• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 METODOLOGI PENELITIAN

5.3 Arah Pengembangan PPN Palabuhanratu

5.3.1 Potensi sumberdaya ikan dan daerah penangkapan

(1) Sumberdaya ikan

Menurut Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (2005), bahwa kelompok ikan pelagis besar di perairan Samudera Hindia (WPP 9) masih besar peluang untuk dimanfaatkan,

karena baru dimanfaatkan sebesar 188.280 ton atau 51,41% dari potensi sebesar 366.260 ton/tahun. Begitu juga untuk kelompok ikan pelagis kecil baru dimanfaatkan sebesar 264.560 ton atau 50,44% dari potensi sebesar 526.570 ton/tahun. Jenis-jenis ikan pelagis besar yang dominan didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah tuna, cakalang, tenggiri, layaran, tongkol, jangilus, namun jenis ikan yang merupakan komoditas ekspor adalah ikan tuna dan cakalang, serta ikan layur yaitu jenis ikan demersal.

Dalam kaitan pengembangan PPN Palabuhanratu, maka pemanfaatan sumberdaya ikan diarahkan untuk memanfaatkan kelompok SDI pelagis besar, pelagis kecil dan demersal.

Pendaratan ikan di PPN Palabuhanratu tahun 2005 tercatat sebanyak 67% terdiri dari jenis ikan pelagis besar, 8% jenis ikan pelagis kecil, 21% jenis ikan demersal dan 4% jenis ikan lainnya dari produksi sebesar 6.601 ton. Sehingga arah ke depan dalam pemanfaatan SDI untuk jenis-jenis ikan, sama dengan kondisi saat ini, yakni lebih mengutamakan untuk memanfaatkan jenis ikan pelagis besar. Jenis-jenis ikan utama yang akan dimanfaatkan adalah tuna albacora, tuna big eye, tuna yellowfin, cakalang, tongkol, layur.

Unit penangkapan ikan yang prospek untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan tuna longline, hal ini sesuai dengan hasil kajian PPN Palabuhanratu (2006) bahwa longline adalah unit alat penangkapan ikan yang paling produktif. Unit penangkapan ikan tuna longline sejak tahun 2003 telah dimulai penggunaannya di PPN Palabuhanratu bersamaan dengan adanya kolam II yang dapat mengakomodir kapal-kapal tuna longline berukuran 30-150 GT. Adapun produksi ikan tuna hasil tangkapan longline dan frekuensi kapal tuna longline yang mendaratkan ikan tuna periode tahun 2003 – 2006 seperti Tabel 24.

Berdasarkan Tabel 24, bahwa dalam kurun waktu tahun 2003-2005, jumlah produksi tuna tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 1.472.457 kg dan produksi terendah terjadi pada tahun 2003 yang disebabkan oleh pertama kalinya kapal tuna

longline mendarat di PPN Palabuhanratu. Ikan tuna yang paling banyak didaratkan di PPN Palabuhanratu berdasarkan jenis pada tahun 2006 adalah tuna yellow fin. Menurut Fuji Kizae (1960) yang diacu oleh Nurani et al. (2007) bahwa

fishing ground tuna untuk bigeye, yellowfin, albacore, swordfish, dan sedikit jenis

sailfish dan southern bluefin berada di Samudera Hindia.

Tabel 24 Produksi, frekuensi kapal dan CPUE unit penangkapan tunalongline di PPN Palabuhanratu periode tahun 2003-2006

Tahun Frekuensi kapal tuna longline

yang mendaratkan ikan (kali) Produksi (kg) CPUE

2003 164 449.378 2.740,11 2004 281 710.131 2.527,16 2005 579 1.472.457 2.543,10 2006 223 1.244.068 5.578,78 Rata-rata 311.75 969.008,5 3.347,29

Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2006.

Adapun perkembangan upaya penangkapan (CPUE) tunalongliner seperti pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa sejak tahun 2003 sampai dengan 2006, secara umum grafik CPUE menunjukkan kenaikan, walaupun pada tahun 2004 terjadi penurunan yang disebabkan oleh berkurangnya musim ikan tuna di Samudera Hindia. Kenaikan CPUE terbesar terjadi pada tahun 2006 disebabkan oleh musim ikan tuna di Samudera Hindia.

5578.78 2543.10 2527.16 2740.11 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 2003 2004 2005 2006 Tahun N ila i C P U E

Gambar 12 CPUE unit tuna longline di PPN Palabuhanratu periode tahun 2003-2006.

Adanya kenaikan nilai CPUE untuk unit tuna longline mengindikasikan bahwa unit alat tangkap tuna longline masih berpeluang untuk dikembangkan guna mendukung arah pengembangan PPN Palabuhanratu.

(2) Daerah penangkapan ikan nelayan Palabuhanratu

Kapal-kapal nelayan dari Palabuhanratu menangkap ikan di WPP 9 (Samudera Hindia), namun demikian tidak semua WPP 9 dijadikan daerah penangkapan ikan karena perairan WPP 9 sangat luas yang membentang dari perairan laut di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sampai ke perairan laut Nusa Tenggara Timur. Jauhnya daerah penangkapan ikan yang ditempuh tergantung antara lain pada ukuran kapal dan kapasitas mesin kapal yang dimiliki nelayan (Tabel 25).

