• Tidak ada hasil yang ditemukan

(%) 1 Jenis Kelamin

5.3 Temuan Penelitian

Adapun yang menjadi temuan penelitian pada penelitian mengenai Kajian Potensi Wisata Kota Tapaktuan, dapat dijelaskan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Tingkat Potensi Wisata 5 (lima) objek wisata

No Objek Wisata Jumlah Skor

1 Pantai Pasir Putih 255,4

2 Air Terjun Tingkat Tujuh 223

3 Pantai Rindu Alam 218,6

4 Ie Seujuk 172,8

5 Gunung lampu Tuan Tapa 168,8

Dari 5 (lima) obyek wisata yang diteliti dapat diketahui bahwa obyek wisata yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek andalan adalah objek wisata Pantai Pasir Putih. Dilihat dari konsep Community Based Tourism objek wisata pantai pasir putih memiliki nilai tertinggi dari setiap dimensi pada CBT, yakni dimensi ekonomi, pada dimensi social, dimensi budaya, dimensi lingkungan, dan dimensi politik. Serta hasil dari pengamatan langsung di lapangan berdasarkan konsep ODTW Pantai Pasir Putih juga memiliki nilai yang sangat baik diantara objek wisata lainnya.

Untuk dimensi ekonomi atraksi yang dimiliki oleh objek wisata ini dapat menarik pengunjung untuk berwisata diobjek wisata ini, sehingga masyarakat lokal dapat merasakan manfaat dari kegiatan pariwisata khususnya dibidang ekonomi, hal ini sesuai dengan pendapat Yaman & Mohd (2008) menggaris bawahi kunci pengaturan pembangunan pariwisata dengan pendekatan CBT yaitu : pembagian keuntungan yang adil. Tidak hanya berkaitan dengan keuntangan langsung yang diterima masyarakat yang memiliki usaha disektor pariwisata tetapi juga keuntungan tidak langsung dapat dinikmati masyarakat yang tidak memiliki usaha.

Dari dimensi sosial, tingkat kebanggan masyarakat lokal akan adanya objek wisata ini sangat tinggi. Sehingga interaksi sosial antara pengelola, masyarakat dengan pengunjung terjalin dengan baik, dan dampaknya meningkatnya kualitas hidup dari masyarakat lokal. Hal ini sejalan dengan pendapat Pitana (2009) yang menyatakan bahwa berbagai faktor merupakan dorestise: untuk menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk menaikkan status dan derajat sosial serta interaksi sosial anatara pengunjung dengan masyarakat lokal, maupun sebaliknya.

Dari dimensi budaya, keunikkan budaya yang ada pada masyarakat lokal di daerah objek wisata ini salah satunya adalah ritual adat yang selalu dilaksanakan pada waktu-waktu tetentu dan menarik wisatawan untuk datang ke daerah ini. Seperti pendapat dari Yoeti (2002) yang menyatakan bahwa atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatau pertunjukan (show) yang khusus diselenggarakan. Dari dimensi lingkungan, masyarakat lokal sangat peduli akan kebersihan dan kelestarian lingkungan sekitar objek wisata. Mereka berpartisipasi dalam membersihkan lingkungan, dan kepedulian tersebut terlihat dari tidak menebang pohon yang ada disekitar objek wisata. Hal ini sejalan dengan pendapat Clawson dan Knetsch (1996) yang menyatakan penerapan prinsip lingkungan antara lain dapat diukur dari penerapan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan daya dukung rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekrasi yang diinginkan.

Sedangkan dari dimensi politik, keberhasilan pengembangan objek wisata ini juga karena adanya dukungan dari pemerintah dan pengakuan secara poltik tentang kebijakan apa-apa saja yang berlaku pada setiap kegiatan wisata diobjek wisata ini. Sejalan dengan pendapat Timothy (1999) mengatakan bahwa lebih lanjut prinsip politik CBT berkaitan erat dengan partisipasi komunitas lokal, peningkatan kekuasaan komunitas, dan mekanisme yang menjamin hak dan mengelola sumber daya alam.

Dilihat dari ke 5 (lima) aspek CBT, terjawab bahwa masyarakat lokal disekitar objek wisata ini sudah siap untuk mengembangkan dan terlibat dalam perencanaan pembangunan pariwisata di daerah ini.

