, Raja Dewa yang menguasai alam Tavatimsa ( Surga tingkat 2 ) memerintahkan Dewa Angin untuk memporak porandakan tempat tinggal para petapa. Ia juga memerintahkan Dewa Matahari untuk menyengat mereka. Alhasil para petapa jadi kocar kacir kepanasan. Keenam pemimpin aliran pertapaan itu melarikan diri ke berbagai arah. Mereka adalah Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Nigantha Nathaputta, Pakudha Kaccāyana, Ajita Kesakambalī, dan Sañjaya Belaṭṭhiputta.

Sementara itu, ada seorang petani yang merupakan pengikut Purana Kassapa, ia berpikir : " Besok akan ada pertunjukkan kesaktian oleh Guru Junjunganku. Aku akan pergi melihatnya 😊." Setelah selesai bekerja si sawah, Ia lalu melepaskan lembunya dari bajak, dan pulang sambil membawa seutas tali dan periuk yang berisi makanan yang dibelinya tadi pagi.

Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Purana Kassapa yang sedang berjalan tergesa gesa. Ia lalu bertanya kepadanya : " Guru mau kemana ? Saya mau melihat pertunjukkan kesaktian Anda. "

Purana Kassapa menjawab : " Buat apa sih kamu melihat pertunjukkan kesaktian ? Ayo berikan periuk dan tali itu kepadaku. "

Si petani itu memberikannya. Purana Kassapa lalu berbegas pergi menuju sungai terdekat. Ia mengisi periuk itu dengan tanah, mengikatnya dengan tali ke lehernya, kemudian melompat ke sungai. Bunuh diri [1]. Setelah mati ia masuk neraka Avici [2].

Menjelang malam, Dewa Sakka memerintahkan Dewa Visukhamma untuk membuat Istana dari tujuh macam permata. Para Bhikku dan penduduk setempat akan berkumpul Istana ini untuk melihat pertunjukkan kesaktian Buddha.

Sore keesokan harinya, Buddha berjalan keluar dari Vihara Jetavana menuju ke Istana yg dibuat oleh Dewa. Sesampainya disana Beliau duduk di tahta permata dibawah payung putih. Saat itu

(41)

Beliau dikelilingi oleh para Bhikku, Bhikkuni, umat awam, para penduduk dan para Dewa dari sepuluh ribu sistem tata surya.

Kemudian seorang wanita pengikut Buddha yang bernama Gharani, maju kedepan Buddha, sambil memberi hormat dengan kedua tangannya dirangkapkan, ia berkata : " Yang Mulia, saya adalah putri Anda [3]. Janganlah merepotkan diri Yang Mulia. Mohon ijin, biar saya saja yang memperagakan kesaktian. "

Buddha menjawab : " Putriku, kamu mau memperagakan apa ? "

Gharani : " Saya akan mengubah seluruh bumi ini menjadi air, lalu saya akan menyelam dari ujung barat dan muncul di ujung timur, menyelam dari ujung utara dan muncul di ujung selatan.

Saat itu akan ada yang bertanya siapa saya, ia akan diberitahu bahwa saya adalah Gharani, murid Buddha, seorang Anagami. Orang akan berpikir kalau muridnya saja sudah sehebat ini, apalagi Gurunya ( Buddha )."

Buddha : " Gharani, Aku tahu bahwa kamu bisa melakukannya. Tapi karangan bunga yang ada disini bukan buat kamu. "

Gharani berpikir bahwa Buddha tidak mengizinkannya menunjukkan kesaktian karena ada alasan yang tepat. Mungkin ada orang lain yang jauh lebih hebat daripada dirinya.

Buddha merenung : " Jika sekarang Aku memberi kesempatan para para SiswaKu untuk mengungkapkan kesaktiannya, maka mereka akan dikenal orang banyak." Buddha lalu mempersilakan para pengikutNya untuk memberitahukan kemampuan masing masing.

Kemudian seorang pria pengikut Buddha yang bernama Cula Anathapindika [4] berdiri dan berkata : " Yang Mulia, mohon ijin biar saya saja yang menunjukkan kesaktian. "

Buddha : " Kamu mau memperagakan apa ?"

" Saya akan berubah menjadi Brahma [5], dengan tinggi badan 12 yojana [6], lalu saya akan menepuk lengan saya sehingga muncul suara menggelegar. "

Buddha : " Aku tahu bahwa kamu bisa melakukannya. Tapi sebaiknya jangan sekarang. "

Kemudian Cita, seorang Samaneri yang berumur tujuh tahun, maju kedepan, Ia memberi hormat lalu berkata : " Yang Mulia, mohon ijin biar saya saja yang menunjukkan kesaktian. "

Buddha : " Kamu mau memperagakan apa ?"

" Saya akan membawa tiga gunung ke sini, yaitu Sineru [7], Cakkavala Pabbata [8], dan Himalaya kesini, lalu menempatkan mereka sebarisan.

(42)

Buddha menolak memberi ijin kepadanya.

