TESIS
Oleh
RESKY RUSNANDA
117020003/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
RESKY RUSNANDA
117020003
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN POTENSI WISATA KOTA TAPAKTUAN
BERBASIS MASYARAKAT LOKAL
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 12 Agustus 2014
LOKAL
NAMA MAHASISWA : RESKY RUSNANDA
NOMOR POKOK : 117020003
PROGRAM STUDI : ARSITEKTUR
BIDANG KEKHUSUSAN : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD) (Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Ir.Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD Anggota : 1. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD
2. Ir. Morida Siagian, MURP, PhD
pariwisata mampu mendorong masyarakat untuk terlibat secara aktif. Kota Tapaktuan dilihat dari potensi alamnya, sektor pariwisata sangat produktif untuk dikembangkan, ditambah lagi dengan kultur masyarakat lokalnya yang kental dan ramah. Hanya saja permasalahan yang terjadi saat ini adalah pengembangan pariwisata di Tapaktuan yang belum optimal, adanya ketimpang tindihan dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di setiap objek wisata, menyebabkan objek wisata yang memiliki potensi tinggi menjadi terabaikkan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi objek wisata manakah yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata andalan yang berbasis masyarakat lokal (Community Based Tourism). Adapun objek wisata yang diteliti adalah objek wisata yang ada di Tapaktuan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran, dengan cara observasi lapangan terhdapa objek wisata, Wawancara mendalam kepada informan yang terkait, dan kuisioner yang di bagikan kepada masyarakat lokal dan pengunjung objek wisata. Hasil dari penelitian ini adalah dari 5 (lima) obyek wisata yang diteliti dengan mengunakkan konsep Community Based Tourism, dapat disimpulkan bahwa obyek wisata Pantai Pasir Putih memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan sesuai dengan konsep Community Based Tourism, yang memperhatikan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan politik. Dari segi sosial peningkatan kebanggaan komuitas terhadap objek wisata ini sangat tinggi, dari segi ekonomi dengan adanya objek wisata ini dapat meningkatkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, segi budaya masyarakat dapat memperkenalkan budaya lokal kepada pengunjung, segi lingkungan masyarakat lokal masih mempertahankan keaslian daerah sekitar, dan dari segi politik adanya pembagian hasil yang adil antara pemerintah dan masyarakat lokal.
to encourage people to be actively involved in it. Viewed from it natural potency, Tapaktuan has productive tourism sector which can be developed; besides that, its local people are very friendly. However, the problem is that tourism development at Tapaktuan is not optimal because there is an overlapping in the management and development of tourism in every tourism object which causes tourism object which has high potency to be neglected. The objective of the research was ti identify which tourism object that had high potency to be developed as reliable tourism object, based on Community Based Tourism. The population was tourism objects at Tapaktuan.
The research use mix method by conducting field observation on tourism objects an in-depth interviews whit related information, and distributing questionnaires to the local people and the tourists. The result of the research showed that of the five tourism objects which werw analyzed by using Community Based Tourism, Pantai Pasir Putih tourism object had high potency by considering social, it was found that the local people’s pride of tourism object was very high; from the economy aspect, they could increase their field of employment; from the cultural aspect, the could introduce the local culture to visitors; from the environmental aspect, the could maintan the originality of their neighborhood; and from the political aspect, there were equal profit sharing between the government anda the local people.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat Hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan Judul “Kajian Potensi Wisata Kota Tapaktuan, Berbasis Masyarakat Lokal”. yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan dan menempuh studi pada Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota, Universitas Sumatera Utara, Medan.
ayahnda dan ibunda kepada penulis sehingga terpenuhi segala keinginan dan kebutuhan penulis, serta kepada kedua adinda Ronny Rusnanda, ST dan Rully Rusnanda, SE terima kasih telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Dan tak lupa pula kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa Manajemen Pembangunan Kota angkatan 2011 terima kasih atas kerja samanya, dan kepada seluruh pihak yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikkan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis juga menyadari bahwa di dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis masih mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Terimakasih.
Medan, 12 Agustus 2014 Penulis,
Nama : Resky Rusnanda
Alamat : Jl. T. Chik Ditiro No. 5A Kp.Hulu Tapaktuan
Aceh Selatan.
Tempat Tanggal Lahir : Tapaktuan, 15 Juni 1988 Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia Anak Ke : Ke-1 dari 3 bersaudara
Nama Ayah : Rusnan, SH
Nama Ibu : Hj. Rostianti, SE Nama Saudara Kandung : 1. Ronny Rusnanda, ST
2. Rully Rusnanda, SE
Pendidikan Formal : 1. SD Negeri 1 Tapaktuan (2000) 2. SLTP Negeri 1 Tapaktuan (2003) 3. SMA Negeri 1 Tapaktuan (2006)
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR... ... x
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.1.1 Pembangunan kota dan pengembangan pariwisata. ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Ruang Lingkup... ... 5
1.5.1 Ruang lingkup wilayah penelitian... ... 5
1.5.2 Ruang lingkup kajian ... 5
1.6 Kerangka Pemikiran ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pariwisata ... 8
2.2.1 Ciri-ciri Community Based Tourism ... 19
2.2.2 Prinsip-prinsip Community Based Tourism. ... 20
2.3 Wisata Kota sebagai Alternatif Pembangunan Kota... ... 26
2.4 Penelitian Terdahulu... ... 30
2.5 Kesimpulan Kajian pustaka... ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.2 Variabel Penelitian ... 34
3.3 Populasi dan Sampel ... 36
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39
3.5 Metoda Analisa Data... ... 41
3.6 Kerangka Metode Analisis... ... 45
BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN ... 47
4.1 Kawasan Penelitian ... 47
4.1.1 Geografis dan administrasi Kota Tapaktuan ... 48
4.1.2 Topografi dan klimatologi ... 50
4.1.3 Demografi ... 51
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76
5.1 Karakteristik Responden ... 76
5.2 Hasil Penelitian ... 78
5.2.1 Analisis CBT berdasarkan dimensi ekonomi ... 78
5.2.1.1 Analisis hubungan dimensi ekonomi dengan variabel atraksi ... 81
5.2.1.2 Analisis hubungan dimensi ekonomi dengan variabel aksesibilitas... ... 86
5.2.1.3 Analisis hubungan dimensi ekonomi dengan variabel amenitas... ... 91
5.2.2 Analisis CBT Berdasarkan Dimensi Sosial... ... 95
5.2.2.1 Analisis hubungan dimensi sosial dengan variabel atraksi... ... 98
5.2.2.2 Analisis hubungan dimensi sosial dengan variabel aksesibilitas ... 103
5.2.2.3 Analisis hubungan dimensi sosial dengan variabel amenitas ... 106
5.2.3 Analisis CBT Berdasarkan Dimensi Budaya ... 109
5.2.3.3 Analisis hubungan dimensi budaya dengan
variabel amenitas ... 121
5.2.4 Analisis CBT Berdasarkan Dimensi Lingkungan ... 124
5.2.4.1 Analisis hubungan dimensi lingkungan dengan
variabel atraksi ... 127 5.2.4.2 Analisis hubungan dimensi lingkungan dengan
variabel aksesibilitas ... 130 5.2.4.3 Analisis hubungan dimensi lingkungan dengan
variabel amenitas ... 134
5.2.5 Analisis CBT Berdasarkan Dimensi Politik ... 137
5.2.5.1 Analisis hubungan dimensi politik dengan