Berdasarkan hasil karakteristik Responden disekitar wilayah penelitian dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat sekitar pada umumnya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan berdasarkan tingkat pendapatan, masyarakat sekitar masih berada dalam kategori ekonomi rendah yaitu dengan rata-rata pendapatan antara Rp 1.000.000 s/d Rp 1.500.000 perbulan. Sektor pariwisata di Pantai Pasir Putih berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan masyarakat.

Dari segi pengelolaan obyek wisata, masyarakat sudah dilibatkan secara penuh dari segi perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan obyek wisata. Pengembangan obyek wisata memperhatikan faktor keberlanjutan lingkungan obyek wisata dengan cara membersihkan sampah dan memilih lokasi yang tepat untuk membangun obyek wisata sehingga tidak merusak alam dan panorama keindahan obyek wisata.

Dari segi syariat Islam, kegiatan wisata sejauh ini masih tidak dalam ketentuan syariat yang semestinya. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya para pengunjung yang tidak mengikuti aturan yang sudah berlaku, seperti masih banyak yang membuka aurat dalam berwisata dan lainnya. Ini semestinya menjadi perhatian khusus oleh Dinas Syariat Islam dalam membuat peraturan-peraturan yang akan diterapkan dalam kegiatan berwisata, sehingga cerminan syariat Islam dapat dilihat dari segala aspek kegiatan.

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan dan direkomendasikan saran-saran sebagai berikut:

Dari 5 (lima) obyek wisata yang diteliti dapat diketahui bahwa obyek wisata Pantai Pasir Putih memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata andalan kota Tapaktuan sesuai dengan konsep Community Based Tourism (CBT) yaitu dari dimensi ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, dari dimensi sosial, dapat menimbulkan rasa kebanggaan masyarakat akan adanya objek wisata ini sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal, dari dimensi budaya, masyarakat dapat mengenalkan budaya yang ada apada mereka dan terbuka untuk budaya yang ingin masuk tanpa melupakan budaya yang ada dan tidak terpengaruh dengan budaya yang masuk, dari dimensi lingkungan, masyarakat berkomitmen untuk tidak merusak lingkungan sekitar objek wisata dengan cara tidak menebang pepohonan atau tumbuh-tumbuhan yang sudah ada serta menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Sedangkan dari dimensi politik adanya perhatian khusus yang telah pemerintah berikan kepada objek wisata ini dan adanya hak untuk masyarakat lokal dalam mengelola objek wisata ini.

Keberhasilan penerapan prinsip sosial CBT dalam pengembangan wisata ditandai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat dapat diukur dari persepsi komunitas tentang pengembangan wisata yang merefleksikan peningkatan kualitas hidup, kepuasan komunitas, serta keterlibatan individu dan organisasi/kelembagaan setempat.

Sektor pariwisata di Pantai Pasir Putih menunjukkan perkembangan cukup pesat jika dilihat dari tumbuhnya usaha produktif sektor pariwisata yang mampu menyerap tenaga kerja. Disekitar obyek wisata Pantai Pasir Putih terdapat penginapan berupa losmen dan warung makan serta kios-kios kecil yang dikelola secara pribadi oleh masyarakat sekitar maupun secara kelompok melalui koperasi. Dengan adanya losmen Pasir Putih dan warung makan diharapkan dapat meningkatkan prasarana tempat wisata sehingga mendukung tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung dan berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang mengacu kepada adanya peraturan syariat Islam didalamnya, maka pariwisata Aceh Selatan dapat dikembangkan dengan taraf nasional. Karena wisatawan manca negara tidak dibenarkan untuk berpakaian minim, oleh sebab itu pariwisata bertaraf international belum bisa diterapkan.

6.2 Rekomendasi

Dari berbagai masalah yang dihadapi dalam pengembangan objek wisata di Aceh Selatan, dapat ditarik beberapa solusi penyelesaian. yaitu: pemerintah hendaknya lebih memperhatikan masalah pengembangan objek wisata yang ada di Aceh Selatan . Dari segi ekonomi pemerintah hendaknya mendukung masyarakat

untuk lebih mandiri secara ekonomi dengan membangun adanya koperasi desa yang dananya dari pemerintah, dengan membangun pasar rakyat agar rakyat dapat berjualan untuk medukung kegiatan pariwisata, dengan dibangunnya suatu hotel/resort yang nantinya masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan nya seperti menjadi pekerja dihotel/resort tersebut, dan lain- lain.

