• Tidak ada hasil yang ditemukan

MILITARY & PARAMILITARY NICARAGUA CASE, 1986

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 75-85)

Fakta Hukum

1. Pihak yang terlibat di dalam kasus ini adalah Nicaragua melawan Amerika Serikat.

2. Pemerintah Republik Nicaragua pada saat itu tengah mengalami bentrokan senjata dengan pemberontak gerilya di negaranya, yang berbatasan dengan El Salvador, Honduras, dan Costa Rica. Selama bentrokan senjata tersebut berlangsung, Amerika Serikat telah ikut campur dalam bentrokan senjata tersebut dan mengganggu kedaulatan dari Nicaragua. 3. Pada tanggal 9 April 1984 Duta Besar dari Republik Nicaragua pergi menuju Belanda untuk

mengajukan gugatan di ICJ kepada Amerika Serikat atas adanya aktivitas militer dan paramiliter terhadap Nicaragua. Nicaragua mengajukan gugatan ini dengan berdasarkan pada Pasal 36 Piagam PBB.

4. Pada saat kasus ini diajukan, Nicaragua juga mengajukan adanya pertimbangan dalam Pasal 41 Piagam PBB. Pada tanggal 10 Mei 1984, ICJ menolak permintaan dari Amerika Serikat untuk penghapusan kasus ini dari daftar.

5. Pada tanggal 15 Agustus 1948, Republik El Salvador mengajukan intervensi dengan berdasarkan pada Pasal 63 Piagam PBB., yang kemudian ditolak oleh ICJ.

6. Nicaragua mengajukan gugatan kepada Amerika Serikat dikarenakan adanya tindakan perekrutan, pelatihan, mempersenjatai, dan memberikan persediaan dari Amerika Serikat kepada kelompok militer dan paramiliter di Nicaragua. Tindakan Amerika tersebut telah melanggar ketentuan dari Piagam PBB, Charter of the Organization of American States, Convention on Rights and Duties of States, dan Convention concerning the Duties and Rights of States dalam Peristiwa Civil Strife.

7. Nicaragua menyatakan bahwa Amerika Serikat telah melanggar kedaulatan Nicaragua, melanggar norma dan kebiasaan internasional dengan cara penggunaa kekerasan, mengganggu permasalahan dalam negeri Nicaragua, melanggar kebebasan di lautan dan menggangu perdagangan maritim Nicaragua, dan telah menimbulkan korban dalam masyarakat Nicaragua.

8. Berdasarkan pada pelanggaran-pelanggaran tersebut, Nicaragua menuntut adanya ganti rugi terhadap segala kerugian yang telah ditimbulkan oleh Amerika Serikat terhadap Nicaragua.

9. Pada tanggal 21 Januari 1956, Nicaragua dan Amerika Serikat pernah mengadakan perjanjian internasional yang bernama Treaty of Friendship, Commerce and Navigation. Ketentuan dari perjanjian ini telah dilanggar oleh Amerika Serikat menurut Nicaragua dan Nicaragua memohon penerapannya dalam kasus ini.

Permasalahan Hukum

1. Apakah ICJ harus menerapkan “multilateral treaty reservation” berdasarkan pada gugatan yang diajukan oleh Republik Nicaragua?

2. Apakah Amerika Serikat harus bertanggung jawab sepenuhnya atas segala kerugian yang dialami oleh Republik Nicaragua yang berhubungan langsung dengan aktivitas Amerika Serikat, yang telah melanggar prinsip kebiasaan internasional dan Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara Amerika Serikat dan Republik Nicaragua yang ditanda tangani pada tanggal 21 Januari 1956?

Putusan Mahkamah Internasional

Pada tanggal 27 Juni 1986, ICJ mengeluarkan putusannya.