variabel atraksi ... 141 5.2.5.2 Analisis hubungan dimensi politik dengan
variabel aksesibilitas ... 146 5.2.5.3 Analisis hubungan dimensi politik dengan
variabel amenitas... ... 149
6.2 Rekomendasi ... 159
DAFTAR PUSTAKA ... 163
Nomor Judul Hal
1.1. Kerangka Pemikiran ... 7
2.1 Kerangkan Teori ... 32
3.1 Kerangka Analisis ... 46
4.1 Tapaktuan Ditempuh Melalui Banda Aceh ... 47
4.2 Tapaktuan Ditempuh Melalui Medan ... 48
4.3 Administrasi Kabupaten Aceh Selatan ... 49
4.4 Topografi Kota Tapaktuan Melalui Citra satelit quik bird ... 51
4.5 Lokasi Ke Lima Objek Wisata ... 59
4.6 Tapak Kaki Tuan Tapa dan Makam Tuan Tapa ... 60
4.7 Akses menuju Gunung Lampu Tuan Tapa ... 61
4.8 Warung makan disekitar gunung lampu tuan tapa ... 62
4.9 Pemandian Air Terjun Tingkat tujuh ... 63
4.10 Kondisi jalan menuju Air Terjun Tingkat Tujuh ... 63
4.11 Pantai Rindu Alam ... 64
4.12 Kondisi jalan dan cafe pantai rindu alam ... 65
4.13 Pantai Pasir Putih ... 65
4.17 Pantai Pasir Putih dilihat dari citra spot ... 70
4.18 Objek wisata pemandian ie seujuk ... 71
5.1 Persepsi Responden Tentang CBT Variabel Ekonomi ... 81
5.2 Persepsi Responden Tentang AnalisisCBT Variabel Sosial ... 98
5.3 Persepsi Responden Tentang Analisis CBT Variabel Budaya ... 113
5.4 Persepsi Responden Tentang Analisis CBT Variabel Lingkungan .... 127
5.5 Persepsi Responden Tentang Analisis CBT Variabel Politik ... 141
Nomor Judul Hal
2.1 Komponen Objek Wisata ... 15
2.2 Komponen Objek dan Daya Tarik Wisata ... 16
2.3 Prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) ... 24
2.3 Prinsip-prinsip (lanjutan) ... 25
2.4 Prinsip-prinsip CBT yang digunakan dalam penelitian ... 25
2.5 Penelitian Terdahulu ... 31
3.1 Variabel Community Based Tourism (CBT) ... 35
3.2 Variabel Objek Daya Tarik Wisata ... 35
3.3 Jumlah Kuisioner Berdasarkan Karakteristik Sampel ... 38
3.4 Karakteristik Sampel dan Jumlah Responden ... 39
3.5 Data Sekunder yang Digunakan Dalam Penelitian ... 41
3.6 Variabel dan indikator Community Based Tourism ... 42
4.1 Nama, Luas Wilayah Per-kecamatan, Jumlah Desa dan Penduduk .. 49
4.1 Nama, Luas Wilayah Per-kecamatan, Jumlah Desa dan Penduduk (lanjutan) ... 50
4.2 Persebaran Suku Bangsa di Tapak Tuan ... 52
4.3 Objek dan Jenis Wisata di Kabupaten Aceh Selatan ... 57
4.4 Jumlah Wisatawan ... 58
4.5 Atraksi Wisata ... 72
4.6 Atraksi Budaya ... 73
4.7 Kondisi Aksesibilitas ... 74
4.8 Keanekaragaman Amenitas ... 75
5.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 76
5.2 Persepsi Responden Tentang variabel Ekonomi ... 79
5.3 Persepsi responden Tentang Variabel Sosial ... 96
5.4 Persepsi Responden tentang Variabel Budaya ... 111
5.5 Persepsi Responden Tentang Variabel Lingkungan ... 125
5.6 Persepsi Responden Tentang Variabel Politik ... 139
pariwisata mampu mendorong masyarakat untuk terlibat secara aktif. Kota Tapaktuan dilihat dari potensi alamnya, sektor pariwisata sangat produktif untuk dikembangkan, ditambah lagi dengan kultur masyarakat lokalnya yang kental dan ramah. Hanya saja permasalahan yang terjadi saat ini adalah pengembangan pariwisata di Tapaktuan yang belum optimal, adanya ketimpang tindihan dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di setiap objek wisata, menyebabkan objek wisata yang memiliki potensi tinggi menjadi terabaikkan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi objek wisata manakah yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata andalan yang berbasis masyarakat lokal (Community Based Tourism). Adapun objek wisata yang diteliti adalah objek wisata yang ada di Tapaktuan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran, dengan cara observasi lapangan terhdapa objek wisata, Wawancara mendalam kepada informan yang terkait, dan kuisioner yang di bagikan kepada masyarakat lokal dan pengunjung objek wisata. Hasil dari penelitian ini adalah dari 5 (lima) obyek wisata yang diteliti dengan mengunakkan konsep Community Based Tourism, dapat disimpulkan bahwa obyek wisata Pantai Pasir Putih memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan sesuai dengan konsep Community Based Tourism, yang memperhatikan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan politik. Dari segi sosial peningkatan kebanggaan komuitas terhadap objek wisata ini sangat tinggi, dari segi ekonomi dengan adanya objek wisata ini dapat meningkatkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, segi budaya masyarakat dapat memperkenalkan budaya lokal kepada pengunjung, segi lingkungan masyarakat lokal masih mempertahankan keaslian daerah sekitar, dan dari segi politik adanya pembagian hasil yang adil antara pemerintah dan masyarakat lokal.
to encourage people to be actively involved in it. Viewed from it natural potency, Tapaktuan has productive tourism sector which can be developed; besides that, its local people are very friendly. However, the problem is that tourism development at Tapaktuan is not optimal because there is an overlapping in the management and development of tourism in every tourism object which causes tourism object which has high potency to be neglected. The objective of the research was ti identify which tourism object that had high potency to be developed as reliable tourism object, based on Community Based Tourism. The population was tourism objects at Tapaktuan.
The research use mix method by conducting field observation on tourism objects an in-depth interviews whit related information, and distributing questionnaires to the local people and the tourists. The result of the research showed that of the five tourism objects which werw analyzed by using Community Based Tourism, Pantai Pasir Putih tourism object had high potency by considering social, it was found that the local people’s pride of tourism object was very high; from the economy aspect, they could increase their field of employment; from the cultural aspect, the could introduce the local culture to visitors; from the environmental aspect, the could maintan the originality of their neighborhood; and from the political aspect, there were equal profit sharing between the government anda the local people.
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Pembangunan kota dan pengembangan pariwisata
Pembangunan sebagai proses perubahan yang terencana ke arah kondisi yang lebih baik dapat diartikan pula sebagai proses perbaikkan material maupun sosio-kultural dan usaha memajukkan kehidupan spiritual suatu masyarakat. Pembangunan daerah perkotaan tidak lepas dari defenisi pembangunan yang mencangkup pembangunan disektor lain yang dominan pada kota tersebut. Apabila pembangunan sektor pariwisata menjadi ukuran keberhasilan adalah pada besarnya pendapatan daerah, banyaknya jumlah hotel, dan taman rekreasi serta besarnya angka kunjungan wisatawan, tentu saja parameter keberhasilan tujuan industri pariwisata tidak dapat diukur dari sisi kuantitatif. Keberhasilan pariwisata dikaitkan dengan potensi pariwisata itu sendiri, dimana pariwisata mampu mendorong masyarakat terlibat secara aktif dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan, salah satunya penghasil utama devisa daerah (Murti Nugroho, Agung. 2004)
sektor tenaga kerja. Oleh karena itu meningkatnya perkembangan pariwisata akan membantu meningkatkan pembangunan kota.
Pariwisata merupakan salah satu potensi yang dapat mendukung kemajuan sebuah kota. Kota yang memiliki potensi pariwisata yang baik, serta memaksimalkan potensi tersebut, maka dapat menyerap manfaatnya salah satunya sebagai alat penarik invetasi, serta sebagai sumber daya ekonomi yang potensial untuk pembangunan kota yang lebih baik.
Kabupaten Aceh Selatan khususnya di kota Tapaktuan dilihat dari potensi alamnya, sektor pariwisata sangat produktif untuk dikembangkan, karena didukung oleh letak geografisnya, ditambah lagi dengan kultur masyarakatnya lokal yang kental dan ramah, hanya saja pengembangan pariwisata di Tapaktuan belum optimal.
