• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKAN PERTUMBUHAN YANG PENTING TAPI DISTRIBUS

Dalam dokumen filsafat ekonomi islam silahka di download (Halaman 135-142)

Dari Adam Smith kita telah belajar beberapa pemikiran menarik mengenai ekonomi, di antaranya yang menarik adalah teori pertumbuhan Pendapatan Negara dan invisible hand. Kedua teori ini terus dibicarakan dalam ilmu ekonomi, tak terkecuali dengan murid Adam Smith sendiri yakni Malthus dan David Ricardo.

Ihwal teori pertumbuhan Nasional, kita dapat menyimpulkan pemikiran Adam Smith sebagai berikut:

maka perkembangan ekonomi tinggi, kemudian terus berkembang secara kumulatif.

Keyakinan teoritis ini dapat dirumuskan dalam pernyataan kausalitas sebagai berikut:

 Bila Pasar Berkembang, maka produktivitas dan spesialisasi meningkat, pendapatan nasional meningkat penduduk juga meningkat.

 Bila Pasar berkembang lebih luas lagi, maka tabungan masyarakat dan tingkat keuntungan pengusaha meningkat.

 Bila Pasar berkembang lebih luas lagi, Pengusaha dapat meningkatkan teknologi dan inovasi sehingga Teknologi/ Inovasi berkembang.

 Berkah akhirnya adalah ―perkembangan ekonomi akan terjadi secara terus menerus dan pendapatan nasional akan bertambah terus; dengan demikian pendapatan perkapita masyarakat juga mengalami kenaikan terus

Benarkah demikian?

Mari kita telusuri pemikiran Malthus, Ricardo, dan Bentham Thomas Robert Malthus

Perkembangan Penduduk Mendorong Adanya Pembangunan Ekonomi

Memperluas Pasar akan menimbulkan spesialisasi

Thomas Robert Malthus (1766-1834) dan David Ricardo menyatakan kepesimisannya. Simpelnya dia menyatakan bahwa ―tidak setiap pertumbuhan akan menambah kemakmuran bersama, bisa jadi justru sebaliknya‖. Malthus menyatakan dilemma pertumbuhan antara penduduk dan ekonomi. Malthus menyatakan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya kelak tidak akan bisa mengimbangi kebutuhan penduduk yang bertumbuh dua kali lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi.

Malthus menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi mengikuti deret hitung (1,2,3,…) sementara pertumbuhan penduduk mengikuti logika deret ukur (1,2, 4,8, 16, …). Bila keduanya dibiarkan bertumbuh maka ada satu saat dimana, pertumbuhan ekonomi akan berhenti berkembang,; padahal pada saat bersamaan pertumbuhan penduduk terus melaju. Jika itu terjadi, maka ―akibatnya akan terjadi krisis ―penderitaan dan kejahatan‖ yang tak terelakkan ketika sumber alam bumi tidak bisa memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah‖ (Malthus, Essay on Populatin, 1985: 67-80)

Pada gambar ini terlihat bahwa persediaan SDA bertambah dalam kondisi yang terus menurun, sedangkan permintaan dari penduduk yang terus bertambah meningkat lebih cepat pada tingkat geometris. Titik C menggambarkan level hidup subsisten (cuma cukup untuk menyambung hidup), yang terjadi ketika mayoritas penduduk hidup pas-pasan. Jika penduduk dunia melampaui titik C, penduduk dunia akan kembali ke titik C melalui terjadinya kelaparan, kematian, dan kejahatan. Untuk itu, bagi Malthus, dunia dikutuk untuk menjalani hidup ―penuh kesulitan yang tak bisa

Populasi SDA Level subsisten Sumber populasi tahun C

diatasi‖ (Malthus, 1985:69-250). Malthus menambahkan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi hanya akan mendorong lebih banyak anak, sehingga populasi akan meningkat lebih cepat yang pada gilirannya kemudian akan mengurangi pendapatan per kapita sampai ke tingkat subsistensi.

