• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Core Curriculum (Kurikulum Inti)

MODEL-MODEL ORGANISASI KURIKULUM

B. Model-model Organisasi Kurikulum

5. The Core Curriculum (Kurikulum Inti)

Selain apa yang telah dikemukakan pada pembahasan tentang model desain kurikulum pada bab sebelumnya, Oliva (1991) mengemukakan model organisasi kurikulum dalam bentuk yang banyak berlaku pada sekolah menegaah pertama.

Oliva (1991: 304) dengan mengutif pendapat Johnn Lounsbury dan Gordon F Vars, mengemukakan bahwa “coore curriculum” adalah “Specifically, core is a form of cur-riculum orgazitaion, usually operating within an extended block of time in the daily schedule, in which learning experiences are focoused diterctly on problems of significance to student”.

Oliva (1991: 305) mengemukakan ada enam karak-teristik dari core curriculum, yaitu:

1. Ia merupakan satu bagian dari kurikulum yang diperlu-kan oleh semua siswa;

2. Ia menyatukan atau menggabungkan materi pelajaran, biasanyaa Bahasa Inggeris dan Sosial Stuies;

3. Isi materinya mengkonter problem-problem yang mengabaikan disiplin ilmu. Meode pembelajaran utamanya adalah problem solving, menggunkan seluruh materi pelajaran yang dapat dipakai.

4. Core dorganisasi dalam bentuk “blovk time (blok waktu) “, yang basanya dalam bentuk dua atau tiga waktu di bawah asuhan seorang guru mata pelajaran inti (acore teacher) atau dapat pula bila mungkin menggunakan guru tambahan dan sumber belajar lainnya.

5. Ia mendorong para guru untuk merencanakan kuri-kulumnya bersama dengan para siswa.

6. Ia memerlukan pembimbingan bagi siswa.

Berdasarkan karakteristik core di atas, menurut Oliva (1991:306) Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty (1962), mengemukakan beberapa bentuk yang dapat diimplemen-tasikan pada sekolah menengah tingkat pertama adalah sebagai berikut:

1. Bentuk 1: Sejumlah mata pelajaran (secara konstan) diberikan kepada seluruh siswa. Materi pelajaran diajarkan secara terpisah (sparated) dengan sedikit atau mungkin tidak ada sama sekali usaha untuk menghubungkannya satu sama lain.

2. Bentuk 2: Dua atau lebih mata pelajaran dikorelasikan. Meskipun mata pelajaran tetap terpisah dan diajarkan

secara terpisah, namun usaha untuk menghubungkan satau sama lain dilakukan.

3. Bentuk 3: Dua atau lebih mata pelajaran digabungkan. Bentuk ini yang paling banyak dilakukan oleh sekolah. Misalnya Bahasa Inggeris dan Sosial Studies digabung-kan atau diintegrasidigabung-kan dan diskeduldigabung-kan dalam satu blok waktu, biasanya dalam dua atau tiga periode. 4. Bentuk 4: Sebuah blok waktu ditetapkan untuk

mengkaji mengenai orang dewasa dan atau berbagai problem social, seperti kehidupan sekolah, kehidupan keluarga, problem-problem ekonomi, komunikasi, hubungan multicultural, kesehatan, problem-problem internasional, konservasi, dan pemahamandiri sendiri. 5. Bentuk 5: Aktivitas pembelajaran dikembangkan secara kooperatif oleh para guru dan siswa, setiap orang bebas untuk mengusulkan masalah/topik atau problem apapun yang menarik yang mereka inginkan. Program “core” ini mirip dengan “unstructured experience cuuriculum (kurikulum berdasarkan pengalaman yang tidak berstruktur) pada sekolah dasar.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa core curricu-lum cenderung untuk memakai sebuah “block of time” yang terdiri dari dua atau tiga waktu dari hari sekolah. Waktu-waktu yang tetap diperuntukkan untuk kecenderungan para siswa yang chusus (sepecial). Menurut William Van Til, Gordon F.Vers, dan John H. Laounsbury (1967, block-time class (kelas blok waktu)” adalah sebuah istilah yang kadang-kadang disamakan dengan “core”. Dengan kata lain “block-time class” dapat atau tidak menjadi “core class”. Ia dapat mengandung skedul mata-mata pelajaran dalam satu blok-waktu tetapi diajarkan secara terpisah (sparated).