Dalam pengembangan wisata selama ini, Tapaktuan cukup dikenal dengan objek wisata Tapak Kaki Tuan Tapa yang merupakan simbul dari Kota Tapaktuan dan juga bukti sejarah akan legenda Tapaktuan. Sedangkan objek wisata lain banyak yang belum dikenal sehingga belum dikembangkan secara optimal, padahal beberapa objek wisata di kota Tapaktuan mempunyai potensi wisata yang cukup besar. Dengan potensi wisata yang cukup besar tersebut, sebenarnya Tapaktuan memiliki kesempatan untuk mengembangkannya sehingga dapat meningkatkan ekonomi daerah terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan kembali pemanfaatan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada.
Berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2011, salah satu wilayah wisata Kabupaten Aceh Selatan adalah Kecamatan Tapaktuan. Hal tersebut didasari oleh pertimbangan sejarah, potensi alam yang mendukung, dan karakteristik masyarakatnya. Ada beberapa titik yang menjadi fokus pengembangan pariwisata, diantaranya Gunung Lampu Tuan Tapa, Air Terjun Tingkat Tujuh, Taman Wisata Ie Seujuk, Pantai Rindu Alam dan Pantai Pasir Putih. Pemerintah telah menetapkan objek-objek wisata tersebut sebagai objek wisata yang memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Tapaktuan.
Pengembangan pariwisata di Tapaktuan banyak mengalami hambatan. Faktor adat dan budaya serta tradisi masyarakat lokal yang berpegang teguh pada syariat Islam menjadi persoalan tersendiri dalam peningkatan kinerja pariwisata di Tapaktuan. Padahal banyak sekali yang dapat kita manfaatkan dari pontensi masyarakat lokal salah satunya budaya yang ada serta tradisi masyarakat sekitar, yang dapat menjadi salah satu faktor untuk menarik wisatawan dan meningkatkan kegiatan pariwisata.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian (reseacrh questioner) yakni, diantara objek wisata yang ada, manakah objek wisata yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata andalan di kota Tapaktuan yang berbasis masyarakat lokal.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menemukan objek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata andalan di kota Tapaktuan yang berbasis masyarakat lokal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan umumnya dan Dinas Pariwisata khususnya, penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran dalam perencanaan pariwisata yang berbasis masyarakat lokal di kota Tapaktuan khususnya, Kabupaten Aceh Selatan umumnya.
Manajemen Pembangunan Kota Universitas Sumatera Utara, akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan.
1.5 Ruang Lingkup
1.5.1 Ruang lingkup wilayah penelitian
Adapun yang menjadi wilayah penelitian adalah objek wisata yang ada di Kota Tapaktuan, namun objek wisata yang dijadikan wilayah penelitian hanya 5 (lima) objek wisata dari 24 (dua puluh empat) objek wisata andalan yang ada di Tapaktuan. Ke 5 (lima) objek wisata tersebut adalah objek wisata Gunung Lampu Tuan Tapa, Air Terjun Tingkat Tujuh, Pantai Pasir Putih, Pantai Rindu Alam, dan Ie Seujuk.
1.5.2 Ruang lingkup kajian
1.6 Kerangka Pemikiran
Pengembangan pariwisata di Tapaktuan belumlah optimal, banyaknya objek wisata yang potensial terabaikan, tidak subyektif dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan merupakan salah satu faktor kurang berkembangnya objek wisata yang lainnya, masyarakat lokal juga tidak menjadi pertimbangan dalam pengembangan pariwisata. padahal masyarakat lokal sangat berpengaruh dalam perkembangan pariwisata karena keunikkan dan budaya yang ada di masyarakat menjadi salah satu faktor untuk menarik wisatawan. Sehingga masyarakat lokal dapat menikmati dampak dari pariwisata tersebut.
Maka penelitian ini ingin menemukan manakah objek wisata yang memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan sebagai objek wisata andalan di kota Tapaktuan yang berbasis masyarakat lokal.
Latar Belakang
− Melihat dari banyaknya objek wisata di tapaktuan serta masyarakatnya yang memiliki keunikkan dan kebudayaan yang kuat, seharusnya pengembangan pariwisata di tapaktuan terus meningkat. Namun sayangnya, adanya timpang tindih dalam pengembangan pariwisata antara satu objek dengan objek wisata lainnya, sehingga objek wisata yang memiliki potensi tinggi menjadi terabaikkan.
Rumusan Masalah
− Manakah objek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di antara objek -objek wisata yang ada di Tapaktuan yang berbasis masyarakat lokal?
Kajian Literatur
− Komponen Pariwisata
− Konsep CBT (Community Based Tourism) − Perencanaan Pariwisata
Analisis
− Identifikasi objek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata andalan di Tapaktuan sesuai dengan konsep CBT (Community Based Tourism) dan dikaitkan dengan Objek Daya Tarik Wisata (ODTW)
Metode Analisi Data
Metode Tabulasi dan Analisis SPSS
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Kajian Literatur
− Pariwisata
2.1 Pariwisata
Kajian tentang pariwisata belakangan ini sudah dilakukan oleh para peneliti yang mencermati hal-hal yang layak untuk diteliti. Beberapa kajian yang telah dilakukan telah dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah untuk menunjang khasanah kepariwisataan dan keilmuan. Aspek yang diteliti juga mencerminkan hal-hal yang bervariasi atau melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan berbagai disiplin ilmu.
Perkataan pariwisata berasal dari bahasa sansekerta dengan rangkaian suku kata “pari” = banyak, ditambah dengan “wis“ = melihat, dan “ata” = tempat. Jadi, pariwisata merupakan terjemahan dari “melihat banyak tempat”. Indonesia pada awalnya mengenal pariwisata dengan mempergunakan bahasa asing yaitu “tourism”. Perubahan istilah ”tourism” menjadi ”pariwisata” dipopulerkan ketika dilangsungkan Musyawarah Nasional (Darmaji, 1992).
dan tempat kerja, aktivitas yang dilakukan selama tinggal di tempat tersebut dengan menggunakan fasilitas yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan turis.
Pariwisata terdiri dari kegiatan orang, bepergian ke dan tinggal di tempat di luar lingkungan biasa mereka selama tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk bersantai, bisnis dan tujuan lain.(UNWTO, 1995, dikutip dari Richardson dan Fluker, 2004). Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan mendefenisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka wantu sementara. Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung sebagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Dari beberapa definisi tentang pariwisata, Darmaji berbependapat bahwa dari definisi yang dikemukaan oleh para ahli wisata dapat diambil unsur-unsur dari pariwisata itu sendiri, dan unsur-unsur tersebut adalah adanya kegiatan mengunjungi suatu tempat, bersifat sementara, ada sesuatu yang ingin dilihat dan dinikmati, dilakukan perseorangan atau kelompok, mencari kesenagan, dan adanya fasilitas di tempat wisata (Darmaji,1992).
perjalanan ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan, dan tujuan perjalanannya bukanlah untuk terlibat dalam kegiatan untuk mencari nafkah, pendapatan, dan penghidupan di suatu tempat tujuan; (3) Ketiga, tourist yaitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi (WTO, dalam Pitana: 2009).
2.1.1 Kawasan pariwisata
Berdasarkan UU No.9 Tahun 1990 dijelaskan bahwa pengertian kawasan wisata adalah suatu kawasan yang mempunyai luas tertentu yang dibangun dan disediakan untuk kegiatan pariwisata. Apabila dikaitkan dengan pariwisata air, pengertian tersebut berarti suatu kawasan yang disediakan untuk kegiatan pariwisata dengan mengandalkan obyek atau daya tarik kawasan perairan. Pengertian kawasan pariwisata ini juga diungkapkan oleh seorang ahli yaitu Inskeep (1991) sebagai area yang dikembangkan dengan penyediaan fasilitas dan pelayanan lengkap (untuk rekreasi/relaksasi, pendalaman suatu pengalaman/kesehatan).
meningkatkan devisa dari pariwisata dan mendayagunakan investasi yang ada disekitarnya dan mendorong kegiatan lain yang ada disekitarnya; (3) Ketiga, memiliki kemampuan untuk tetap melestarikan nilai warisan budaya, adat istiadat, kesenian dan mutu keindahan lingkungan alam; (4) Keempat, memiliki kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi (multiplier effect) dan sosial budaya; (5) Kelima, memiliki kemampuan berkembang sesuai segmen pasar mancanegara atau domestik (Sandy dalam Sastropoetro 1998).
