• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Landasan Hukum Pengelolaan Pelabuhan Perikanan

Undang-undang yang baru tentang perikanan yaitu UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 41, menyatakan bahwa:

(1) Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan. (2) Menteri menetapkan:

1) Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional.

2) Klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan.

3) Persyaratan dan/atau standar teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan.

4) Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan. 5) Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah.

Penjabaran UU No 31/2004 tentang Perikanan, maka telah diterbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16/MEN/2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan antara lain mengatur bahwa:

(1) Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional disusun dengan mempertimbangkan: daya dukung sumberdaya ikan yang tersedia, daya dukung sumberdaya manusia, wilayah pengelolaan perikanan (WPP), rencana umum tata ruang wilayah propinsi/kabupaten/kota, dukungan prasarana wilayah, dan geografis daerah dan kondisi perairan.

(2) Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan rencana induk secara nasional. (3) Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan yang

dibangun oleh pemerintah, BUMN maupun perusahaan swasta.

(4) Pemerintah, BUMN maupun perusahaan swasta yang akan membangun pelabuhan perikanan wajib mengikuti rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional dan peraturan pelaksanaannya.

(5) Pembangunan pelabuhan perikanan dilaksanakan melalui pentahapan study, investigation, detail design, construction, operation dan maintenance

(SIDCOM).

(6) Selain pemerintah, pihak swasta dapat membangun dan mengoperasionalkan pelabuhan perikanan.

(7) Klasifikasi pelabuhan perikanan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16/MEN/2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan membagi ke dalam 4 kelas Pelabuhan Perikanan, yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Tabel 6 memuat secara rinci kriteria teknis klasifikasi pelabuhan perikanan menurut Menteri Kelautan dan dan Perikanan

(8) Setiap pembangunan pelabuhan perikanan wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Kelautan dan Perikanan. Lokasi pembangunan pelabuhan perikanan ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat.

(9) Pengelolaan pelabuhan perikanan dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan. Kepala Pelabuhan Perikanan bertindak sebagai koordinator tunggal dalam penyelenggaraan pelabuhan perikanan.

(10)Dalam menata dan menertibkan penyelenggaraan pelabuhan perikanan, kepala pelabuhan perikanan dapat menerbitkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelabuhan perikanan.

(11) Fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan:

1) Fasilitas pokok, yaitu fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok antara lain: (a) pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin dalam hal secara

teknis diperlukan, (b) tambat seperti dermaga dan jetty, (c) perairan seperti kolam, dan alur pelayaran, (d) penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan, (e) lahan pelabuhan perikanan.

Tabel 6 Kriteria teknis klasifikasi pelabuhan perikanan

Kelas Pelabuhan Perikanan Samudera Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Pantai Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah penangkapan ikan Laut teritorial, ZEEI, laut lepas Laut territorial, ZEEI Perairan pedalaman, Perairan kepulauan, laut teritorial Perairan pedalaman dan perairan kepulauan

Fasilitas tambat labuh

ukuran kapal (GT) ≥60 ≥30 ≥10 ≥3 Panjang dermaga (m) ≥300 ≥150 ≥100 ≥50 Kedalaman kolam (m) ≥3 ≥3 ≥2 2 Kapasitas tampung kolam sekaligus ≥100 unit kapal atau ≥6000 GT ≥75 unit kapal atau ≥2250 GT ≥30 unit kapal atau ≥ 300 GT ≥20 unit kapal atau ≥ 60 GT Pemasaran Sebagian untuk ekspor - - - Keberadaan industri

perikanan ada ada - -

Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16/MEN/2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan.

2) Fasilitas fungsional, yakni fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan, (a) pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan, (b) navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas, (c) suplai air bersih, es dan listrik, (d) pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan

seperti dock/slipway, bengkel dan tempat perbaikan jaring, (e) penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan

laboratorium pembinaan mutu, (f) perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan, (g) transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan

es dan (h) pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah (IPAL).

3) Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan, yakni fasilitas (a) pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan, (b) pengelolaan pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu, (c) sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK, (d) kios IPTEK, (e) penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, K3, bea dan cukai, keiimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, dan karantina ikan.

Selanjutnya Lubis et al. (2005) mengatakan bahwa selain fasilitas yang vital juga terdapat fasilitas penting dan fasilitas pelengkap. Fasilitas vital atau fasilitas yang mutlak diperlukan di pelabuhan perikanan ada 9 jenis yakni dermaga pendaratan ikan dan muat, kolam pelabuhan, sistem rambu-rambu navigasi yang mengatur keluar masuknya kapal, tempat pelelangan ikan, dimana dilakukan transaksi lelang, pabrik es, tangki dan instalasi air, penyediaan bahan bakar, bengkel reparasi dan kantor administrasi.

Jenis fasilitas lainnya yakni fasilitas penting, adalah fasilitas yang jelas diperlukan agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik, namun realisasinya dapat ditunda. Fasilitas penting tersebut adalah generator listrik, kantor kepala pelabuhan, tempat parkir, pos penghubung radio (SSB), ruang pengepakan.

