• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah dibentuknya program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina berawal dari adanya kekecewaan PT. Pertamina pusat kepada PT.Pertamina RU VI. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 merupakan puncak kekecewaaan masyarakat kepada PT. Pertamina karena masyarakat menganggap PT. Pertamina belum melakukan apapun kepada masyarakat. puncak kekecewaan masyarakat ini diwujudkan dengan adanya demo yang terjadi beberapa hari dan menimbulkan kerugian besar bagi pihak PT. Pertamina RU VI. Oleh karena itu, akhirnya PT. Pertamina pusat mengambil sikap untuk memberikan kesempatan kepada IPB melalui P4W LPPM IPB untuk melakukan pemetaan sosial. Awalnya pemetaan sosial hanya dilakukan di dua desa yang berada di Ring I PT. Pertamina RU VI Balongan, yaitu di Desa Balongan dan Desa Majakerta. Namun diperluas dengan salah satu desa yang berada di Ring III yaitu Desa Karangsong. Wilayah Ring III khususnya Desa Karangsong menjadi pusat perhatian PT. Pertamina karena terkait aktivitas kapal Pertamina yang ada di laut. Seperti penuturan Manager Lapang CSR PT. Pertamina:

“...sebelum kapal nelayan masuk wilayah Karangsong banyak

pipa-pipa, kapal tanker kan tidak bisa langsung masuk ke darat sehingga ada stasiun lalu dialirkan melalui pipa yang masuk ke

kilang Balongan...” (ARS, manajer lapang CSR PT. Pertamina)

Kegiatan PT. Pertamina bekerja sama dengan P4W LPPM IPB dimulai pada tahun 2010. Sebelum bekerja sama dengan pihak P4W LPPM IPB PT. Pertamina sudah melakukan CSR di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan bantuan infrstruktur seperti untuk perbaikan jalan. Pada tahun 2010 mulai dilakukan pemetaan sosial di dua desa yaitu Balongan dan Majakerta. Dari pemetaan sosial yang sudah dilakukan maka munculah beberapa program pemberdayaan ekonomi lokal yang masih berjalan hingga saat ini. Pendekatan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Tim IPB pada Desa Majakerta adalah melalui pendekatan langsung kepada masyarakat. sedangkan di Desa Balongan dan Desa Majakerta pendekatan yang dilakukan melalui elit desa terlebih dahulu.

“...pendekatan yang kami lakukan di tiap desa berbeda-beda, seperti Desa Majakerta kami melakukan pendekatan langsung dengan masyarakat seperti ikut ngopi di warung dan mengajak masyarakat ngobrol. Tapi berbeda lagi dengandi Desa Balongan dan Karangsong, kami melakukan pendekatan dengan elit desa terlebih dahulu. Menurut saya, sebenarnya program akan lebih terasa manfaatnya jika langsung mendekati masyarakat, namun kekurangannya terkadang pihak desa protes jika kami langsung mendekati masyarakat karena dianggap melangkahi pihak

Terkait dengan teknis pelaksanaan CSR pemberdayaan ekonomi lokal semua direncanakan oleh tim IPB, mulai dari bentuk program dan pola pengambangan perencanaannya. Selanjutnya, pihak Pertamina memonitoring dan mengevaluasi program yang direncanakan. Saat ini fokus CSR PT. Pertamina sudah mulai beralih dari yang awalnya hanya berfokus pada bantuan infrastuktur dan fisik saja, kini mulai berkembang ke pemberdayaan. Hal ini juga sejalan dengan fokus PT. Pertamina untuk meningkatkan perolehan Proper, karena untuk penilaian proper nilai tertinggi berasal dari program pemberdayaan.

