BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
D. Corporate Governance
Semakin merebaknya aktivitas manajemen laba juga telah mendorong berkembangnya perhatian publik terhadap konsep good corporate governance.
Konsep ini secara istilah merupakan tata kelola perusahaan yang baik atau dengan kata lain sebagai suatu sstem yang mengatur dan mengandalikan perusahaan agar selalu menciptakan nilai tambah bagi semua stockholder dan stakeholdernya. Dalam
pengertian lain disebutkan bahwa corporate governance merupakan sebuah sistem
antara pemegang saham , pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya dalam kaitannya dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Ada dua poin penting yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu hak stockholder dan stakeholder untuk
memperoleh informasi akurat dan tepat waktu (timeliness) serta kewajiban
perusahaan intuk mengungkapkan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan
transparan semua informasi mengenai perusahaan.
Corporate Governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan
meminimalisai konflik keagenan dan merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis yang meliputi hubungan antara dewan komisaris, manajemen perusahaan, dan para pemegang saham. Corporate governance adalah
salah satu konsep yang berdasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Karena pada mulanya
salah satu urgensi pentingnya corporate governance berhubungan dengan teori
keagenan yang menyatakan mengenai pentingnya pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan pada tenaga profesional (disebut agent) yang lebih mengerti
dan profesional dalam menjalankan bisnis.
Ada beberapa asumsi dasar yang membangun teori agensi yaitu agency
conflict dan agency problem. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana
para investor yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau meginvestasikan dana ke proyek-proyek yang tidak menguntungkan dan berkaitan dengan bagaimana para
investor memonitor manajer. Dengan demikian diharapkan corporate governance
mampu mempengaruhi manajer untu tidak melakukan tindakan manajemen laba.
Corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Comittee
pada tahun 1992 dalam sebuah laporan yang kemudian dikenal dengan nama Cadbury
Report. Laporan ini kemudian menjadi titik balik yang menentukan praktik corporate
governance di dunia. Cadbury Comittee (yang digunakan dalam FCGI, (2001:1).
Pedoman GCG merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktik GCG kepada pemangku kepentingan. Dalam pedoman tersebut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance)
memaparkan azas-azas GCG sebagai berikut : 1. Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemegang kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas Corporate Governance, perusahaan
harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Dengan kata lain, konsep good corporate governance
menekankan pentingnya kesetaraan (fairness). Transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas (responsibility) informasi untuk
meningkatkan kualitas laporan keuangan. Alasannya, laporan keuangan merupakan alat komunikasi utama perusahaan dengan semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Semakin berkualitas laporan keuangan semakin berkualitas pula keputusan yang dibuat stakeholder yang menggunakan informasi itu.
Corporate governance menjadi mekanisme pengawasan agar manajemen
melakukan kegiatan operasional untuk kepentingan pemegang saham. Menurut IICG terdapat tujuh dimensi atau konsep penerapan good corporate governance yang
diambil dari panduan OECD dan komnas good corporate governance. Namun dalam
penelitian ini hanya menggunakan proksi komisaris independen sebagai tolak ukur dalam mengukur Corporate Governance dalam suatu perusahaan.
Dalam sebuah peusahaan, kita mengenal adanya direksi dan manajemen. Namun, ada sebuah peran penting lagi dalam sebuah perusahaan yaitu peran dari komisaris independen. Komisaris Independen menjadi organ utama bagi penerapan praktik good corporate governance, dengan melihat fungsi yang dimiliki. Oleh
karena itu, sesuai dengan nama yang diemban sebagai komisaris independen, maka harus memiliki independensi, menjalankan fungsinya yaitu sebagai fungsi pengawasan, memiliki profesionalisme dan kepemimpinan yang merupakan hal dasar yang dibutuhkan dari perannya tersebut. Keberadaan komisaris independen memiliki tujuan untuk mewujudkan objektivitas, independent, fairness, serta dapat
memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan juga perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan sampai pada kepentingan stakeholder lainnya. Dalam perkembangannya sendiri, telah banyak
kajian tentang komisaris independen, dimana peran dan fungsi komisaris sangat penting sebagai motor penggerak corporate governance14.
Keberadaan komisaris independen dalam emiten atau perusahaan public di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 33/POJK. 04/2014. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa dalam setiap emiten atau perusahaan public sekurang-kurangnya memiliki 1 orang komisaris independen jika dewan komisaris terdiri dari 2 orang. Namun jika jumlah dewan komisaris lebih dari 2 orang, maka jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya sebesar 30%.