Fasilitas pelengkap adalah jenis fasilitas yang diperlukan agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik, tetapi pengadaannya baru pada pengembangan pelabuhan tahap ketiga. Fasilitas pelengkap ini meliputi dermaga muat terpisah, slipway, ruang pertemuan, kamar kecil, pos penjagaan, balai pertemuan nelayan, rumah dinas, mushola, mobil dinas dan motor dinas.

Selanjutnya Lubis et al. (2005) menyatakan bahwa, setelah dilakukan penelitian terhadap fasilitas pelabuhan perikanan di Laut Jawa, ternyata bahwa jumlah pelabuhan yang termasuk kategori baik sangat sedikit, yakni 5 unit pelabuhan perikanan. Sebagian besar pelabuhan perikanan termasuk kategori

cukup (73%), tetapi mayoritas PPI termasuk buruk (59%). Tabel 7 menunjukkan evaluasi kondisi fasilitas vital pelabuhan perikanan/PPI di Pulau Jawa tahun 2005.

Tabel 7 Evaluasi kondisi fasilitas vital pelabuhan perikanan/PPI di Pulau Jawa tahun 2005

No Hasil penelitian % PP % PPI

1 Kategori baik 5 dari 30 (17%) 0 dari 204 (0%) 2 Kategori cukup 22 dari 30 (73%) 83 dari 204 (41%) 3 Kategori buruk 3 dari 30 (10%) 121 dari 204 (59%)

Sumber : Lubis et al. 2005.

Selanjutnya dikatakan bahwa, dari 30 unit pelabuhan perikanan, 14 unit atau 46% diantaranya berkategori buruk, sedangkan 184 unit PPI atau 90% dari 204 unit PPI berkategori buruk. Adanya 90% dari PPI di Pulau Jawa yang masih termasuk kategori buruk, merupakan suatu jumlah yang besar sekali, dan hal ini berarti adanya kesulitan yang begitu besar bagi para nelayan dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Tabel 8 memperlihatkan evaluasi kondisi fasilitas penting di pelabuhan perikanan/PPI.

Tabel 8 Evaluasi kondisi fasilitas penting pelabuhan perikanan/PPI di Pulau Jawa tahun 2005

No Hasil penelitian % PP % PPI

1 Kategori baik 5 dari 30 (17%) 2 dari 204 (1%) 2 Kategori cukup 11 dari 30 (37%) 18 dari 204 (9%) 3 Kategori buruk 14 dari 30 (46%) 184 dari 204 (90%)

Sumber : Lubis et al, 2005.

Demikian juga keberadaan fasilitas pelengkap, yakni sebanyak 12 unit atau 40% dari 30 unit pelabuhan perikanan memiliki fasilitas pelengkap berkategori buruk dan ada 183 unit atau 90% dari 204 unit PPI berkategori buruk seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9. Kondisi ini sangat memperlemah kinerja pelabuhan perikanan/PPI sehingga pelayanan yang diberikan tidak optimal.

Tabel 9 Evaluasi kondisi fasilitas pelengkap pelabuhan perikanan/PPI di Pulau Jawa tahun 2005

No Hasil penelitian % PP % PPI

1 Kategori baik 2 dari 30 (7%) 0 dari 204 (0%) 2 Kategori cukup 16 dari 30 (53%) 19 dari 204 (9%) 3 Kategori buruk 12 dari 30 (40%) 183 dari 204 (90%)

Sumber : Lubis et al. 2005.

Menurut pasal 42 UU No. 31/2004 tentang Perikanan bahwa:

(1) Dalam rangka keselamatan pelayaran, ditunjuk syahbandar di pelabuhan perikanan.

(2) Setiap kapal perikanan yang akan berlayar dari pelabuhan perikanan wajib memiliki surat izin berlayar kapal perikanan yang dikeluarkan oleh syahbandar.

(3) Selain menerbitkan surat izin berlayar, syahbandar di pelabuhan perikanan mempunyai kewenangan lain yakni: memeriksa ulang kelengkapan dokumen kapal perikanan dan memeriksa ulang alat penangkapan ikan yang ada di kapal perikanan. Syahbandar di pelabuhan perikanan diangkat oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Selain itu, landasan hukum yang mendasari pengelolaan pelabuhan perikanan adalah:

(1) Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

(2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.46/MEN/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan.

(3) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.17/MEN/2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

Peraturan mengenai pelabuhan perikanan sangat tertinggal dibandingkan dengan peraturan pelabuhan umum, sehingga didalam pelaksanaan pembangunan dan operasionalnya sejak tahun 1972 (mulai adanya istilah dan pembangunan pelabuhan perikanan) mengalami banyak hambatan karena setiap kali

pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan selalu didahului melalui proses perijinan dari Menteri Perhubungan. Akibatnya perkembangan pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan terganggu. Namun dengan adanya UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Menteri No.16 tahun 2006, maka kedudukan, hak dan kewajiban, tugas dan aturan lainnya mengenai pelabuhan perikanan semakin jelas dan petugas di lapangan tidak ragu- ragu lagi untuk mengupayakan agar fungsi pelabuhan perikanan dapat berjalan secara optimal.