• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah-istilah secara konseptual penting untuk dijelaskan agar terhindar dari kesalahan dan multi interpretasi dalam memahami studi ini sebagai berikut:

a. Politik Hukum

Politik dalam bahasa Arab disebut dengan siyasah. Secara terminologi siyasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Siyasah merupakan ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan politik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan umum atas dasar keadilan dan istiqamah.29Kebanyakan ulama sepakat pengaturan kemaslahatan harus berdasarkan syara’.30

Sementara istilah politik hukum dalam bahasa Belanda rechtspolitiek. Dalam bahasa Indonesia kata recht berarti hukum. Adapun kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan (policy). Secara singkat politik hukum adalah kebijakan. Kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi

29Lois Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hlm. 591.

30Kebanyakan ulama sepakat tentang kemestian penyelenggaraan siyasah berdasarkan syara;. Kesepakatan tersebut terangkum dalam pernyataan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah: “ laa siyasah illa maa wafaqa al-Syara’a” Tidak ada siyasah kecuali yang sesuai dengan syara’ Baca: A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat

dari hukum yang akan dibentuk.31 Kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan- peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.32 Kata kebijakan di sini berkaitan dengan adanya strategi yang sistematis, terinci dan mendasar dalam rangka mencapai tujuan negara.33 Dalam dimensi implementasi politik hukum meliputi: 1) pembangunan hukum yang berintikan pembuatan hukum dan pembaruan terhadap bahan-bahan hukum yang tidak relevan lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat, dan 2) pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada dan evaluasi terhadap produk hukum, berkenaan dengan peraturan-peraturan substansi hukum dan struktur hukum.

b. Hukum Islam

Hukum Islam merupakan sistem hukum yang bersumber dari din al-Islam. Ada beberapa istilah untuk penyebutan hukum Islam dimaksud, yaitu syariah, fikih, qanun, fatwa dan hukum Islam yang diberlakukan secara nasional, berikut penjelasan dan perbedaannya.

Syariah, berarti ketentuan-ketentuan yang harus dijalani atau undang-undang yang harus dipatuhi, yang jika tidak dipatuhi mempunyai

31Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Cet. II. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 160.

32Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum

Pidana, (Bandung: Sinar Baru, 1983), hlm. 20.

33Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. I. (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 149.

akibat-akibat hukum bagi orang yang tidak mentaatinya.34 Sebagai hukum yang berasal dari Allah, syariat menempati posisi paling utama dalam hukum Islam, sebab sumber hukum tersebut tertulis jelas dalam Alquran. Sebagai sumber pertama syariat, Alquran mencakup hukum-hukum pada semua aspek kehidupan manusia, baik ibadah maupun muamalah, secara individual maupun kolektif. Ia ditujukan untuk melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Sumber kedua syariat adalah al-hadits/sunnah, yang merupakan ucapan dan tindakan rasul sebagai orang yang terpercaya dalam menyampaikan maksud Tuhan kepada manusia. Oleh karenanya syariah merupakan hukum yang kekal dan universal.

Fikih, secara bahasa adalah pemahaman, yakni ketajaman pemahaman menyangkut inti persoalan secara mendalam. Secara terminologi, fikih diartikan sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praksis yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.”35 Fikih mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Di samping mencakup pembahasan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya (ibadah), fikih juga membicarakan aspek hubungan antara sesama manusia secara luas (muamalah) termasuk siyasah (politik/ ketatanegaraan).36 Perbedaan antara syariah dan fikih, terletak pada sumber hukumnya, dimana syariah bersumber pada teks Alquran dan

34Haliman, Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 13.

35Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Cetakan VIII, (Queisiyah: Dar Queisiyah, 1968), hlm. 11.

36Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Pranadamedia Grup, 2014), hlm. 3

sunnah serta pada ketegasan hukum yang terdapat dalam dua sumber di atas, sedangkan fikih adalah hasil pemahaman dari ayat-ayat yang tidak tegas pengembangannya, serta aturan-aturan tambahan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan Alquran dan sunnah.37 Jadi fikih adalah sisi praksis dari syariat dan dapat berubah mengikuti perubahan waktu dan tempat.

Qanun, adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, atau pemerintah dalam suatu negara yang sejalan dengan ketentuan agama. 38 Qanun bersumber dari syariat maupun fikih yang mempunyai daya paksa untuk melakukannya.

Fatwa, secara praksis merupakan upaya seorang mujtahid atau lembaga fatwa untuk memberikan solusi hukum baik dalam format penemuan hukum yang baru maupun menemukan hukum dalam konteks mengatasi konflik hukum yang muncul di tengah-tengah masyarakat, baik dalam dimensi peribadatan, sosial budaya, ekonomi, politik, hak-hak azasi manusia maupun dalam dimensi inter-aksi hubungan global berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Meskipun tidak memiliki daya paksa namun fatwa sangat berpengaruh di Indonesia.

Mengenai istilah hukum Islam hanya ditemui dalam bahasa Indonesia dan menjadi istilah sehari-hari, yakni berasal dari dua kata dasar, yaitu “hukum” dan “Islam. Hukum diartikan sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam

37Satria Effendi M. Zein, Aliran-Aliran Pemikiran Hukum Islam, hlm. 9.

