• Tidak ada hasil yang ditemukan

Community Based Tourism (CBT) yaitu konsep pengembangan suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal, dimana masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengelolaan, dan pemberian suara berupa keputusan dalam pembangunannya (Murphy, 2004). Sedangkan menurut Baskoro, BRA (2008) Community Based Tourism (CBT) adalah konsep yang menekankan kepada pemberdayaan komunitas untuk menjadi lebih memahami nila-nilai dan aset yang mereka milki, seperti kebudayaan, adat istiadat, masakan kuliner, gaya hidup. Dalam konteks pembangunan wisata, komunitas tersebut menjadi daya tarik utama bagi pengalaman berwisata.

Sama halnya dengan Anstrand (2006) mendefinisikan Community Based Tourism (CBT) sebagai pariwisata yang memperhitungkan dan menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya, diatur dan dimiliki oleh komunitas, untuk komunitas. Anstrand mencoba melihat Community Based Tourism (CBT) bukan dari aspek ekonomi terlebih dahulu melainkan aspek pengembangan kapasitas komunitas dan lingkungan, sementara aspek ekonomi menjadi suatu dampak yang dihasilkan dari aspek sosial, budaya dan lingkungan.

Sedangkan menurut Suansri (2003) menguatkan definisi Community Based Tourism (CBT) sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya dalam komunitas. CBT merupakan alat bagi pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan.

Pantin dan Francis (2005) menyusun definisi CBT sebagai integrasi dan kolaborasi antara pendekatan dan alat (tool) untuk pemberdayaan ekonomi komunitas, melalui assessment, pengembangan dan pemasaran sumber daya alam dan sumber daya budaya komunitas.

Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan CBT sebagai pendekatan pembangunan. Seperti yang dikemukakan oleh Hausler (2005), menjelaskan gagasan tentang definisi dari CBT yaitu: (1) Pertama, bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata; (2) Kedua, masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan; (3) Ketiga, menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.

Dengan demikian dalam pandangan Hausler, Community Based Tourism (CBT) merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Hausler juga menyampaikan gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada

pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata.

2.2.1 Ciri- ciri Community Based Tourism

Community Based Tourism (CBT) bukan hanya sebagai sebuah harapan bagi negara-negara di dunia melainkan juga sebagai sebuah peluang, Community Based Tourism (CBT) memiliki ciri-ciri unik seperti yang dikemukakan oleh Nasikun yaitu, oleh karena karakternya yang lebih mudah diorganisasi di dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan suatu jenis pariwisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang berskala massif.

Pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil, oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, dan dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima oleh masyarakat. Serta berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya, lebih dari pariwisata konvensional yang bersifat massif, pariwisata alternatif yang berbasis komunitas memberikan peluang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusan dan didalam menikmati keuntungan perkembangan industri pariwisata, maka dari itu lebih memberdayakan masyarakat (Nasikun, 2001).

Pariwisata alternatif berbasis komunitas tidak hanya memberikan tekanan pada pentingnya keberlanjutan kultural (cultural sustainability), akan tetapi secara aktif bahkan berupaya membangkitkan penghormatan para wisatawan pada kebudayaan lokal, antara lain melalui pendidikan dan pengembangan organisasi wisatawan.

Ciri-ciri khusus dari Community Based Tourism CBT juga dikemukkan oleh Hudson (dalam Timothy, 1999) yakni yang berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal, antara lain kelompok memiliki ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih besar dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan.

2.2.2 Prinsip-prinsip Community Based Tourism

Prinsip-prinsip dasar dari Community Based Tourism (CBT) juga dijelaskan oleh beberapa ahli. Menurut UNEP dan WTO (2005) ada sepuluh prinsip dasar dari Community Based Tourism (CBT) yaitu: (1) pertama, mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata; (2) Kedua, mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek; (3) Ketiga, mengembangkan kebanggaan komunitas; (4) Keempat, mengembangkan kualitas hidup komunitas; (5) Kelima, menjamin keberlanjutan lingkungan; (6) Keenam, mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area local; (7) Ketujuh, membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas; (8) Kedelapan, menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia; (9) Kesembilan,

mendistribusikan keuntungan secara adil kepada anggota komunitas; (10) Kesepuluh, berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek-proyek yang ada dikomunitas.

