• Tidak ada hasil yang ditemukan

J. Metodologi Penelitian

3. Corak Hukum Islam di Indonesia

Pembaruan masyarakat merupakan inti dari ajaran Islam yang telah dimulai sejak adanya Islam, dimana pmbaruan itu melalui ajaran dasar-dasar moral dan hukum yang berlaku dalam realitas. Islam yang didukung oleh ide keagamaan dan etis tertentu yang sangat kuat dengan Tuhan, manusia dan alam raya maka dapat digambarkan sebagai gerakan

122Wahbah az-Zuhaily, Ibid, hlm. 603.

123Pengaruh filsafat Yunani ini terhadap Ushul Fiqh sangat jelas karena ilmuan-ilmuan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani termasuk Ibnu Sina (Avicenna) lahir 980-1037. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses belajar di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmiz, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan. Sudah jelas para ilmuan mengikuti Ibnu Sina, seperti al-Gazali, Ibnu Rusyd dan Ibnu Taimiyah. Baca: Jasser Auda, Reformasi Hukum Islam Berdasarkan Filsafat

Makasid Syariah: Pendekatan Sistem, (Medan: Fakultas Syariah IAIN-SU Bekerjasama

pembaruan sosio-ekonomi.124 Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin corak hukum Islam itu adalah moderat, penuh nilai tasamuh (toleran), tawazun (seimbang) dan itidal (lurus), artinya Islam merupakan rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil alamin). 125 Tentu saja disesuaikan dengan khas ke-Indonesiaan yang beragam dalam Bhineka Tunggal Ika.

Berbicara ke-khasan tersebut, maka diorientasikan pada kodifikasi dan unifikasi hukum nasional. Positivisme hukum Islam melambangkan usaha umat Islam yang memakan waktu cukup alam dalam sejarah umat Islam Indonesia. Hukum Islam yang berlaku di Indonesia mengindikasikan adanya perkembangan yang berkelanjutan, baik lewat jalur infrastruktur politik maupun suprastruktur politik dengan dorongan kekuatan sosial budaya yang ada di Indonesia. Cara pemahaman dan interpretasi yang berbeda dalam berbagai macam pemahaman orang Islam terhadap hakikat hukum Islam telah berdampak pada pengimplementasiannya. Adapun faktor yang dianggap memberikan pengaruh besar dibagi menjadi

124Di Madinah, begitu keadaan mengizinkan, Nabi membentuk komunitas-negara dengan sebuah konstitusi; dan sesuai dengan tuntutan keadaan, perundang-undangan yang diperlukan pun dibuat untuk komuntas negara itu. Baca: Nurcholish Madjid, Islam

Kemodernan dan Ke-Indonesiaan, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 71.

125Republika.co.id, Palangkaraya, Menag: Corak Islam Indonesia adalah Islam

Moderat, Senin, 08 Mai 2017, 13:54 WIB Red: Agus Yulianto, dalam

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/05/08/opmgi0396-menag-corak-islam-indonesia-adalah-islam-moderat, Download: 23 Juli 2019, Pukul: 18.06 WIB.

4, antara lain : keputusan-keputusan Pengadilan Agama, kitab-kitab fikih,, peraturan perundang-undangan dan fatwa-fatwa ulama.126

Pada awal perkembangan hukum Islam di Indonesia, masyarakat mengenal beberapa mazhab fikih, yaitu mazhab Imam Syafi’i, Imam Ahmad Ibn Hanbal, Imam Malik, Imam Hanafi, maupun Syi’ah. Pada beberapa kasus, komisi fatwa berperan menjawab persoalan kontemporer yang sedang dihadapi masyarakat meskipun kadang tidak dijelaskan rincian kitab standart sebagai referensi dari mazhab tertentu. Fatawa (fatwa-fatwa ulama) seperti MUI yang terbentuk pada tahun 1975, Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama (NU), Majelis Tarjih Muhammadiyah, Dewan Hisbah Persis. Fatwa yang dikeluarkan oleh keempat lembaga fatwa sebagai opini hukum merupakan hasil kerja intelektual maksimal secara kolektif (ijtihad jama’i). Namun setelah lahirnya Undang-Undang No. 14/1970, masyarakat dapat menyelesaikan persoalan hukum di depan Pengadilan Agama.

