• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK ASASI MANUSIA

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 91-108)

GENOCIDE, BOSNIA-HERZEGOVINA V. SERBIA-MONTENEGRO, ICJ

REPORTS, 2007

Fakta-Fakta Hukum

1.Pihak dalam kasus ini adalah Serbia-Montenegro (atau Yugoslavia) dengan Bosnia-Herzegovina terkait masalah pembantaian massal (genocide) terhadap etnis muslim Bosnia.

2.Kasus ini terjadi di wilayah Srebrenica, Bosnia pada tahun 1995 dimana kasus ini disebut juga Pembantaian Srebrenica atau Genosida Srebrenica merujuk kepada pembunuhan sekitar 8000 lelaki dan remaja etnis Muslim Bosnia pada Juli 1995 oleh pasukan Serbia pimpinan JenderalRatko Mladić.

3.Pada tahun 1992, terjadi peperangan antara Serbia dan Bosnia. Karena kekejaman dan

pembersihan etnis yang dilakukan para tentara Serbia, umat Muslim Bosnia harus mengungsi ke kamp-kamp pengungsian. Srebrenica adalah salah satu kamp terbesar dan dinyatakan oleh PBB sebagai zona aman. Kamp itu sendiri dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Negeri Belanda.

4.Pada tanggal 6 Juli 1995, pasukan Korps Drina dari tentara Serbia Bosnia mulai menggempur pos-pos tentara Belanda di Srebrenica. Pada tanggal 11 Juli pasukan Serbia memasuki Srebrenica. Anak-anak, wanita dan orang tua berkumpul di Potocari

untuk mencari perlindungan dari pasukan Belanda. Pada 12 Juli, pasukan Serbia mulai memisahkan laki-laki berumur 12-77 untuk "diinterogasi". Pada tanggal 13 Juli pembantaian pertama terjadi di gudang dekat desa Kravica. Pasukan Belanda menyerahkan 5000 pengungsi Bosnia kepada pasukan Serbia, untuk ditukarkan dengan 14 tentara Belanda yang ditahan pihak Serbia. Pembantaian terus berlangsung. Pada 16 Juli berita adanya pembantaian mulai tersebar. Tentara Belanda meninggalkan Srebrenica, dan juga meninggalkan persenjataan dan perlengkapan mereka. Selama 5 hari pembantaian ini, 8000 etnis muslim Bosnia telah terbunuh.

5.Bosnia-Herzegovina kemudian menuntut Serbia-Montenegro ke ICJ untuk bertanggung jawab sebagai negara suksesor dari Yugoslavia atas pembantaian yang menurut Bosnia merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang tergolong berat, selain menuntut agar para pelaku genosida ini diadili di International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY) yang dibentuk oleh PBB berdasarkan Resolusi No. 867 tahun 1993.

6.Mahkamah Internasional kemudian mengajukan provisional measures untuk mencegah tindakan genosida pada tanggal 8 April dan 13 September 1993.

Masalah Hukum

Masalah hukum yang terjadi dalam kasus ini adalah apakah tindakan genosida yang dilakukan oleh pasukan Serbia di Srebrenica pada tahun 1995 dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat sesuai dengan ketentuan dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide, sehingga Serbia-Montenegro harus bertanggung jawab sebagai negara suksesor dari Yugoslavia?

Putusan Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional setelah mempertimbangkan putusan dari International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY) dan European Court of Human Rights (ECHR) mengenai penafsiran terhadap Konvensi mengenai Pencegahan dan Penanggulangan terhadap Kejahatan Genosida, pada tanggal 26 Februari 2007 memutuskan bahwa tindakan pembantaian etnis muslim di Srebrenica pada tahun 1995 sesuai dengan Article II (a) dan (b) dari Konvensi dimana tindakan Serbia dalam hal ini merupakan tindakan genosida dan termasuk pelanggaran HAM berat sehingga Serbia-Montenegro sebagai negara suksesor dari Yugoslavia terikat pada kewajiban internasional dalam Konvensi, namun Serbia tidak dianggap bersalah atas genosida tersebut. Serbia juga dianggap telah melanggar ketentuan Genocide Convention Article I dan VI mengenai kewajiban untuk mengekstradisi pelaku kejahatan internasional, dalam hal ini Jenderal Ratko Mladic sebagai pemimpin dalam operasi pembantaian di Srebrenica. Selain pasukan Serbia Bosnia, pasukan paramiliter Serbia,

Scorpion (kalajengking) juga turut bersalah atas pembantaian ini. Serbia juga dianggap telah

melanggar provisional measures yang diajukan oleh Mahkamah pada 8 April dan 13 September 1993 mengenai pencegahan genosida.

