4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengelolaan
4.7.1 Tanggapan Masyarakat terhadap Input, Proses dan Output Pengelolaan DPL
Variabel faktor dalam input, proses dan output pengelolaan DPL digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL. Hasil/jawaban kuisioner adalah skor. Persentase skor hasil tanggapan masyarakat terhadap input pengelolaan DPL adalah 65.39% dari total skor ideal (Lampiran 9) dan dikategorikan cukup baik. Hasil tanggapan masyarakat terhadap proses pengelolaan DPL adalah 46.29% dari total skor ideal (Lampiran 10) dan dikategorikan kurang baik. Hal ini disebabkan masih rendahnya partisipasi masyarakat secara keseluruhan dan lebih menonjol adanya peran pemerintah. Hasil tanggapan masyarakat terhadap output pengelolaan DPL adalah 69.43% dari persentase total skor ideal (Lampiran 11) dan dikategorikan bermanfaat. Salah satu indikasinya adalah adanya kenaikan tutupan karang hidup, penurunan mortalitas karang dan peningkatan kelimpahan ikan.
Hasil analisis persepsi terhadap input, proses dan output pengelolaan DPL menunjukkan efek warm glow karena persepsi terhadap input cukup bagus, proses kurang bagus sedangkan output yang dihasilkan bagus/bermanfaat. Efek warm glow ini terkait dengan masalah altruisme dan dapat terjadi karena responden berusaha menyenangkan pewawancara dengan cara memberikan jawaban setuju untuk sesuatu hal tanpa mengharapkan imbalan tertentu (Fauzi 2006).
4.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengelolaan DPL Hasil pemilihan variabel dengan SPSS 13.00 diperoleh 35 variabel faktor yang memberikan kontribusi dalam pengelolaan DPL di Desa Mattiro Deceng. Variabel-variabel faktor tersebut disajikan dalam Tabel 18. Variabel-variabel tersebut diikutkan dalam analisis faktor dengan metode ekstraksi PCA. Hasil analisis ini disajikan pada Lampiran 12. Hasil analisis faktor dengan metode ekstraksi PCA dan rotasi matriks komponen varimax diperoleh 9 kelompok faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL. Kelompok faktor tersebut disajikan pada Tabel 19.
Total varian yang dapat dijelaskan oleh kesembilan kelompok/komponen faktor tersebut adalah 81.16% dari ketigapuluh lima variabel faktor. Berdasarkan hasil pengelompokan, dapat dikatakan bahwa terdapat 9 kelompok faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL, antara lain: (i) peran pemerintah dalam pembentukan dan pengelolaan DPL, (ii) partisipasi masyarakat dalam pembentukan DPL, (iii) partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DPL,
(iv) persepsi masyarakat terhadap potensi sumberdaya dan DPL, (v) output/manfaat DPL untuk ekowisata dan penelitian, (vi) output/manfaat DPL
terhadap kondisi ekologi dan pendapatan, (vii) konflik masyarakat, (viii) output/manfaat terhadap hasil tangkapan dan (ix) pendanaan.
1. Peran pemerintah dalam pembentukan dan pengelolaan DPL
Pembentukan dan pengelolaan DPL di Desa Mattiro Deceng tidak terlepas dari peran pemerintah melalui program COREMAP II. Peran pemerintah dalam pembentukan dan pengelolaan DPL di Desa Mattiro Deceng meliputi sosialisasi tentang pengelolaan terumbu karang, pemberian bantuan pemberdayaan masyarakat, penyelenggaraan pelatihan dan studi banding, pengelolaan DPL, pengawasan, pemberian tanda batas DPL, pendanaan dan pendampingan
pengelolaan DPL. Peran pemerintah tersebut berkecenderungan termasuk dalam faktor project, dimana peran yang dilakukan untuk memenuhi target project yang dijalankan terkait implementasi/aktifitas project (Pollnac dan Crawford 2001).
