• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 METODOLOGI PENELITIAN

5.3 Arah Pengembangan PPN Palabuhanratu

5.3.3 Daerah distribusi hasil tangkapan PPN Palabuhanratu

Luasnya daerah distribusi sangat tergantung kepada teknik pengolahan, pengaturan sarana transportasi, konsentrasi konsumen dan kebiasaan makan konsumen (Lubis, 2002).

(1) Daerah distribusi berdasarkan pada teknik pengolahan

Di PPN Palabuhanratu dan daerah sekitarnya, teknik pengolahan ikan masih didominasi oleh teknik pengolahan tradisional seperti pindang, pengasinan, terasi, kerupuk kulit ikan. Terdapat pula produk olahan lain seperti bakso ikan, fish nugget dan abon ikan. Ikan-ikan segar yang dikumpulkan oleh pengusaha cold storage selanjutnya dilakukan processing-nya kemudian diekspor ke negara lain

melalui Jakarta. Akibat dari kondisi teknik pengolahan masih didominasi oleh teknik pengolahan tradisional, maka luas hinterland terbatas hanya di dalam negeri, dengan daerah pendistribusian ke Jakarta, Bandung, Cianjur, Sukabumi. Ikan-ikan segar seperti tuna dan layur diekspor ke Jepang dan Korea. Arah tehnik pengolahan ikan lebih mengutamakan mutu sehingga program cold chain system

harus dijalankan terutama untuk ikan-ikan segar yang akan diekspor ataupun untuk konsumsi lokal. Menurut Hanafiah (1983) bahwa cold chain system

mencakup penggunaan metode-metode icing, chiling dan freezing pada hasil perikanan selama proses-proses pengangkutan, penyimpanan dan penjualan sehingga kesegaran dari hasil perikanan tersebut dapat dipertahankan. Peranan pelabuhan didalam penyiapan cold chain system adalah melengkapi kapasitas pabrik es, menyiapkan atau memfasilitasi adanya cool room dan mobil truck freezer. Daerah distribusi ikan mencapai negara Jepang atau Korea bahkan sampai ke pasar Uni Eropa atau Amerika untuk produk ikan segar terutama ikan tuna. Diupayakan pula peningkatan teknik pengolahan tradisional dan diversifikasi hasil olahan terutama dalam menjaga hygienitas produk. Diharapkan dalam jangka pendek daerah distribusi ikan dari Palabuhanratu tidak akan mengalami perubahan karena melemahnya kondisi perekonomian dalam negeri termasuk sektor perikanan tangkap.

(2) Sarana transportasi

Sarana transportasi berkaitan dengan masalah pengangkutan. Menurut Hanafiah (1983), bahwa pengangkutan berarti bergeraknya atau pemindahan barang-barang dari tempat produksi dan / atau tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang-barang tersebut akan dipakai. Pengangkutan dengan bantuan komunikasi akan memperluas daerah pasar dari barang. Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak itu memerlukan kecepatan dan perawatan serta handling tambahan selama di perjalanan. Perkembangan teknologi dibidang pengangkutan darat, laut dan udara telah memberikan sumbangan sangat berarti bagi distribusi hasil perikanan. Pengangkutan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan volume lebih besar. Perkembangan refrigerated transportation

telah memungkinkan pengangkutan jarak jauh untuk hasil perikanan. Kondisi sarana transportasi hasil perikanan dari PPN Palabuhanratu ke luar dengan

menggunakan sarana transportasi darat berupa kendaraan roda empat (mobil pick up), truk cool room, truk freezer dan angkutan kendaraan roda dua untuk jarak yang lebih dekat. Arah pengembangan sarana transportasi adalah menyiapkan sarana transportasi darat yang memenuhi syarat untuk mengangkut hasil perikanan yakni dalam bentuk kendaraan roda empat yang memiliki cool room dan freezer

sehingga jangkauan pengangkutan produk semakin luas dan jauh. Selama ini pengangkutan produk melalui udara diangkut dari Palabuhanratu ke pabrik pengepakan ikan di Jakarta kemudian diangkut keluar negeri dengan pesawat udara. Adanya rencana pemerintah provinsi untuk menyiapkan lapangan udara di Palabuhanratu sangat mendukung arah pengembangan transportasi pengangkutan ikan yang lebih cepat dengan volume yang lebih besar dan menerapkan prinsip- prinsip cold chain system. Angkutan melalui laut tetap menggunakan pelabuhan umum di Jakarta untuk keperluan ekspor.

