• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Community Empowerment dalam Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode

DENGAN PARAMETER PRINSIP-PRINSIP ASG DAN TEORI COMMUNITY EMPOWERMENT

5.3. Telaah Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Berdasarkan Kategori-Kategori Community Empowerment

5.3.1. Profil Community Empowerment dalam Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode

Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015.

Seperti yang telah diuraikan pada bab IV, data Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 mendeskripsikan tiga hal yang menarik untuk dicermati terkait keterserapan dana Program Pemanfatan Dana APP. Pertama, fenomena kenaikan dana diterima dari tahun ke tahun berbanding dengan penurunan dana yang berhasil di kelola di tiga tahun periode anggaran. Kedua, rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan hanya mencapai 61%. Ketiga, Panitia APP Keuskupan Agung Semarang keterserapan dana yang dikelola paling rendah dibandingkan dengan empat panitia di tingkat kevikepan.

Pada sub bab 5.3.1 ini data dokumen mengenai keterserapan dana APP Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 tersebut di atas akan disintesiskan dengan data lapangan dan teori Community Empowerment. Dalam konteks penelitian ini teori Community Empowerment digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Sintesis antara teori dan data dokumen maupun data lapangan akan dititikberatkan pada aktivitas pengelola pemberdayaan masyarakat .

Di bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa dalam perkembangannya istilah ‘Pemberdayaan Masyarakat’ menggantikan istilah ‘Community

Empowerment’. Kombinasi dari beberapa teori pemberdayaan masyarakat yang

telah di uraikan pada bab 2 dan yang kemudian akan disintesiskan dengan data dokumen dan data lapangan dalam kerangka penelitian ini memuat tiga prinsip. Pertama, pemberdayaan masyarakat memuat pengertian pengelola sudah berupaya untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang dimiliki penerima manfaat serta berupaya untuk mengembangkan. Kedua, pemberdayaan masyarakat memiliki konsekuensi bahwa pengelola sudah berupaya untuk memperkuat kapasitas atau daya yang dimiliki oleh penerima manfaat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. Ketiga, dalam pemberdayaan masyarakat, pengelola sudah

berupaya untuk menggerakkan partisipasi aktif penerima manfaat seluas-luasnya melalui partisipasi mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Buku Pedoman Aksi Puasa Pembangun Keuskupan Agung Semarang (2009: 34-35), menginformasikan bahwa salah satu tugas Panitia APP di tingkat Kevikepan dan Keuskupan adalah mengelola proposal-proposal permohonan dukungan dana untuk umat/masyarakat baik dalam bidang pelayanan karitatif maupun bidang pelayanan pemberdayaan dan pengembangan ekonomi. Seperti yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, terdapat lima kategori kegiatan yang didanai dengan dana APP, yaitu: (1) kategori karitatif kemanusiaan, (2) kategori motivasi-animasi, (3) kategori bantuan pendidikan, (4) kategori bidang sosial kemasyarakatan dan pengembangan kemasyarakatan, dan (5) kategori bidang sarana-prasarana yang dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang rusak atau timbul akibat bencana alam atau musibah (Panitia APP Keuskupan Agung Semarang, 2012:3).

Dari data dokumen dan data lapangan diketahui bahwa Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung untuk kategori kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi bekerja sama dengan Tim Pengembangan Sosial Ekonomi di semua tingkat (Panitia APP Keuskupan Agung Semarang: 2009, 33-35). Secara nasional ditangani oleh Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi

Konperehensi Waligereja Indonesia atau disebut sebagai Komisi PSE KWI. Di tingkat keuskupan ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan. Komisi PSE di Keuskupan Agung Semarang dalam ketugasannya dibantu oleh Komisi PSE Kevikepan, yaitu Komisi PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan Kedu, Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta dan Komisi PSE Kevikepan Surakarta. Penggerak dan penyelenggara karya pastoral bidang PSE di tingkat yang paling dasar terselenggara di paroki-paroki yang disebut Tim Kerja PSE Paroki yang beranggotakan Tim PSE Lingkungan sejumlah lingkungan yang berada dalam wilayah teritorial sebuah paroki.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa pengelolaan dana APP untuk pengembangan sosial dan ekonomi tidak dilakukan oleh Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang tetapi oleh Komisi PSE. Panitia APP di semua tingkatan bertindak sebatas sebagai penyedia dana. Maka dalam konteks penelitian ini, Komisi PSE Keuskupan Agung Semarang, Komisi PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan Kedu, Komisi PSE Kevikepan Surakarta, dan Tim PSE Paroki di seluruh wilayah teritorial Keuskupan Agung Semarang dipahami sebagai pengelola aktivitas pelayanan pengembangan sosial ekonomi yang dalam data dokumen juga disebut sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat11.