Selanjutnya, Cunda, samanera yang berumur tujuh tahun, maju kedepan, Ia memberi hormat lalu berkata : " Yang Mulia, mohon ijin biar saya saja yang menunjukkan kesaktian. "

Buddha : " Kamu mau memperagakan apa ?"

" Saya akan mengambil buah dari pohon Eugina, dan mengambil bunga dari pohon karang yang ada di Alam Tavatimsa ( Surga tingkat 2 ), lalu membagikannya kepada semua hadirin disini. "

Buddha menolak memberi ijin kepadanya.

Selanjutnya Bhikkuni Upalavana [9] juga minta ijin dan ditolak.

Akhirnya Bhikku Maha Moggalana [10] bangkit berdiri dan berkata : " Yang Mulia, mohon ijin biar saya saja yang menunjukkan kesaktian. "

Buddha : " Moggalana, Kamu mau memperagakan apa ?"

" Saya akan menyusutkan gunung Meru ( BUKAN Semeru ) menjadi seukuran biji sesawi, menyelipkannya di celah gigi, lalu saya kunyah di hadapan penonton. " ( setelah pertunjukkan

usai gunungnya tentu dikembalikan lagi, guna menghindari tuntutan di kemudian hari oleh para aktivis lingkungan hidup ).

Buddha : " Setelah itu apa lagi yang mau Kamu tunjukkan ? "

Moggalana : " Bumi akan saya gulung seperti kain kecil yang tipis, lalu saya simpan diantara jari tangan."

Buddha : " Setelah itu apa lagi yang mau Kamu tunjukkan ? "

Moggalana : " Saya akan membalikkan tanah, lalu memberi makan para penonton dengan zat subur yang ada di balik permukaan tanah. "

Buddha : " Setelah itu apa lagi yang mau Kamu tunjukkan ? "

Moggalana : " Bumi ini akan saya letakkan di telapak tangan kiri saya, dan manusia saya taruh di sisi yang tidak tersentuh tangan."

Buddha : " Setelah itu apa lagi yang mau Kamu tunjukkan ? "

Moggalana : " Saya akan menaruh bumi ini di atas gunung Meru, lalu mengangkatnya dengan satu tangan dan berjalan di ruang angkasa seperti seseorang memegang payung. "

(43)

Buddha menolak memberi ijin kepada Bhikku Moggalana. Kemudian Beliau berkata : " AnakKu, karangan bunga ini tidak diperuntukkan bagimu. Seorang Buddha memiliki kemampuan untuk melakukan hal hal yang berada di luar kemampuan orang lain. "

___________________________________________________________________________

Catatan :

[1] Purana Kassapa menganut aliran " Tidak ada akibat karma dari perbuatan baik dan buruk. " , makanya dia berani bunuh diri setelah menentang Buddha. Karena ia berpikir setelah mati urusan selesai.

[2] Neraka Avici adalah neraka yang siksaannya paling menyakitkan, berupa ruang bakar.

[3] Putra dan putri ( atau anak ) Buddha adalah Mereka yang telah mencapai Pencerahan Spiritual setidaknya tingkat pertama ( disebut Sotapana ). Gharani telah mencapai Pencerahan Spiritual tingkat ketiga ( disebut Anagami ).

[4] Cula Anathapindika BUKAN Anathapindika yang membangun Vihara Jetavana. Ini lain lagi.

[5] Brahma adalah Dewa tingkat tinggi.

[6] 1 yojana = 12 kilometer.

[7] Gunung Sineru adalah gunung gaib yang menopang Alam Tavatimsa ( Surga tingkat 2 )

[8] Cakkavala Pabbata juga gunung gaib.

[9] Upalavana adalah Bhikkuni yang paling sakti.

Gambar

Gambar  dibawah  ini  menceritakan  proses  pembangunan  Vihara  Pubarama.  Visakha  ada  di  sebelah kiri

Referensi

Dokumen terkait

Kedua : Menetapkan nama dosen dan lembaga/instansi pada Perguruan Tinggi Agama Islam sebagaimana tersebut dalam lampiran surat keputusan ini sebagai penerima dana

Jika dilihat dari tingkat partisipasinya, tampak bahwa masyarakat nelayan cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam pengelolaan sumber daya udang di wilayah

Pada kasus kita yang pertama, selain hepatitis akibat virus, bisa juga infeksi hati disebabkan bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT

    Wolak­walik ing jaman dan jangka Jayabaya berlaku secara matematis yakni  selalu  dimulai  pada  angka  tahun  khusus  yang  tidak  bisa  dibolak­ balik 

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyadari akan pentingnya dukungan saudara kandung terhadap perkembangan komunikasi interpersonal yang baik pada anak autis, maka

Abstrak Guru biasanya menggunakan soal cerita dalam pembelajaran matematika. Padahal soal cerita yang digunakan tidak diselesaikan secara nyata, sehingga siswa tidak

Hasil analisis vegetasi pada tingkat pertumbuhan Tiang di hutan dominan A.symphiocarpa disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada

535 dan aturan kode bidang studi tahun 2009 * Yang diberi tanda adalah nomor urut peserta yang ganda. Malang, 2 Oktober 2009 Rektor/Ketua PSG