1. Dengan hasil voting 11 berbanding 4, ICJ memutuskan untuk menerapkan “multilateral treaty reservation” berdasarkan pada gugatan yang diajukan oleh Republik Nicaragua

2. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa pembelaan diri Amerika Serikat terhadap hubungannya dengan aktivitas militer dan paramiliter di Nicaragua ditolak. 3. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah

melanggar kebiasaan internasional terkait dengan tindakannya dalam melatih, mempersenjatai, mendanai, dan memberikan persediaan kepada kelompok militer dan paramiliter di Nicaragua.

4. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar kebiasaan internasional terkait dengan penyerangan di wilayah Nicaragua pada tahun 1983-1984, yaitu penyerangan di wilayah Puerto Sandino pada tanggal 13 September dan 14 Oktober 1983; penyerangan di Corinto pada tanggal 10 Oktober 1983; penyerangan di Markas Angkatan Laut Potosi padang tanggal 4/5 Januari 1984; penyerangan di San Juan del Sur pada tanggal 7 Maert 1984; penyerangan kapal patroli di Puerto Sandino pada tanggal 28 dan 30 Maret 1984; dan penyerangan di San Juan del Norte 9 April 1984.

5. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar kedaulatan Nicaragua terkait dengan penerbangan yang diatur oleh Amerika Serikat yang melewati wilayah Nicaragua.

6. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar kebiasaan internasional terkait dengan pemasangan ranjau di wilayah perairan teritorial Republik Nicaragua.

melanggar Pasal XIX dari Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara Amerika Serikat dan Republik Nicaragua yang ditanda tangani pada tanggal 21 Januari 1956 atas tindakannya terhadap penerbangan yang melintasi wilayah Nicaragua.

8. Dengan hasil voting 14 berbanding 1, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah gagal dalam memberitahukan keberadaan dari ranjau yang dipasangnya di wilayah perairan Nicaragua.

9. Dengan hasil voting 14 berbanding 1, ICJ memutuskan bahwa pedoman yang dipublikasikan Amerika Serikat pada tahun 1983 yang berjudul “Operaciones sicologicas en guerra de guerrilas” yang diberikan kepada pasukan Contra, merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip kemanusiaan.

10. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar objek dan tujuan dari Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara kedua pihak tersebut yang ditandatangani di Managua pada tanggal 21 January 1956 berkaitan dengan penyerangan di wilayah Nicaragua dan embargo perdagangan dengan Nicaragua pada tanggal 1 Mei 1985.

11. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar Pasal XIX dari Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara kedua pihak tersebut yang ditandatangani di Managua pada tanggal 21 January 1956 berkaitan dengan penyerangan di wilayah Nicaragua dan embargo perdagangan di Nicaragua pada tanggal 1 Mei 1985.

12. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat harus bertanggung jawab untuk mencegah kerugian lebih lanjut atas pelanggaran-pelanggarannya pada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi olehnya.

13. Dengan hasil voting 12 berbanding 3, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat harus bertanggung jawab atas reparasi dari segala kerugian Republik Nicaragua terkait dengan pelanggaran dari kebiasaan internasional yang berlaku.

14. Dengan hasil voting 14 berbanding 1, ICJ memutuskan bahwa Amerika Serikat harus bertanggung jawab atas reparasi dari segala kerugian Republik Nicaragua terkait dengan pelanggaran dari Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara kedua pihak tersebut yang ditandatangani di Managua pada tahun 21 January 1956.

15. Dengan hasil voting 14 berbanding 1, ICJ memutuskan untuk menentukan bentuk dan biaya reparasi yang dibutuhkan, apabila kedua pihak tersebut tidak mencapai kesepakatan atas ganti rugi yang dilakukan.

dengan damai sesuai dengan hukum internasional.

Dasar Pertimbangan Putusan

1. Dalam pembelaan yang diberikan oleh Amerika Serikat, Amerika menyatakan bahwa tindakannya dalam membantu aktivitas militer dan paramiliter ini semata-mata demi kepentingan El Salvador, agar dapat terlindungi dari serangan Nicaragua sehingga Amerika Serikat telah menerapkan hak untuk membela diri dari serangan Nicaragua. Amerika Serikat juga menyatakan bahwa ICJ tidak memiliki yurisdiksi untuk menangani kasus ini.