(3) Konsentrasi dan kebiasaan makan konsumen

Semua kegiatan distribusi ditujukan untuk menyediakan kepada konsumen berupa ikan pada waktu, tempat dan dalam waktu yang diinginkan. Menurut Hanafial (1983) bahwa distribusi ikan dilakukan produsen, wholesaler ataupun retailer harus dimulai dengan menganalisa konsumen antara lain berapa jumlah konsumen, tempat tinggal mereka, berapa pendapatan mereka, serta bagaimana penggunaannya, apa kesukaannya bagaimana susunan kebutuhan mereka dan sebagainya.

Tingkat konsumsi ikan rata-rata penduduk Indonesia tahun 2005 masih rendah yakni sebesar 22,76 kg/kapita/tahum (Barani, 2006), belum sesuai dengan standar FAO sebesar 30 kg/kapita/tahun dan jika dibandingkan dengan negara Jepang yang tingkat konsumsi ikan penduduknya mencapai 150 kg/kapita/tahun, Malaysia 48 kg/kapita/tahun dan Thailand 32,4 kg/kapita/tahun (Ditjen. Perikanan Tangkap, 2006). Masih rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat di Indonesia disebabkan antara lain adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mau memilih ikan sebagai pilihan menu utamanya dan tingkat pendapatan yang belum mampu untuk membeli ikan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan kesadaran pentingnya ikan sebagai sumber protein yang rendah kolesterol maka kebutuhan ikan akan semakin meningkat. Dalam hal ini

diperlukan peranan pelabuhan untuk mendistribusikan ikan bermutu ke daerah konsumen dalam jumlah yang cukup.

Distribusi produk perikanan dari Palabuhanratu selama ini terkonsentrasi pada konsumen di daerah Jakarta dan Jawa Barat yang jumlah penduduknya menurut hasil sensus penduduk dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 sekitar 44 juta. Jumlah konsumen akan bertambah banyak akibat dari peningkatan jumlah produksi. Permintaan akan produk perikanan akan bertambah dan semakin berkualitas akibat dari semakin berubahnya selera konsumen akibat bertambahnya pendapatan dan semakin banyaknya tempat-tempat penjualan ikan baik dipasar tradisional maupun di supermarket serta akibat pengaruh melemahnya permintaan akan produk protein dari daging sapi, ayam karena adanya wabah flu burung dan penyakit sapi gila (Direktorat Standardisasi dan Akreditasi, 2005). Tuntutan makanan yang bergizi dan rendah kolesterol banyak terdapat pada produk perikanan sehingga jumlah permintaan ikan akan meningkat. Peranan pelabuhan perikanan terhadap konsentrasi konsumen adalah mempersiapkan produk ikan yang didaratkan dan ikan yang didistribusikan dalam keadaan bermutu baik sehingga pelabuhan perikanan harus mempersiapkan hygienitas penanganan ikan di pelabuhan perikanan. PPN Palabuhanratu telah mempersiapkan laboratorium bina mutu guna dipakai sebagai sarana pemeriksaan kualitas ikan sebelum keluar dari PPN Palabuhanratu.

(4) Pemasaran ikan di hinterland

Pemasaran ikan di hinterland akan dijelaskan mulai dari PPN Palabuhanratu, hinterland primer, hinterland sekunder dan hinterland perpaduan.

1) Pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu

Terdapat dua bentuk kegiatan pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu yakni yang mengikuti pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) dan tidak melalui TPI (Gambar 16). Ikan-ikan yang tidak dilelang ada yang berasal dari pendaratan langsung dan ada dari ikan-ikan yang berasal dari luar pelabuhan masuk melalui jalan darat seperti ikan-ikan dari Jakarta, Cianjur, Binuangeun, Ujung Genteng, Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Loji. Kondisi ini dikarenakan ikan- ikan dari daerah tersebut yang masuk ke PPN Palabuhanratu telah

memperlihatkan surat keterangan asal ikan dan telah membayar retribusi di tempat asal ikan tersebut sehingga di PPN Palabuhanratu tidak membayar retribusi lagi. Ikan-ikan dari luar Palabuhanratu melalui darat terjadi pada saat di Palabuhanratu tidak musim ikan guna memenuhi bahan baku untuk unit pengolahan pindang.

Gambar 16 Pola pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu tahun 2004.

Penjualan ikan melalui pelelangan ikan di TPI harus mengikuti aturan sebagaimana yang diatur oleh Perda Provinsi No 8 dan 9 tahun 2000, antara lain bahwa semua ikan yang didaratkan diharuskan untuk dilelang di TPI, dikecualikan untuk ikan-ikan sebagai lauk-pauk, hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan yang bertujuan olah raga dan hasil penangkapan untuk kepentingan

Bakul Produksi ikan PPN Palabuhanratu TPI Agen longline Cold storage di Jakarta Ekspor melalui Jakarta Konsumen lokal Agen layur Cold storage P.Ratu Ekspor melalui Jakarta Non TPI

Ikan dari luar PPNP lewat jalan darat

Ikan didaratkan langsung di dermaga PPNP Pengecer Pengolah Agen Ikan segar untuk konsumsi lokal Pengecer Non TPI

Konsumen luar Palabuhanratu : Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bogor Ke Jepang Ke Korea

Pengecer Pengolah

Konsumen lokal

penelitian. Ikan-ikan yang dilelang adalah ikan dengan kategori baik secara organoleptik. Sampai bulan Oktober dalam tahun 2005 tercatat jumlah ikan yang dilelang sebesar 1.469.763 kg dengan nilai Rp 4.541.600.000,00 (Lampiran 13). Jika dibandingkan dengan produksi ikan PPN Palabuhanratu (Lampiran 14), maka jumlah ikan yang dilelang dalam kurun waktu yang sama hanya 22,76% dari total produksi pelabuhan sebesar 6.099.116 kg. Rendahnya produksi ikan yang dilelang penyebab utamanya adalah lemahnya manajemen KUD sebagai pengelola TPI.

Jumlah ikan yang masuk melalui darat sampai bulan Nopember dalam tahun 2005 tercatat sebesar 4.560.244 kg atau 75,77% dari produksi ikan yang didaratkan langsung atau 43,11% dari jumlah produksi seluruh pelabuhan sebesar 10.578.535 kg.

Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan di TPI Palabuhanratu adalah sebagai berikut:

1) Setelah kapal melaporkan kedatangannya ke petugas pelabuhan, maka kapal akan mendapatkan nomor urut pendaratan di dermaga.

2) Setelah ikan didaratkan di dermaga di depan TPI, pemilik harus melapor kepada petugas TPI.

3) Ikan dicuci dengan air laut, kemudian dipisahkan menurut jenis dan ukuran untuk menentukan harga, dimasukkan kedalam keranjang yang disediakan oleh pengelola TPI.

4) Ikan ditimbang oleh petugas TPI, kemudian ikan yang sudah ditimbang mendapat label/karcis yang berisikan nama pemilik dan nomor urut lelang. 5) Para bakul/pembeli diijinkan untuk melihat ikan-ikan yang akan dilelang. 6) Lelang dilaksanakan secara terbuka dan bebas. Penawaran dimulai dengan

harga terendah. Penawaran tertinggi dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menjadi pembeli ikan yang dilelang. Pemenang lelang dicatat dalam karcis lelang.