Grace S Wright sebagaimana dikutif oleh Oliva (1991: 307) mencatat ada empat bentuk program “block-time class”, sebagai berikut:

1. Bentuk A: Setiap mata pelajaran menahan identitasnya dalam “block-time class”, yakni mata pelajaran yang terpisah diajarkan: (1) dengan perencanaan berkorelasi yang terus-menerus, (2) dengan perencanaan yang tidak berkorelasi.

2. Bentuk B: Mata-mata pelajaran yang termasuk dalam “block-time class” di satukan atau digabungkan diseputar tema-tema pusat atau unit-unit kerja atau problem-problem dari satu atau lebih topic-tpik materi dalam “block-time class”.

3. Bentuk C: Wilayah problem yang disiapkan sebelumnya didasari atas kebutuhan sosial pribadi orang dewasa-baik berbagai kebutuhan yang teridentifikasi oleh or-ang dewasa sendiri dan berbagai kebutuhan sebagaimana yang dirasakan oleh masyarakat yang ditentukan sebagai skope program core kurikulum. Siswa dapat mimilih atau tidak darbeberapa problem area tersebut. Mereka bertanggung jawab atas pilihan aktivitas dalam pengembangan unit-unit pelajaran. 4. Bentuk D: Skop core kurikulum tidak ditentukan. Siswa

dan guru bebas memilih permasalahan-permasalahan berdasarkan apa yang mereka ingin kerjakan. Isi atau content materi pelajaran dibawa sebagaimana yang dibutuhkan untuk mengembangkan atau untuk membantu memecahkan permsalahan.

Pada sekolah menengah atas menurut Oliva terdapat beberapa bentuk organisasi implementasi kurikulum, yaitu: Subject Matter Curriculum,Broad-Fields Curriculum,

Team Teaching, Flexible and Modular Scheduling, The Nongrades High Scholl, A Comprehensive High School, Require-ments for Graduation, dan beberapa bentuk hasil study dan upaya reformasi kurikulum untuk Senior High Shoool yang dikembangkan oleh berbagai ahli, seperti Adler (1982), Boyer (1983), Gardner (1983), Goodlad (1984), dan Sezer (1984).

Model-model seperti Subject Matter Curriculum,Broad-Fields Curriculum, Team Teaching, Flexible and Modular Sched-uling, The Nongrades High Scholl, A Comprehensive High School, Requirements for Graduation adalah model-model organisasi kurikulum yang sudah lazim digunakan pada banyak sekolah menengah atas dan bagaimana bentuk organisasinya juga sudah tidak asing lagi dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam hal ini hanya akan dikemukakan bebefapa model yang dikembangkan oleh Adler (1982), Boyer (1983), Gardner (1983), Goodlad (1984), dan Sezer (1984).

Menurut Oliva (1991: 355) tiga dari model tersebut, bukan saja untuk sekolah menengah atas (high schools), tetapi model Adler, Gardner, dan Goodlad ini juga dapat ditujukan untuk sekolah dasar dan sekolah menengah ( el-ementary and secondary levels). Model-model organisasi kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli di atas tidak seluruhnya menggunakan model oraganisasi tradisional dalam bentuk sistem kelas. Selanjutnya Oliva (1991: 356) mengemukakan ringkasan kurikulum mayor dari para tokoh di atas sebagaimana table berikut.

173

Tabel 6.1.: Major Curriculum recommendations for the high school

Sesungguhnya belakangan atau pasca dekade 80-an banyak juga muncul model-model oragnisasi dan implementasi kurikulum yang baru, seperti model organisasi kurikulum untuk pendidikan inklusi, akselerasi, kelas e-learing, dan sebagainya. Oliva menekankan perlu adanya pola atau model organisasi kurikulum yang sesuai dengan tuntutan masa depan. Dia mengaitkannya dengan pendapat Peter Sleight (1980: 3) tentang model persekolahan (type of deschooling) yang efektif di era computer, sebagai berikut:

It may be that children won‘t attend schools at all, but attend classes in their own homes, taking through the computer, with the teacher talking to them through a video image.

Through the same network, the teacher will know whether a stuident is tuned in and can take “attendance” in the old-fashioned sense. Homework for the children will also be change. No longer will they be bringing home texbooks and doing assignments on paper. Instead, they may plug into the school data base to receive their assignments, execute them on the computer screen at home and “send” it to their teacher via the computer hook-up.

Dengan adanya perkembangan kondisi, situassi, dan budaya, sain, dan teknologi yang makin lama makin canggih dan pesat, maka tidak mau harus ada upaya untuk menemukan model organisasi kurikulum yang tepat dan efektif untuk menunju kberhasilan pembelajaran dan pendidikan yang diharapkan.

BAB VII