Sementara itu menurut Hatton (1999) prinsip-prinsip dasar dari Community Based Tourism (CBT) dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu: pertama, prinsip sosial yaitu berkaitan otorisasi kepada komunitas untuk memberi ijin, mendukung, membangun dan mengoperasikan kegiatan wisata yang ada di wilayahnya. Prinsip ekonomi berkaitan dengan sistem pembagian keuntungan yang timbul dari pengembangan industry pariwisata. budaya dan politik.

Kedua, prinsip ekonomi yaitu terdapat dalam tiga bentuk: (1) Pertama, joint venture dalam usaha pariwisata dimana dari keuntungan yang diperoleh wajib menyisihkan keuntungan bagi komunitas (berupa CSR atau dana bagi hasil); (2) Kedua, asosiasi yang dibentuk komunitas untuk mengelola kegiatan wisata dimana keuntungannya juga dibagikan kepada komunitas; dan (3) Ketiga usaha kecil/menengah yang merekrut tenaga kerja dari komunitas. Hatton tidak merekomendasikan usaha individu dalam Community Based Tourism (CBT) karena dikhawatirkan keuntungan kegiatan pariwisata hanya dirasakan oleh anggota komunitas yang terlibat sedangkan yang tidak terlibat dalam usaha/kegiatan pariwisata tidak mendapat keuntungan.

Ketiga, Prinsip budaya mensyaratkan adanya upaya menghargai budaya lokal, heritage dan tradisi dalam kegiatan pariwisata. Community Based Tourism (CBT)

harus dapat memperkuat dan melestarikan budaya lokal, heritage dan tradisi komunitas.

Keempat, prinsip politik berkaitan dengan peran pemerintah lokal dan regional diantaranya dalam membuat kebijakan sehingga prinsip sosial ekonomi, budaya dan dapat terlaksana.

Sedangkan menurut Nederland Development Organisation (SNV) mengemukakan empat prinsip Community Based Tourism (CBT) yaitu: ekonomi yang berkelanjutan, keberlanjutan ekologi, kelembagaan yang bersatu, keadilan pada distribusi biaya dan keuntungan pada seluruh komunitas (www.caribro.com). Prinsip keberlanjutan ekonomi berkaitan dengan adanya jaminan bahwa CBT mampu menciptakan mekanisme yang dapat menjaga perekonomian tetap sehat dan berkesinambungan sehingga pariwisata dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan komunitas. Prinsip keberlanjutan ekologi berkaitan dengan upaya untuk menjaga agar kualitas lingkungan dapat dipertahankan. Penguatan kelembagaan salah satu prinsip penting karena kelembagaan adalah alat bagi seluruh anggota komunitas untuk mendapatkan akses untuk menjadi pemegang keputusan.

Dengan mengacu pada prinsip dasar Community Based Tourism (CBT) dari UNEP dan WTO (2005), Suansri mengembangkan lima prinsip yang merupakan aspek utama dalam pengembangan Community Based Tourism (CBT) yaitu: Prinsip ekonomi dengan indikator timbulnya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan disektor pariwisata dan timbulnya pendapatan masyarakat lokal. Prinsip sosial dengan indikator terdapat peningkatan kualitas

hidup, adanya peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki-laki perempuan, generasi muda dan tua dan terdapat mekanisme penguatan organisasi komunitas. Prinsip budaya dengan indikator mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda, mendorong berkembangnya pertukaran budaya dan adanya budaya pembangunan yang melekat erat dalam budaya lokal. Prinsip lingkungan dengan indikator pengembangan carryng capacity area, terdapat sistem pembuangan sampah yang ramah lingkungan dan adanya kepedulian tentang pentingnya konservasi. Prinsip politik dengan indikator terdapat upaya peningkatan partisipasi dari penduduk lokal, terdapat upaya untuk meningkatkan kekuasaan komunitas yang lebih luas dan terdapat makanisme yang menjamin hak-hak masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA (Suansri, 2003). Kelima prinsip tersebut menurut Suansri merupakan wujud terlaksananya pariwisata yang berkelanjutan. Keseluruhan prinsip-prinsip dasar Community Based Tourism (CBT) dari beberapa ahli dan organisasi dunia, dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Prinsip -prinsip Community Based Tourism (CBT)