2. ICJ menyatakan bahwa kasus ini tetap berada dalam yurisdiksi ICJ. Dikarenakan ketentuan yang telah dilanggar oleh Amerika Serikat berjumlah lebih dari satu, yaitu kebiasaan internasional dan Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara kedua negara tersebut, maka prinsip “multilateral treaty reservation” dapat diberlakukan.

3. ICJ juga menyatakan bahwa pendapat Amerika Serikat dalam memberikan batuan terhadap aktivitas militer dan paramiliter di Nicaragua tidak berdasarkan pada tindakan membela diri, sebab El Salvador tersebut tidak pernah memohon bantuan dari Amerika Serikat.

4. Putusan yang dikeluarkan oleh ICJ ini semua berdasarkan pada pelanggaran dari Amerika Serikat dalam menyediakan persenjataan dan pelatihan kepada pasukan pemberontak di Nicaragua yang berkaitan dengan panduan peperangan yang bernama Operaciones sicologicas en guerra de guerrillas. Ini merupakan bukti adanya campur tangan dari Amerika Serikat dalam aktivitas militer dan paramiliter di Nicaragua.

5. Adanya penyebaran Operaciones sicologicas en guerra de guerrillas dan pemasangan ranjau di wilayah perairan di Nicaragua merupakan bukti bahwa Amerikas Serikat telah melanggar kedaulatan dari Nicaragua dengan cara mengganggu permasalahan dalam negeri dari negara yang bersangkutan. Tindakan lainnya yang berupa penerbangan tanpa izin yang melintasi wilayah Nicaragua, pemasangan ranjau di perairan Nicaragua, dan penambangan di wilayah Nicaragua juga merupakan pelanggaran terhadap kebiasaan internasional ini.

6. Adanya embargo perdagangan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat terhadap Nicaragua juga merupakan bentuk pelanggan dari perjanjian yang telah mereka bentuk sebelumnya, yaitu Treaty of Friendship, Commerce and Navigation yang dibentuk pada tanggal 21 Januari 1956 di Managua.

1. Dalam kasus ini dapat kita lihat bagaimana penerapan kebiasaan internasional dan perjanjian imternasional dalam melindugi kepentingan dari suatu negara yang telah dilanggar kepentingannya oleh negara lain yang merupakan anggota dari perjanjian tersebut.

2. Pada dasarnya, dari seluruh putusan yang dikeluarkan oleh ICJ terhadap pelanggaran Amerika Serikat yang berupa bantuan militer terhadap kelompok pemberontak gerilya di Nicaragya, semuanya berdasarkan pada prinsip umum yang berlaku dalam hukum internasional yang telah menjadi suatu kebiasaan internsional, yaitu prinsip untuk tidak mengganggu kedaulatan dari negara lain.

3. Suatu negara tidak boleh turut campur dalam urusan dalam negeri dari negara yang lain tanpa adanya dasar perbuatan yang jelas. Oleh karena itu, tindakan Amerika Serikat ini merupakan pelanggaran dar prinsip tersebut terkait dengan bantuannya terhadap aktivtitas militer dan paramiliter di Nicaragua, pemasangan ranjau di perairan Nicaragua tanpa sepengetahuan Nicaragua itu sendiri, pelanggaran perbatasan Nicaragua atas penerbangan yang diatur dan dilakukan oleh Amerika Serikat, dan penambangan di wilayah Nicaragua. 4. Dikarenakan campur tangan Amerika Serikat tersebut Nicaragua telah mengalami kerugia

besar, sudah seharusnya bagi Amerika Serikat untuk bertanggung jawab atas segala kerugian yang telah ditimbulkan diakibatkan adanya campur tangan dari Amerika Serikat. 5. Treaty of Friendship, Commerce and Navigation antara Amerika Serikat dan Republik

Nicaragua yang ditanda tangani pada tanggal 21 Januari 1956 tersebut, juga telah dilanggar oleh Amerika Serikat terkait dengan tindakannya di dalam pemerintahan Nicaragua. Dikarenakan Amerika Serikat telah melanggar dua ketentuan yang mengikat dirinya dengan Nicaragua, yaitu kebiasaaninternasional dan Treaty of Friendship, Commerce and Navigation, maka kedua ketentuan tersebut dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh Nicaragua ini.