Tabel 18. Variabel faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL No. Kode Faktor-faktor (variabel)
1. X2 Persepsi kelimpahan ikan 2. X3 Pengertian DPL 3. X4 Dukungan pembentukan DPL 4. X5 Manfaat DPL 5. X6 Sanksi pelanggaran 6. X7 Keberlanjutan DPL 7. X8 Kebiasaan konservasi
8. Y1 Pembentukan LPSTK dan Pokmas 9. Y2 Kegiatan Pokmas 10. Y3 Kegiatan LPSTK 11. Y4 Sosialisasi DPL 12. Y5 Penetapan DPL 13. Y6 Survei lokasi DPL 14. Y7 Pelatihan 15. Y8 Studi banding 16. Y9 Pengawasan DPL 17. Y10 Analisis dampak program 18. Y11 Sosialisasi pemerintah
19. Y12 Bantuan pemberdayaan masyarakat 20. Y13 Pelatihan
21. Y14 Studi banding
22. Y15 Pengelolaan terumbu karang 23. Y16 Pengawasan DPL 24. Y17 Tanda batas DPL 25. Y18 Pendanaan DPL
26. Y19 Pendampingan pengelolaan 27. Y20 Kunjungan ke desa
28. Y22 Program desa
29. Z1 Kondisi terumbu karang 30. Z2 Kelimpahan ikan 31. Z4 Pendapatan 32. Z6 Hasil tangkapan 33. Z9 Tingkat konflik 34. Z10 Ekowisata
Tabel 19. Kelompok faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL Kelompok Faktor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y20 Y22 Z1 Z2 Z4 Z6 Z9 Z10 Z11
2. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan DPL
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan pembentukan DPL. Menurut Crawford et al. (2000), rasa memiliki masyarakat
yang kuat terhadap Daerah Perlindungan Laut (DPL) dan partisipasi masyarakat dalam tahap-tahap perencanaan/pembentukan dan pelaksanaan/pengelolaan merupakan hal yang penting dalam mendukung keberhasilan pengelolaan DPL.
3. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DPL
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan memberikan kesempatan masyarakat untuk mengelola sumberdaya mereka. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan akan menentukan keberlanjutan pengelolaan DPL kedepan. Tingkat partisipasi masyarakat tersebut sangat dipengaruhi oleh manfaat yang dirasakan masyarakat (Pollnac dan Pomeroy 2005). Rendahnya partisipasi masyarakat dikhawatirkan menyebabkan pengelolaan DPL tidak berlanjut setelah COREMAP II berakhir. Karenanya perlu suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan
awareness/kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DPL, seperti penguatan kelembagaan, pengawasan, penegakan aturan, monitoring dan evaluasi sehingga masyarakat dapat melihat dan merasakan secara langsung dampak adanya DPL.
4. Persepsi masyarakat terhadap potensi sumberdaya dan DPL
Persepsi masyarakat terhadap sumberdaya dan DPL merupakan faktor penting dalam pengelolaan DPL. Hal tersebut akan mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap sumberdaya dan DPL yang ada. Pengetahuan masyarakat terhadap aturan/larangan di DPL dapat memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan DPL (Pollnac dan Crawford 2001) sehingga masyarakat tidak melakukan hal yang dilarang dalam DPL.
5. Output/manfaat DPL untuk ekowisata dan penelitian
Kondisi ekologi yang baik di lokasi DPL mendorong akan dikembangkannya ekowisata di lokasi tersebut, seperti wisata selam. Ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat dan tidak menggantungkan pada hasil tangkapan ikan, antara lain penyedia jasa akomodasi dan konsumsi serta guide bagi wisatawan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
strategi pengembangan ekowisata tersebut tidak merusak atau menurunkan kualitas ekologi yang ada saat ini.
Keberadaan DPL dapat dijadikan suatu wahana penelitian untuk melihat sejauh mana dampak DPL terhadap ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat secara time series. Data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan pengelolaan DPL bagi pihak yang membutuhkan.