No Nama Prinsip Indikator

1 UNEP dan WTO (2005)

Sosial 1. Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek

Budaya 1. Mengembangkan kebanggaan komunitas 2. Mengembangkan kualitas hidup komunitas Ekonomi 1. Mengakui, mendukung dan mengembangkan

2. Kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata

3. Mempertahankan keunikan karakter dan budaya

Tabel 2.3 (Lanjutan)

No Nama Prinsip Indikator

Lingkungan

4. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukuran budaya pada komunitas

1. Menjamin keberlanjutan pada komunitas

1 UNEP dan WTO (2005)

Politik 1. Berperan dalam menentukan persentase pendapatan (pendistribusian pendapatan).

2 Hatton (1999)

Sosial 1. Kegiatan pariwisata dibangun dan

dioperasikan, didukung, dan diizinkan oleh komunitas lokal

Ekonomi 1. Pembagian keuntungan dapat

dipertanggung jawabkan

Budaya 1. Menghargai budaya lokal, heritage, dan tradisi

Politik 1. Peranan pemerintah lokal dan regional 2.

3 SNV(2005) Ekonomi 1. Ekonomi yang berkelanjutan lingkungan 1. Keberlanjutan ekologi Pengelolaan 1. Kelembagaan yang bersatu

2. Keadilan pada distribusi biaya dan keuntungan pada seluruh komunitas 4 Suansri

(2003)

Ekonomi 1. Terciptanya lapangan pekerjaan sektor pariwisata

Sosial 1. Peningkatan kualitas hidup

2. Peningkatan kebanggan komuniatas 3. Pembagian peran yang adil (gender, usia) 4. Mekanisme penguatan organisasi

komunitas

Budaya 1. Mendorong masyarakat menghormati

budaya lain

2. Mendorong pertukaran budaya 3. Budaya pembangunan

Politik 1. Peningkatan partisipasi penduduk lokal 2. Peningkatan kekuasaan komuntas luas 3. Mekanisme yang menjamin hak

Tabel 2.3 (Lanjutan)

No Nama Prinsip Indikator

Lingkungan 1. Pengembangan carrying capacity

2. Pembuangan sampah yang ramah lingkungan 3. Kepedulian pada konservasi

Sumber: UNEP dan WTO (2005), Hatton (1999), SNV (2005), dan Suansri (2003)

Namun dalam penelitian ini, prinsip-prinsip dari Community Based Tourism (CBT) yang digunakan adalah berdasarkan teori dari Suansri (2003) yang mengemukakan bahwa ada lima prinsip Community Based Tourism (CBT) yang merupakan aspek utama yaitu prinsip ekonomi, prinsip sosial, prinsip budaya, prinsip lingkungan, dan prinsip politik. Serta indikator dari setiap prinsip berdasarkan yang dikemukakan oleh berdasarkan UNEP & WTO (2005), SNV (2005), dan Hatton (1999), seperti terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Prinsip Community Based Tourism (CBT) yang digunakan

No Prinsip Indikator

1.

Ekonomi Adanya dana untuk pengembangan wisata berbasis masyarakat

Terciptanya lapangan pekerjaan

Timbulnya pendapatan masyarakat lokal 2.

Sosial Peningkatan kualitas hidup

Peningkatan kebanggaan komunitas Kesediaan dan kesiapan masyarakat 3.

Budaya Membantu berkembangnya pertukaran budaya Mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda

Tabel 2.4 (Lanjutan)

No Prinsip Indikator

4.

Lingkungan Kepedulian akan perlunya konservasi Mengatur pembuangan sampah dan limbah Ketersediaan air bersih

5.

Politik Meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal Peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas Menjamin hak-hak dalam pengelolaan SDA

Dokumen terkait