2.1.2 Potensi dan daya tarik wisata
Potensi dan daya tarik wisata adalah salah satu yang menjadi faktor utama dalam pengembangan pariwisata. Pendit (2002) menerangkan bahwa potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat disebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya.
Pengertian daya tarik wisata menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I, pasal 5, juga mengemukakan pengertian dari daya tarik wisata yaitu daya tarik wisata” adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sementara dalam Bab I, pasal 10, disebutkan kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Sedangkan menurut Cooper terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata yaitu: (1) Pertama, atraksi (attractions), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukkan; (2) Kedua, aksesibilitas (accessibilities), seperti transportasi lokal dan adanya terminal; (3) Ketiga, amenitas atau fasilitas (amenities), seperti tersedianya akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan; (4) Keempat, ancillary services yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisatawan seperti organisasi manajemen pemasaran wisata(Cooper, 2005)
wisata dianggap sebagai campuran dari tiga komponen utama daya tarik, fasilitas ditempat tujuan dan aksesibilitas tujuan, yaitu:
Pertama, atraksi: elemen-elemen didalam suatu atraksi wisata yang secara luas menentukan pilihan konsumen dan mempengaruhi motivasi calon-calon pembeli diantaranya: atraksi wisata alam (meliputi bentang alam, pantai, iklim dan bentukan geografis lain dari suatu destinasi dan sumber daya alam lainnya), atraksi wisata buatan/binaan manusia (meliputi bangunan dan infrastruktur pariwisata termasuk arsitektur bersejarah dan modern, monument, trotoar jalan, taman dan kebun, pusat konvensi, marina, ski, tempat kepurbakalaan, lapangan golf, toko-toko khusus dan daerah yang bertema), atraksi wisata budaya, (meliputi sejarah dan cerita rakyat (legenda), agama dan seni, teater musik, tari dan pertunjukkan lain, museum dan beberapa dari hal tersebut dapat dikembangankan menjadi even khusus, festival, dan karnaval), atraksi wisata sosial, meliputi pandangan hidup suatu daerah, penduduk asli, bahasa, dan kegiatan-kegiatan pertemuan sosial.
kecantikan, pelayanan informasi, penyewaan perlengkapan dan kebijaksanaan pariwisata).
Ketiga, aksesibilitas: elemen-elemen ini adalah yang mempengaruhi biaya, kelancaran dan kenyamanan terhadap seorang wisatawan yang akan menempuh suatu atraksi, seperti infrastruktur, Jalan, bandara, jalur kereta api, pelabuhan laut, perlengkapan (ukuran, kecepatan, jangkauan dari sarana transportasi umum), faktor-faktor operasional seperti jalur/rute operasi, frekuensi pelayanan, dan harga yang dikenakan, peraturan pemerintah yang meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan transportasi.
Keseluruhan teori dari para hali wisata tentang produk atau komponen pariwisata dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komponen Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
No Nama Komponen Indikator
1 Cooper Atraksi Alam yang menarik, Kebudayaan, Seni Pertunjukan
Aksesibilitas Transportasi lokal
Amenitas Rumah makan Akomodasdi, Agen Perjalanan Ancilary Organisasi Kepariwisataan
2 Yoeti Attraction Ekonomi yang berkelanjutan. Accessibility Keberlanjutan ekologi.
Amenities Akomodasi, hotel, transportasi 3 Middleton Attraction Bentang alam, iklim, seni, bahasa
Amenitas Akomodasi, hotel, transportasi Aksesibilitas Infrastruktur, Jalan, Bandara, sarana
transportasi 4 Direktorat
Jenderal Pariwisata Indonesia
Attraction Tempat bersejarah, pemandangan, pameran Amenities Penginapan, restoran, .
Accessibility Tempat, Transportasi Touris
Organization
Lembaga yang mengatur Pariwisata 5 Mason
(dalam Poerwanto)
Attraction Bentang alam, iklim, seni, bahasa Amenitas Akomodasi, hotel, transportasi Aksesibilitas Infrastruktur, Jalan, Bandara, sarana
transportasi 6 Sugiyanto Daya Tarik
Obyek Wisata
Tingkat Keunikan, Nilai Obyek, Ketersediaan Lahan, Kondisi Fisik Obyek Wisata
Aksesibilitas Jarak dari jalan raya, Kondisi jalan, Kendaraan Menuju obyek
Amenitas Fasilitas Dasar (Watung Makan, MCK, Akomodasi) dan Fasilitas Pendukung (Listrik, Tempat Ibadah, Akses Komunikasi dan Tempat Parkir
Namun dalam penelitian ini, produk atau komponen pariwisata yang digunakan adalah berdasarkan teori Yoeti (2002), Middleton (2001), dan Peter Mason (di kutip dalam Purwanto, 2004) bahwa komponen produk wisata tetap berdasarkan atas tiga komponen utama yaitu daya tarik (attraction), fasilitas wisata (amenities), dan akses (aksesibilitas), seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komponen Objek Daya Tarik Wisata (ODTW)
No Variabel Indikator
1 Atraksi
1. Tempat Bersejarah (Dirjen Pariwisata) 2. Pemandangan(Cooper, 2005) dan
(Dirjen Pariwisata Indonesia). 3. Kebudayaan (Cooper, 2005),
(Middleton,2001), (Peter Mason, 2004), dan (Sugiyanto, 2004)
1. Transportasi Lokal Cooper, 2005), (Middleton,2001), (Dirjen Pariwisata Indonesia), (Peter Mason, 2004), dan (Sugiyanto, 2004).
2. Kondisi Jalan (Peter Mason, 2004), dan (Sugiyanto, 2004).
3. Infrastuktur (Middleton,2001).
3 Amenitas
1. Losmen / Hotel (Yoeti,2002),
(Middleton,2001), (Dirjen Pariwisata Indonesia), (Peter Mason, 2004). 2. Rumah Makan (Cooper, 2005), (Dirjen
Pariwisata Indonesia), dan (Sugiyanto, 2004)
3. Fasilitas Dasar (Sugiyanto, 2004) a. MCK
2.2 Community Based Tourism
Community Based Tourism (CBT) yaitu konsep pengembangan suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal, dimana masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengelolaan, dan pemberian suara berupa keputusan dalam pembangunannya (Murphy, 2004). Sedangkan menurut Baskoro, BRA (2008) Community Based Tourism (CBT) adalah konsep yang menekankan kepada pemberdayaan komunitas untuk menjadi lebih memahami nila-nilai dan aset yang mereka milki, seperti kebudayaan, adat istiadat, masakan kuliner, gaya hidup. Dalam konteks pembangunan wisata, komunitas tersebut menjadi daya tarik utama bagi pengalaman berwisata.
Sama halnya dengan Anstrand (2006) mendefinisikan Community Based Tourism (CBT) sebagai pariwisata yang memperhitungkan dan menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya, diatur dan dimiliki oleh komunitas, untuk komunitas. Anstrand mencoba melihat Community Based Tourism (CBT) bukan dari aspek ekonomi terlebih dahulu melainkan aspek pengembangan kapasitas komunitas dan lingkungan, sementara aspek ekonomi menjadi suatu dampak yang dihasilkan dari aspek sosial, budaya dan lingkungan.
Pantin dan Francis (2005) menyusun definisi CBT sebagai integrasi dan kolaborasi antara pendekatan dan alat (tool) untuk pemberdayaan ekonomi komunitas, melalui assessment, pengembangan dan pemasaran sumber daya alam dan sumber daya budaya komunitas.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan CBT sebagai pendekatan pembangunan. Seperti yang dikemukakan oleh Hausler (2005), menjelaskan gagasan tentang definisi dari CBT yaitu: (1) Pertama, bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata; (2) Kedua, masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan; (3) Ketiga, menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata.