6. Output/manfaat DPL terhadap kondisi ekologi dan pendapatan
Salah satu manfaat yang diharapkan adanya DPL antara lain dapat menjaga/melindungi/memperbaiki/meningkatkan kualitas ekosistem terumbu karang. Penutupan karang dan kelimpahan ikan di lokasi DPL Pulau Badi mengalami peningkatan karena tidak adanya aktifitas penangkapan yang dilakukan di DPL tersebut. Hal ini senada dengan kondisi DPL di Philiphina yang menunjukkan adanya peningkatan tutupan karang di Balicasag’s sanctuary (8 ha) sebesar 119% dalam 5 tahun setelah ditetapkan sebagai no take zone (Christie et al. 2002).
Selain tutupan karang hidup, DPL berpengaruh juga terhadap kelimpahan ikan. Suatu area yang dilindungi dapat meningkatkan settlement larva ikan (Roberts dan Polunin 1991) sehingga dapat meningkatkan ketersediaan juvenil dalam populasi. Dampak DPL terhadap ikan antara lain kepadatan, biomassa dan nilai CPUE lebih besar daripada lokasi non-DPL (Buxton et al. 1989, Francour 1991, Wantiez 1997, Goni et al. 2001 dan Cowley et al. 2002).
Kondisi ekologi yang baik, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat ini dapat diperoleh dari hasil penangkapan atau aktivitas lainnya seperti mata pencaharian alternatif dan ekowisata. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan DPL belum dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penangkapan maupun aktivitas lainnya. Hal ini disebabkan karena masih singkatnya umur DPL sehingga belum mampu menyuplai ikan di luar DPL yang dapat ditangkap oleh nelayan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perolehan ikan dan pendapatan nelayan. Terkait suplai ikan tersebut masih diperlukan penelitian lanjutan terkait larval
dispersal untuk mengetahui kemana arah distribusi larva dan ikan dari DPL ke luar DPL.
Mata pencaharian alternatif di Desa Mattiro Deceng belum berkembang baik. Pilot project mata pencaharian alternatif yang pernah dikembangkan antara lain budidaya rumput laut gagal berkembang. Saat ini budidaya yang ada adalah budidaya kuda laut, teripang, lola dan abalone. Budidaya tersebut diinisiasi oleh pihak swasta dimana masyarakat belum ada yang tertarik untuk melakukan budidaya tersebut.
7. Konflik masyarakat
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, interaksi masyarakat dengan lingkungan dan bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang ada (Hinrichsen 1998). Sebagian besar konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya timbul karena kesulitan dalam menjelaskan rezim kepemilikan (Bromley 1997). Jika tidak ada kesepakatan dalam bagaimana pengelolaan sumberdaya, konflik tidak dapat dihindari. Karenanya, penerimaan masyarakat terhadap program yang ada merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan pengelolaan DPL. Jika terdapat konflik dalam pelaksanaannya, hal tersebut menjadi hambatan dalam pengelolaan DPL karena tidak adanya kesamaan persepsi dan kepentingan dalam pengelolaan DPL. Di lokasi penelitian tidak ditemukan adanya konflik baik konflik dalam masyarakat, dengan masyarakat luar desa maupun dengan pemerintah terkait dengan pengelolaan DPL dan dampaknya. Hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain (i) lokasi DPL yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai suatu wahana yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara signifikan, misalnya ekowisata, sehingga tidak ada pihak-pihak yang memperebutkan pengelolaan ekowisata dan (ii) tidak adanya overlapping pengelolaan sumberdaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini pengelolaan diserahkan kepada pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya (meskipun masih rendah tingkat partisipasinya) dan pemerintah pusat sebagai pemantau karena pemerintah pusat sebagai pemberi hibah kepada pemerintah daerah.
