• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL DESAIN KURIKULUM

MODEL-MODEL DESAIN KURIKULUM

2. The Learner Centered Design

Konsep learner centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam yang menekankan perkembangan anak. Merurut pendangan model ini, dalam pendidikan dan pengajaran yang menjadi subyek (peme-gang peran utama) adalah anak. Guru hanya berperan menciptakan situasi belajar, mendorong, membimbing sesuai dengan kebutuhan anak sebab anak punya potensi untuk berbuat, berperilaku dan berkembang. Ciri utama dari model ini adalah pentingnya eksistensi siswa dalam proses pendidikan. Perorganisasian kurikulum didasarkan pada minat, kebutuhan dan tujuan siswa. Ada dua karakteristik utama dari model desain kurikulum learner centered design ini, yaitu: Pertama, pengembangan desain kurikulumnya bertolak pada anak dan bukan pada isi/ materi; Kedua, model ini bersifat not preplanned (kurikulum tidak disusun sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama

anatara guru dan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan. Isi (materi) kurikulum dari masalah-masalah atau topik yang menarik perhatian dan sekuensnya disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa (Stratemeyer, 1975: 104).

Ada beberapa variasi dari model ini, seperti: the activ-ity/experience design, humanistic design, the open free design,

dan lain-lain. Akan tetapi yang paling terkenal ialah “The activity atau experience design.”

The activity atau experience designadalahsebuah model desain kurikulum yang pengembangannya didasarkan pada pemikiran atau filsafat Jean-Jacques Rousseau (1712— 1778) danJohann Heinrich Pestalozzi (1746 – 1827), yang berkembang di abad 18, yang memandang bahwa pen-didikan harus didasarkan dan dilaksanakan sesuai dengan keadaan anak secara alamiah (natural). Rousseau berpendapat bahwa: “ human beings are basically good by nature, but were corrupted by the complex historical events that resulted in present day civil society”. Pandangan Rousseau ini kemudian banyak dikembangkan dalam pendidikan oleh Pestalozzi. Dari sekian pandangannya tentang pendidikan anak adalah pandangannya yang memandang anak sebagai sosok yang memiliki potensi sendiri untuk berkembang sesuai dengan potensi alamiahnya. Pendidik tidak boleh menggangu apalagi merusaknya, kecuali membantu memeliharanya, sebagaimana dikemukakan-nya sebagai berikut:

1. Personality is sacred. This constitutes the inner dignity of each individual for the young as truly as for the adult. 2. As a little seed… contains the design of the tree, so in each

child is the promise of his potentiality. ‘The educator only

takes care that no untoward influence shall disturb nature’s march of developments’.

Sejalan dengan pandangan Rousseau dan Pestalozzi di atas, beberapa asumsi yang mendasari model ini menurut Taba (1962:401), sebagaimana dikemukakannya sebagai berikut adalah:

People learn only what they experience. Only that learning which is related to active purposes and is rooted in experience translates itself into behavior changes. Children learn best those things that are at-tached to solving actual problems, that help them in meeting real needs or that connect with some active interest. Learning in its true sense is an active transaction.

Beberapa ciri utama desain kurikulum model “the ac-tivity atau experience design” adalah: Pertama; struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat anak. Dalam implementasinya menuntut guru; a) menemukan minat dan kebutuhan anak, b) membantu siswa memilih mana yang paling esensial. Kedua: kerikulum tidak disusun sebelumnya tetapi disusun bersama siswa dan guru, baik tujuan, sumber dan alat, kegiatan belajar dan evaluasinya (teacher pupil planning). Ketiga; desain kurikulum ditekankan pada prosedur pemecahan masalah. Oleh karenanya, dalam proses belajar siswa dibawa untuk melakukan hal yang nyata, sungguh-sungguh, bermakna, hidup dan relevan dengan kehidupannya.

Salah satu contoh desain kurikulum “the activity atau experience design”, misalnya dapat dilihat pada model desain kurikulum yang dirancang oleh John Dewey. Ia mendesain kurikulum Sekolah Laboratoriumnya dengan struktur yang memperhatikan seputar kebutuhan anak yang lazim atau pada umumnya dihadapi oleh setiap

or-ang. Struktur kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan manusia, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan bereksperimen, kebutuhan untuk brekspresi dan kebutuhaan akan keindahan. Untuk sekolah dasar dipuastkan pada observasi, permainan, ceritera dan kerajinan tangan. Selanjutnya berkembang pengorganisasiannya dengan dasar pada apa yang disebut “pusat-pusat minat” (centers of interest), yaitu kehidupan dalam keluarga, kehidupan alam, masyarakat, makanan dan sebagainya.

Berdasarkan gambaran karakteristik utama di atas, dapat dikemukakan beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini: Pertama, karena struktur kurikulum dan kegiatan pembelajaran ditentukan dan disusun atas dasar kebutuhan dan minat anak, maka semua yang terkait dengan kegiatan pembelajaran akan terjadi secara dinamis dan aktif karena dimotivasi dari dalam diri anak sendiri. Begitu juga dengan demikian pembelajaran akan benar-benar bermakna. Kedua, karena proses belajar siswa dibawa untuk melakukan hal-hal nyata, bermakna, dan relevan dengan kehidupannya, maka pencapaian tujuan dan hasil belajar akan lebih mudah dicapai.

Meskipun pada satu sisi terdapat kelebihan dari desain model ini, utamanya dilihat dari sisi perhatian yang baik terhadap minat dan tuntutan anak, namun pada sisi lain model ini juga memiliki kekurangan. Pertama, kurikulum pendidikan yang dibuat atas dasar minat dan tuntutan anak saja dipandang tidak cukup dalam menjawab berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan, lebih-lebih dalam konteks permasalahan kehidupan modern yang sangat kompleks seperti saat sekarang ini. Anak belum tentu mampu melihat dan mendeteksi kebutuhan-kebutuhan

essensial yang penting untuk dipelajari. Kedua, model “the activity atau experience design” ini dinilai sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan, Minat dan tuntutan kebutuhan siswa tidak dapat memberikan landasan yang kuat untuk menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah oleh perkembangan dan lingkungan. Di samping itu masing-masing individu siswa memiliki minat yang sangat beragam, yang )mana hal ini tentu menjadi sebuah kesulitan yang tidak mudah untuk menyusun sebuah kurikulum. Ketiga, karena model ini memerulukan pemahaman yang baik terhadap perkembangan psikologis siswa, karenanya model ini tidak bisa dilakukan oleh guru biasa atau guru bidang studi/mata pelajaran. Kurikulum ini menuntut guru yang memiliki pengetahuan psikologi yang baik dan pengetahuan pendidikan yang general.

Beberapa pemikiran dan upaya untuk mengatasi berbagai kritikan di atas para penggagas atau penganjur model kurikulum ini mengemukakan beberapa pemikiran, antara lain: Pertama, untuk menjawab kritikan bahwa model ini lemah dalam kontinuitas dan sekuens dapat di-atasi dengan membangun sekuens kurikulum berdasarkan “pusat-pusat minat (centers of interest)”, seperti yang dikembangkan oleh Dewey. Kedua, untuk menjawab kritikan bahwa dasar minat siswa tidak dapat dijadikan dasar untuk menyusun sekuens, dicarikan jalan keluar de-ngan usaha menemukan sekuens perkembade-ngan ke-mampuan mental anak, seperti perkembangan kemampu-an kognitif dari Peaget.