2.2.1 Ciri- ciri Community Based Tourism
Community Based Tourism (CBT) bukan hanya sebagai sebuah harapan bagi negara-negara di dunia melainkan juga sebagai sebuah peluang, Community Based Tourism (CBT) memiliki ciri-ciri unik seperti yang dikemukakan oleh Nasikun yaitu, oleh karena karakternya yang lebih mudah diorganisasi di dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan suatu jenis pariwisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang berskala massif.
Pariwisata alternatif berbasis komunitas tidak hanya memberikan tekanan pada pentingnya keberlanjutan kultural (cultural sustainability), akan tetapi secara aktif bahkan berupaya membangkitkan penghormatan para wisatawan pada kebudayaan lokal, antara lain melalui pendidikan dan pengembangan organisasi wisatawan.
Ciri-ciri khusus dari Community Based Tourism CBT juga dikemukkan oleh Hudson (dalam Timothy, 1999) yakni yang berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal, antara lain kelompok memiliki ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih besar dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan.
2.2.2 Prinsip-prinsip Community Based Tourism
mendistribusikan keuntungan secara adil kepada anggota komunitas; (10) Kesepuluh, berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek-proyek yang ada dikomunitas.
Sementara itu menurut Hatton (1999) prinsip-prinsip dasar dari Community Based Tourism (CBT) dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu: pertama, prinsip sosial yaitu berkaitan otorisasi kepada komunitas untuk memberi ijin, mendukung, membangun dan mengoperasikan kegiatan wisata yang ada di wilayahnya. Prinsip ekonomi berkaitan dengan sistem pembagian keuntungan yang timbul dari pengembangan industry pariwisata. budaya dan politik.
Kedua, prinsip ekonomi yaitu terdapat dalam tiga bentuk: (1) Pertama, joint venture dalam usaha pariwisata dimana dari keuntungan yang diperoleh wajib menyisihkan keuntungan bagi komunitas (berupa CSR atau dana bagi hasil); (2) Kedua, asosiasi yang dibentuk komunitas untuk mengelola kegiatan wisata dimana keuntungannya juga dibagikan kepada komunitas; dan (3) Ketiga usaha kecil/menengah yang merekrut tenaga kerja dari komunitas. Hatton tidak merekomendasikan usaha individu dalam Community Based Tourism (CBT) karena dikhawatirkan keuntungan kegiatan pariwisata hanya dirasakan oleh anggota komunitas yang terlibat sedangkan yang tidak terlibat dalam usaha/kegiatan pariwisata tidak mendapat keuntungan.
harus dapat memperkuat dan melestarikan budaya lokal, heritage dan tradisi komunitas.
Keempat, prinsip politik berkaitan dengan peran pemerintah lokal dan regional diantaranya dalam membuat kebijakan sehingga prinsip sosial ekonomi, budaya dan dapat terlaksana.
Sedangkan menurut Nederland Development Organisation (SNV) mengemukakan empat prinsip Community Based Tourism (CBT) yaitu: ekonomi yang berkelanjutan, keberlanjutan ekologi, kelembagaan yang bersatu, keadilan pada distribusi biaya dan keuntungan pada seluruh komunitas (www.caribro.com). Prinsip keberlanjutan ekonomi berkaitan dengan adanya jaminan bahwa CBT mampu menciptakan mekanisme yang dapat menjaga perekonomian tetap sehat dan berkesinambungan sehingga pariwisata dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan komunitas. Prinsip keberlanjutan ekologi berkaitan dengan upaya untuk menjaga agar kualitas lingkungan dapat dipertahankan. Penguatan kelembagaan salah satu prinsip penting karena kelembagaan adalah alat bagi seluruh anggota komunitas untuk mendapatkan akses untuk menjadi pemegang keputusan.
hidup, adanya peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki-laki perempuan, generasi muda dan tua dan terdapat mekanisme penguatan organisasi komunitas. Prinsip budaya dengan indikator mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda, mendorong berkembangnya pertukaran budaya dan adanya budaya pembangunan yang melekat erat dalam budaya lokal. Prinsip lingkungan dengan indikator pengembangan carryng capacity area, terdapat sistem pembuangan sampah yang ramah lingkungan dan adanya kepedulian tentang pentingnya konservasi. Prinsip politik dengan indikator terdapat upaya peningkatan partisipasi dari penduduk lokal, terdapat upaya untuk meningkatkan kekuasaan komunitas yang lebih luas dan terdapat makanisme yang menjamin hak-hak masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA (Suansri, 2003). Kelima prinsip tersebut menurut Suansri merupakan wujud terlaksananya pariwisata yang berkelanjutan. Keseluruhan prinsip-prinsip dasar Community Based Tourism (CBT) dari beberapa ahli dan organisasi dunia, dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Prinsip -prinsip Community Based Tourism (CBT)
No Nama Prinsip Indikator
1 UNEP dan WTO (2005)
Sosial 1. Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek
Budaya 1. Mengembangkan kebanggaan komunitas 2. Mengembangkan kualitas hidup komunitas Ekonomi 1. Mengakui, mendukung dan mengembangkan
2. Kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata
Tabel 2.3 (Lanjutan)
No Nama Prinsip Indikator
Lingkungan
4. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukuran budaya pada komunitas
1. Menjamin keberlanjutan pada komunitas
1 UNEP dan WTO (2005)
Politik 1. Berperan dalam menentukan persentase pendapatan (pendistribusian pendapatan).
2 Hatton (1999)
Sosial 1. Kegiatan pariwisata dibangun dan
dioperasikan, didukung, dan diizinkan oleh komunitas lokal
Ekonomi 1. Pembagian keuntungan dapat
dipertanggung jawabkan
Budaya 1. Menghargai budaya lokal, heritage, dan tradisi
Politik 1. Peranan pemerintah lokal dan regional 2.
3 SNV(2005) Ekonomi 1. Ekonomi yang berkelanjutan lingkungan 1. Keberlanjutan ekologi Pengelolaan 1. Kelembagaan yang bersatu
2. Keadilan pada distribusi biaya dan keuntungan pada seluruh komunitas 4 Suansri
(2003)
Ekonomi 1. Terciptanya lapangan pekerjaan sektor pariwisata
Sosial 1. Peningkatan kualitas hidup
2. Peningkatan kebanggan komuniatas 3. Pembagian peran yang adil (gender, usia) 4. Mekanisme penguatan organisasi
komunitas
Budaya 1. Mendorong masyarakat menghormati
budaya lain
2. Mendorong pertukaran budaya 3. Budaya pembangunan
Politik 1. Peningkatan partisipasi penduduk lokal 2. Peningkatan kekuasaan komuntas luas 3. Mekanisme yang menjamin hak
Tabel 2.3 (Lanjutan)
No Nama Prinsip Indikator
Lingkungan 1. Pengembangan carrying capacity
2. Pembuangan sampah yang ramah lingkungan 3. Kepedulian pada konservasi
Sumber: UNEP dan WTO (2005), Hatton (1999), SNV (2005), dan Suansri (2003)
Namun dalam penelitian ini, prinsip-prinsip dari Community Based Tourism (CBT) yang digunakan adalah berdasarkan teori dari Suansri (2003) yang mengemukakan bahwa ada lima prinsip Community Based Tourism (CBT) yang merupakan aspek utama yaitu prinsip ekonomi, prinsip sosial, prinsip budaya, prinsip lingkungan, dan prinsip politik. Serta indikator dari setiap prinsip berdasarkan yang dikemukakan oleh berdasarkan UNEP & WTO (2005), SNV (2005), dan Hatton (1999), seperti terlihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Prinsip Community Based Tourism (CBT) yang digunakan
No Prinsip Indikator
1.
Ekonomi Adanya dana untuk pengembangan wisata berbasis masyarakat
Terciptanya lapangan pekerjaan
Timbulnya pendapatan masyarakat lokal 2.
Sosial Peningkatan kualitas hidup
Peningkatan kebanggaan komunitas Kesediaan dan kesiapan masyarakat 3.
