• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1.Teori Stakeholder 1.Teori Stakeholder

3. Corporate Social Responsibility (CSR) a. Definisi Corporate Social Responsibility

Sebagai satu konsep yang menjadi populer, Corporate Social Responsibility (CSR) belum memiliki batasan yang sepadan. Banyak ahli, praktisi dan peneliti belum memiliki kesamaan dalam memberikan definisi. Eklington (1997) dalam bukunya yang berjudul Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21th Century Business mengemukakan bahwa perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian pada kemajuan masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people), serta lingkungan hidup/bumi (planet), dan peningkatan kualitas perusahaan (profit). ( Mursitama, 2011).

The world Business Council for Suitainable Development (WBCSD) mendefinisikan Corporate Social Responsibility. “Continuing commitment by business to behave ethically and contributed to economic development while improving the quality of life of the workface and their families as well as of the local community and society at large” (Hadi, 2011).

15

Definisi tersebut menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.

Sementara Bowman dan Haire (1976) dalam Faroek et al. (2005) mendefinisikan CSR secara luas sebagai “including the concern for the impact of all of the corporation’s activities on the total welfare of society”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility merupakan suatu bentuk komitmen perusahaan untuk dapat menyelaraskan kegiatan usahanya dengan kepentingan stakeholders serta berkontribusi dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat dan alam di sekitar lingkungan perusahaan.

b. Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)

Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari atas tiga prinsip (Hadi, 2011), yaitu:

1) Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumber daya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Dengan demikian, sustainability berputar pada

16

keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumber daya agar tetap memperhatikan generasi masa datang.

2) Accountability, adalah upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktiivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal.

3) Transparancy, merupakan prinsip yang penting bagi pihak eksternal. Transparansi berperan mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dan lingkungan.

Perkembangan CSR semakin berkembang sampai saat ini, John Eklington (1997) dalam Wibisono (2007) mengemukakan konsep “The Triple Bottom Line” yang menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan 3P, yaitu tidak hanya memikirkan profit tapi juga harus memberikan kontribusi pada masyarakat (people) serta aktif dalam melestarikan lingkungan (planet).

1) Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga

17

perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.

2) People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Misalnya, pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, serta penguatan kapasitas ekonomi lokal.

3) Planet. Hubungan perusahaan dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan memberikan manfaat kepada perusahaan. Sudah kewajiban perusahaan untuk peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan keragaman hayati. Mislanya, penghijauan lingkungan hidup, perbaikan pemukiman, serta pengembangan pariwisata.

c. Corporate Social Responsibility dalam Persepektif Islam

Corporate Social Responsibility (CSR) dalam persepktif Islam menurut AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions adalah segala kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk memenuhi kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika dan discretionary responsibilities

18

sebagai lembaga finansial intermediary baik itu bagi individu maupun bagi institusi. Tanggung jawab religius yaitu kewajiban bagi institusi finansial Islam untuk mematuhi hukum Islam pada semua kegiatan operasionalnya. Tanggung jawab ekonomi yaitu kewajiban bank syariah untuk mematuhi kelayakan ekonomi secara efisien dan menguntungkan. Tanggung jawab hukum yaitu kewajiban institusi financial Islam untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di negara beroperasinya institusi tersebut. Tanggung jawab etika yaitu menghormati masyarakat, norma agama dan kebiasaan yang tidak diatur dalam hukum. Discretionary responsibilities mengacu pada ekspektasi yang diharapkan oleh pemegang saham bahwa institusi finansial Islam akan melaksanakan peran sosialnya dalam mengimplementasikan cita-cita Islam (Rizkiningsih, 2012).

d. Pengungkapan Islamic Social Reporting

Konsep CSR juga terdapat dalam ajaran Islam. Lembaga yang menjalankan bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi dasar Al Qur’an dan Sunah, sehingga menjadikan dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya (Sofyani et al, 2012).

Perbankan syariah merupakan salah satu lembaga bisnis yang menjalankan operasionalnya sesuai syariah. Dusuki dan Dar (2005) menyatakan bahwa pada perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat relevan untuk dibicarakan mengingat beberapa faktor yaitu perbankan syariah berlandaskan syariah yang beroperasi dengan landasan moral, etika dan tanggung jawab sosial dan adanya prinsip atas ketaaatan pada perintah Allah dan khalifah.

19

Ada beberapa hal yang penting dalam social reporting menurut perspektif Islam yaitu pemahaman mengenai akuntabilitas, keadilan sosial, dan kepemilikan sosial (Maali, 2006). Ketiga hal ini sangat erat kaitannya dengan hubungan sosial diantara manusia. Islam menunjukkan bahwa akuntabilitas umat dipengaruhi oleh hubungan antara individu dan perusahaan dengan Allah SWT. Menurut konsep ini, pencipta dari segala sesuatu itu hanya Allah SWT semata dan segala sesuatu berasal dari Nya. Adanya konsep keesaan Allah SWT ini menegaskan bahwa dalam Islam segala sesuatu harus dipertanggung jawabkan hanya kepada Allah SWT dan segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan perintah Nya. Oleh sebab itu, seorang muslim melakukan kegiatan sosial dan membuat laporannya bukan untuk keuntungan finansial semata melainkan untuk tujuan yang lebih utama yaitu mendapatkan ridho Allah SWT.

Keadilan sosial menurut Maali (2006) juga merupakan hal yang penting dalam Islamic Social Reporting (ISR). Keadilan yang dimaksud disini adalah berlaku adil kepada siapapun karena seorang muslim tidak boleh melakukan eksploitasi dan tindakan yang dapat merugikan sesama. Oleh sebab itu konsep keadilan sosial dalam kegiatan bisnis Islam termasuk keadilan kepada karyawan, pelanggan, dan seluruh anggota masyarakat.