Dalam implementasi program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina, tim ahli dan tim pendamping teknis IPB memiliki tahap strategi program CSR melalui rencana strategi dari social mapping, yaitu mulai dari tahap pengenalan, tahap penguatan, tahap pengembangan dan tahap mandiri. Perencanaan program dilakukan bersama masyarakat dan disesuaiakan dengan kebutuhan dan minat masyarakat. hal ini menjadi penting karena jika program tidak sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat, maka program akan sulit berjalan dan masyarakat juga akan malas mengikuti program. Seperti program budidaya kepiting yang pernah diinisiasikan di awal program. Program budidaya kepiting ini sesuai dengan potensi lokal yang ada di Desa Karangsong, namun tidak sesuai dengan minat masyarakat, sehingga digantikan dengan program budidaya bandeng dan udang yang sesuai dengan minat masyarakat. Hal ini juga didukung dengan pernyataan tim IPB:

“...partisipasi menjadi nilai dasar dalam kepercayaan masyarakat,

dalam pemberdayaan semua unsur harus saling bersinergi, dan harus seusai dengan kebutuhan masyarakat sehingga ada rasa

memiliki.” (ARS, manajer lapang CSR PT. Pertamina)

“...awalnya ada program budidaya kepiting, tapi ngga sesuai sama

keinginanan masyarakat. jadi masyarakat mengikuti program dengan ogah-ogahan. Akhirnya diganti sama program budidaya bandeng dan udang yang memang sesuai dengan minat masyarakat dan pekerjaan sehari-hari mereka. Selain itu program budidaya kepiting juga gagal karena terjadi bias pertanggungjawaban karena program ini dilakukan secara berkelompok. Oleh karena itu pada program selanjutnya, program dilakukan secara individu dengan syarat peserta program harus memiliki tambak sendiri atau

menyewa tambak sendiri...” (PGH, tim pendamping teknis program perikanan budidaya)

Tidak hanya program perikanan budiya yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Program perikanan tangkap dan peternakan juga disesuaiakan dengan masyarakat. seperti program perikanan tangkap yang memperkenalkan sistem multigear yaitu memiliki dan menggunakan lebih dari satu alat tangkap yang dapat digunakan sesuai jenis ikan dan musim ikan yang yang sedang terjadi. Tim pendamping teknis CSR memang menyarankan kepada para peserta untuk memiliki beberapa jenis jaring, namun untuk pemilihan jaring yang akan diberikan sebagai bentuk bantuan kepada peserta tetap disesuaikan

dengan kebutuhan dan minat peserta. Hal ini juga didukung dengan pernyataan salah seorang anggota perikanan tangkap:

“...saya biasa pake jaring kejer, terus pas mau pembagian bantuan saya minta jaring kejer lagi. Ya dikasihnya sesuai sama

yang saya minta...” (SBR, 37 tahun)

Selanjutnya untuk tahap pelaksanaan, tim CSR memberikan tanggung jawab dan wewenang kepada para peserta terkait program yang mereka laksanakan. Di samping itu, untuk tahap pelaporan merupakan tahap yang dianggap oleh tim CSR sebagai tahap yang paling lemah. Hal ini dikarenakan bentuk pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat masih seatas pencatatan hasil tangkapan atau hasil program, selanjutnya data tersebut diolah oleh tim pendamping CSR dan kemudian diserahkan kepada pihak PT. Pertamina.

RIWAYAT HIDUP

Nerissa Arviana lahir di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 07 November 1993 yang merupakan putri bungsu dari pasangan Bapak Arsyam dan Ibu Asnimar. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis yaitu SDN Bahagia 06 Bekasi pada tahun 1999-2005. Kemudian pada tahun 2005-2008, penulis bersekolah di SMPN 19 Bekasi dan pada tahun 2008-2011 penulis bersekolah di SMAN 10 Bekasi. Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Ekologi Manusia dengan Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan.

Selama duduk di bangku kuliah, selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan di dalam dan di luar kampus. Penulis pernah menjadi Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA 2012-2013) pada Divisi Sosial dan Lingkungan, pernah menjabat sebagai ketua Desa Mitra Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (SAMISAENA) pada tahun 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat sebagai perwakilan IPB dalam Kuliah Kerja Nyata Universitas Indonesia di wilayah Perbatasan dan Pulau-pulau Terluar Indonesia (Kepulauan Karimata) pada tahun 2013. Tidak hanya di organisasi, penulis juga aktif diberbagai kepantiaan seperti INDEX (Indonesian Ecology Expo) 2013, KERIS (Kemah Riset) 2013 dan 2014 dan pelatihan kemampuan softskill dalam berbagai kegiatan seperti IYJ (IPB Youth Journalist) 2011. Pengalaman kerja penulis adalah pernah bekerja Freelance di PT. Optima Solusi (Opsi) dan PT. Metadata sebagai surveyor pada tahun 2014 dan 2015.