Budaya Membantu berkembangnya pertukaran budaya Mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda
Tabel 2.4 (Lanjutan)
No Prinsip Indikator
4.
Lingkungan Kepedulian akan perlunya konservasi Mengatur pembuangan sampah dan limbah Ketersediaan air bersih
5.
Politik Meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal Peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas Menjamin hak-hak dalam pengelolaan SDA
2.3 Wisata Kota sebagai Alternatif Pembangunan Kota
Pengertian wisata kota dapat mengacu pada fasilitas yang disediakan, kegiatan yang dilakukan, budaya maupun kehidupan masyarakat yang ada. Bila dilihat dari fasilitas yang disediakan, kota wisata dapat dilihat sebagai suatu pemukiman dengan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan tuntutan wisatawan untuk menikmati, mengenal dan menghayati/mempelajari kekhasan kota dengan segala daya tariknya, dan tuntutan kegiatan hidup masyarakatnya (kegiatan hunian, interaksi sosial, kegiatan adat setempat dan sebagainya), sehingga dapat terwujud suatu lingkungan yang harmonis, yaitu rekreatif dan terpadu dengan lingkungannya (Nugroho, 2004).
Model wisata kota dalam konteks pembangunan pariwisata memiliki nilai pemanfaatan lingkungan sosial, pelestarian kebudayaan masyarakat serta memiliki semangat pemberdayaan komunitas lokal. Secara sosiologis maupun antropolis, bentuk pariwisata perkotaan lebih meletakkan masyarakat sebagai subyek, atau pelaku pariwisata itu sendiri.
Strategi pengembangan wisata kota sebagai alternatif pembangunan kota dengan terus menerus dan secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas yang ada disuatu daerah untuk memenuhi dua tujuan berikut (Nungroho, 2004) yaitu membantu menentukan daerah tujuan wisata baru dan menarik perhatian agar dikunjungi, dan untuk mengembangkan citra hijau yang sesuai dengan lingkungan daerah tersebut.
Lebih dari sekedar itu, pengembangan strategi pariwisata yang berdasar kepada berbagai warisan sejarah yang unik, serta ciri khas tempat lainnya, merupakan elemen-elemen yang dapat menjamin keunggulan bersaing suatu proyek pariwisata pedesaan. Agar pembangunan pariwisata kota dapat efektif berjalan dengan baik, maka pandangan dan harapan masyarakat setempat perlu selalu dipertimbangakan.
Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat memiliki hak veto, tetapi pembangunan pariwisata perkotaan tidak akan dapat berkembang dalam situasi dimana penduduk setempat merasa dieksploitasi, terancam, dan dilanda oleh kegiatan pariwisata tersebut.
penduduk setempat tentang apa yang akan terjadi jika pariwisata perkotaan masuk dalam lingkungan mereka, menjaga dialog dengan dan diantara mereka, menghargai pendapat dan melibatkan masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan, meningkatkan kesadaran pariwisata serta dampaknya terhadap daerah setempat, mendorong hubungan antar wisata dan penduduk setempat, dan melindungi masyarakat setempat dari melimpahnya kegiatan pariwisata.
Pendapat lain juga dikemukakkan oleh Gunawan (2005) yang berpendapat bahwa sama halnya dengan kota, pariwisata memiliki dimensi yang bersifat fisik dan tangible, tetapi juga sarat dengan dimensi non fisik dan intagible. Arti pariwisata yang intangibles, antara lain adalah kebanggan yang diciptakan terhadap kota yang banyak dikunjungi masyarakat dari luar. Kota yang dikenal dan terkenal menjadi suatu kebanggaan bagi warga maupun pemerintah kota. Arti penting pariwisata bagi pembangunan kota bisa dilihat dari segi politik, sosial-budaya, dan ekonomi (Gunawan, 2005).
Aspek sosial-budaya, pariwisata juga memiliki arti penting. Dalam banyak kasus, kunjungan ke kota secara signifikan juga diwarnai dengan kunjungan kekeluargaan dan pertemanan sebagai ekspresi sosial-budaya.
Dari aspek ekonomi, saat ini makin banyak negara-negara berkembang mengandalkan pariwisata sebagai sumber pendapatan, didasarkan kepada kecenderungan global yang menunjukkan pergeseran kunjungan pariwisata international ke negara-negara berkembang. Dalam konteks nasional makin banyak juga kota-kota yang menyadari bagaimana pariwisata telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perekonomian kota. Kontribusi ini diperoleh sejogyanya bukan dari perijinan, namun dari kegiatan ekonomi yang ditimbulkan serta pajak usaha serta retribusi.
Salah satu strategi untuk mengembangkan pariwisata perkotaan yang sejalan dengan pembangunan kota adalah membangun sarana khusus untuk fungsi-fungsi pelayanan tertentu yang potensial untuk mengundang kunjungan secara langsung maupun tidak langsung. Pariwisata telah berkembang sedemikian rupa menjadi bagian dari kebutuhan dasar sesudah kebutuhan pokok, sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
akhir, tetapi menjadi kendaraan untuk mencapai perkembangan kota yamg diinginkan, berkelanjutan dan mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
2.4 Penelitian Terdahulu
Gambaran ringkas tentang beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang kajian pariwisata berdasarkan konsep Community Based Tourism dan objek daya tarik wisata, dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Dari setiap penelitian terdahulu menggambarkan keberhasilan penerapan Community Based Tourism diberbagai daerah dan negara. Peneliti mengambil referensi berupa teori, metode, dan kerangka berfikir.
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Masalah Metode Kesimpulan
Tabel 2.5 (Lanjutan)
No Penulis Judul Masalah Metode Kesimpulan
2 BRA
Deskriptif Bahwa teori CBT ini sangat
Gambar 2.1 Kerangka Teori Teori Pariwisata dan CBT
Pariwisata Community Based Touris
(CBT)
Variabel ODTW
1. Attraction (atraksi)
2. Accsesibility (aksesibilitas) 3. Amenities (amenitas)
Variabel CBT
1. Ekonomi 2. Sosial 3. Budaya 4. Lingkungan 5. politik
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah mixed methods, yaitu gabungan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penggabungan kedua metode digunakan sebagai satu cara proses triangulasi penelitian, dengan asumsi bahwa bias yang disebabkan oleh sumber data, asumsi peneliti, dan metode yang digunakan pada salah satu jenis metode penelitian, diharapkan dapat dinetralisir melalui metode lainnya. Kedua metode diterapkan baik dalam proses pengumpulan dan analisis data penelitian. (Abbas and Charles, 2003)
Metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang terjadi pada kasus penelitian ini. Penelitian ini bersifat deskriptif yang hanya berisikan situasi atau peristiwa dan tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif ini, tujuannya untuk menggambarkan tentang karakteristik (ciri-ciri) individu, situasi atau kelompok tertentu (Moleong, 2005).
Dari 24 obyek wisata andalan yang ada di kota Tapaktuan, hanya 5 obyek wisata yang akan peneliti jadikan bahan penelitian yaitu Obyek Wisata Gunung Lampu Tuan Tapa, Air Terjun Tingkat Tujuh, Pantai Rindu Alam, Pantai Pasir Putih dan Taman Wisata Ie Sejuk.
