• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan DSB WTO

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 68-75)

Dispute Setttlement Body (DSB) WTO menyatakan bahwa ketentuan mengenai standar minyak impor dalam US Clean Air Act melanggar ketentuan GATT. AS diminta untuk menyesuaikan

aturannya dengan kewajiban negara peserta GATT.

Dasar Pertimbangan Putusan

• AS dan Venezuela sama-sama merupakan anggota WTO. Oleh karena itu mereka terikat dengan ketentuan dalam GATT.

• AS menerapkan ketentuan standar yang tinggi bagi perusahaan asing yang mengekspor minyak ke AS tetapi tidak memberlakukan standar yang sama bagi perusahaan domestik. Alasan AS bahwa perusahaan minyak asing tidak dapat menyediakan data yang dapat diandalkan mengenai kualitas kandungan minyaknya dianggap tidak tepat.

• DSB menyatakan bahwa tindakan AS ini menimbulkan suatu diskriminasi yang tidak dapat dibenarkan (unjustifiable discrimination) dan pembatasan terselubung dalam perdagangan internasional (disguised restriction on international trade).

• Meskipun menyatakan bahwa AS harus menyesuaikan peraturan nasionalnya dengan ketentuan GATT namun DSB menyadari adanya pasal XX dalam GATT yang mengandung ketentuan yang didesain untuk melindungi kesehatan manusia dan konservasi sumber daya alam yang dapat habis (exhaustible). Oleh karena itu DSB tidak mempersengketakan kemampuan setiap anggota WTO untuk melakukan tindakan-tindakan untuk mengendalikan polusi udara atau melindungi lingkungan.

Analisis Kasus

• Kasus ini memiliki dua aspek utama yaitu aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Akan tetapi penyelesaian kasus ini dilakukan di WTO yang merupakan lembaga yang mengatur kegiatan ekonomi, khususnya perdagangan antarnegara. Sehingga penyelesaian kasus ini lebih berorientasi kepada kepentingan ekonomi.

• Penyebab mengapa kasus ini ditangani oleh WTO adalah pada dasarnya permasalahan dalam kasus ini adalah bagaimana penerapan dari peraturan dan prinsip perdagangan internasional yang diatur oleh GATT. Selain itu, pihak yang bersengketa, Amerika Serikat dan Venezuela keduanya merupakan anggota dari WTO sehingga terikat oleh ketentuan GATT. Dan dikarenakan adanya pengajuan kasus ini dari Venezuela dan Amerika Serikat kepada WTO, maka WTO memiliki yurisdiksi untuk memberikan solusi dalam pemacahan kasus ini.

• Kekuatan penegakan dan pelaksanaan putusan GATT ini berdasarkan pada 2 prinsip, yaitu :

1. Berprinsip pada komitmen hukum (legal commitment) dari negara-negara anggotanya.

2. GATT memberikan hak untuk melaksanakan retaliasi kepada negara yang dirugikan sebagai akibat dari tindakan-tindakan negara lain yang melanggar hukum

Dengan berdasarkan pada prinsip tersebut, ini menandakan bahwa negara-negara anggota GATT dalam menghadapi tuntutan-tuntutan atau sengketa-sengketa dagang dalam GATT lebih menitikberatkan pada rasa hormat dan kepentingannya terhadap GATT.

• Salah satu prinsip yang diakui oleh GATT dalam ekonomi internasional adalah prinsip perlakuan nasional (national treatment). Prinsip ini mensyaratkan suatu negara untuk memberlakukan hukum yang sama yang diterapkan terhadap barang-barang, jasa-jasa atau modal asing yang telah memasuki pasar dalam negerinya dengan hukum yang diterapkan terhadap produk-produk atau jasa-jasa yang dibuat di dalam negeri.

• Jika dilihat sekilas pengaturan AS yang memberlakukan standar yang lebih tinggi terhadap minyak impor tampaknya bertentangan dengan prinsip perlakuan nasional. Namun dalam hal ini saya berpendapat bahwa prinsip perlakuan nasional yang setara mengandung dua makna penting. Pertama, perlakuan nasional dilakukan dengan memberlakukan standar yang sama. Kedua, perlakuan nasional dilakukan untuk mencapai suatu hasil yang sama. Artinya, tidak perlu ada standar yang sama secara teknis asalkan hasil akhir yang diperoleh memenuhi standar yang sama dengan produk dalam negeri.