7) Bakul sebagai pembeli membayar tunai hasil pembeliannya kepada petugas TPI ditambah biaya retribusi lelang 3%. Apabila pembayaran tidak tunai, maka harus ada persetujuan dari manajer TPI.

8) Pihak TPI membayarkan hasil pelelangan kepada nelayan setelah dipotong retribusi sebesar 2%.

9) Kemudian ikan masuk ke ruang pengepakan untuk selanjutnya didistribusikan ke luar TPI.

Berbagai pihak yang terlibat dalam pelelangan ikan adalah nelayan sebagai penjual, bakul sebagai pembeli dan KUD Mina Sinar Laut sebagai penyelenggara lelang. Permasalahan dalam pelelangan ikan adalah belum tertibnya pelaksanaan pelelangan ikan, seperti para bakul tidak menitip uang jaminan lelang karena bakul-bakul kurang memiliki modal, dengan kata lain setelah pelelangan dilaksanakan nelayan peserta lelang tidak memperoleh uang tunai dari bakul sebagai pembeli. Bakul sudah dapat membayar uang lelang kepada nelayan tersebut setelah beberapa hari kemudian (5 hari). Kondisi ini terjadi karena bakul menunggu uang hasil pembelian ikan dari pihak konsumen (pengolah dan pengusaha cold storage). Apabila bakul tidak dapat membayar hasil lelang maka seharusnya pihak KUD Mina sebagai penyelenggara lelang harus bertanggung jawab terhadap kasus tersebut. Jumlah bakul/pembeli besar di TPI sebanyak 144 orang dan pengecer ikan segar 51 orang. Selain itu ada sebanyak 32 orang tenaga kerja bongkar muat ikan yang terlibat di TPI. Pengurus kapal/penjual ada sebanyak 171 orang.

Berdasarkan wawancara dengan nelayan dan pengusaha perikanan bahwa solusi terhadap permasalahan pelelangan ikan antara lain dapat ditempuh melalui : 1) Menghadirkan investor lain selain bakul untuk membeli hasil pelelangan ikan.

Diharapkan pemerintah daerah dapat mengundang pengusaha untuk membantu pembelian ikan di pelelangan. Ajakan tersebut dapat melalui promosi atau temu mitra usaha. Alternatif lain, para bakul diberikan kredit murah sebagau jaminan untuk mengikuti pelelangan ikan.

2) Manajemen KUD sebagai pelaksanan lelang harus dilakukan perombakan, terutama untuk memasukan tenaga yang berpendidikan dan berpengalaman dalam bidang perkoperasian

Peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan sistem pelelangan ikan adalah untuk menciptakan sistem pelelangan sesuai dengan aturan dan mencari pembeli potensial sebanyak mungkin untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan pada tingkat harga yang menguntungkan nelayan tanpa merugikan pedagang pengumpul.

Ikan yang didaratkan langsung dijual melalui non TPI:

1) Ikan-ikan tuna segar yang didaratkan oleh kapal longline selama bulan Januari sampai dengan bulan September 2005 sebanyak 1.170.538 kg atau rata-rata sebulan sebanyak 4,58 ton per hari. Ikan-ikan tersebut selanjutnya diurus oleh agen untuk segera diangkut menggunakan mobil cool box ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta diproses untuk tujuan ekspor.

2) Semua ikan hasil pancingan dalam bentuk segar ditampung oleh agen penjualan/ lapak yang merangkap tengkulak, kemudian dijual ke bakul/ pengecer dan konsumen lokal, atau ke restoran-restoran.

Ikan layur segar dijual oleh agen penjual ke perusahaan cold storage yang ada di Palabuhanratu. Ikan-ikan layur tersebut diproses pengepakannya dan dimasukkan kedalam cold storage, kemudian diekspor. Kegiatan pemasaran ikan di luar sistem pelelangan ikan diarahkan kepada tuntutan pasar secara bebas dan peranan pelabuhan perikanan mempersiapkan atau memfasilitasi adanya fasilitas untuk menampung produk perikanan baik dalam bentuk lahan maupun gudang- gudang untuk industri perikanan menciptakan iklim yang kondusif dilingkungan pelabuhan perikanan sehingga pengusaha dapat berusaha tanpa gangguan.