ASYLUM CASE, COLOMBIA v. PERU, ICJ REPORTS, 1950

Fakta Hukum

1. Para pihak dalam sengketa ini adalah Kolombia dan Peru.

2. Pada 3 Oktober 1948 sebuah pemberontakan militer terjadi di Peru. Sebuah partai politik

American People’s Revolutionary Party dituduh merancang dan memimpin pemberontakan

tersebut.

3. Victor Raul Haya de la Torre, pimpinan partai tersebut dinyatakan bertanggung jawab atas terjadinya pemberontakan. Pada 16 November keluar perintah agar de la Torre hadir ke

hadapan Examining Magistrate.

4. Pada 3 Januari 1949 de la Torre diberikan suaka oleh Kedutaan Besar Kolombia di Lima, Peru. Pada 4 Januari kedutaan besar Kolombia mengumumkan pemberian suaka tersebut kepada pemerintah Peru dan pada saat yang sama meminta diberikannya jaminan berupa

safe-conduct agar pengungsi dapat meninggalkan Peru. Kolombia menegaskan bahwa

pengungsi tersebut merupakan pengungsi politik.

5. Peru mempertanyakan penggolongan (kualifikasi) yang dilakukan oleh Kolombia yang menggolongkan de la Torre sebagai pengungsi politik. Peru juga menolak memberikan

safe-conduct. Menurut Peru, de la Torre melakukan kejahatan umum (common crime),

bukan kejahatan politik sehingga tidak berhak mendapatkan suaka.

6. Pada 31 Agustus 1949 para pihak sepakat mengajukan sengketa ke Mahkamah Internasional.

Permasalahan Hukum

Permasalahan hukum yang diajukan oleh Kolombia:

1. Bahwa Kolombia sebagai negara pemberi suaka berhak melakukan kualifikasi secara sepihak mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh de la Torre;

2. Bahwa Peru sebagai negara tempat si pencari suaka berada (territorial state), wajib memberikan jaminan yang diperlukan untuk memastikan si pencari suaka dapat keluar dari Peru.

Permasalahan hukum yang diajukan oleh Peru:

1. Bahwa pemberian suaka oleh Kolombia kepada de la Torre telah dilakukan secara melanggar ketentuan Konvensi Havana pasal 1 ayat 1 dan pasal 2 ayat 2.

Putusan Mahkamah

1. Dengan suara 14 berbanding 2, Mahkamah memutuskan bahwa Kolombia tidak berhak menentukan secara sepihak mengenai sifat asal dari pelanggaran tersebut.

2. Dengan suara 15 berbanding 1, Mahkamah memutuskan bahwa Pemerintah Peru tidak berkewajiban untuk memberikan jaminan kepada pengungsi.

3. Dengan suara 15 berbanding 1, Mahkamah memutuskan menolak keberatan Pemerintah Peru sepanjang mengenai pasal 1 ayat 1 Konvensi Havana. Akan tetapi dengan suara 10 berbanding 6, Mahkamah menerima keberatan Peru yang berdasarkan pada pasal 2 ayat 2 Konvensi Havana.

Dasar Pertimbangan Putusan

1. Kolombia menyatakan bahwa de la Torre melakukan kejahatan politik (political offense) dan karenanya memberikan suaka pada de la Torre. Kolombia mendasarkan tindakannya ini pada tiga perjanjian internasional yaitu Persetujuan Bolivarian 1911 tentang Ekstradisi, Konvensi Havana 1928 tentang Suaka, dan Konvensi Montevideo 1933 tentang Suaka Politik, serta hukum internasional Amerika. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut Kolombia menyatakan bahwa ia berhak menentukan sifat dari kejahatan tersebut, apakah kejahatan politik atau kejahatan biasa, sebagai dasar pemberian suaka. Mahkamah kemudian melihat apakah ketentuan-ketentuan tersebut memang memberikan hak yang demikian kepada Kolombia.