Dalam kasus ini saya berpendapat AS boleh saja memberlakukan standar yang berbeda antara minyak impor dengan minyak domestik, asalkan dengan standar yang berbeda itu dapat diperoleh hasil yang sama-sama memenuhi standar nasional. Apalagi jika dilihat lebih jauh, ketentuan ini tidak bermaksud memberikan suatu diskriminasi negatif namun justru memberlakukan standar yang sama hanya saja dengan cara yang berbeda yaitu dalam hal metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kandungan polutannya. Kalaupun tindakan itu nantinya dianggap melanggar kewajiban sebagai anggota WTO, maka masih ada ketentuan Article XX dari GATT yang memberikan suatu pengecualian:

Article XX General Exceptions

Subject to the requirement that such measures are not applied in a manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiable discrimination between countries where the same conditions prevail, or a disguised restriction on international trade, nothing in this Agreement shall be construed to prevent the adoption or enforcement by any contracting

party of measures: …(b) necessary to protect human, animal or plant life or health;… (g) relating to the conservation of exhaustible natural resources if such measures are made effective in conjunction with restrictions on domestic production or consumption;…

Berdasarkan pasal tersebut maka saya berpendapat bahwa ada suatu pengecualian yang dapat diterapkan untuk masalah ini berkaitan dengan isu lingkungan. Karena ketentuan dalam CAA tersebut bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia, serta berkaitan dengan upaya pelestarian sumber daya alam yang dapat habis, dalam hal ini udara yang sehat.

MOX PLANT, IRELAND v. UK, 2001

Fakta Hukum

• Para pihak dalam kasus ini adalah Irlandia dan Inggris

mil) dari pantai Irlandia. Didirikan pada tahun 1947 untuk memproduksi plutonium dan material nuklir lainnya untuk proyek bom atom Inggris.

• Menurut Irladia pembuangan nuklir dari Sellafield telah terjadi sejak awal 1950an, mengakibatkan laut Irlandia menjadi salah satu laut semi-enclosed yang paling tercemar bahan radiokaktif. Selain pembuangan rutin, fasilitas Sellafield juga pernah beberapa kali mengalami kecelakaan, yang terparah adalah kebakaran pada tahun 1957 yang melepaskan radiasi dalam jumlah besar ke laut.

• Meskipun OSPAR Report menyatakan bahwa jumlah radioaktif dalam laut Atlantik telah menurun drastis, pembuangan radionuclides meningkat sejak pertengahan 1990an sebagai hasil Thermal Oxide Reprocessing Plant di Sellafield. Hasil pembuangan radioaktif dari Sellafield terbawa arus laut menyebar ke area yang luas dan telah terdeteksi hingga Norwegia.

• Pada 1992 British Nuclear Fuels (BNFL), perusahaan milik pemerintah yang mengoperasikan fasilitas Sellafield. MOX adalah bahan bakar nuklir yang diproduksi dari plutonium dan uranium oksida yang diproses ulang yang telah digunakan dalam reaktor komersial di Prancis, Jerman, dan Swiss. Jadi rencananya adalah mengimpor sisa material nuklir dari pembangkit luar negeri, memprosesnya kembali di fasilitas THORP di Sellafield dan menggunakan material yang telah diproses ulang tersebut untuk membuat MOX. Kemudian MOX tersebut di ekspor kembali ke luar negeri melalui laut, karena tidak ada reaktor nuklir di Inggris yang menggunakan MOX sebagai bahan bakarnya.

• Sebelum pembangunan pembangkit disetujui, Inggris harus memenuhi dua syarat dari European Community yaitu mengenai dampak lingkungan dan kelayakan ekonominya. Mengenai dampak lingkungan diuji berdasarkan EURATOM sedangkan kelayakan ekonominya diuji oleh dua firma konsultan ekonomi secara terpisah. Singkat cerita, semua syarat tersebut dipenuhi oleh Inggris.

• Irlandia yang masih menentang pembangunan pembangkit MOX meminta Inggris memberikan dokumen-dokumen mengenai kelayakan lingkungan dan ekonomi pembangkit MOX. Namun Inggis hanya memberikannya dalam bentuk yang sudah di-edit (redacted form). Irlandia meminta versi lengkap laporan tersebut dan mendasarkan permintaannya pada EC Directive 90/313 tentang Kebebasan Akses terhadap Informasi Lingkungan dan OSPAR Convention. Inggris menolaknya dengan menyatakan bahwa dokumen tersebut mengandung informasi bisnis rahasia.

• Irlandia kemudian mengajukan beberapa gugatan, masing-masing dengan dasar yang berbeda, kepada beberapa forum penyelesaian sengketa yang berbeda.

Permasalahan Hukum

• Berdasarkan Annex VII UNCLOS, pada 25 Oktober 2001 Irlandia mengajukan gugatan pada arbitrase dengan permasalahan hukum bahwa Inggris telah melanggar kewajiban untuk:

1) Melakukan suatu pengujian yang layak terhadap dampak lingkungan MOX plant kepada lingkungan laut Irlandia sebagaimana tercantum dalam pasal 206 UNCLOS.

2) Bekerja sama dengan Irlandia untuk melindungi semi-enclosed sea sesuai pasal 123 dan 197 UNCLOS.