Konsep terakhir yang juga penting dalam ISR menurut Maali (2006) yaitu konsep mengenai kepemilikan. Islam mengakui kepemilikan individu, namun kepemilikan tersebut bukan kepemilikan yang absolut karena segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah SWT. Oleh sebab itu setiap pemilik bertanggung

20

jawab untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan perintah Allah SWT dan bertujuan untuk memberi manfaat kepada umat.

Dalam teori pendukung adanya pengungkapan CSR seperti teori legitimasi dan teori stakeholder berpendapat bahwa perusahaan memberikan informasi CSR sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan masyarakt luas. Bahkan jika kegiatan organisasi telah sesuai dengan harapan masyarakat, legitimasi organisasi dapat terancam jika ia gagal untuk melakukan pengungkapan yang menunjukkan bahwa kegiatannya memang sudah sesuai dengan harapan masyarakat (Newson dan Deegan, 2002).

Sama seperti ruang lingkup CSR secara konvensional, perusahaan yang operasionalnya berbasis pada hukum Islam dan prinsip syariah sudah seharusnya memiliki standar atau pedoman tersendiri dalam pengungkapan kegiatan CSR. Namun, pada kenyataannya belum ada standar pelaporan yang baku yang khusus dijadikan pedoman bagi entitas Islam dalam melakukan pengungkapan atas kegiatan CSR perusahaan. Othman et al. (2009) mencoba mengembangkan suatu indeks Islamic Social Reporting (ISR) berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan poin-poin pengungkapan CSR dalam perspektif Islam. Penelitiannya didasarkan pada kebutuhan entitas Islam akan suatu standar pelaporan CSR yang dapat mengungkapkan secara penuh dan memiliki akuntabilitas sosial sesuai dengan konsep pengungkapan dalam perspektif Islam.

21

Menurut Meutia (2010), syariah enterprise theory mengajukan beberapa karakteristik terkait tema dan item yang diungkapkan dalam laporan tanggung jawab sosial perusahaan perbankansyariah.

Karakteristik-karakteristik ini, adalah:

1) Menunjukkan upaya memenuhi akuntabilitas vertikal terhadap Allah SWT dan akuntabilitas horizontal terhadap direct stakeholders, indirect stakeholders, dan alam.

2) Menunjukkan upaya memenuhi kebutuhan material dan spiritual seluruh stakeholders, sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi konsep keseimbangan.

3) Mengungkapkan informasi kualitatif dam kuantitatif sebagai upaya untuk memberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh.

Meutia (2010) mengatakan terdapat beberapa dimensi yang ditawarkan oleh syariah enterprise theory dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, terutama oleh perbankan syariah. Dimensi tersebut adalah akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertikal ini, ditujukan hanya kepada Allah. Beberapa contoh item yang bertujuan menunjukkan akuntabilitas vertikal kepada Allah menurut syariah enterprise theory adalah adanya opini Dewan Pengawas Syariah dan adanya pengungkapan mengenai fatwa dan aspek operasional yang dipatuhi dan tidak dipatuhi beserta alasannya.

Sedangkan akuntabilitas horizontal, ditujukan kepada tiga pihak, yaitu direct stakeholders, indirect stakeholders, dan alam. Pihak-pihak yang disebut direct

22

stakeholders menurut syariah enterprise theory adalah nasabah dan karyawan. Sedangkan pihak yang termasuk indirect stakeholders menurut syariah enterprise theory adalah komunitas. Beberapa item pengungkapan tanggung jawab sosial yang menunjukkan akuntabilitas horizontal kepada nasabah menurut syariah enterprise theory adalah adanya pengungkapan kualifikasi dan pengalaman anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS), laporan tentang dana zakat dan qardhul hasan serta audit yang dilakukan terhadap laporan tersebut, informasi produk dan konsep syariah yang mendasarinya, penjelasan tentang pembiayaan dengan skema Profit and Loss Sharing (PLS), dan penjelasan tentang kebijakan/usaha untuk mengurangi transaksi non-syariah di masa mendatang. Sedangkan, beberapa item yang mengungkapkan adanya akuntabilitas horizontal kepada karyawan menurut syariah enterprise theory adalah adanya pengungkapan mengenai kebijakan tentang upah dan renumerasi, kebijakan mengenai pelatihan yang meningkatkan kualitas spiritual karyawan dan keluarganya, ketersediaan layanan kesehatan dan konseling bagi karyawan, dan kebijakan non dikriminasi yang diterapkan pada karyawan dalam hal upah, training, dan kesempatan meningkatkan karir.

Beberapa item yang menunjukkan akuntabilitas kepada indirect stakeholders, dalam hal ini komunitas, berdasarkan syariah enterprise theory. Item tersebut antara lain adanya pengungkapan tentang inisiatif untuk meningkatkan akses masyarakat luas atas jasa keuangan bank Islam, kebijakan pembiayaan yang mempertimbangkan isu-isu diskriminasi dan HAM, kebijakan pembiayaan yang mempertimbangka kepentingan masyarakat banyak, dan kontribusi yang dilakukan

23

untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di bidang agama, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan item pengungkapan yang menunjukkan akuntabilitas horizontal kepada alam menurut syariah enterprise theory adalah adanya pengungkapan tentang kebijakan pembiayaan yang mempertimbangkan isu-isu lingkungan, menyebutkan jumlah pembiayaan yang diberikan kepada usaha-usaha yang berpotensi merusak lingkungan dan alasan memberikan pembiayaan tersebut, dan usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran lingkungan pada pegawai.