4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Daerah Perlindungan Laut (DPL)
Desa Mattiro Deceng memiliki dua DPL, yaitu di Pulau Badi dan Pulau Pajjenekang. Tahapan pembentukan dan pengelolaan DPL meliputi sosialisasi awal pembentukan DPL, survei lokasi calon DPL dan penentuan lokasi DPL, penetapan DPL, pemasangan tanda batas DPL, pelatihan dan studi banding, pembentukan kelompok pengelola, pengawasan DPL, monitoring dan evaluasi DPL.
1. Sosialisasi awal pembentukan DPL
Sosialisasi awal pembentukan DPL dilakukan dalam bentuk Forum Group Discussion pada tahun 2006. Agenda utama yang dibicarakan antara lain penggambaran bersama calon lokasi DPL dengan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), termasuk didalamnya pemetaan sumberdaya dan stakeholder. Masyarakat yang mengetahui keberadaan informasi tersebut memplot sendiri
informasi yang ada pada peta dasar atau langsung membuat peta sendiri. Selanjutnya, dilakukan survei terhadap lokasi-lokasi tersebut.
2. Survei lokasi calon DPL dan penentuan lokasi DPL
Survei lokasi calon DPL dilakukan berdasarkan pemetaan potensi yang telah dilakukan oleh masyarakat. Survei dilakukan di dua pulau, yaitu Pulau Badi dan Pajjenekang. Desa Mattiro Deceng memiliki dua lokasi DPL, yaitu DPL Pulau Badi dan DPL Pajjenekang. Lokasi yang dipilih adalah lokasi dengan tutupan karang yang baik atau cukup baik, bukan merupakan daerah penangkapan nelayan dan tidak jauh dari pantai sehingga memudahkan masyarakat dalam pengawasan terhadap lokasi DPL. Jarak DPL Badi dari pantai berkisar 400 m, sedangkan jarak DPL Pajjenekang dari pantai berkisar 200 m. Setiap lokasi DPL ditetapkan dengan posisi geografis menggunakan GPS berdasarkan Lintang Selatan dan Bujur Timur. Letak geografis tersebut ditetapkan sebagai no take zone
atau daerah larang ambil.
3. Penetapan DPL
Setelah dilakukan survei, ditetapkanlah DPL di dua pulau tersebut. Penetapan DPL dikukuhkan dengan Perdes No. 01 Tahun 2007 tentang Daerah Perlindungan Laut. Perdes ini hanya mencantumkan adanya DPL Pulau Badi, sedangkan sampai saat ini belum ada legalitas atau Perdes untuk DPL Pulau Pajjenekang. Hal ini disebabkan saat penetapan perdes, posisi geografis atau titik- titik koordinat batas DPL belum ditetapkan, masih dalam tahapan inisiasi pembentukan DPL di Pulau Pajjenekang. Penetapan perdes tersebut diinisiasi oleh COREMAP II dan berkecenderungan untuk memenuhi target program COREMAP II yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi dana. Ketika perdes harus ditetapkan, titik-titik koordinat batas DPL Pulau Pajjenekang belum selesai ditentukan.
Berdasarkan perdes ini, pembentukan DPL bertujuan untuk (i) menghentikan dan/atau menanggulangi pengrusakan terhadap biota perairan
desa, (ii) menjamin dan melindungi kondisi lingkungan dan sumberdaya perairan desa dan (iii) meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat desa dalam
menjaga dan memelihara sumberdaya perairan desa. Pembentukan DPL tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk (i) mempertahankan produksi ikan dalam DPL, (ii) menjaga keanekaragaman sumberdaya hayati perairan desa, (iii) tempat satwa dan/atau spesies langka bertelur dan mencari makan, (iv) laboratorium alam untuk penelitian, (v) sarana pendidikan pelestarian sumberdaya perairan desa dan (vi) tujuan wisata. Perdes ini akan menjadi salah satu lembaran daerah dalam Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Terumbu Karang dimana saat ini masih dalam proses pembahasan di Pemerintah Kabupaten Pangkep.