Dasar Pertimbangan Mahkamah Internasional

Dasar pertimbangan Mahkamah adalah karena Serbia dianggap telah melanggar kewajiban yang disebutkan dalam Konvensi mengenai Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Kejahatan Genosida dengan melakukan pembantaian terhadap etnis muslim Bosnia

di Srebrenica yang merupakan kamp pengungsi yang dilindungi dan ditetapkan sebagai zona aman oleh PBB. Mahkamah berpendapat bahwa pengertian genosida yang diatur dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide yang digolongkan ke dalam pelanggaran HAM berat adalah kejahatan berupa pemusnahan secara massal terhadap ras tertentu sehingga tindakan pembantaian etnis muslim Bosnia yang dilakukan oleh pasukan Serbia dapat dikatakan sebagai tindakan genosida. Namun, Mahkamah tidak menganggap Serbia bersalah karena berdasarkan pernyataan pemerintah Republik Federal Yugoslavia menanggapi provisional measures yang dikeluarkan oleh ICJ pada tahun 1993 dimana pemerintah dengan kekuasaannya akan berusaha untuk mencegah terjadinya tindakan genosida dan untuk memastikan bahwa tindakan genosida tersebut tidak dilakukan oleh operasi militer atau para-militer dibawah pemerintah.

Mahkamah mengambil contoh dari kasus Nicaragua v. Amerika Serikat dimana Amerika Serikat secara hukum tidak bertanggung jawab terhadap tindakan Contra guerillas. Dalam kasus ini, Serbia dianggap tidak bersalah oleh Mahkamah karena tindakan genosida di Srebrenica dilakukan oleh kesatuan dibawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic dan bukan merupakan perintah dari pemerintah Republik Federal Yugoslavia.

Analisis Kasus

Menurut kelompok kami, dalam kasus ini, putusan Mahkamah sudah tepat menggolongkan kasus pembantaian di Srebrenica kedalam tindakan genosida yang merupakan pelanggaran HAM berat. Namun, putusan Mahkamah kurang tegas karena tidak memutus bersalah kepada Serbia meskipun telah terbukti bahwa pasukan Serbia yang telah melakukan pembantaian di Srebrenica. Meskipun tindakan genosida ini merupakan komando dari Jenderal Ratko Mladic, namun selama tindakan tersebut dilakukan atas nama Serbia, maka Serbia juga harus bertanggung jawab dan memenuhi kewajibannya seperti yang telah ditentukan dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide. Dalam hukum pidana internasional, dikenal pertanggungjawaban terhadap pelanggaran HAM berat hingga ke panglima tertinggi dari operasi tersebut dimana segala tindakan yang dilakukan oleh prajurit militer dianggap merupakan perintah dari atasan selama tindakan tersebut merupakan tindakan militer. Dengan kata lain, dalam kasus ini, Jenderal Ratko Mladic sebagai panglima dari operasi ini harus bertanggung jawab terhadap tindakan genosida yang dilakukan oleh pasukannya. Serbia sendiri dianggap gagal mencegah ataupun mengadili pelaku pembantaian ini, sekalipun

Serbia memiliki hubungan erat dengan militer Serbia Bosnia.

(Beanal v. Freeport-McMoran,Inc.)

Fakta Hukum

• Pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Tom Beanal yang berasal dari Irian Jaya, Indonesia melawan Freeport-McMoran, Inc. dan Freeport-McMoran, Copper & Gold Inc. Perusahaan tersebut memiliki cabang di Indonesia yang bernama PT. Freeport Indonesia.

• Di dalam kasus ini terdapat pelanggaran internasional yang terkait dengan aktivitas perusahaan tambang domestik di wilayah Indonesia, provinsi Irian Jaya.

• Freeport-McMoran, Inc. dan Freeport-McMoran Copper & Gold, Inc., adalah perusahaan Delaware yang berpusat di New Orleans, Lousiana. Freeport tersebut mengoperasikan “Graberg Mine”, yaitu tambang perunggu, emas, dan perak yang berlokasi di Gunung Jayawijaya di Irian Jaya, Indonesia. Tambang tersebut memiliki luas 26.400 km2.