―Alam menyebarkan benih kehidupan seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya,‖ tetapi ―alam tidak cukup ruang dan gizi untuk membesarkan benih itu‖, ujar Malthus (1985:71-72, 224-225).

David Ricardo

Sekarang kita bicarakan David Ricardo (1772-1823). Ricardo adalah seorang Yahudi keturunan Spanyol dan berkebangsaan Inggris. Lewat tangan Ricardo-lah, ekonomi berangsur-angsur masuk ke jenjang ilmu yang lebih kuat (tentu sekaligus memusingkan, bila kata teman-teman mahasiswa) karena sukses dikawinkan dengan analisa matematis.

Ricardo dan Malthus bersahabat dan rupanya saling bersepakat untuk memandang teori ekonomi Smith secara pesimis. Pada salah satu suratnya Ricardo menulis pada Smith, ―bagimu ekonomi politik adalah penelitian tentang sifat dan penyebab kekayaan [seperti pada pandangan Adam Smith], tapi kupikir sebaiknya ia dinaman sebagai penelitian tentang hokum-hukum yang menentukan pembagian produksi di antara kelas-kelas yang menyetujui dalam rumusannya‖ (Rothbard 1995:82).147

Apa pemikiran Ricardo?

Ricardo mengemukakan dua hukum: Hukum pendapatan menurun (The Law of Diminishing Return) dan hukum besi upah. Teori Pendapatan menurun menegaskan bahwa:

(1) Upah yang tinggi akan memicu pertambahan penduduk (2) Berarti lebih banyak mulut yang harus disuapi

(3) Berarti juga jumlah penggunaan tanah akan bertambah (4) Karenanya produktivitas tanah akan menurun,

(5) harga gandum gandum akan naik (karena banyak yang membutuhkan), (6) harga gandum yang naik akan membuat pemilik tanah semakin kaya,

sementara profit pekerja menurun

Hukum pendapatan menurun ini dapat dipahami dari teori harga yang dikemukakan Ricardo. Ia menyatakan bahwa semua input (seperti tanah, tenaga kerja, dan modal) sama dengan harga jual dari hasil produksi. Saat tenaga kerja bertambah, tanah dan modal harus bertambah, padahal tanah tak bisa ditambah lagi bahkan kesuburannya akan semakin berkurang. Jika tenaga kerja bertambah (juga modalnya ditambah) dengan situasi tanah yang tetap sudah dapat dipastikan output dari tanah itu akan berkurang. Akibatnya output bersih akan menurun, dan pertumbuhan ekonomi akan merosot.

147 Do the ea i g of politi al e

conomy for you are the research of the causes and character of the wealth? But to me the supposed definition for it has to be, the research on laws that divided industrial p odu ts a o g all so ial lasses that have ee ag eed efo e. (Rothbard, 1995: Hal. 82)

Sementara hukum besi upah menegaskan ―jika upah naik, maka profit akan turun (Ricardo, 1951, vol I: 111) dan ―profit tergantung pada upah‖ (1951 vol I: 143). Inti dasarnya adalah keuntungan akan meningkat dengan cara menurunkan upah. Agar hukum penurunan pendapatan bisa diatasi, Ricardo mengusulkan impor hasil produksi dengan harga murah, caranya dengan cara menurunkan upah pekerja, kesimpulannya ―jika upah turun, maka profit akan naik‖. Atau logika lainnya seperti ini, ―jika upah naik, pekerja akan punya lebih banyak anak, banyak anak akan menaikkan pasokan tenaga kerja, karena sumber daya alam terbatas dan pekerja banyak maka otomatis upah akan turun kembali, tetapi profit pekerja akan kembali turun, karena para kapitalis mesti membayar pekerja lebih tinggi lagi agar mereka tidak kelaparan (untuk membeli harga makanan yang naik)‖.

Jadi, menurut Malthus dan Ricardo: anggapan Smith keliru.