3) Mengambil langkah-langkah untuk meindungi dan melestarikan lingkungan laut Irlandia sesua pasal 192, 193, 194, 207, 211, 212, 213, 217, dan 222 UNCLOS.

• Berdasarkan OSPAR Convention pada 15 Juni 2001 Irlandia mengajukan gugatan pada arbitrase dengan permasalahan hukum:

1) Bahwa Inggris telah melanggar hak akses informasi sesuai pasal 9 OSPAR Convention dengan menolak permintaan Irlandia untuk memberikan versi lengkap laporan hasil uji kelayakan MOX plant yang menyebabkan Irlandia tidak dapat melakukan tinjauan terhadap kelayakan ekonomi dari MOX plant sesuai EURATOM Directive 90/313.

Irlandia juga mengajukan provisional measures kepada ITLOS untuk mencegah pengangkutan limbah nuklir dari dan ke Sellafield melalui laut.

• European Commission mengajukan gugatan kepada European Court of Jutice terhadap Irlandia karena sengketa ini melibatkan dua anggota European Community sehingga ECJ memiliki yurisdiksi eksklusif.

Putusan Mahkamah

• Arbitrase UNCLOS di PCA dihentikan berdasarkan Order No. 6 pada 6 Juni 2008 diantaranya karena ada permintaan resmi dari Irlandia untuk menarik klaimnya.

• Arbitrase OSPAR di PCA pada 2 Juli 2003 memutuskan menolak klaim Irlandia atas hak informasi berdasarkan OSPAR Convention.

• ITLOS menolak permintaan provisional measures Irlandia untuk mencegah transportasi pengangkutan laut limbah nuklir dari dan menuju ke Sellafield.

Dasar Pertimbangan Mahkamah

ITLOS menolak permintaan provisional measures dari Irlandia karena berpendapat bahwa Irlandia tidak dapat membuktikan situasi yang urgen untuk menghentikan operasi MOX plant dan mencegah transportasi pengangkutan laut atas limbah nuklir melalui laut Irlandia.

Arbitrase OSPAR:

• Menurut Mahkamah, klaim Irlandia atas hak informasi tidak berada dalam pasal 9 (2) OSPAR Convention. Sehingga klaim Irlandia bahwa Inggris telah melanggar haknya berdasarkan pasal tersebut, tidak muncul.

Analisis Kasus

• Dalam kasus MOX plant ini yang lebih nampak adalah masalah proseduralnya dibandingkan masalah substantifnya mengenai lingkungan. Kasus ini menunjukkan adanya suatu tumpang tindih yurisdiksi antara pengadilan internasional dan forum penyelesaian sengketa lainnya. Masing-masing forum yang memproses sengketa ini membahas masalah yang berbeda dan menghasilkan putusan yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan putusan yang bertentangan satu sama lain sehingga justru memperumit sengketa, bukannya menyelesaikannya. Sementara itu tidak banyak yang dapat dilakukan Inggris untuk menolak yurisdiksi dari forum-forum tersebut karena secara tidak langsung Inggris telah menyatakan penerimaannya dengan meratifikasi konvensi-konvensi yang relevan dengan forum penyelesaian sengketa yang bersangkutan.

• Dalam hal muncul masalah berkaitan dengan penerapan beberapa prosedur penyeelsaian sengketa dengan yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction), pengadilan dan forum lainnya belum memiliki pendekatan yang konsistent dan memadai. Tidak ada persetujuan tertentu yang memberikan solusi terhadap masalah ini. bahkan hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum dan yurisprudensi tidak banyak membantu.

• Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah ini. diantaranya pendekatan self-contained regime. Self-contained regime diartikan sebagai suatu “special set of secondary rules that determine the consequences of a breach of

certain primary rules … as well as any interrelated cluster … of rules on a limited problem together with the rules for the creation, interpretation, application, modification, or termination of those rules”. Putusan arbitrase OSPAR MOX plant menggambarkan secara

jelas self-contained regime dengan menerapkan interaksi terbatas antara OSPAR Convention dan rezim lingkungan lainnya. Arbitrase OSPAR memisahkah sengketa yang didasarkan pada OSPAR Convention dari sengketa lainnya dengan alasan bahwa OSPAR

Conventiondan Directive 90/313 masing-masing merupakan sumber hukum independen yang menimbulkan rezim hukum yang berbeda dan memiliki upaya hukum yang berbeda.

• Atas alasan tersebut arbitrase menolak prosedur penyelesaian sengketa dalam rezim lainnya dan norma substabtif hukum internasional lainnya mengenai hak akses informasi lingkungan. Panel arbitrase menyatakan bahwa OSPAR Convention merupakan rezim hukum yang terpisah dari rezim hukum lainnya dan bahwa arbitrase memiliki wewenang untuk meninjau ulang keputusan Inggris yang membatasi pembukaan informasi terkait pengoperasian MOX plant.

Dalam dokumen Kumpulan Studi Kasus HI (Halaman 68-75)