2. Mahkamah melihat bahwa Persetujuan Bolivarian 1911 memang mengakui pemberian suaka sesuai prinsip-prinsip hukum internasional. Akan tetapi prinsip ini tidak memberikan suatu hak untuk melakukan kualifikasi secara sepihak (unilateral qualification).

3. Sedangkan dalam Konvensi Havana 1928, Mahkamah berpendapat bahwa Konvensi tersebut baik secara eksplisit maupun implisit tidak mengakui dimungkinkannya suatu kualifikasi secara sepihak. Sedangkan dalam Konvensi Montevideo 1933, Konvensi ini tidak diratifikasi oleh Peru dan karenanya tidak dapat diterapkan kepada Peru. Selain itu Konvensi 1933 ini hanya diratifikasi oleh 11 negara.

4. Kemudian berdasarkan hukum internasional Amerika, Kolombia tidak bisa membuktikan adanya suatu praktek yang konstan dan seragam, secara lokal maupun regional, mengenai kualifikasi unilateral sebagai hak negara penerima pengungsi. Kalaupun Kolombia dapat membuktikan bahwa kebiasaan tersebut ada di kalangan negara-negara Amerika Latin, maka kebiasaan tersebut tidak dapat diterapkan kepada Peru. Karena tindakan-tindakan yang dilakukan Peru tidak menunjukkan sikap penerimaannya terhadap kebiasaan tersebut. Sebaliknya, sikap yang ditunjukkan Peru justru menandakan penolakan terhadap kebiasaan tersebut dengan tidak meratifikasi Konvensi Montevideo 1933 sebagai instrumen hukum yang memuat ketentuan tentang kualifikasi secara sepihak tersebut.

5. Menyangkut keberatan Peru yang pertama, yaitu bahwa kejahatan yang dilakukan oleh de la Torre merupakan tindak kriminal sehingga tidak dapat diberikan suaka sesuai pasal 1 ayat 1 Konvensi Havana. Mahkamah melihat bahwa kejahatan yang dituduhkan dilakukan oleh de la Torre adalah pemberontakan militer. Akan tetapi Peru tidak dapat menunjukkan bahwa pemberontakan militer merupakan suatu common crime. Bahkan ketentuan hukum nasional Peru justru menunjukkan yang sebaliknya. Oleh karena itu Mahkamah berpendapat bahwa pemberontakan militer bukan common crime dan menolak keberatan

Peru tersebut.

6. Tetapi mengenai keberatan Peru yang didasarkan pada pasal 2 ayat 2 Konvensi Havana, Mahkamah menerimanya. Mahkamah berpendapat bahwa pemberian suaka oleh Kolombia kepada de la Torre tidak didasarkan pada suatu kebutuhan yang urgen dan mendesak dalam jangka waktunya. Oleh karena itu pemberian suaka tersebut tidak sesuai dengan pasal 2 ayat 2 Konvensi.

Analisis Putusan

1. Salah satu prinsip penting yang terdapat dalam kasus ini adalah bahwa hukum kebiasaan harus didasarkan pada suatu praktek yang konstan dan seragam di antara negara-negara yang bersangkutan. Hukum kebiasaan internasional yang dipermasalahkan dalam kasus ini bukanlah mengenai kebiasaan dalam pemberian suaka, karena pemberian suaka sudah diakui oleh negara-negara. Yang dipermasalahkan adalah mengenai kompetensi negara pemberi suaka untuk menentukan apakah kejahatan yang dilakukan oleh pencari suaka merupakan kejahatan kriminal atau kejahatan politik, yang mana hal ini menjadi dasar pemberian suaka. Karena pemberian suaka hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang dituduh melakukan kejahatan politik, bukan kejahatan kriminal. Kolombia menyatakan bahwa kompetensi tersebut merupakan kebiasaan internasional sementara Peru tidak mengakuinya.