Pada era globalisasi, Pancasila merupakan cita hukum yang berorientasi pada dasar negara yang menjadi pedoman hidup bangsa. Artinya, bahwa “cita” mengandung arti gagasan, rasa, karsa, cipta, dan pikiran yang ingin diwujudkan.127 Penganut teori sejarah, Friedrich (1719-1861) memaparkan bahwa hukum itu tidak diciptakan tapi ditemukan berdasarkan pandangan hidup (volksgeist) suatu bangsa. Karena hukum

126M. Atho’ Mudzar, Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran

Hukum Islam, dalam Jurnal Mimbar Hukum No. 4 Tahun II (Jakarta: Al-Hikmah dan

Ditbinbapera Islam, 1991), hlm. 21-30.

127Khudzaifaf Dimyati,Teorisasi Hukum, (Yogyakarta: Gentha Publishing, 2010), hlm. 237.

merupakan manifestasi karakter unik suatu bangsa, maka hukum tidak berlaku universal.128 Niali-nilai universal Indonesia yang tumbuh dan yang telah ditemukan meliputi segmen bangsa memiliki dampak yang strategis dalam hal pembangunan politik nasional karena adanya sumber legitimasi kultural bagi kekuasaan yang ada dengan nilai-nilai luhur bangsa yang dirumuskan dalam konstitusi berupa Pancasila.129

Penyusunan Prolegnas maupun Prolegda harus tetap berpedoman pada nilai-nilai dasar yang tertanam pada setiap sila dari Pancasila yaitu: Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang berdasarkan pada keyakinan akan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT dalam kehidupan manusia dan nilai-nilai etika yang penting, serta agama yang mengajarkan nilai moral; Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu berprinsip pada penegakan dan penghormatan atas nilai-nilai kemanusiaan (HAM) yang berbasis pada prinsip keadilan dan keberadaban umat tanpa diskriminatif dalam setiap perumusan dan pengimplementasian kebijakan politik hukum nasional. Ketiga, Persatuan Indonesia, menghendaki terwujudnya keutuhan NKRI atau integrasi bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika; Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, yang bertujuan pada supremasi kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan sistem pemerintahan; dan Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang bertujuan untuk adanya jaminan perlindungan terhadap kelompok termarginal, minoritas,

128Surya Prakash Sinha, Jurisprudence Legal Philosophy in a Nutshell, (St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1993), hlm. 205-206

dan mereka yang sulit mendapatkan akses keadilan (acces to justice) untuk pembangunan di segala bidang kehidupan.130

B. HUBUNGAN HUKUM DAN POLITIK 1. Hukum Sebagai Produk Politik

Arti kata “hukum” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : 1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat; 2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3) patokan (kaidah atau ketentuan) mengenai peristiwa tertentu; dan 4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan) atau vonis. 131 Secara sederhana hukum dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang mengontrol perilaku masusia dalam kehidupan bermasyarakat, baik yang berasal dari masyarakat maupun berasal dari ketetapan hukum yang berwenang.132

Kondisi hukum dalam negara sebagian merupakan hasil perjuangan politik.133 Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik.134 Untuk merealisasikannya diperlukan kekuatan. Kekuatan adalah

130King Faisal Sulaiman, Politik Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Thafa Media, 2017), hlm. 300.

131Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 410.

132Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm 38.

133Daniel S. Lev berargumen bahwa yang dapat dipahami dalam hal ini kita lebih banyak memperhatikan variabel-variabel sosial dan politik daripada variabel-variabel budaya. Baca Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan

Perubahan. (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. 375.