Walaupun demikian, Ricardo masih mendukung satu pemikiran Smith mengenai pentingnya perdagangan bebas. Bagi Ricardo, perdagangan bebas akan menguntungkan kedua belah pihak, perdagangan bebas akan membuat satu Negara melakukan spesialisasi meskipun suatu Negara memiliki keuntungan absolute dalam produk tertentu. Prinsip ini dinamakan hokum keuntungan komparatif.

Hukum keuntungan komparatif dapat digambarkan sebagai berikut.

(1) Untuk memproduksi satu pakaian, Inggris memerlukan 50 pekerja sedangkan Portugas 25 pekerja

(2) Di lain pihak, untuk menmproduksi anggur, Portugal membutuhkan 25 pekerja seadngkan Inggris membutuhkan 200;

Tabel Jumlah Pekerja per Unit Inggris Portugal

1 unit pakaian 50 25

1 unit anggur 200 25

(3) Portugal memiliki keuntungan absolute dalam memproduksi kedua barang tersebut dibandingkan inggris, (Portugal hanya membutuhkan masing-masing 25 pekerja untuk memproduksi kedua barang tersebut).

Kita akan menyatakan bahwa Portugal akan rugi jika hanya melakukan spesialisasi. Ingat, Ricardo menyatakan bahwa spesialisasi akan lebih menguntungkan dalam perdagangan.

(4) Ricardo menyarankan ―spesialisasi akan lebih menguntungkan‖. Bagaimana caranya:

(a) Misalkan Portugal mengambil 25 pekerja dari produksi pakaian untuk dipekerjakan pada produksi anggur. Sekarang jumlah semuanya 50, dan hasilnya tentulah produksi anggur naik 1 unit, dan pakaian turun 1 unit dalam 1 jam kerja (Portugal mengambil spesialisasi pada Anggur).

(b) Bila pada saat bersamaan Inggris mengambil 100 pekerja dari industry anggur dan memperkerjakannya untuk membuat pakaian, maka Inggris akan menambah dua unit pakaian dan kehilangan setengah unit anggur

(c) Hasil akhirnya adalah total output kedua Negara; ada tambahan 1 unit anggur dan 1,5 unit pakaian dalam agregat akhir

Inggris Portugal

2 unit pakaian 150 - 0

0,5 unit anggur 100 50 2

Teori Hukum keuntungan Komparatif ini dirumuskan Ricardo melalui diskusi panjang dengan kawannya, James Mill, ayah dari John Stuart Mill.

Jeremy Bentham

Penentang lain Adam Smith adalah Jeremy Bentham (1748-1832). Ia adalah filsuf Utilitariani. Bentham pernah menulis surat panjang kepada Adam Smith (Maret 1787) untuk mengecam pendirian Adam Smith pada buku The Wealth of Nation mendukung undang-undang bunga. Menurut Bentham, ―Bunga, merupakan suatu kejahatan, kejahatan yang dilakukan dengan persetujuan bersama‖ (dimuat pada buku Defence of Usury, 1790).

―Alam telah menempatkan manusia di bawah kekuasaan dua penguasa: rasa sakit (penderitaan) dan kesenangan‖, tulis Bentham dalam buku Introduction to the Principles of Morals and Legislation, 1789: 11), ― satu-satunya tujuannya adalah mencari kesenangan dan menghilangkan penderitaan‖. Lebih lengkapnya adalah seperti ini:

Alam telah menempatkan umat manusia dibawah kendali dua kekuasaan, rasa sakit dan rasa senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang seharusnya kita lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar benar dan salah disatu sisi, maupun rantai sebab akibat pada sisi lain, melekat erat pada dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang kita lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita pikirkan: setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata-kata seorang manusia mungkin akan berpura-pura menolak kekuasaan mereka. Azas manfaat (utilitas) mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya berurusan dengan kata-kata ketimbang maknanya dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang.

Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan). Dari makna telos ini diturunkan teori bahwa kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan pencapaian tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.

An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have performed in its place.‖ (Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan) .

Kata utilis dapat berarti juga manfaat. Tujuan suatu tindakan haruslah member konsekuensiyang bermanfaat. Utilitarisme memang sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya. Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number).

Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarianisme dapat dirumuskan 3 (tiga) kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan.

Kriteria Pertama, manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.

Kriteria Kedua, manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat besar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya. Atau kalau yang dipertimbangkan adalah soal akibat baik dan akibat buruk dari suatu kebijaksanaan atau tindakan, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Dalam situasi tertentu, ketika kerugian tidak bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil (termasuk kalau dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).

Kriteria Ketiga, menyangkut pertanyaan manfaat terbesar untuk siapa?, Untuk saya atau kelompokku, atau juga untuk semua orang lain yang terkait, terpengaruh dan terkena kebijaksanaan atau tindakan yang akan saya ambil?. Dalam menjawab pertanyaan ini, etika utilitarianisme lalu mengajukan kriteria ketiga berupa

manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Jadi, suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

Sebaliknya, kalau ternyata suatu kebijaksanaan atau tindakan tidak bisa mengelak dari kerugian maka kebijaksanaan atau tindakan itu dinilai baik kalau membawa kerugian yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.

Dalam ekonomi, etika utilitarianisme juga relevan dalam konsep efisiensi ekonomi. Prinsip efisiensi menekankan agar dengan menggunakan sumber daya (input) sekecil mungkin dapat dihasilkan produk (output) sebesar mungkin. Satu pokok yang perlu dicatat adalah bahwa baik etika utilitarianisme maupun analisis keuntungan dan kerugian pada dasarnya menyangkut kalkulasi manfaat. Hanya saja, apa yang dikenal dalam etika utilitarianisme sebagai manfaat (utility), dalam bisnis diterjemahkan sebagai keuntungan. Maka, prinsip maksimalisasi manfaat ditransfer menjadi maksimalisasi keuntungan. Sasaran akhir yang hendak dicapai adalah the greatest net benefits atau the lowest net costs.

Persoalan pokok menyangkut pertanyaan tujuan keuntungan untuk siapa? Jawabannya adalah bagi sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan, yang berarti juga bagi keuntungan dan kepentingan perusahaan tersebut. Yang juga perlu mendapat perhatian adalah bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek finansial, melainkan juga aspek-aspek moral: hak dan kepentingan konsumen, hak karyawan, kepuasan konsumen, dan sebagainya, karena itu benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.

Dari prinsip ―demi kebahagian terbesar dan jumlah terbanyak‖ ini Bentham kemudian menyerukan penurunan hak istimewa aristokratisme, Inggirs memberikan kemerdekaan pada daerah jajahannya, dan melarang memancing karena menyakiti hewan. Pandangannya tentang laissez faire agak uni, Negara mesti meninggalkan laissez faire jika hal itu dapat memaksimalkan kesenangan bagi mayoritas penduduk. Demi kebahagiaan banyak orang ini, ia menyerukan pembatasan kesenangan dan keuntungan orang-orang kaya.

Untuk merealisasikan masyarakat ideal yang melakukan kegiatan dengan maksud kebahagiaan bersama ini, ia mendukung penciptaan serangkaian penopticon. Penopticon berarti ―melihat semua‖ atau system yang memberikan ―pengawasanterhadap rumah-rumah‖ agar semuanya terkontrol. Penopticon ini dilakukan di ―rumah industry, tempat kerja, perumahan orang miskin, pabrik, rumah penampungan gila, rumah sakit, dan sekolah‖ (Rothbard 1995: 63).

Bentham menginginkan melalui system penopticons ini masyarakat ideal ini dapat mengontrol sampai tiga perlima populasi Inggris. Untuk mengefektifkan system penopticons ini dibutuhkan seorang inspektur yang ―melihat semuanya‖. Inspektur inilah yang akan bertugas mengawasi penjara, sekolah, pabrik dan sebagainya; secara terus-menerus mematai semua orang. Dan Bentham menyatakan bahwa dirinya pantas dan karenanya berharap menjadi Inspektur besar.

16

ETIKA UTILITARIANISME

Dalam dokumen filsafat ekonomi islam silahka di download (Halaman 135-142)