• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah penelitian berada di ibu kota Kabupaten Aceh Selatan yaitu Tapaktuan. Tapaktuan merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Selatan yang mudah ditempuh dari Medan ibu kota Sumatera Utara dan Banda Aceh ibu kota provinsi Aceh, dengan menggunakan kendaraan umum seperti bus, mini bus, dan taxi. Disamping itu Tapaktuan juga dapat ditempuh melalui udara dari Medan atau Banda Aceh. Perjalanan yang menarik adalah melalui darat menyelusuri kaki bukit barisan serta menawarkan sejuta pemandangan indah yang menakjubkan seperti pada Gambar 4.1, dan 4.2.

Gambar 4.2 Tapaktuan di tempuh melalui Medan

4.1.1. Geografis dan administratif Kota Tapak Tuan

Secara geografis kedudukan wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak pada salah satu kawasan andalan pesisir pantai Barat-Selatan Provinsi Aceh, dimana sebagian besar kawasan permukiman perkotaannya berbatasan langsung dengan laut dan pesisir pantai Barat-Selatan.

Kabupaten Aceh Selatan terletak pada garis 020 23’ 24”-030 44’ 24” LU dan 960 57’ 36”-970 56’ 24” BT, dengan luas daerah 4.185,56 Km2 atau 418.556 Ha, dengan batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya, sebelah Selatan berbatasan dengan kota Subulussalam dan Kabupaten Singkil, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Selatan Sumber: BAPPEDA Kabupaten Aceh Selatan, 2013

Secara administratif Kabupaten Aceh Selatan dibagi menjadi 18 kecamatan dengan jumlah desa 248 yang terdiri dari 43 mukim. Untuk lebih jelasnya pembagian kecamatan dapat dilihat pada Table 4.1.

Tabel 4.1 Nama, Luas Wilayah Per-Kecamatan, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk

No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Desa Jumlah

Penduduk 1 Trumon 44.065 10,23 12 5395 2 Trumon Tengah 43.285 10,05 10 5010 3 Trumon Timur 32.509 7,55 8 10351 4 Bakongan 7.883 1,83 5 10899 5 Kota Bahagia 18.645 4,33 10 4210 6 Bakongan Timur 19.582 4,55 7 5210 7 Kluet Selatan 11.463 2,66 17 12419 8 Kluet Timur 45.992 10,68 7 8565 9 Kluet Utara 7.370 1,71 19 22098

Tabel 4.1 (Lanjutan)

No Kecamatan Luas (Ha) Persentasi Desa Jumlah

pendudduk 10 Pasie Raja 10.037 2,33 20 15552 11 Kluet Tengah 78.951 18,33 13 6120 12 Tapaktuan 10.203 2,37 15 22463 13 Samadua 10.666 2,48 28 14421 14 Sawang 19.781 4,59 15 13662 15 Meukek 46.533 10,8 22 18147 16 Labuhanhaji 5.383 1,25 16 11863 17 Labuhanhaji Timur 9.448 2,19 11 9366 18 Labuhanhaji Barat 8.904 2,07 13 15472

Sumber: Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2012 4.1.2 Topografi dan klimatologi

Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan sangat bervariasi, terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal (Gambar 4.4). Dari data yang diperoleh, kondisi topografi dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63,45%, sedangkan berupa dataran hanya sekitar 34,66% dengan kemiringan lahan dominan adalah pada kemiringan kemiringan 40% dengan luas 254.138.39 ha dan terkecil kemiringan 8-15% seluas 175.04 hektar selebihnya tersebar pada berbagai tingkat kemiringan. Dilihat dari ketinggian tempat (diatas permukaan laut) ketinggian 0-25 meter memiliki luas terbesar yakni 152.648 hektar (38,11%) dan terkecil adalah ketinggian 25-00 meter seluas 39.720 hektar (9,92%).