11

Pada bab 4 sudah dipaparkan mengenai ketugasan Komisi/Tim PSE yang dibentuk untuk menanggapi kebutuhan sosial umat dan masyarakat melalui pelayanan-pelayanan langsung dan usaha-usaha menegakkan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan iman kristiani. Pelayanan diarahkan kepada pemberdayaan

160

Selanjutnya, terkait dengan kapasitas Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan dalam kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi umat/masyarakat12, data lapangan mengungkapkan mengenail dua hal. Pertama, umat/masyarakat mengakses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat tanpa keterlibatan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan. Dalam konteks ini, umat/masyarakat mengetahui adanya dana APP yang bisa diakses dari Romo Paroki, sesama umat/masyarakat, Buku Panduan APP dan pamflet yang tertempel di papan pengumuman gereja. Kedua, umat/masyarakat mengakses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat karena peran aktif Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan.

Akses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat karena peran aktif Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan aplikasinya di lapangan dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki dan sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan. Kedua, Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan

dan kemandirian masyarakat. Mengenai ketugasan Komisi/Tim PSE secara rinci dapat dilihat pada hal. 86-89.

12

Lihat gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana APP.

161

rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan dan bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan/Keuskupan dalam pengelolaan dana APP. Ketiga, Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan, bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan/Keuskupan dalam pengelolaan dana APP dan memberikan pendampingan serta pelatihan pada penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP.

Berdasarkan uraian dua paragraf di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ada empat tipe aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan yang diberikan kepada umat/masyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP. Keempat tipe aktivitas pelayanan tersebut dapat diilustrasikan dengan menggunakan skema 5.1. sebagai berikut.

SKEMA 5.1

TIPE AKTIVITAS PENGELOLA DANA APP

KATEGORI PENGEMBANGAN SOSIAL DAN EKONOMI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP

DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG

PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015

Tipe 1

 Pamflet Penerima Dana diterima  Romo Paroki Manfaat Penerima  Informasi lain menyusun Manfaat

proposal & menyampaikan ke Panitia APP

Tipe 2

Assessment Tim PSE Dana diterima Tim PSE Ling./ bersama Penerima

Paroki menyusun Manfaat

proposal & Menyampaikan

Tipe 3

Assessment Tim PSE Dana diterima Bersama Tim PSE Ling./ bersama Penerima Komisi PSE

Paroki menyusun Manfaat Kev./Keuskupan

proposal & mengelola

Menyampaikan dana

ke Panitia APP

Tipe 4

Assessment Tim PSE Dana diterima Bersama Menyelenggarakan

Tim PSE Ling./ bersama Penerima Komisi PSE pendampingan &

Paroki menyusun Manfaat Kev./Keuskupan pelatihan untuk

proposal & mengelola penerima

Menyampaikan dana manfaat. Bersama

ke Panitia APP Komisi PSE Kev./

Keuskupan

Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai Sumber

Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi umat/masyarakat yang terjadi hampir di sebagian besar paroki di Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2. Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 3 dominan terjadi di paroki-paroki Kevikepan Surakarta13. Paroki Jumapolo, Paroki Wonogiri, Paroki Kleco dan Paroki Klaten merupakan contoh untuk aktivitas pelayanan tipe 3. Dalam konteks ini, penerima manfaat yang mengakses dana APP memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang dipinjam. Tim PSE Paroki sebagai pengelola aktivitas pengembangan sosial dan ekonomi di tingkat paroki akan mengadminitrasikan pengembalian dana APP dari penerima manfaat. Di Kevikepan Surakarta, 50 % dari pengembalian dana akan ditinggal di paroki sebagai dana pemberdayaan masyarakat yang akan digulirkan pada penerima manfaat lain. 50% selebihnya akan di kembalikan ke Tim PSE Kevikepan sebagai dana kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan sosial dan ekonomi umat/masyarakat.

Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 4 ditemukan dengan jumlah yang sangat terbatas dan kadar aktivitas yang beragam. Keberagaman aktivitas terutama dalam hal terselenggaranya pendampingan dan

13

Kondisi ini terjadi pada masa ketugasan Romo Agustinus Giyono Darmopranoto sebagai Romo Moderator PSE Kevikepan Surakarta. Pada masa ketugasan Romo Agustinus Sudarisman sebagai Romo Moderator PSE Kevikepan Surakarta, ada aturan baru yang berlaku di Keuskupan Agung Semarang, yaitu: Dana APP yang diakses umat/masyarakat dalam pengelolaannya tidak perlu dikembalikan oleh penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang untuk kepentingan bergulir kepada penerima manfaat lain.