2) Hinterland primer

Hinterland primer adalah daerah distribusi untuk ikan-ikan segar. Pada tahun 1993, tercatat ikan segar yang didistribusikan sebesar 93.240 kg dan naik menjadi 3.397.443 kg pada tahun 2005, atau rata-rata kenaikan sebesar 30,77%. Jumlah ikan yang didistribusikan tertinggi adalah sebanyak 3.397.443 kg pada tahun 2005 dan terendah sebanyak 52.192 kg pada tahun 1995. Gambar 17 menunjukkan perkembangan distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu periode tahun 1993-2005.

Tujuan distribusi terbanyak adalah ke Jakarta pada tahun 2004 yaitu sebesar 1.312.381 kg (81,74%), sebagian besar untuk tujuan ekspor ke Cina, Jepang dan Korea yang diangkut dengan pesawat terbang melalui bandara Soekarno Hatta. Selebihnya didistribusikan ke Palabuhanratu, Sukabumi, Bandung, Bogor, Cikotok, Cianjur dan Cirebon. Wilayah distribusi tersebut menurut Lubis (2002) termasuk dalam hinterland primer. Wilayah hinterland primer dalam negeri

tersebut terfokus kepada produk ikan yang bukan komoditas ekspor untuk memenuhi pasaran dalam negeri seperti supermarket, restoran dan pasar retail yang menyiapkan fasilitas untuk penjualan ikan segar.

53 1385 1986 3398 1605 580 1100 1187 634 192 102 104 93 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Ju m lah ( T o n )

Arah pengembangan hinterland primer lebih diutamakan untuk memasarkan produk ikan segar ke luar negeri karena lokasi PPN Palabuhanratu termasuk lokasi sektor basis yang mana produk unggulannya berupa ikan tuna dan ikan layur yang merupakan komoditas ekspor, sehingga ikan segar lebih dominan untuk diekspor ke negara Jepang, Amerika, Korea, Taiwan bahkan sampai ke negara Uni Eropa.

3) Hinterland sekunder

Hinterland sekunder atau tidak langsung adalah hinterland yang merupakan daerah distribusi ikan hasil pengolahan dan hasil pembekuan (Lubis, 2002). Jenis- jenis ikan olahan di PPN Palabuhanratu yang didistribusikan adalah pindang, ikan asin dan abon. Volume distribusi ikan pindang mengalami perkembangan, yakni dari 60 ton pada tahun 1993, naik menjadi 1.747 ton pada tahun 2005 atau rata- rata kenaikan sebesar 89,51%. Kenaikan tersebut disebabkan oleh tersedianya bahan baku yang cukup berupa ikan cakalang untuk dijadikan pindang. Adanya kenaikan permintaan pindang oleh daerah konsumen di Sukabumi, Cibadak, Bogor, Jakarta dan Cianjur (Gambar 18).

Gambar 17 Distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu periode tahun 1993- 2005.

Ikan pindang ini didistribusikan ke Palabuhanratu, Sukabumi, Bogor, Cianjur, dan Bandung dengan jumlah distribusi terbanyak ke Bogor dan Bandung. Jumlah unit pengolahan/rumah tangga perikanan adalah pemindangan 27 RTP dan 108 rumah tangga buruh perikanan (RTBP), pengeringan 30 RTP dan 90 RTBP, pendinginan/segar 20 RTP dan 91 RTBP, pembekuan 1 RTP dan 15 RTBP, terasi 6 RTP dan 22 RTBP, bakso ikan 5 RTP dan 10 RTBP, abon ikan 2 RTP dan 50 RTBP dan kerupuk ikan 2 RTP dan 11 RTBP.