Gambar 4.4 Toprogafi Kota Tapaktuan melalui foto citra satelit quik bird Sumber: BAPPEDA Kab. Aceh Selatan

Sementara itu, sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Aceh Selatan adalah podzolik merah kuning seluas 161,022 hektar dan yang paling sedikit adalah jenis tanah regosol (hanya 5,213 ha).

4.1.3 Demografi

Kabupaten Aceh Selatan memiliki 3 suku asli, yaitu suku Aceh (60%), suku Aneuk Jamee (30%) dan suku Kluet (10%). Suku Aneuk Jamee merupakan para perantau Minangkabau yang telah bermukim disana sejak abad ke-15. Walau sudah

tidak lagi menggunakan sistem adat matrilineal, namun mereka masih menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Aceh (Bahasa Aneuk Jamee) dalam percakapan sehari-hari. Persebaran penduduk berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Persebaran Suku Bangsa di Tapak Tuan

No Suku Bangsa Kecamatan

1 Suku Aceh

Sawang, Meukek, Pasie Raja, Kluet Utara, Bakongan, Bakongan Timur, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Tengah, dan Trumon Timur

2 Suku Aneuk Jamee

Kluet Selatan, Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji Timur, Samadua, Tapak Tuan 3 Suku Kluet Kluet Timur, Klut Tengah, Kluet Utara, dan Kluet

Selatan

Sumber: BPS Kabupaten Aceh selatan, 2012

4.1.4 Kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat

Mayoritas penduduk di Tapaktuan beragam Islam, akan tetapi ada sebagian kecil penduduk yang beragama Kristen dan Budha. Perbedaan keyakinan ini dikarenakan beragamnya etnis yang berdomisili, seperti etnis Cina. Selain suku Aceh yang mendominasi di Tapaktuan, terdapat juga suku batak, minang, dan jawa, ini menambah keanekaragaman budaya yang ada di Tapaktuan. Kerukunan, gotong-royong, keramah tamahan masyarakat daerah setempat yang membuat semakin kondusif dan tangguh secara sosial kemasyarakatan dalam menyikapi globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu cepat.

Kondisi ekonomi masyarakat dapat dilihat dari aspek mata pencaharian dan pendidikan. Kegiatan perekonomian dan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

bekerja pada pemerintahan dan sebagian kecil mengandalkan sektor pertanian dan kelautan, gambaran ini sesuai dengan keadaan topografi Tapaktuan. Karakteristik budidaya pertanian yang menonjol adalah pertanian lahan kering dengan budidaya tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Pada pertanian lahan basah hanya ditanami tanaman pangan yaitu padi, pada pertanian budidaya perkebunan jenis tanaman yang ditanam adalah karet, kelapa, nilam, kelapa sawit, pala, pinang, kopi, dan lain-lain. Tapi diantara tanaman perkebunan yang dihasilkan, yang sangat baik produksinya adalah tanaman pala, sehingga tak jarang Tapaktuan dijuluki sebagai Kota Pala.

Keanekaragaman yang terdapat di Tapaktuan, bukan hanya dari segi etnis dan suku penduduknya saja, tetapi dari segi kebudayaan. Tapaktuan juga memiliki banyak kegiatan adat istiadat dan kebudayaan yang sampai saat ini masih rutin dilakukan, yaitu: Upacara Tulak Bala yaitu, rangakaian upacara adat masyarakat Aceh Selatan yang bermukim di tepi laut atau sepanjang aliran sungai. Upacara ini dimaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat, setan atau jin yang berkeliaran dan bersarang di mana-mana. Masyarakat berbondong-bondong menuju tempat upacara dengan menggunakan baju baru, membawa makanan dan minuman, serta peralatan yang diperlukan saat bersantai. Sebuah rakit yang terbuat dari pohon pisang dimana telah terdapat tujuh bungkus nasi putih, seekor ayam putih dan segala macam jenis kue yang dikaitkan di rakit tersebut. Setelah menyanyantap makanan yang dibawa, seluruh sisa makanan masyarakat dikumpulkan dan diletakkan di atas rakit, dan para masyarakat satu persatu dipercikkan air peusijuk dan rakitpun dihanyutkan ke lautan

sambil pemimpin upacara adat membaca doa. Dari kejauhan masyarakat tetap melihat rakit yang dihanyutkan terombang-ambing dibuai arus, setiap gerakan rakit mengandung makna. Setelah rakit di lepas semua masyarakat yang mengikuti upacara harus mandi bersama memebersihkan badan agar semua penyakit larut terbawa arus laut/sungai.