Dari aspek sosial hendaknya pemerintah juga ikut dalam mempromosikan objek wisata serta keunikkan masyarakat lokal sehingga bukan hanya atraksi objek wisata saja tetapi keunikkan masyarakat lokal dengan segala peraturan syariat Islam yang ada didalamnya juga dapat dikenal oleh wisatawan.

Dari budaya seharusnya pemerintah ikut serta dalam mempromosikan budaya yang ada dimasyarakat setempat juga melakukan kegiatan-kegiatan khususnya dan pagelaran yang menampilakan budaya-budaya yang ada, dari aspek lingkungan di harapakan masyarakat untuk lebih sadar lagi menjaga kebersihan lingkungan, dan tidak segan-segan untuk memberikan himbuan kepada pengunjung untuk tetap menjaga kebersihan, dan dari aspek politik hal ini dapat memberikan anggaran lebih untuk objek wisata ini untuk mengembangkan dan melengkapi sarana dan prasarana yang kurang.

Merubah opini masyarakat yang beranggapan bahwa objek wisata itu identik dengan maksiat, yaitu salah satunya dengan cara mengembangkan objek-objek wisata alam Aceh Selatan yang berbasiskan syariat Islam. Dimana setiap penikmat wisata Aceh Selatan diharuskan mamatuhi dan memperhatikan etika-etika adat istiadat yang sesuai dengan aturan Islam.

Model pariwisata yang direkomendasikan adalah model “Wisata Syariah”, model wisata ini sangat cocok untuk diterapkan diobjek wisata Pantai Pasir Putih khususnya dan objek-objek wisata lainnya, karena mengacu kepada penerapan syariat Islam yang berlaku di Aceh Selatan. Seperti, adanya pembedaan antara kolam pria dengan kolam wanita, adanya hotel atau penginapan yang melarang yang bukan suami istri berada dalam satu kamar, adanya larangan untuk tidak menjual, membawa minuman keras, dan lainya. Azas dan landasan kebudayaan Islam di Aceh, sama dengan dasar dan kebudayaan Islam dimana saja.

Hal ini disimpulkan dalam sebuah Hadih maja yang merupakan jalan hidup orang Aceh semenjak berabad-abad yang lalu, berbunyi “adat bak po teumeureuhoom, hukoom bak syahkuala. Hukom ngon adat lage zat ngon sifet.” yang artinya adat berasal dari pemangku kekuasaan, hukum/budaya Islam berasal dari ulama-ulama. Adat dan hukum Islam seperti zat dengan sifatnya. Ini menggambarkan bahwa setiap peraturan harus berdasarkan oleh syariat Islam. Jadi, secara sederhana wisata syariah berarti sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan wisata, bersenang-senang atau liburan yang masih dalam koridor Islam.

Tersedianya makanan dan minuman yang halal, hotel syariah, dan tata cara melakukan kegiatan wisata yang berlandaskan oleh syariat Islam. Model wisata ini menyuguhkan karakteristik yang unik dari daerah wisata, dimana adat-istiadat yang turun-temurun masih tetap dilakukan dan budaya Islami yang ditonjolkan menjadikan salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung di daerah objek wisata ini.

Melakukan promosi-promosi yang menggambarkan suatu keadaan dimana Aceh Selatan memiliki masyarakat yang sangat bersahabat dan menerima pendatang-pendatang serta mengembangkan asumsi bagi calon pengunjung wisata bahwa Aceh Selatan merupakan daerah yang aman.

Semestinya juga pemerintah daerah khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan menampung ide-ide yang kreatif dari segala lapisan masyarakat, seperti organisasi atau komunitas-komunitas pemerhati wisata sehingga ide-ide atau konsep yang mereka miliki dapat menjadi masukkan bagi dinas terkait dalam memajukan pariwisata.

Dinas terkait diharapkan sangat aktif dalam menjaring ide dari lapisan masyarakat, karena kegiatan pariwisata tidak lepas dari masyarakat sehingga apa yang diinginkan oleh masyarakat dapat terakomodir oleh dinas terkait dan nantinya dengan melibatkan masyarakat, organisasi/komunitas yang ada dapat menciptakan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sehingga pembangunan pariwisata terlaksana sesuai aturan dan keinginan masyarakat.

Anstrand, M. 2006. “Community-Based Tourism and Socio-Culture Aspects Relating to Tourism a Case Study of a Swedish Student Excursion to Babati (Tanzania”). Laporan. Tidak diterbitkan.