• Beanal adalah penduduk yang berasal dari Tamika, Irian Jaya di Republik Indonesia. Dia juga adalah pemimpin dewan Suku Amungme dari Lembaga Adat Suki Amungme.

• Pada bulan Agustus 1996, Beanal mengajukan gugatan terhadap Freeport kepada pengadilan distrik (district court) di Eastern District of Lousiana atas adanya pelanggaran terhadap hukum internasional.

• Beanal menyatakan bahwa pengadilan memiliki yurisdiksi atas kasus ini dengan berdasarkan pada ketentuan dalam 28 U.S.C. § 1332 (" § 1332"), the Alien Tort Statute, 28 U.S.C. § 1350 (" § 1350"), dan the Torture Victim Protection Act of 1991, sec. 1, et seq., 28 U.S.C. § 1350 note.

• Dalam gugatannya yang pertama, Beanal menyatakan bahwa Freeport telah melakukan pelanggaran berupa pemerasan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, dan cultural genocide. Beanal lalu menyatakan bahwa operasi tambang Freeport tersebut telah merusak lingkungan dan habitat di Amungme yang contohnya adalah perubahan arah aliran sungai di wilayah suku Amungme tersebut tinggal. Freeport telah dituduh melakukan cultural genocide dikarenakan telah menghancurkan habitat dan simbol religius di Amungme, sehingga diharuskan penduduk setempat untuk berpindah tempat. Selain itu, pasukan keamanan privat yang dimiliki oleh Freeport telah bekerja sama dengan angkatan bersenjata di Indonesia dalam pelanggaran hak asasi manusiatersebut. Dengan berdasarkan pada pelanggaran-pelanggaran tersebut, Beana menuntut ganti rugi.

Beanal berhubungan dengan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan lingkungan. Freeport menyatakan bahwa Beanal tidak memiliki dasar yang kuat dalam mengajukan tuntutan mengenai pelanggaran hak asasi manusia atas namanya diri sendiri maupun mewakili orang lain.

• Dalam hal Alien Tort Statute, Freeport menyatakan bahwa Alien Tort Statute tidak menyebutkan adanya tindakan secara privat, dan Freeport bukanlah pelaku yang bertindak atas nama negara. TVPA memang mengadopsi Alien Tort Statute dalam tuntutan mengenai penyiksaan dan pembunuhan secara ekstrajudisial. Dalam hal pelanggaran HAM yang diajukan berdasarkan Torture Victim Protection Act (TVPA), Freeport berpendapat bahwa Beanal tidak dapat mengajukan gugatan tersebut dikarenakan TVPA tidak diterapkan kepada suatu perusahaan, Freeport bertindak atas dasar hukum asing, dan Beanal tidak dapat mempergunakan solusi hukum secara lokal.

• Dalam hal tuntutan yang diajukan dengan berdasarkan § 1350, Freeport berpendapat bahwa Beanal tidak memiliki dasar yang kuat untuk mengajukan tuntutan mengenai permasalahan lingkungan, Beanal tidak dapat mengajukan tuntutan dikarenakan praktek terhadap lingkungan tidak melanggar hukum suatu negara, doktrin act of a state tidak sesuai dengan tuntutan Beanal, doktrin dari local action memandatkan untuk penolakan, dan tuntutan tersebut dapat dibatalkan dikarenakan tidak dilakukan dengan pihak yang seharusnya tidak dapat dipisahkan, yaitu Republik Indonesia.

Permasalahan Hukum

Apakah district court of Louisiana memiliki yurisdiksi atas kasus ini dengan berdasarkan pada ketentuan dalam 28 U.S.C. § 1332 (" § 1332"), the Alien Tort Statute, 28 U.S.C. § 1350 (" § 1350"), dan the Torture Victim Protection Act of 1991, sec. 1, et seq., 28 U.S.C. § 1350 note?