4. Pemasangan tanda batas
Pembatasan wilayah DPL di Pulau Badi dimulai dari pangkal rataan terumbu yang berupa garis pantai hingga ke ujung tubir terumbu, sehingga bentuk bidang wilayahnya tidak berbentuk persegi pada umumnya. Pada garis pantai bentuk batas DPL mengikuti lekuk garis pantai dan pada wilayah tubir terumbu polanya mengikuti bentuk batas terumbu. Pemasangan tanda batas dengan pelampung dilakukan pada 4 titik penempatan sehingga nantinya membentuk formasi persegi panjang. Koordinat titik penempatan pelampung tanda batas DPL Pulau Badi dapat dilihat pada Tabel 14. Jenis tanda batas yang digunakan di DPL disajikan pada Gambar 9 dan 10.
Tabel 14. Koordinat titik penempatan tanda batas DPL Pulau Badi
Titik Posisi Keterangan
LS BT
I 04058’22.1” 119017’2.6” Barat Daya Pulau Luas DPL: 3.943 Ha II 04058’16.3” 119016’55.3”
III 04058’12.7” 119016’59.1” IV 04058’16.4” 119017’4.0” Sumber: Perdes No. 01 Tahun (2007)
5. Pelatihan dan studi banding
Pelatihan dan studi banding dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas SDM dan melihat pembelajaran dari daerah lain tentang pengelolaan sumberdaya terumbu karang. Pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, dalam hal ini COREMAP II terkait dengan pengelolaan DPL antara lain pelatihan tentang pengelolaan DPL, pelatihan sistem
pengawasan masyarakat dan pemantauan kondisi terumbu karang berbasis masyarakat. Studi banding yang diselenggarakan oleh COREMAP II antara lain studi banding ke Bali, Taman Nasional Bunaken dan Karimunjawa.
Gambar 9. Tanda DPL Pulau Badi
6. Pembentukan kelompok pengelola
Kelompok pengelola DPL tidak dibuat secara khusus, melainkan diserahkan langsung kepada LPSTK Desa Mattiro Deceng. Adapun kelompok pengelola ini mempunyai tugas antara lain:
1. Membuat perencanaan pengelolaan DPL dengan persetujuan masyarakat. 2. Mengelola DPL secara berkelanjutan.
3. Menjaga kelestarian dan pemanfaatan DPL untuk kepentingan masyarakat. 4. Melakukan penangkapan terhadap pelaku yang terbukti melakukan
pelanggaran.
5. Melakukan perampasan atas barang dan/atau alat-alat yang dipergunakan oleh pelanggar.
6. Memberikan laporan keadaan DPL secara periodik kepada Kepala Desa.
7. Pengawasan DPL
Pengawasan DPL dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang merupakan bagian anggota LPSTK. Pokmaswas bertugas mengawasi dan mengendalikan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Susunan kepengurusan Pokmaswas ini meliputi ketua, bendahara dan anggota. Pokmaswas mengadakan patroli untuk melihat dan mengawasi aktivitas sekitar DPL maupun non-DPL. Berdasarkan Perdes tentang pembentukan DPL, hal-hal yang dilarang untuk dilakukan di DPL antara lain
(i) melintasi/melewati/menyeberang DPL kecuali dalam keadaan darurat, (ii) memancing/menangkap ikan dengan segala jenis alat tangkap, (iii) mengambil
biota laut, tumbuhan dan karang yang hidup ataupun mati, (iv) menggunakan
lampu di dalam DPL pada malam hari dengan maksud untuk menarik ikan, (v) melakukan budidaya rumput laut, ikan karang dan ikan lainnya di dalam DPL,
(vi) menempatkan bagan di dalam DPL, (vii) membuang jangkar di dalam DPL, (viii) membuang sampah di dalam DPL dan melakukan penambangan di dalam DPL.
