• Tidak ada hasil yang ditemukan

CASE CONCERNING LEGALITY OF THE THREAT OR USE OF NUCLEAR WEAPONS, ICJ REPORTS, 1996

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 88-91)

1. Perkara ini adalah mengenai permintaan pendapat hukum kepada Mahkamah Internasional tentang legalitas pemilikan dan penggunaan senjata nuklir oleh negara.

2. Sejak 1945 tidak ada penggunaan senjata nuklir oleh negara-negara. Selain itu beberapa resolusi yang dikeluarkan Majelis Umum PBB diantaranya resolusi 1653 (XVI) tanggal 24 November 1961 mengenai senjata nuklir, menunjukkan adanya suatu bentuk pelarangan senjata nuklir.

3. Meskipun tidak pernah menggunakannya, beberapa negara masih memiliki senjata nuklir. Selain itu beberapa kebijakan internal negara-negara tersebut juga cenderung menolak adanya pelarangan terhadap pemilikan senjata nuklir.

4. Pada tanggal 3 September 1993, yang pertama sekali mengajukan permohonan kepada ICJ untuk membuat Advisory Opinion atas “Legality of The Threat or Use of Nuclear Weapon” adalah WHO (World Health Organization).

5. WHO menyadari bahwa bahaya penggunaan senjata nuklir mengancam kehidupan manusia. Karena itu satu-satunya jalan untuk menanganinya adalah dengan melarang penggunaan maupun pemilikan senjata nuklir.

6. WHO kemudian mengajukan masalah ini kepada Majelis Umum PBB. Majelis Umum PBB kemudian mengajukan suatu permintaan pendapat hukum kepada Mahkamah Internasional. 7. Dalam proses di Mahkamah, ada partisipasi dari beberapa negara yang mewakili negara

pemilik senjata nuklir dan negara penentang pemilikan senjata nuklir.

Permasalahan Hukum

Dari sudut pandang efek terhadap kesehatan dan lingkungan, apakah penggunaan senjata nuklir oleh suatu negara dalam perang atau konflik bersenjatata lainnya merupakan pelanggaran terhadap kewajiban negara dalam hukum internasional termasuk Konstitusi WHO?

Putusan Mahkamah

Dengan suara 11 berbanding 3, Mahkamah berpendapat bahwa tidak ada hukum perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional dan pelarangan universal mengenai ancaman atau penggunaan senjata nuklir.

Dasar Pertimbangan Putusan

1. Mahkamah melihat masih adanya pertentangan yang kuat antara negara-negara yang pemilik senjata nuklir dengan negara-negara penentangnya. Fakta-fakta tersebut membuat Mahkamah berpendapat bahwa ia tidak dapat menemukan adanya suatu opinio juris.

nuklir, para negara pemilik senjata nuklir menyatakan bahwa resolusi tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat. Resolusi tersebut juga tidak dianggap sebagai suatu pernyataan kebiasaan internasional mengenai pelarangan senjata nuklir. Negara-negara pemilik senjata nuklir tersebut juga menganggap bahwa resolusi tersebut tidak hanya tidak mendapat persetujuan dari negara pemilik senjata nuklir tapi juga dari negara lainnya.

3. Mahkamah berpendapat bahwa meskipun resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat, terkadang resolusi tersebut memiliki nilai normatif. Resolusi tersebut dapat menjadi bukti yang penting untuk membuktikan keberadaan suatu ketentuan atau munculnya suatu opinio

juris. Untuk mengetahui apakah kondisi tersebut dialami oleh resolusi Majelis Umum ini,

maka perlu diperhatikan isi dan kondisi resolusi tersebut saat dibuat. Selain itu juga penting untuk melihat apakah ada suatu opinio juris sebagai karakter normatifnya. Atau apakah serangkaian resolusi yang menunjukkan perubahan secara gradual terhadap opinio juris yang dibutuhkan untuk membentuk suatu hukum kebiasaan.

4. Secara umum, resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB menunjukkan bahwa penggunaan senjata nuklir merupakan pelanggaran langsung terhadap Piagam PBB dan penggunaan senjata itu harus dilarang. Akan tetapi perlu diingat fakta bahwa dalam pembuatan dan ketika diadopsi oleh Majelis Umum, resolusi-resolusi tersebut mendapat voting negatif dan abstain dari negara-negara anggota. Selain itu meskipun resolusi-resolusi tersebut menitikberatkan pada masalah senjata nuklir, resolusi tersebut masih belum cukup menunjukkan adanya suatu opinio juris mengenai ilegalitas dari penggunaan senjata tersebut.

Analisis Putusan

1. Negara yang menghendaki pelarangan senjata nuklir menyatakan bahwa pelarangan tersebut bersumber salah satunya dari hukum kebiasaan internasional. Mereka berpendapat bahwa tidak adanya penggunaan senjata nuklir sejak perang dunia ke 2 tahun 1945 telah membentuk suatu kebiasaan internasional. Fakta tersebut, menurut mereka juga menunjukkan adanya suatu opinio juris mengenai pelarangan senjata nuklir.

2. Sementara negara yang tetap mendukung pemilikan senjata nuklir menyatakan bahwa tidak adanya penggunaan senjata nuklir tidak berarti bahwa hal itu telah menciptakan suatu kebiasaan internasional. Tidak adanya penggunaan senjata nuklir lebih dikarenakan belum munculnya keadaan-keadaan yang dapat memicu ataupun membenarkan penggunaan senjata nuklir. Mereka menyatakan tetap membutuhkan pemilikan senjata nuklir dalam keadaan darurat menyangkut kepentingan vital negaranya. Menurut negara-negara ini fakta

tersebut juga tidak mencerminkan adanya suatu opinio juris.

3. Agar suatu kebiasaan internasional dapat menjadi hukum kebiasaan internasional, ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu states practice dan opinio juris. Dalam kasus ini states practice tidak terpenuhi karena masih banyak negara-negara yang menolak pelarangan pemilikan senjata nuklir. Opinio juris juga tidak terpenuhi karena resolusi-resolusi yang dijadikan rujukan ternyata tidak menunjukkan adanya hal tersebut. Penolakan terhadap resolusi tersebut juga mengurangi legitimasinya dalam mengatur senjata nuklir. Karena syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka tidak ada suatu hukum kewajiban internasional yang melarang pemilikan senjata nuklir.

4. Dengan tidak adanya kewajiban internasional yang melarang pemilikan senjata nuklir tersebut, maka satu-satunya hal yang mempengaruhi bagaimana penggunaan dari teknologi nuklir tersebut adalah kebijakan dari negara yang memiliki teknologi tersebut. Lagipula suatu pelanggaran penggunann senjata nuklir baru dapat dilihat apabila di dalam penggunaan tersebut terdapat pelanggaran terhadap ketentuan yang ada yang berlaku secara internasional atau adanya pelanggaran terhadap kebiasaan internasional yang telah diakui.

5. Jika kita lihat dari sudut pandang kemanusiaan, dimana senjata nuklir dipandang sebagai senjata penghancur missal,dan hal ini secara umum dan universal dilarang oleh kebiasaan internasional. Jika dipandang dari kegunaannya, yaitu untuk membunuh mahluk hidup secara missal, maka hukum internasional melarang itu, dan demi perdamaian dunia di masa yang akan datang.

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 88-91)