206 930 777 772 1.747 1.053 1.222 870 845 271 47 26 60 0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P rod uk s i (T o n)

Unit pengolahan atau rumah tangga perikanan (RTP) tersebut berada di dalam pelabuhan seperti 2 unit cold storage dan lainnya berada tersebar di Palabuhanratu. Saat ini terdapat tiga unit perusahaan cold storage milik Korea di Palabuhanratu, terutama menampung ikan layur untuk diekspor ke Korea.

Ikan-ikan asin dibuat oleh pengolah ikan asin yang berada di sepanjang pantai Sukabumi. Bahan-bahan ikan asin umumnya berasal dari PPN Palabuhanratu yang merupakan hasil tangkapan bagan dan sebagian kecil dari ikan-ikan hasil tangkapan pancingan. Tahun 2004, jumlah ikan asin dari Palabuhanratu yang didistribusikan ke kota Palabuhanratu, Sukabumi, Bogor, Cianjur dan Bandung sebesar 707.385 kg atau pendistribusian terbanyak adalah ke Sukabumi dan Bogor.

Menurut Mahyuddin et al. (2005), Saat ini telah berkembang luas pemakaian formalin terhadap produk ikan di kalangan pedagang ikan di PPN

Gambar 18 Distribusi ikan pindang dari PPN Palabuhanratu periode tahun 1993-2005.

Palabuhanratu. Kondisi ini selain mengakibatkan rusaknya kesehatan masyarakat yang memakan produk perikanan berformalin tersebut, juga membuat lemahnya kualitas pemasaran di PPN Palabuhanratu. Pihak pelabuhan sejak tahun 2005 telah memiliki laboratorium sendiri dalam memeriksa kandungan formalin pada ikan. Berdasarkan hasil pengujian formalin yang telah dilaksanakan terhadap beberapa jenis ikan segar dan ikan olahan yang dijual di pasar ikan PPN Palabuhanratu, serta produk ikan olahan dari pengolah Palabuhanratu, diperoleh bahwa beberapa ikan segar seperti ikan marlin, ikan layur, cumi-cumi, kembung dan peperek mengandung formalin. Jenis olahan ikan asin seperti cumi asin, pari asin, jambal roti asin positif mangandung formalin. Pemakaian formalin secara bebas terjadi karena ada dorongan dari pedagang pengecer untuk mempertahan mutu ikan dengan harga yang murah sehingga kualitas ikan dan harganya dapat dipertahankan tanpa memperhatikan bahayanya terhadap kesehatan manusia. Selain itu lemahnya pengawasan terhadap penjualan formalin dan pemakaian formalin pada produk perikanan serta belum adanya bahan pengganti formalin sebagai bahan pengawet ikan

Saat ini pihak manajemen pelabuhan telah memasang spanduk tentang bahaya penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan. Pihak PPN Palabuhanratu telah melakukan kerja sama dengan pihak POLRI guna mencegah penggunaan formalin. Pihak POLRI telah menggunakan laboratorium milik PPN Palabuhanratu untuk melakukan pengujian formalin.

Secara keseluruhan mekanisme pendistribusian ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan dari luar PPN Palabuhanratu pada tahun 2005 terlihat pada Gambar 19.

Arah pengembangan hinterland sekunder adalah untuk mendistribusikan ikan-ikan olahan dalam bentuk ikan beku, ikan pindang, ikan asin dan produk ikan olahan lainnya untuk tujuan ekspor ataupun dipasarkan di dalam negeri. Ikan beku yang di produksi oleh perusahaan cold storage bertujuan untuk melakukan ekspor ikan beku ke luar negeri seperti ikan layur beku dipasarkan ke Korea, ikan tuna beku dipasarkan ke Jepang dan sebagiannya lagi untuk keperluan pembuatan ikan kaleng dan pindang. Ikan pindang, ikan asin dan produk ikan olahan lainnya adalah komoditas untuk pasaran dalam negeri.