8. Output/manfaat terhadap hasil tangkapan
DPL diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan. DPL akan menarik ikan dari daerah yang berdekatan sebagai tempat mencari makan dan berkembang biak, ikan-ikan kecil (juvenil) yang terbawa oleh arus, selanjutnya menetap di kawasan DPL. Juvenil yang membesar menyebabkan jumlah ikan bertambah dan semakin padat karenanya terdapat ikan-ikan di DPL berenang dan menetap di luar daerah DPL. Ikan-ikan tersebut yang akan ditangkap nelayan. Terhadap suplai ikan yang disumbangkan DPL terhadap daerah luar DPL diperlukan penelitian lebih lanjut. Bohnsack (1990) memberikan gambaran beberapa potensi keuntungan DPL antara lain DPL dapat memberikan perlindungan terhadap biomassa stok ikan bertelur, menyediakan sumber perekrutan di sekitarnya dan tambahan restocking daerah luar melalui emigrasi. Adanya emigrasi ikan menyebabkan peningkatan biomassa ikan di luar daerah DPL dan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan (Russ et al. 2004).
9. Pendanaan
Pendanaan adalah faktor penting dalam suatu pengelolaan. Pendanaan ini diperlukan dalam hal proses pembentukan sampai dengan pengelolaan. Pendanaan pengelolaan DPL sampai saat ini bersumber dari hibah pemerintah pusat ke pemerintah daerah melalui program COREMAP II.
4.8 Analisis Stakeholder
Stakeholder atau pemangku kepentingan dalam suatu proses merupakan pelaku (orang atau organisasi) yang memiliki kepentingan dalam suatu kebijakan atau kegiatan. Pemangku kepentingan ini atau pihak yang berkepentingan biasanya dapat dikelompokkan ke dalam kategori: pemberi donor, pemerintah, masyarakat, organisasi non-pemerintah dan pengguna manfaat. Analisis
stakeholder dilakukan untuk mengetahui pihak-pihak mana yang berpengaruh dalam suatu kegiatan. Proses analisis stakeholder biasanya dimulai dengan mengidentifikasi stakeholder yang relevan untuk sebuah program atau kegiatan tertentu, peta kepentingan-kepentingan mereka dan menilai konteks yang lebih luas di mana mereka berinteraksi (Jones dan Fleming 2003 in Sovacool 2008).
Beberapa stakeholder yang berpengaruh dalam pengelolaan DPL, yaitu Bappeda Kabupaten Pangkep, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCEB, Coastal Community Empowerment Board), PMU COREMAP II, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, BPD, LPSTK, tokoh agama, ponggawa, nelayan, perguruan tinggi, Pokmaswas, Guru, SETO, Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa, PT Mars Symbioscience, PKK, Karang Taruna dan Bidan/poliklinik. Hasil analisis
stakeholder disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Hasil analisis stakeholder
Berdasarkan Gambar 14 dapat dikatakan bahwa:
1. Stakeholder yang mempunyai kepentingan tinggi dan pengaruh tinggi antara lain Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, tokoh agama, ponggawa, nelayan dan perguruan tinggi. Pemerintah Kabupaten meliputi meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, Bappeda Kabupaten Pangkep, CCEB dan PMU COREMAP II Kabupaten Pangkep. Pemerintah desa meliputi Kepala Desa, BPD dan LPSTK. Stakeholder- stakeholder tersebut wajib dijaga keikutsertaannya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, dalam hal ini pengelolaan DPL. Peran pemerintah kabupaten dan kecamatan adalah pengorganisir dan pembuat
keputusan. Peran pemerintah desa adalah pembuat keputusan dan pelaksana. Peran tokoh agama adalah pendukung. Peran ponggawa dan nelayan adalah pendukung, pelaksana dan pemanfaat. Adapun ponggawa dan nelayan ini meliputi ponggawa dan nelayan dari dalam dan luar desa. Ponggawa berasal dari Desa Mattiro Deceng, ponggawa di Makasar, Pulau Barrang Lompo dan Pangkajene. Nelayan berasal dari pulau lainnya, seperti Pulau Karanrang yang mencari ikan di sekitar pulau Badi. Peran perguruan tinggi adalah pendukung. 2. Stakeholder yang mempunyai kepentingan tinggi dan pengaruh rendah antara
lain Pokmaswas, guru, SETO, Fasilitator dan Motivator Desa. Stakeholder- stakeholder tersebut wajib diberdayakan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Peran Pokmaswas adalah pelaksana. Peran guru, SETO, Fasilitator dan Motivator Desa adalah pelaksana dan pendukung.