Sanksi yang diberikan kepada pelanggar yaitu:
1. Jika melanggar sekali, sanksi yang diberikan meliputi permintaan maaf oleh pelanggar, mengembalikan semua hasil yang diperolehnya dari DPL kepada
desa dan menandatangani surat pernyataan tidak akan mengulangi lagi pelanggaran tersebut di hadapan aparat desa, kelompok pengelola dan masyarakat.
2. Pelaku sama melakukan pelanggaran kedua kalinya, sanksi meliputi denda dengan sejumlah uang yang akan ditentukan kemudian oleh kelompok pengelola dan menyita semua peralatan yang dipakai dalam pelanggaran aturan DPL.
3. Pelaku sama melakukan pelanggaran ketiga kalinya, sanksi meliputi denda dengan sejumlah uang yang akan ditentukan kemudian oleh kelompok pengelola, menyita semua peralatan yang dipakai dalam pelanggaran aturan DPL dan diwajibkan melakukan pekerjaan sosial untuk kepentingan masyarakat (kerja bakti, membetulkan MCK umum dan sanksi lain yang kemudian ditentukan kepala desa/atau masyarakat desa).
4. Pelaku sama melakukan pelanggaran lebih dari tiga kali, sanksi meliputi point-point sebelumnya dan akan diserahkan ke kepolisian serta dapat dikenakan sanksi adat yang masih diakui masyarakat. Sanksi adat meliputi dikucilkan dalam pergaulan dan diusir dari pulau.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa stakeholder, pengawasan terhadap wilayah DPL tidak dilakukan secara rutin, mengingat perahu yang ada mengalami kerusakan dan terkendala bahan bakar. Sistem
logbook yang dianjurkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk setiap kegiatan pengawasan pun tidak terdokumentasi dengan baik.
Di Pajjenekang, pengawasan dilakukan masyarakat yang sedang tidak melaut di pos pengawasan yang didirikan di dekat pantai. Karena jarak DPL dan pantai tidak terlalu jauh, beberapa anggota masyarakat mudah mengawasi DPL.
Meskipun tidak ada data logbook yang terstruktur dan rutin, berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat, pelanggaran mendekati nihil. Pelanggaran yang ada biasanya dilakukan oleh nelayan pendatang dari pulau luar. Sejauh ini, tidak ada pengebom atau pembius yang beroperasi di Pulau Badi dan Pajjenekang. Di Pulau Badi sendiri meskipun masih terdapat pembius, beroperasi di luar pulau. Sedangkan di Pajjenekang sudah tidak ada lagi pengebom atau pembius. Beberapa pengebom di pulau ini menghentikan aktifitasnya dan beralih ke pancing atau
pembeli ikan karena sadar akan dampak pengeboman dan pembiusan yang merusak ekosistem terumbu karang di wilayah perairan sendiri.
Di desa diberlakukan aturan bagi siapapun yang melakukan kunjungan ke desa, baik untuk wisata maupun penelitian yang melakukan penyelaman, diwajibkan lapor ke kantor desa atau melalui Ketua LPSTK yang telah ditunjuk dan dipercaya untuk mengelola DPL. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan terumbu karang.
8. Monitoring dan evaluasi DPL
Monitoring dan evaluasi merupakan aspek penting untuk menilai keberhasilan pengelolaan DPL. Tujuan pembentukan DPL di Desa Mattiro Deceng antara lain untuk menjamin dan melindungi kondisi lingkungan dan sumberdaya perairan desa. Studi baseline terumbu karang di DPL merupakan salah satu kajian yang dilakukan untuk melihat kondisi ekologi di DPL. Studi ini meliputi pengamatan terhadap karang, ikan karang dan megabenthos. Studi ini dilakukan sejak tahun 2008 oleh LIPI dan bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, dalam hal ini CRITC COREMAP II Kabupaten Pangkep. Tahun 2009 dilakukan kajian serupa oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep yang melibatkan pihak ketiga.
4.3 Dampak DPL terhadap Ekologi Terumbu Karang