Putusan Mahkamah

District Court of Louisiana memutuskan untuk menolak seluruh tuntutan yang diajukan oleh Beanal. Hal ini dikarenakan :

1. Penggugat hanya memiliki dasar untuk melakukan gugataan dengan mengatasnamakan dirinya dan suku Amungme, tetapi tidak untuk pihak lainnya untuk eksekusi secara keseluruhan dan penghilangannya;

2. Penggugat tidak dapat mengajukan gugatan genosida dalam pelanggaran prinsip hukum internasional, berkaitan dengan Alien Tort Statute;

karena Freeport bertindak atas dasar hukum Indonesia;

4. Torture Victim Protection Act tidak dapat mengadopsi ketentuan di dalam Alien Tort Statute untuk permasalahan penyiksaan dan pembunuhan secara ekstrajudisial yang dilakukan bertentangan dengan hukum nasional;

5. Torture Victim Protection tidak dapat diterapkan pada perusahaan;

6. Penggugat tidak dapat mengajukan gugatan mengenai perusakan lingkungan dalam pelanggaran terhadap hukum nasional.

Dasar Pertimbangan Putusan

• Berdasarkan pada ketentuan dalam § 1350, untuk mengajukan gugatan dengan berdasarkan pada ketentuan tersebut harus memenuhi 3 syarat, yaitu : (1) an alien sues (2) for a tort, dan (3) committed in violation of the law nations. Kedua syarat pertama telah dipenuhi oleh Beanal, akan tetapi untuk persyaratan ketiga tidak dapat dipenuhi. Hal ini dikarenakan Freeport bertindak tidak atas nama negara, dalam hal ini mereka bertindak atas nama swasta, serta tidak adanya bukti bahwa ini merupakan tindakan dari suatu negara.

• Dalam hal “cultural genocide” seperti yang diajukan oleh Beanal, pengadilan menyatakan bahwa tindakan genosida yang dimaksud oleh Beanal tersebut tidak memiliki kejelasan di dalamnya, sebab tidak ada bukti secara eksplisit bahwa Freeport telah melakukan tindakan genosida terhadap suku Amungme tersebut.

• Pengadilan menyatakan bahwa tindakan Freeport terkait dengan perusakan lingkungan yang bertentangan dengan prinsip hukum internasional, Beanal tidak dapat membuktikan hal tersebut hal ini dikarenakan Freeport melaksanakan aktivitasnya berkaitan dengan program di dalam perusahaannya, bukan atas nama tindakan dari suatu negara.

• Untuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang diajukan berdasarkan Alien Tort Statute, pengadilan menolak gugatan dari Beanal dikarenakan Beanal tidak dapat memberikan fakta secara spesifik atas apa yang terjadi pada dirinya secara individual dan Beanal hanya menuntut ganti rugi saja tanpa ada bukti yang mendukung tuntutan tersebut.

• Dalam tuntutan Beanal yang berkaitan dengan Torture Victim Protection Act, Beanal mengajukan gugatan tersebut dengan berdasarkan pada adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini memiliki kesamaan dengan tuntutan Beanal yang berkaitan dengan ATS. Oleh karena itu, pengadilan memutuskan untuk menolak tuntutan tersebut dikarenakan Beanal tidak dapat memberikan bukti yang cukup untuk mendukung tuntutan

tersebut. Selain itu, tuntutan yang berkaitan dengan TVPA ini tidak dapat diajukan kepada suatu perusahaan.

Analisis Kasus

• Dalam kasus ini dapat kita lihat bagaimana penanganan suatu perkara yang berkaitan dengan hak asasi manusia, yang dalam kasus ini terjadi antara Tom Beanal melawan Freeport-McMoran, Inc. dan Freeport-McMoran, Copper & Gold Inc.

• Di dalam kasus ini, Beanal mengajukan gugatannya mengenai adanya pelanggaran berupa pemerasan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, dan cultural genocide yang dilakukan oleh Freeport. Aktivitas Freeport tersebut telah mengakibatkan suku Amungme terpaksa melakukan pemindahan dikarenakan adanya perusakan lingkungan berupa perubahan arah aliran sungai di wilayah suku Amungme tersebut tinggal, serta suku Amungme juga telah mengalami cultural genocide diakibatkan aktivitas Freeport tersebut.

• Dalam proses peradilan yang dilakukan oleh district court Louisiana, tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Beana seluruhnya ditolak oleh distric court tersebut. Pada intinya, hal ini dikarenakan tuntutan yang diajukan oleh Beana tersebut tidak memiliki bukti yang cukup di dalamnya serta adanya kesalahan dalam penggunaan ketentuan yang dijadikan sebagai dasar oleh Beana.