Ardika, I Wayan. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan: Refleksi dan Harapan di Tengah Perkembangan Global. Denpasar. Universitas Program Studi Magister Kajian Pariwisata. Program PascasarjanaUniversitas Udayana.

BRA, Baskoro, dan Cecep Rukendi. 2008. Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Kepariwisataan Vol 3 No 1.

Cooper, et. al. 2005. Tourism Principle and Practice, 3nd ed. Prentice Hall, Newyork.

Darmaji, R.S. 1992. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta. PT. Pradnya.

Davidson, Rob and Maitland, R. 1997. Tourism Destinations, Hodder & Stoughton, London

Eagles, Paul F. J. and McCool, Stephen F. 2002. Tourism in National Parks and Protected Areas; Planningand Management, CABI Publishing, UK

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta

Garrod, Brian, Local Partisipation in the Planning and Management of Eco-tourism: A Revised Model Approach (Bristol: University of the West of Eng-

Land, 2001)

Hall, M.C. Dan Page J. 1999. The Geography of Tourism and Recreation Environment, Place and Space. London: Routledge

Hausler, N. 2005. “Definition of Community Based Tourism “ Tourism Forum International at the Reisepavillon. Hanover 6 Pebruari 2005.

Hatton, M.J. 1999. Community Based Tourism in the Asia-Pacific, Canada: School of Media Studies a at Humber College.

Inskeep, Edward. 1991. Tourism Planning: An Integrated and sustainable Approach. Van Nostrand Reinhold. New York, Inc.

Muller, T.E. and O’Cass, A. 2001. Targeting the young at heart: seeing senior vacationers the way they see themselves. Journal of Vacation Marketing 7. Murphy, P.E. 1985. Tourism A Community Approach. London and New York: Longman

Nasikun. 2001. Bahan Kuliah ; Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Magister Administrasi Publik. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Natori, Masahito. 2001. A Gudebook For Tourism Based Community Development. Aptec Osaka-Japan.

Nugroho, Agung Murti. 2004. Elemen Desain Tanggap Iklim pada Arsitektur

Kolonial di Malang. Penelitian, Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya

Malang.

Pantin, D dan Francis, J. 2005. Community Based Sustainable Tourism. UK: UWISEDU.

Pendit, Nyoman S. 2002. Ilmu Pariwisata, Jakarta. Pt. Pradnya Paramita.

Pitana, I Gede. 2009. Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologis terhadap struktur, sistem, dan dampak-dampak pariwisata. Yogyakarta. Andi Offset

Poerwanto. 2004. Geografi Pariwisata dalam Diktat Kuliah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Universitas Jember.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataa.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Richardson, John and Martin Fluker. 2004. Understanding and Managing Tourism. Australia: Person Education

Sastropoetro. Santoso. 1998. Partisipasi, Komunikasi Dan Persuasi Dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung. Alumni

Sharpley, A.N. 2000. Agriculture and Phosphorus Management: the Chesapeaks Bay. CRC Press LLc. Boca Raton

SNV and University of Hawaii. 2005. A Toolkit for Monitoring and Managing Community-Based Tourism

Soin, H. 2012. Potensi Ekowisata Pantai Kabori Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari. (tidak di terbitkan).

Spillane, James.1993. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta. Kanisius.

Suansri, Potjana. 2003. Community Based Tourism Handbook. Thailand : REST Project

Suwantoro, G. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. ANDI. Yogyakarta.

Timothy, D.J. 1999. Participatory Planning a View of Tourism in Indonesia. Annuals Review of Tourism Research.

Timothy, D. J. and Boyd, S. W. 2003. Heritage Tourism, Pearson Education, England

United Nation. 2002. The Johannesburg Declaration of Sustainable Development. Word Summit on Sustainable Development.

United Nation-World Tourism Organization. 2005.Tourism Highlight 2005,

UN-WTO, Madrid

UNEP and WTO. 2005. Making Tourism More Sustainable: a Guide for Policy Makers, tidak diterbitkan.

World Tourism Organization .1999.Tourism Market Trends. Madrid:WTO.

Yaman, Amat Ramsa & A. Mohd, “Community -based Ecotourism: New Proposition for Sustainable Development and Environment Conservation in Malaysia, dalam Journal of Applied Sciences IV (4), 2004:583-589.

Yoeti, Oka. 2002. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta. PT Pradnya Paramita.

Dokumen terkait