4) Hinterland perpaduan

Hinterland perpaduan atau overlapping hinterland adalah suatu hinterland

yang merupakan wilayah pendistribusian ikan dari beberapa pelabuhan perikanan yaitu dari pelabuhan perikanan besar dan kecil atau dari beberapa pelabuhan perikanan yang sama besar atau sama kecil (Lubis, 2002). Hinterland perpaduan dari PPN Palabuhanratu adalah kota-kota Jakarta, Bandung, Sukabumi, Bogor, Cianjur dan Cirebon serta ekspor ke luar negeri (ke Jepang dan Korea). Pada daerah-daerah tersebut dipasok juga ikan-ikan dari pelabuhan perikanan lain seperti dari Pekalongan, Pati, Tegal, Batang, Indramayu, Lampung dan daerah lain di luar Jawa. Hal ini dikarenakan kebutuhan ikan untuk daerah-daerah tersebut cukup besar walaupun tingkat rata-rata konsumsi ikan penduduknya di

Gambar 19 Distribusi ikan dari PPN Palabuhanratu tahun 2005. Produksi ikan PPN Palabuhanratu

12.173.099 kg

Ikan dari luar PPNP lewat jalan darat

5.872.569 kg Ikan didaratkan langsung di dermaga PPNP 6.600.530 kg Pal.ratu (9%) Sukabumi (1%) Bandung (2%) Bogor (0%) Jakarta (82%) Ekspor (6%) Pal.ratu (5%) Sukabumi (34%) Bogor (31%) Cianjur (24%) Bandung (6%) Pal.ratu (12%) Sukabumi (13%) Bogor (23%) Cianjur (25%) Bandung (21%) Garut (6%) Pal.ratu (100%) Ikan segar 3.397.443 kg Ikan asin 1.452.585 kg Ikan pindang bahan baku

dari PPNP 1.747. 187 kg Ikan pindang bahan baku dari luar 5.872.569 kg

Proses lainnya 3.315 kg

bawah rata-rata konsumsi ikan nasional pada tahun 2005 yakni sebesar 22,76 kg/kapita/tahun (Barani, 2006). Tingkat konsumsi ikan daerah Sukabumi 16,82 kg/kapita/tahun. Umumnya ikan-ikan dari Pantai Utara Jawa adalah ikan untuk konsumsi lokal, sedangkan ikan-ikan dari kawasan Timur Indonesia yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru Jakarta adalah ikan-ikan untuk diekspor.

Hinterland perpaduan Jakarta selain hasil tangkapan dari PPN

Palabuhanratu juga dari tempat-tempat pendaratan ikan di sepanjang Pantai Sukabumi yaitu PPI Cisolok sebesar 244 ton, PPI Ujung Genteng sebesar 459 ton, tempat pendaratan ikan Cibitung sebesar 77 ton, tempat pendaratan ikan Tegal Buled sebesar 85 ton, PPI Mina Jaya sebesar 420 ton, PPI Ciwaru sebesar 1.331 ton, PPI Loji sebesar 480 ton, tempat pendaratan ikan Cipatuguran sebesar 407 ton dan PPI Cibanban sebesar 452 ton pada tahun 2005. Adapun jenis-jenis ikan yang dikirim ke daerah hinterland perpaduan di Jakarta adalah ikan cakalang, layur, tongkol dan tuna serta ikan demersal seperti ikan kuwe, udang lobster. Selain dari PPI di sepanjang pantai Sukabumi, Jakarta juga mendapat pasokan ikan dari wilayah lain baik dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa seperti Sumatera.

Dengan adanya hinterland perpaduan ini, maka PPN Palabuhanratu harus mempersiapkan diri untuk bersaing terutama kesiapan fasilitas dan pelayanan serta penyediaan ikan yang berkualitas baik.

(5) Prasarana perhubungan

Prasarana perhubungan selain jalan, laut juga ada prasarana udara sangat penting untuk menghubungkan pelabuhan dengan daerah konsumen. Dari