• Pada dasarnya, tuntutan yang diajukan oleh Beana tersebut dapat diterima dan dapat diproses oleh distric court tersebut, akan tetapi karena kurangnya bukti-bukti faktual yang mendukung gugatan Beana tersebut, district court Louisiana menolak tuntutan tersebut dan Freeport pada dasarnya tidak dapat dituntut dalam kasus ini dikarenakan Freeport adalah sebuah perusahaan swasta di Amerika Serikat yang memiliki cabang di Indonesia dan posisi Freeport pada saat itu didukung oleh perundang-undangan di Indonesia yang berlaku saat itu.

• Cultural Genocide tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari genosida. Hal ini dikarenakan prinsip dasar dari pengertian genosida mengenai pembantaian massal secara fisik tidak sesuai dengan pengertian dasar dari cultural genocide, yang lebih berkaitan dengan hilangnya suatu kebudayaan dari suatu kelompok masyarakat dikarenakan adanya berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar.

DOE v UNOCAL 2002 US APP. LEXIS 19263 (9TH CIR. 2002) US

COURT OF APPEALS FOR THE 9TH CIRCUIT

Fakta Hukum

• Dalam kasus ini terdapat dua gugata, salah satunya pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah John Doe (Myanmar) melawan Unocal Corporation, sebuah perusahaan di California, John Imle, dan Roger C. Beach.

• Pihak yang bersengketa dalam gugatan lainnya adalah John Roe III, John Roe IV, John Roe VIII, dan John Roe X melawan Unocal Corporation dan Union Oil Company of California.

• Burma telah diperintah oleh pemerintahan militer sejak tahun 1958. Dan pada tahun 1988, oleh sebuah pemerintah militer yang berbeda (Mymanmar Militer), mereka mengubah nama negaranya menjadi Myanmar. Pemrintahan Myanmar yang baru tersebut memiliki bentuk negara dengan sistem ekonomi yang dikuasai oleh negara.

• Pada tahun 1992, Myanmar Oil, perusahaan minyak di Myanmar, memberi izin kepada perusahaan minyak Prancis, Total S.A., untuk memproduksi, transportasi, dan menjual gas alam dari Yadana, di pantai Myanmar. Kerja sama tersebut berupa Gas Production Joint Venture, di mana akan dilakukan pengambilan gas alam di wilayah Yadana tersebut yang ditransportasi melalui pipa sepanjang pantai Myanmar melalui bagian dalam negara Thailand. Proyek kerja sama tersebut dikelola melalui cabang perusahaan yang dinamakan Total Myanmar Exploration and Production.

• Pada tahun itu juga, Unocal Corporation beserta perusahaan subsidinya, Union Oil Company of California ikut turut serta dalam proyek tersebut dan memperoleh keuntungan sebesar 28%. Untuk itu, perusahaan Unocal juga membuka cabang di wilayah tersebut yang dinamakan Unocal Myanmar Offshore Company. Mereka juga membuka cabang lain yang dinamakan Unocal International Pipeline Corporation untuk mempertahankan saham mereka yang sebesar 28% tersebut. Dalam kerja sama tersebut, Total Myanmar ditugaskan sebagai operator dalam pyoyek join venture tersebut dan bertanggung jawab dalam penerimaan pegawai dan pembayaran upah yang harus mereka peroleh.

• Dalam pelaksanaan proyek tersebut, Militer Myanmar melakukan penjagaan dan pengamanan dalam proyek tersebut, dan hal ini telah diketahui oleh Unocal. Penjagaan tersebut dilakukan terutama di sepanjang pipa tersebut dan ini memasuki wilayah

Tenasserim di Myanmar.

• Penggugat dalam kasus ini adalah penduduk desa yang berasal dari Tenasserim, yaitu daerah pemukikan yang dilewati Proyek tersebut, Penggugat, John Doe menyatakan bahwa Militer Myanmar memaksa mereka dengan menggunakan kekerasan untuk bekerja sebagai buruh dalam proyek tersebut. Selain kerja paksa tersebut, mereka juga menyatakan bahwa Militer Myanmar juga telah melakukan tindakan berupa pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan.

• Tindakan yang dilakukan oleh Militer Myanmar tersebut telah diketahui oleh Unocal dan Total. Pada tahun 1995 Unocal telah melakukan pertemuan dengan beberapa organiasi perlindungan hak asasi manusia terkait dengan permasalahan di Myanmar tersebut dan pada tanggal 17 September 1996, jug a telah diadakan pertemuan dengan European Union terkait dengan tindakan kerja paksa di Myanmar.