Tradisi Makan-makan, yaitu tradisis budaya dilakukan pada saat menyambut bulan puasa tepatnya sehari sebelum puasa. Tradisi Meugang, adalah tradisi adat Aceh dalam menyambut bulan puasa, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dimana semua masyarakat pada hari ini memasaka jenis makanan seperti, daging, ayam, ketupat, dan lemang.

Kebiasaan baru yang lagi marak beberapa tahun belakangan ini sejak diberlakukannya syariat Islam di Provinsi Aceh dimana dinas terkait dalam hal ini adalah Dinas Syariat Islam melakukan razia terhadap masyarakat yang melanggar peraturan syariat Islam yang berlaku, razia dilakukan misalnya bagi kaum wanita tidak menggunakan jelbab saat keluar rumah, memakai pakaian ketat, memakai celana ketat, sedangkan untuk kaum pria dilarang menggunakan celana pendek di atas lutut saat keluar rumah, dilarang berdua-duaan bagi pasangan yang bukan muhrim ditempat yang sepi, dilarang membuka toko atau berjualan pada saat shalat jumat, dan banyak lagi aturan-aturan yang harus ditaati dalam konteks syariat Islam, dan semua aturan yang sudah ada apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, dan sanksi tersebut bisa berupa hukuman cambuk dan

kurungan penjara, tapi untuk kasus-kasus tertentu hukuman bisa berupa peringatan saja.

Rencana pengembangan pariwisata di Tapaktuan terus bergulir. Perencanaan demi perencanaan terus dibuat, namun dalam realisasi rencana pengembangan pariwisata di Tapaktuan masih banyak mengalami hambatan. Salah satunya adalah faktor budaya masyarakat yang berpegang pada syariat Islam. Sebagaimana yang kita ketahui Provinsi Aceh sudah beberapa tahun belakang menerapkan Syariat Islam, qanun-qanun tentang berbagai bidang dibuat yang mengacu pada penerapan Syariat Islam di dalamnya. Tapaktuan adalah ibu kota Kabupaten Aceh Selatan yang merupakan salah satu dari Kabupaten yang ada di Provinsi Aceh, yang secara otomatis juga menerapkan syariat Islam. Sehingga syariat Islam menjadi persoalan tersendiri dalam peningkatan kinerja pariwisata.

Banyaknya peraturan, larangan, serta batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh wisatawan ketika hendak berwisata, menjadikan para wisatawan mengalami penurunan minat untuk berwisata, khususnya wisatawan dari luar daerah. Hal ini tentu saja kontras dengan karakter kawasan pariwisata yang sangat kental dengan sifat terbuka tanpa mengenal banyaknya peraturan, batasan, dan larangan-larangan.

Disatu sisi, pemerintah mendorong pariwisata sebagai salah satu sektor andalan kabupaten, dimana pemerintah giat memfasilitasi pengembangan infrastuktur pariwisata diobjek wisata andalan, disisi lain adanya peraturan dan norma-norma yang harus dipatuhi oleh wisatawan pada saat berwisata.

Sekilas hal ini tidak tampak kontradiktif, namun ketika kedua aktivitas ini (pariwisata dan syariat Islam) bertemu di lapangan, maka akan terjadi dilema, sehingga banyaknya wisatawan khususnya dari luar daerah tidak berminat untuk datang ke kawasan wisata tersebut. Dan ini tentu saja berdampak bagi kinerja pariwisata yang diharapkan nantinya menjadi salah satu sektor pendukung pembangunan Kota Tapaktuan.

Dokumen terkait