164

pelatihan yang teratur dalam hal waktu dan terstruktur dalam hal materi. Paroki Gamping dan Paroki Pakem di Kevikepan Yogyakarta menjadi contoh dari aktivitas pelayanan tipe 4. Tim PSE Paroki di kedua paroki ini ikut terlibat dalam

assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses

pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan, bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta dalam hal pengelolaan pengembalian dana APP dan pendampingan serta pelatihan pada penerima manfaat.

Jika tipe-tipe aktivitas pengelola dana APP kategori pengembangan sosial ekonomi di atas dikaitkan dengan teori pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi dalam pembangunan berbasis masyarakat. Maka, tipe yang paling mendekati konsep pemberdayaan masyarakat adalah tipe 4. Aktivitas pengelola tipe 4 mendekati konsep pemberdayaan masyarakat yang merupakan konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yakni yang bersifat “people

centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam

Kartasasmita, 1996). Dalam sesi pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh pengelola tipe 4 pada penerima manfaat termuat upaya untuk membangun daya, memperkuat kapasitas dan mengedepankan partisipasi penerima manfaat mulai

dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi aktivitas pemberdayaan masyarakat.

Konstruksi pendampingan dan pelatihan tiap paroki tentu sangat berbeda, ini mengingat bahwa bentuk pemberdayaan perlu menyesuaikan dengan potensi masalah, dan kebutuhan masyarakat lokal atau masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat sangat jauh dengan bentuk-bentuk pembangunan yang cenderung top down ( Anwas: 2014, hal.3). Data lapangan menunjukkan bahwa pendampingan dan pelatihan yang terselenggara lebih banyak berada di tingkat Kevikepan dan Keuskupan. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi di tingkat kevikepan dan Keuskupan memiliki peran yang sangat dominan untuk menentukan bentuk-bentuk pelatihan yang akan dilaksanakan. Sangat sedikit pendampingan dan pelatihan yang berbasis paroki.

Sebagai sebuah pendekatan yang diyakini dapat mengantar umat/masyarakat berdaya dan mandiri, pemberdayaan masyarakat bukanlah sebuah pendekatan yang mudah untuk dilakukan. Kompleksitas karakteristik umat/masyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang, tuntutan perubahan zaman yang begitu pesat menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi Tim PSE di Keuskupan Agung Semarang di semua tingkatan. Oleh karena itu kesuksesan dalam kegiatan pemberdayaan memerlukan agen pemberdayaan yang memiliki kompetensi sesuai

tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman.

Selanjutnya, evolusi konsep Corporate Social Responbility (CSR) memiliki sejarah panjang terkait dengan bagaimana dampaknya terhadap perilaku perusahaan. Moura dan Padget (2011) dalam penelitiannya Historical Background

of Corporate Social Responbility membagi proses evolusi konseptual CSR

sebagai berikut.

TABEL 5.2.

KONSEP EVOLUSI CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY BERDASARKAN FOKUS PERHATIAN

Sumber: Diolah berdasarkan Social Responbility Journal/Vol.7 No. 4 2011, hal. 528-529

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pada perkembangan awalnya CSR masih dianggap sebagai suatu kegiatan filantropi yang merupakan kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Perkembangan pada tahap awal ini masih menggunakan pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan

Tahun Fokus Perhatian CSR

1950-an Tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat dan melakukan perbuatan baik bagi masyarakat.

1960-an Orang dan ide-ide gerakan yang berperan dalam karakteristik perubahan sosial.

1970-an Fungsi manajemen tradisional ketika berhadapan dengan isu-isu CSR.

1980-an Bisnis dan kepentingan sosial. Perusahaan menjadi lebih responsif terhadap kepentingan stakeholder.

1990-an Gagasan CSR secara universal disetujui. CSR juga dikaitkan dengan srategi

2000-an CSR menjadi isu strategis yang penting dalam perusahaan

kemanusiaan. Pada perkembangan terkini, pemahaman dan pelaksanaan CSR mengalami kemajuan yang pesat. CSR menjadi bagian yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan. CSR merupakan sarana dalam mengembangkan perusahaan agar dapat meraih pertumbuhan dan laba yang berkelanjutan.

Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 1 dan tipe 2 jika kita cermati dari perspektif evolusi konsep Corporate Social Responbility yang tertuang dalam tabel 5.2. menghasilkan konklusi bahwa pengelolaan kegiatan pengembangan sosial ekonomi yang dilakukan saat ini sama dengan yang dilakukan bidang CSR pada tahap awal perkembangannya. Interpretasinya, sampai saat ini sebagian besar dari paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang masih melaksanakan tanggung jawab keterlibatan sosialnya dengan pilihan aktivitas yang sangat tertinggal jika dibandingkan dengan aktivitas tanggung jawab sosial di bidang CSR. Seperti yang tertera di tabel 5.2., di rentang tahun 1950-an, bidang CSR fokus utamanya adalah tanggung jawab bisnis kepada masyarakat dan melakukan perbuatan baik bagi masyarakat berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan (Caroll dan Frederick dalam Moura dan Padget :2011, hal 530). Kegiatan CSR dengan kebijakan murah hati yang diberikan bisnis bagi masyarakat dengan pola karitatif dan kemanusiaan seperti ini manfaatnya hanya dirasakan sesaat oleh masyarakat dan berdampak sangat terbatas bagi perusahaan. Maka konsep ini sudah mulai ditinggalkan. CSR pada saat ini dipahami sebagai

ikatan tanggung jawab yang layak dijalankan untuk menjamin terciptanya manfaat berkelanjutan bagi perusahaan maupun masyarakat (Urip: 2014, hal.40).

Evolusi perkembangan CSR terkini yang membawa konsep baru bahwa jika perusahaan menekankan pelaksanaan kegiatan CSR-nya pada persolan yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, maka kegiatan sebaik apapun yang dilaksanakan dalam kerangka CSR akan gagal menciptakan manfaat yang diharapkan baik untuk masyarakat maupun perusahaan. Oleh karena itu, penerapan prinsip CSR pada saat ini lebih didorong oleh pemahaman bisnis akan strategi bisnisnya yang diimbangi dengan pemahaman akan kebutuhan masyarakat (Lantos: 2001;Urip: 2014, hal.16) . Evolusi perkembangan konsep CSR ini sangat relevan apabila diadopsi oleh Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat Keuskupan/Kevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat Keuskupan/Kevikepan dengan beberapa diskusi untuk penerapannya dalam hal tanggung jawab keterlibatan sosial Gereja terhadap masalah-masalah kemiskinan dalam arti luas. Pemahaman Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat Keuskupan/Kevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat Keuskupan/Kevikepan terhadap kebutuhan umat/masyarakat yang masuk dalam kategori kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel sangat menentukan bentuk-bentuk keterlibatan sosial apa sajakah yang akan dikelola.

Fenomena rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan yang hanya mencapai 61%, besar kemungkinan terjadi karena Pemahaman Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat Keuskupan/Kevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat Keuskupan/Kevikepan yang sangat kurang terhadap kebutuhan umat/masyarakat yang masuk dalam kategori kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Flow Chart 4.1. mengenai mekanisme akses dana APP semakin menunjukkan bahwa memang sangat sedikit peluang bagi Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat Keuskupan/Kevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat Keuskupan/Kevikepan untuk membuat suatu kegiatan keterlibatan sosial gereja yang sesuai dengan kebutuhan umat. Flow Chart 4.1. memuat informasi bahwa TIM PSE Paroki/Lingkungan yang lebih memungkinkan untuk mengadakan assessment terhadap kebutuhan umat/masyarakat. Namun, berdasarkan uraian yang terlebih dahulu dipaparkan, diperoleh data bahwa TIM PSE Paroki/Lingkungan pun dalam kegiatannya lebih banyak yang tidak berdasarkan assessment yang memadai terhadap kebutuhan umat/masyarakat. Ini ditunjukkan dengan dominannya tipe aktivitas pelayanan 1 dan 2.

Pemahaman yang baik terhadap kebutuhan umat/masyarakat akan meningkatkan peluang untuk menaikkan tingkat keterserapan dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Data yang diuraikan di bagian pendahuluan

memperlihatkan dengan jelas bahwa secara umum masih ada puluhan juta orang Indonesia yang taraf hidupnya berada di bawah garis kemiskinan, maka dari sini dapat diperoleh wawasan bahwa dana APP yang selama ini tidak terserap dengan baik masih sangat memungkinkan untuk dikelola dengan bentuk-bentuk kegiatan keterlibatan sosial Gereja yang lebih bersifat memberdayakan. Kegiatan keterlibatan sosial Gereja dengan motivasi karitatif dan kemanusiaan tanpa disertai peningkatan kompetensi, pelatihan, pemberdayaan, penyediaan lapangan kerja dan penciptaan kesejahteraan tidak akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi umat/masyarakat.

5.3.2. Partisipasi Umat/Masyarakat dalam Lima Kategori Bidang Perhatian