3.2 Variabel penelitian
Pengertian variabel penelitian dijelaskan oleh beberapa ahli, diantaranya Nazir (1999) menjelaskan bahwa variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Sedangkan menurut Sugiyono (2009) mendefinisikan variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Tabel 3.1 Variabel Community Based Tourism (CBT)
No Variabel Indikator
1. Ekonomi Adanya dana untuk pengembangan wisata berbasis masyarakat Terciptanya lapangan pekerjaan
Timbulnya pendapatan masyarakat lokal 2. Sosial Peningkatan kualitas hidup
Peningkatan kebanggaan komunitas Kesediaan dan kesiapan masyarakat
3. Budaya Membantu berkembangnya pertukaran budaya Mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda
Mengenalkan budaya lokal
4. Lingkungan Kepedulian akan perlunya konservasi Mengatur pembuangan sampah dan limbah Ketersediaan air bersih
5. Politik Meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal Peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas Menjamin hak-hak dalam pengelolaan SDA
Tabel 3.2 Variabel Objek Daya Tarik Wisata
No Variabel Indikator
1 Atraksi
1. Tempat Bersejarah 2. Pemandangan 3. Kebudayaan 2 Aksesibilitas
1. Transportasi Lokal 2. Kondisi Jalan 3. Infrastuktur
3 Amenitas
1. Losmen/Hotel 2. Rumah Makan 3. Fasilitas Dasar
a. MCK
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan (Nazir, 1999). Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, sehingga apa yang dipelajari sampel tersebut kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi, untuk itu sampel yang diambil harus representatif/mewakili populasi (Sugiyono, 2009).
Untuk mengambil sampel digunakan rumus Yamane (Riduwan, 2005): n = N
N x d2 + 1 ... (3.1)
Keterangan:
n = Jumlah Sampel. N = Jumlah Populasi.
d = Derajat kecermataan (level of significance), nilai derajat kecermataan yang diambil adalah sebesar 10% sehingga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan studi sebesar 90%.
Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sample pada penelitian ini adalah: n = Jumlah sampel pada penelitian ini.
N = Jumlah populasi, dalam hal ini akumulasi jumlah penduduk Tapaktuan. d = Nilai kecermatan studi yang diharapkan 10%.
Berdasarkan asumsi di atas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah sebesar:
n = N
= 205.023 = 99,5 = 100 ... (3.2)
N x d2 + 1 205, 023
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 responden seperti terlihat pada Tabel 3.3. Responden merupakan masyarakat kota Tapaktuan dan pengunjung obyek wisata. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dan random sampling.
Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2012). Sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan paling mengetahui kondisi obyek wisata dan juga sebagai pengambil kebijakan dalam bidang pengembangan obyek wisata adalah pihak Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olah Raga Kabupaten Aceh Selatan, Anggota DPRD yang mewakili daerah sekitar obyek wisata, kepala desa, tokoh masyarakat serta pelaku bisnis disekitar obyek wisata.
Tabel 3.3 Jumlah Kuesioner Berdasarkan Karakteristik Sampel Penelitian
No Karakteristik Sampel Jumlah
Responden
Pengumpulan Data
1 Masyarakat lokal Tapaktuan 50 Kuisioner
2 Pengunjung objek wisata 50 Kuisioner
Jumlah 100 100
Karakteristik sampel terdiri dari jenis kelamin wanita/pria, dengan usia berkisar
antara 20 tahun dan di atas 40 tahun, pendidikan terakhir SD-Sarjana, pendapatan di bawah
Rp500.000 dan di atas Rp 1.500.000.
Masyarakat lokal Tapaktuan dipilih dengan asumsi bahwa masyarakat tersebut dapat
memberikan penilaian yang objektif dari ke 5 (lima) objek wisata yang diteliti, apabila
sampel adalah masyarakat lokal dari objek wisata maka dikhawatirkan masyarakat tersebut
akan memilih objek wisata di daerah mereka. Sedangkan untuk pengunjung objek wisata,
dipilih secara acak pada saat melakukan penelitian di objek wisata tersebut.
Tabel 3.4 Karakteristik Sampel dan Jumlah Responden Wawancara Mendalam
No Karakteristik Sampel Jumlah
Responden
Pengumpulan Data 1 Kepala Dinas Kebudayaan
Pariwisata dan Olah Raga 1 Wawancara
2 Anggota DPRD Kab. Aceh Selatan 1 Wawancara
3 Kepala Desa di setiap objek wisata 5 Wawancara
4 Tokoh Masyarakat 5 Wawancara
5 Pelaku bisnis sekitar objek wisata 5 Wawancara
Jumlah 17 17
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan data empiris melalui responden dengan menggunakan metode tertentu. Bukti atau data untuk keperluan studi kasus bisa berasal dari enam sumber, yaitu: dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan langsung, observasi dan perangkat-perangkat fisik (Yin, 2009).
Metode pengumpulan data ditujukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebagai bahan masukan untuk setiap tahap analisis berikutnya. Dalam pengumpulan data pada penelitian ini terdapat 2 (dua) cara yaitu:
1. Pengumpulan Data Primer
lapangan, baik melalui pengamatan langsung (observasi), penyebaran angket/kuisioner, maupun wawancara mendalam.
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data primer terdiri atas:
a. Observasi lapangan, pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian secara sistematika (Sugiyono, 2009). Observasi dalam hal ini adalah peneliti mengamati karakteristik dari setiap obyek wisata seperti, aksesibilitas, atraksi wisata. kemudaian hasil observasi akan dinarasikan untuk mendapatkan gambaran tentang objek wisata.
b. Penyebaran kuesioner, penyebaran kuisioner dilakukan pada lokasi objek wisata dengan tujuan untuk pencarian informasi mengenai aspek Communty Based Tourism yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, lingkungan. Hasil penyebaran kuesioner ini kemudian ditabulasi dan dilakukan pengskoran untuk mengambil kesimpulan.
dilakukan dengan cara merekam semua hasil wawancara terhadap 6 orang responden. Hasil wawancara tersebut kemudian dikutip dan dipaparkan.
2. Pengmpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan peneliti dengan cara tidak langsung ke daerah objek penelitian, tetapi melalui penelitian terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian (Singarimbun,1995). Data sekunder diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Aceh Selatan berupa peta administrasi Kabupaten Aceh selatan, Dokumen RTRW Kabupaten Aceh Selatan, BPS Kabupaten Aceh Selatan berupa Data Jumlah penduduk, klimatologi, dan demografi, seperti Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Data Sekunder yang Digunakan Dalam Penelitian
No Jenis Data Sumber Data
1 Peta Kabupaten Aceh Selatan BAPPEDA
Kabupaten Aceh Selatan 2 Jumlah Penduduk BPS Kabupaten aceh Selatan 3 Klimatologi BPS Kabupaten Aceh Selatan
4 Demografi BPS Kabupaten Aceh Selatan
5 Objek Wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan
3.5 Metoda Analisa Data
dikembangkan UNEP dan WTO (2005), Hatton (1999), SNV (2005), dan Suansri (2003) dengan memperhatikan lima aspek yaitu aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan politik.
Semua aspek dijabarkan menjadi beberapa kriteria dan indikator yang lebih spesifik. Masing-masing indikator dilakukan skoring dan disusun ranking untuk mendapatkan gambaran obyek wisata dengan potensi tinggi dalam penerapan konsep Community Based Tourism (CBT). Seperti pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Variabel dan Indikator Community Based Tourism (CBT )
No Variabel Indikator Kriteria Nilai
1.
1. Tidak tersedianya dana untuk pembangunan berbasis masyarakat
2.Tersedianya dana untuk pembangunan berbasis
2. Mampu menciptakan/membuka peluang lapangan pekerjaan
1. Tidak mampu mendatangkan pendapatan bagi masyarakat lokal
2. Mampu mendatangkan pendapatan bagi masyarakat lokal
0
Tabel 3.6 (Lanjutan)
No Variabel Indikator Kriteria Nilai
2 Sosial Peningkatan
2. Mampu memberikan nilai tambah bagi kualitas
1. Masyarakat tidak bersedia dan tidak siap dalam mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat
2. Masyarakat bersedia dan siap dalam
1. Tidak mampu dalam membantu
berkembangnya pertukaran budaya masyarakat lokal
2. Mampu dalam membantu berkembangnya
1. Tidak mampu dalam mendorong masyarakat untuk menerima dan menghormati budaya lain
Tabel 3.6 (Lanjutan)
No Variabel Indikator Kriteria Nilai
2. Mampu dam mendorong 4 Lingkungan Kepedulian akan
perlunya konservasi
1. Masyarakat tidak perduli akan perlunya konservasi 2. Masyarakat perduli akan
perlunya konservasi
1. Tidak adanya sistem pengaturan sampah dan limbah sesuai amdal 2. Adanya sistempengaturan
sampah dan limbah sesuai amdal
0
1
Ketersediaan air
bersih
1. Tidak tersedianya air bersih untuk masyrakat 2. Tersedianya air bersih
untuk masyarakat
0 1 5 Politik Meningkatan
partisipasi dari
1. Pengolahan lahan tidak sepenuhnya oleh
1. Hak dalam pengelolaan SDA tidak terjamin 2. Hak dalam pengelolaan
SDA terjamin
Berdasarkan tabel diatas maka nilai yang akan dilakukan terhadap jawaban dari setiap responden adalah 0 dan 1 tergantung dari kriteria-kriteria yang ada atau tidak ada di setiap variabelnya. Nilai-nilai tersebut yang kemudian dideskriptifkan per dimensi dari jawaban responden sesuai dengan variabel dan indikatornya. Arti dari nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Untuk nilai 0 artinya jawaban responden tidak sesuai dengan konsep pengembangan CBT berdasarkan 5 variabel diatas.