2. Kebiasaan internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional yang diakui dalam Statuta ICJ. Supaya suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan sebagai sumber hukum internasional, ada dua unsur yang harus dipenuhi yaitu unsur material dan unsur psikologis. Unsur material yaitu kenyataan adanya kebiasaan yang bersifat umum. Ada dua hal yang menandakan suatu kebiasaan internasional merupakan suatu kebiasaan umum. Pertama, perlu adanya suatu pola tindak yang berlangsung lama yang merupakan serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan kebiasaan yang serupa pula. Kedua, kebiasaan atau pola tindak tersebut harus bersifat umum dan bertalian dengan hubungan internasional.

3. Unsur psikologis yaitu diterimanya kebiasaan internasional itu sebagai hukum. Unsur psikologis menghendaki bahwa kebiasaan internasional dirasakan memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum, atau dalam bahasa latin disebut “opinio juris sive

necessitatis”. Dilihat secara praktis suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan diterima

sebagai hukum apabila negara-negara itu tidak menyatakan keberatan terhadapnya. Meski kebanyakan kebiasaan harus berlangsung dalam waktu yang lama, terkadang ditemukan

suatu hukum kebiasaan yang bersifat instan. Kebiasaan semacam ini dapat menjadi hukum tanpa harus melalui praktek dalam jangka waktu yang lama.

4. Pasal 1 ayat 1 Konvensi Havana “It is not permissible for States to grant asylum … to

persons accused or condemned for common crimes …”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut

maka beban pembuktian bahwa de la Torre telah didakwa atau dihukum atas kejahatan biasa berada pada Peru. Dalam hal ini maka ada dua hal yang perlu dibuktikan yaitu adanya tuntutan atau putusan penghukuman, dan kejahatan biasa (common crime). Tidak sulit untuk membuktikan adanya dakwaan terhadap de la Torre, hal ini dapat ditunjukkan dari perintah yang dikeluarkan pejabat setempat Peru untuk membawa de la Torre ke hadapan Examining Magistrate. Akan tetapi yang masih perlu untuk dibuktikan adalah mengenai apakah kejahatan yang dituduhkan itu merupakan common crime atau bukan. Dalam kasus de la Torre, kejahatan yang dituduhkan kepadanya oleh pemerintah Peru sebelum pemberian suaka adalah pemberontakan militer dan Peru tidak bisa membuktikan bahwa pemberontakan militer merupakan common crime. Pasal 248 Peruvian Code of Military Justice tahun 1939 bahkan cenderung menunjukkan yang sebaliknya. Ketentuan pasal tersebut memisahkan antara pemberontakan militer dan common crimes lainnya. Ini menunjukkan bahwa pemberontakan militer bukanlah suatu common crime, setidaknya menurut hukum Peru.

5. Pasal 2 ayat 2 Konvensi Havana “Asylum may not be granted except in urgent cases and

for the period of time strictly indispensable for the person who has sought asylum to ensure in some other way his safety”. Berdasarkan pasal tersebut maka pemberian suaka dapat

dibenarkan atas adanya suatu bahaya yang bersifat segera dan terus menerus (imminence

and persistence) yang mengancam si pencari suaka. Dalam hal ini maka beban pembuktian

mengenai apakah keadaan bahaya yang semacam itu memang ada, dibebankan kepada Kolombia sebagai negara pemberi suaka. Mengenai bahaya yang mengancam de la Torre, tidak diragukan lagi bahwa pasca pemberontakan militer tersebut banyak tindakan tak terkendali oleh kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab yang ditujukan kepada de la Torre. Yang perlu dibuktikan sekarang adalah mengenai urgensi dalam pemberian suaka tersebut. Berdasarkan fakta yang telah disebutkan, ada jeda waktu yang cukup panjang antara tanggal terjadinya pemberontakan dengan tanggal keluarnya perintah penangkapan dan tanggal diberikannya suaka kepada de la Torre. Ini menghilangkan unsur urgensi yang diperlukan dalam pemberian suaka.

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 75-85)