134Di Indonesia ada pepatah gemah ripah loh jinawi, sementara orang Yunani Kuno, Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Baca: Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008), hlm. 13.

kompetensi yang bersifat materil untuk mengaktualkan dan menfaatkan (enforcing) kekuasaan yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Sedangkan kekuasan merupakan kompetensi seseorang maupun kelompok yang akan mempengaruhi perbuatan seseorang maupun masyarakat sesuai dengan keinginan para pelaku.135 Jadi fungsi hukum diciptakan sebagai sarana perubahan masyarakat, hal itu dapat juga dilihat dari berubahnya pola pikir masyarakat atau terbentuknya pola pikir baru dari masyarakat.136

Kekuasaan merupakan energi dasar yang dibutuhkan untuk memulai dan mempertahankan tindakan atau dengan kata lain, suatu kapasitas untuk mengubah maksud menjadi realitas dan mempertahankannya.137 Maka ini menegaskan bahwa pada akhirnya politik adalah tentang kekuasaan, terutama kekuasaan untuk memengaruhi perilaku orang lain.138 Dengan demikian kekuatan politik adalah pemeran-pemeran politik ataupun instansi-insatansi yang berwenang dalam berpolitik yang tujuannya adalah memberikan pengaruh dalam proses penentuan keputusan publik.

135Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 17.

136Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum, (Jakarta : Kencana; 20013), hlm. 260.

137Pfeffer, Jeffrey, Managing With Power (Mengelola Dengan Kekuasaan) ; Politik

Dan Pengaruh Dalam Organisasi, Harvard Business Press, 1999, Alih Bahasa: Ariel

Sumarso Santoso, (Batam: Interaksa), hlm.18.

138Seorang filsuf Florensia, Niccolo Machiavelli (1469-1527) berpendapat bahwa kekuasaan dalam politik membuat orang melakukan sesuatu yang tidak akan mereka lakukan, dan terkadang membuat mereka percaya itu adalah ide mereka. Dalam buku Michael G. Roskin, dkk., Pengantar Ilmu Politik, Edisi ke 14, diterjemahkan dari buku aslinya: Political Science: an Introduction PEARSON, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 3.

Pada dasarnya, hukum merupakan determinan atas politik, terlepas bahwa hukum ialah produk politik yang berperan sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kemauan-kemauan politik yang saling berinteraksi dan bersaingan. Aktivitas-aktivitas politik harus taat terhadap norma-norma hukum. Jika dipandang dari norma serta kaidah dalam kenyataan normatif bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum tetapi tidak bisa di pungkiri bahwa hukum dalam kenyataan di tentukan oleh konfigurasi politik yang melatarbelakanginya. Maka terjadilah permasalahan antara das sollen (seharusnya) dengan das sein (realitas).

Friedmann mengungkapkan bahwa hukum berhubungan dengan politik, ekonomi, kehidupan sosial dan etika, oleh karena itu hukum berfungsi untuk memberi bentuk dan ketertiban terhadap bidang-bidang tersebut.139 Apabila dibahas lebih rinsi, maka fungsi dari instrument hukum ialah sebagai sarana kekuasaan politik yang lebih cenderung terasa jika dibandingkan dengan fungsi hukum yang lainnya. Oleh karena itu, tidak jarang produk hukum hanya sebatas memfasilitasi dan memberikan dukungan politik yang menyebabkan semua peraturan dan produk hukum gagal dalam stabilitas politik dan harus dihapuskan. Dengan demikian, produk hukum diciptakan hanya sebagai alat justifikasi bagi visi politik penguasa.

Asumsi yang menyatakan bahwa hukum adalah sebuh produk politik, artinya politik yang akan menentukan hukum. Mahfud MD lebih

139W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum : Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, (Susunan I), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 17.

rinci menjelaskan bahwa konfigurasu politik dalam sebuah Negara akan menghasilkan ciri produk hukum yang khusus di Negara tersebut. Negara yang berdemokrasi, produk hukumnya bercirikan responsive, namun Negara yang konfigurasi, produk hukumnya otoriter, sehingga produk hukumnya bercirikan ortodoks. Konfigurasi politik yang berubah dari demokratis ke otoriter maupun sebaliknya akan menyebabkan perubahan pada ciri produk hukum.140

2. Pemikiran dan Perjuangan Politik Hukum Islam di Indonesia