b. Untuk nilai 1 artinya jawaban responden sesuai dengan konsep pengembangan CBT berdasarkan 5 variabel diatas
Kemudian hasilnya diperoleh dinarasikan dan diambil kesimpulan untuk menentukan potensi obyek wisata yang paling layak dikembangkan di kota Tapaktuan yang sesuai dengan konsep CBT yang terdiri dari dimensi ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan politik, serta dikaitkan atau dihubungkan dengan penilaian potensi obyek wisata yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, dan amenitas yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan diberikan nilai sangat baik, baik, kurang baik, buruk.
3.6 Kerangka Metode Analisis
wisataya potensial berbasis masyarakat lokal yang juga memperhatikan komponen utam dari pariwisata itu sendiri.
Gambar 3.1 Kerangka Analisis Metode analisis
Variabel CBT Variabel ODTW
Ekonomi
Sosial
Budaya
Lingkungan
Politik
Atraksi
Aksesibilitas
Amenitas
Hasil analisis mengenai pariwisata yang berbasis masyarakat lokal dengan memperhatikan komponen
4.1 Kawasan Penelitian
Daerah penelitian berada di ibu kota Kabupaten Aceh Selatan yaitu Tapaktuan. Tapaktuan merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Selatan yang mudah ditempuh dari Medan ibu kota Sumatera Utara dan Banda Aceh ibu kota provinsi Aceh, dengan menggunakan kendaraan umum seperti bus, mini bus, dan taxi. Disamping itu Tapaktuan juga dapat ditempuh melalui udara dari Medan atau Banda Aceh. Perjalanan yang menarik adalah melalui darat menyelusuri kaki bukit barisan serta menawarkan sejuta pemandangan indah yang menakjubkan seperti pada Gambar 4.1, dan 4.2.
Gambar 4.2 Tapaktuan di tempuh melalui Medan
4.1.1. Geografis dan administratif Kota Tapak Tuan
Secara geografis kedudukan wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak pada salah satu kawasan andalan pesisir pantai Barat-Selatan Provinsi Aceh, dimana sebagian besar kawasan permukiman perkotaannya berbatasan langsung dengan laut dan pesisir pantai Barat-Selatan.
Gambar 4.3 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Selatan Sumber: BAPPEDA Kabupaten Aceh Selatan, 2013
Secara administratif Kabupaten Aceh Selatan dibagi menjadi 18 kecamatan dengan jumlah desa 248 yang terdiri dari 43 mukim. Untuk lebih jelasnya pembagian kecamatan dapat dilihat pada Table 4.1.
Tabel 4.1 Nama, Luas Wilayah Per-Kecamatan, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk
No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Desa Jumlah
Penduduk
1 Trumon 44.065 10,23 12 5395
2 Trumon Tengah 43.285 10,05 10 5010
3 Trumon Timur 32.509 7,55 8 10351
4 Bakongan 7.883 1,83 5 10899
5 Kota Bahagia 18.645 4,33 10 4210
6 Bakongan Timur 19.582 4,55 7 5210
7 Kluet Selatan 11.463 2,66 17 12419
8 Kluet Timur 45.992 10,68 7 8565
Tabel 4.1 (Lanjutan)
No Kecamatan Luas (Ha) Persentasi Desa Jumlah
pendudduk
10 Pasie Raja 10.037 2,33 20 15552
11 Kluet Tengah 78.951 18,33 13 6120
12 Tapaktuan 10.203 2,37 15 22463
13 Samadua 10.666 2,48 28 14421
14 Sawang 19.781 4,59 15 13662
15 Meukek 46.533 10,8 22 18147
16 Labuhanhaji 5.383 1,25 16 11863
17 Labuhanhaji Timur 9.448 2,19 11 9366
18 Labuhanhaji Barat 8.904 2,07 13 15472
Sumber: Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2012
4.1.2 Topografi dan klimatologi
Gambar 4.4 Toprogafi Kota Tapaktuan melalui foto citra satelit quik bird Sumber: BAPPEDA Kab. Aceh Selatan
Sementara itu, sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Aceh Selatan adalah podzolik merah kuning seluas 161,022 hektar dan yang paling sedikit adalah jenis tanah regosol (hanya 5,213 ha).
4.1.3 Demografi
tidak lagi menggunakan sistem adat matrilineal, namun mereka masih menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Aceh (Bahasa Aneuk Jamee) dalam percakapan sehari-hari. Persebaran penduduk berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persebaran Suku Bangsa di Tapak Tuan
No Suku Bangsa Kecamatan
1 Suku Aceh
Sawang, Meukek, Pasie Raja, Kluet Utara, Bakongan, Bakongan Timur, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Tengah, dan Trumon Timur
2 Suku Aneuk Jamee
Kluet Selatan, Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji Timur, Samadua, Tapak Tuan 3 Suku Kluet Kluet Timur, Klut Tengah, Kluet Utara, dan Kluet
Selatan
Sumber: BPS Kabupaten Aceh selatan, 2012
4.1.4 Kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat
Mayoritas penduduk di Tapaktuan beragam Islam, akan tetapi ada sebagian kecil penduduk yang beragama Kristen dan Budha. Perbedaan keyakinan ini dikarenakan beragamnya etnis yang berdomisili, seperti etnis Cina. Selain suku Aceh yang mendominasi di Tapaktuan, terdapat juga suku batak, minang, dan jawa, ini menambah keanekaragaman budaya yang ada di Tapaktuan. Kerukunan, gotong-royong, keramah tamahan masyarakat daerah setempat yang membuat semakin kondusif dan tangguh secara sosial kemasyarakatan dalam menyikapi globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu cepat.
bekerja pada pemerintahan dan sebagian kecil mengandalkan sektor pertanian dan kelautan, gambaran ini sesuai dengan keadaan topografi Tapaktuan. Karakteristik budidaya pertanian yang menonjol adalah pertanian lahan kering dengan budidaya tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Pada pertanian lahan basah hanya ditanami tanaman pangan yaitu padi, pada pertanian budidaya perkebunan jenis tanaman yang ditanam adalah karet, kelapa, nilam, kelapa sawit, pala, pinang, kopi, dan lain-lain. Tapi diantara tanaman perkebunan yang dihasilkan, yang sangat baik produksinya adalah tanaman pala, sehingga tak jarang Tapaktuan dijuluki sebagai Kota Pala.
sambil pemimpin upacara adat membaca doa. Dari kejauhan masyarakat tetap melihat rakit yang dihanyutkan terombang-ambing dibuai arus, setiap gerakan rakit mengandung makna. Setelah rakit di lepas semua masyarakat yang mengikuti upacara harus mandi bersama memebersihkan badan agar semua penyakit larut terbawa arus laut/sungai.
Tradisi Makan-makan, yaitu tradisis budaya dilakukan pada saat menyambut bulan puasa tepatnya sehari sebelum puasa. Tradisi Meugang, adalah tradisi adat Aceh dalam menyambut bulan puasa, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dimana semua masyarakat pada hari ini memasaka jenis makanan seperti, daging, ayam, ketupat, dan lemang.