Daerah penangkapan ikan untuk kapal perahu motor tempel (< 5 GT) yang menggunakan jenis alat tangkap payang, pancing ulur, rampus, jaring klitik dan

trammel net, berada di Teluk Palabuhanratu (jalur penangkapan ikan I sepanjang 0-3 mil laut) yang jarak operasinya sekitar 2 jam. Kapal-kapal ini dalam operasi umumnya tidak membawa es karena lamanya operasi penangkapan hanya satu hari (one day fishing). Hasil tangkapan ikan ditempatkan di dalam box styrofoam. Jenis-jenis ikan yang tertangkap khususnya oleh kapal yang menggunakan alat tangkap payang adalah ikan cakalang, pepetek dan ikan pelagis kecil lainnya. Pancing ulur biasanya bergabung dengan alat tangkap jaring. Jenis ikan yang tertangkap lebih dominan adalah ikan layur. Kapal dengan alat tangkap trammel net memiliki daerah penangkapan di muara sungai untuk menangkap udang.

Daerah penangkapan ikan untuk kapal motor <10 GT yang menggunakan jaring purse seine, bagan, gillnet, pancing ulur dan rawai memiliki daerah penangkapan di Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng, Cidaun dan Ujung Kulon yang berjarak sekitar 2-4 jam (jalur penangkapan ikan I sepanjang 3-6 mil laut dan jalur penangkapan ikan II, sepanjang >6 mil laut). Jenis-jenis ikan yang tertangkap, khusus untuk purse seine adalah ikan cakalang dan ikan pelagis kecil lainnya. Bagan apung tersebar di dalam teluk, jenis ikan yang tertangkap oleh bagan adalah jenis ikan-ikan pelagis kecil. Bagan saat ini menjadi alat yang sangat tidak ramah lingkungan karena menggunakan jaring dengan mata jaring

yang sangat kecil (< 2 inci) yang mengakibatkan tertangkapnya semua ukuran ikan.

Tabel 25 Daerah penangkapan ikan dari kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu tahun 2004

No Jenis/ukuran kapal Jenis alat tangkap

Daerah penangkapan ikan

Payang Teluk Palabuhanratu Pancing ulur Teluk Palabuhanratu

Rampus Teluk Palabuhanratu Jaring klitik Teluk Palabuhanratu

1 Perahu Motor Tempel ( PMT)

Trammel net Teluk Palabuhanratu

Purse seine Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Bagan Teluk Palabuhanratu

Gillnet Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon

(Perairan Selatan Jawa)

Pancing ulur Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng 2 Kapal Motor

(KM) < 10 GT

Rawai Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng

Gillnet Sumatera, Jawa Tengah

3 Kapal Motor (KM) 11 - 20 GT

Rawai Sumatera

Gillnet Sumatera, Jawa Tengah

4 Kapal Motor (KM) 21 - 30 GT

Rawai Sumatera

Gillnet Sumatera, Jawa Tengah

Rawai Sumatera, Jawa Tengah 5 Kapal Motor (KM) > 30 GT Tuna long line Samudra Hindia

Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2006.

Kapal motor yang berukuran 11 - >30 GT (jalur penangkapan ikan II sepanjang >6-12 mil laut dan jalur penangkapan ikan III sepanjang >12-200 mil laut) dengan alat tangkap gillnet dan rawai memiliki daerah penangkapan sampai ke daerah Sumatera, Samudera Hindia dan Jawa Tengah, bahkan kadang-kadang menangkap ikan sampai ke perairan Pulau Christmas (Australia). Jarak tempuh ke daerah penangkapan sekitar 2-4 hari perjalanan. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di daerah tersebut adalah ikan cakalang, tuna, marlin, pari, cucut dan layaran. Kapal motor berukuran 11- >30 GT umumnya telah memiliki dokumen kapal yang cukup lengkap, namun banyak kapal-kapal ini tidak memiliki kompas dan

peta laut sehingga seringkali menangkap ikan pada wilayah negara lain seperti Australia.

Permasalahan yang muncul didalam memanfaatkan sumberdaya ikan adalah tidak ditaatinya ketentuan jalur penangkapan ikan menurut SK Menteri Pertanian No.392/kpts/IK.120/4/99 sehingga menyebabkan terjadinya konflik antara nelayan gillnet, payang dengan nelayan longline. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan diperoleh informasi bahwa pada tahun 2006 terjadi konflik antara nelayan gillnet dengan nelayan yang memanfaatkan rumpon, namun telah dapat diredam konflik tersebut dengan cara mengajak semua nelayan untuk memanfaatkan rumpon berdasarkan tata tertib yang disepakati. Permasalahan lain adalah belum tertibnya kapal-kapal dari luar Palabuhanratu mengurus surat ijin andon kapal dari Dinas Perikanan setempat sehingga hal ini akan berpotensi menimbulkan konflik.