• Pada bulan September 1996, 4 penduduk desa dari Tenasserim, Federation of Trade Unions of Burma, dan National Coalition Government of the Union of Burma mengajukan gugatan kepada Uncoal dan Proyek tersebut. Penggugat menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran Alien Tort Claim Pasal 28 U.S.C. § 1350 dan pelanggaran atas hukum nasional. Salah satu dari penduduk desa tersebut juga menggugat atas adanya tindakan kerja paksa, yang dilakukan tanpa adanya kompensasi dan adanya ancaman pembunuhan, sepanjang wilayah di sekitar pipa proyek tersebut. Gugatan ini diajukan kepada United States Court of Appeals, Ninth Circuit di California.

• Pada bulan Oktober tahun 1996, 14 penduduk desa dari Tenasserim juga mengajukan gugatan kepada Unocal, Total, Myanmar Oil, Militer Myanmar, Presiden Unocal Imle, dan Unocal CEO Beach. Mereka menyatakan bahwa proyek tersebut telah mengakibatkan kematian kepada anggota keluarga mereka, penyerangan, pemerkosaan dan penyiksaan lainnya, kerja paksa, dan hilangnya tempat tinggal dan properti mereka. Penggugat ini, John Doe I, mewakili seluruh penduduk di Tenasserim atas segala penderitaan mereka dan kerugian yang mereka dapatkan. Gugatan ini didasarkan pada adanya pelanggaran atas ATCA dan hukum nasional. Gugatan ini juga didasarkan pada pelanggaran pada Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act, U.S.C. § 1961 et seq. Gugatan ini diajukan kepada United States Court of Appeals, Ninth Circuit di California.

Permasalahan Hukum

pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan bagi warga Tenasserim oleh kelompok Militer Myanmar, terkait dengan gugatan atas pelanggaran terhadap Alien Tort Claim Pasal 28 U.S.C. § 1350, Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act, U.S.C. § 1961, hukum nasional dari suatu negara?

Putusan Mahkamah

• Pengadilan memutuskan bahwa Unocal telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di dalam ATCA terkait dengan adanya tindakan kerja paksa, pembunuhan, dan pemerkosaan.

• Pengadilan memutuskan bahwa Unocal tidak melakukan pelanggaran terhdap ketentuan di dalam ATCA terkait dengan adanya tindakan penyiksaan.

• Pengadilan tidak dapat memutuskan mengenai pelanggaran terhadap Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act, dikarenakan tidak memiliki yurisdiksi atas ketentuan tersebut.

Dasar Pertimbangan Putusan

• Alien Tort Claim Acts merupakan suatu ketentuan yang mengatur tentang norma dalam hukum internasional dan dapat dijadikan sebagai dasar gugatan apabila terdapat pelanggaran terhadap hukum nasional.

• Penggugat menyatakan bahwa Unocal telah membantu dan memberikan perintah kepada Militer Myanmar untuk melaksanakan kerja paksa. Oleh karena itu, Unocal dianggap telah melanggar ketentuan di dalam ATCA. Pengadilan menyatakan, sebagai bentuk dari penerapan hukum internasional, suatu kerja paksa merupakan salah satu bentu dari perbudakan secara modern. Sehingga Unocal dapat dianggap telah melanggar ATCA untuk membantu dan memberikan perintah dalam pelaksanaan kerja paksa ini.

• Tindakan pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan menurut penggugat merupakan dampak dari kerja paksa, sehingga tindakan negara tidak diperlukan untuk menyatakan bahwa kasus ini telah melanggar ketentuan dalam ATCA. Akan tetapi, pengadilan menyatakan tidak ada bukti yang cukup mengenai penyiksaan yang dilakukan oleh Militer Myanmar, selain hanya pada pemerkosaan. Sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Unocal telah melakukan tindakan penyiksaan secara eksplisit.

teritorial subjek dalam gugatan Doe atas pelanggaran Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act terhadap Unocal. Ini mengakibatkan Pengadilan tidak dapat memberikan keputusannya atas gugatan ini.

Analisis Kasus

• Dalam kasus ini dapat kita lihat bagaimana penanganan suatu kasus yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang dalam kasus ini berlangsung antara John Doe, warga dari Tenasserim, Myanmar melawan Unocal Corporation, sebuah perusahaan di California, John Imle, dan Roger C. Beach. Serta John Roe III, John Roe IV, John Roe VIII, dan John Roe X, yang semuanya berasal dari Myanmar melawan Unocal

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 91-108)