38Huzaemah Tahida Yanggo, Membendung Liberalisme, (Jakarta: Republika, 2006), hlm. 63.

suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.39 Adapun kata yang kedua, yaitu ‘Islam’, secara theologis, adalah sistem nilai dan ajaran yang bersifat Ilahiah – dan karena itu sekaligus bersifat transenden. Tetapi dari sudut sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Islam dalam realitas sosial tidak sekedar sejumlah doktrin yang bersifat menzaman dan menjagat (universal), tetapi juga mengejawantahkan diri dalam institusi-institusi sosial yang dipengaruhi oleh situasi dan dinamika ruang dan waktu.40

Masalahnya pesatnya perkembangan positivisme, perbincangan mengenai hal-hal yang bersifat transenden makin ditinggalkan. Hukum yang dipandang sebagai gejala sosial, yaitu sesuatu yang selalu ada dalam kehidupan sosial dan keberadaannya karena dibuat oleh penguasa. Sehingga keberadaan hukum tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan-pertimbangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Meskipun begitu pertimbangan-pertimbangan itu tidak boleh menyisihkan esensi hukum.41

Maka menurut Akh. Minhaji bahwa pada masa modern, hukum Islam tidak lagi menjadi wilayah religious authority tetapi wilayah political

39Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm 38.

40Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme

Hingga Post-Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. i.

41Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi, Copyright 2008, (Jakarta: Pranadamedia Group, 2008), hlm. 87.

authority. Hukum bukan lagi menjadi wilayah ulama yang harus diikuti oleh umara, tetapi sebaliknya ulama harus tunduk terhadapnya. Karena itu bisa difahami jika hampir seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia, kompilasi, kodifikasi dan juga positifisasi hukum Islam menjadi topik yang hangat dan menjadi perhatian para ahli hukum Islam.42

c. Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menetapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Istilah pemerintah (bestuursorgan) dibedakan dengan pemerintahan (besturen). 43 Pemerintah berkait dengan dua macam hubungan, yaitu suatu badan pemerintahan umum; dan merupakan organisasi dengan kewenangan pemerintah. Sedangkan pemerintahan berkait pada ketiga fungsi dari pemerintah, yaitu pembuat undang-undang, pemerintah, dan peradilan. Kewenangan pemerintah di Indonesia dipimpin seorang presiden. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, presiden memiliki otoritas. Sebagaimana tercantum dalam Dan pasal 10 berbunyi: “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.” Pasal 4 ayat 1: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang

42Akh. Minhaji, Hukum Islam: Antara Sakralitas dan Profanitas (Perspektif Sejarah

Sosial), Pidato Pengukuhan Guru Besar Sejarah Sosial Pemikiran Hukum Islam pada

Fakultas Syariah di hadapan Rapat Senat Terbuka UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tanggal 25 September 2004, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004), hlm. 10.

43Van Wijk, Konijnenbelt, Hootdstukken Van Administratioed Recht, (Vuga Gravenhage, 1989), hlm. 127, diambil dari buku Abdul Rasyid Thalib, Wewenang

Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan RI, (Bandung:

Dasar.” Pasal 5 ayat 2: “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.” Pasal 20 Ayat 4: “Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.” Jadi kekuasaan presiden terkait fungsi dan posisinya yang akan membawa negara kepada kebijakan negara yang diinginkan termasuk masalah hukum.

Pemerintahan yang dibahas pada studi ini adalah pemerintahan era Soesilo Bambang Yudhoyono yang biasa dipanggil dengan SBY. Beliau adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. SBY dilantik pada 20 Oktober 2004, bersama wakil presiden M. Jusuf Kalla meneruskan amanat reformasi Pada 21 Oktober 2004 dengan membentuk Kabinet Indonesia Bersatu dalam mewujudkan Indonesia yang aman damai, adil dan demokratis. Pada pemilu 2009, SBY kembali terpilih menjadi presiden bersama pasangan barunya yaitu Boediono. Pada periode kepemimpinannya yang kedua, SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II. Pada pemerintahan SBY, hukum Islam mendapat perhatian lebih dibanding pemerintahan sebelumnya. Dimaklumi bahwa SBY tumbuh di lingkungan pesantren,44 sehingga ketika beliau memimpin negeri ini maka terakomodasi enam produk hukum Islam menjadi hukum nasional.

44Ia lahir di lingkungan Pondok Pesantren Tremas Jawa Timur, sebab ibunya adalah keluarga Pesantren. Sebagai cucu salah seorang pendiri pondok Pesantren Tremas, ia dijuluki pewaris trah Ki Ageng Buwono Keling dan Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III (Versi lain menyebutkan Kanjeng Hamengku Buwono II). Sementara ayahnya santri Pondok Gontor sehingga SBY sangat dekat dengan para kiyai. Baca: Arwan Tuti Artha, Dunia Religius SBY, Cet. 1 (Yogyakarta: Best Publisher, 2009), hlm. 103.