3. Stakeholder yang mempunyai kepentingan rendah dan pengaruh tinggi adalah PT Mars Symbioscience. Stakeholder tersebut wajib dilibatkan dalam pengelolaan pesisir dan lautan. Peran PT Mars Symsbioscience adalah pendukung.
4. Stakeholder yang mempunyai kepentingan rendah dan pengaruh rendah antara lain PKK, Karang Taruna dan bidan/poliklinik. Stakeholder-stakeholder
tersebut harus disadarkan atau ditingkatkan kapasitasnya untuk ikut serta dalam proses pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Peran PKK, Karang Taruna dan bidan/poliklinik adalah pendukung.
Stakeholder yang mempunyai kepentingan tinggi pengaruh tinggi terdiri dari pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah yang sangat kuat dan penting dalam pengelolaan DPL. Karenanya, persepsi masyarakat terhadap peran pemerintah menjadi cukup bagus dan menyebabkan capaian yang dicapai baik karena turun tangan pemerintah melalui Program COREMAP II dan belum memberdayakan masyarakat (tingkat partisipasi rendah).
Fungsi, tugas dan peranan masing-masing stakeholder secara umum (COREMAP II 2006) adalah sebagai berikut:
1. Dinas Kelautan dan Perikanan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut merupakan bagian dari tugas dan fungsi pokok Dinas Kelautan dan Perikanan. Peranan dinas ini sebagai pengorganisir dan pengambil kebijakan
dan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, dalam hal ini DPL. Dinas Kelautan dan Perikanan diberi tanggung jawab sebagai pengelola COREMAP II di Kabupaten Pangkep.
2. Bappeda. Peran Bappeda disini antara lain menampung aspirasi terkait program pengelolaan pesisir dan lautan dalam rencana pembangunan kabupaten dan desa. Konsekuensi dari hal tersebut antara lain terkait pendanaan program. Bappeda merupakan salah satu pengambil kebijakan terkait pendanaan yang ada.
3. CCEB. Lembaga ini diketuai oleh Bupati yang sehari-harinya dikoordinasikan oleh Ketua Bappeda Kabupaten dan PMU Kabupaten yang diketuai oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan. Anggota CCEB ini berasal dari berbagai instansi/lembaga, perguruan tinggi, swasta/dunia usaha dan LSM serta tokoh masyarakat setempat. Unit ini bertugas untuk melaksanakan sistem kegiatan COREMAP II secara teknis sesuai dengan komponen dan sub komponen yang telah ditetapkan. Dalam rangka pencapaian tujuan COREMAP II. Anggota CCEB dari unsur pemerintah diharapkan berasal dari unsur Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda, Dinas Pendidikan, KSDA/Taman Nasional Laut, Polisi, Angkatan Laut dan Camat. Selain itu, dapat pula ditambahkan anggota yang berasal dari dinas-dinas terkait lainnya, seperti: Bapedalda, Dinas Pariwisata, dll. Anggota CCEB dari unsur non pemerintah diharapkan seperti perwakilan dari Kepala Desa, Nelayan, Wanita, Pemuka Masyarakat/Tokoh Adat, Tokoh Agama, Guru, LSM, Perguruan Tinggi dan Swasta. Tugas dan tanggungjawab CCEB meliputi:
- Memberikan masukan/saran dalam penyusunan kebijakan dan Rencana Strategis (Renstra) Pengelolaan Terumbu Karang Daerah
- Mereview rencana kerja tahunan dan anggaran biaya dari PMU dan memberikan rekomendasi kepada PMU untuk diusulkan dan dibahas dengan Panitia Anggaran /Komisi Teknis DPRD.
- Menyediakan rekomendasi untuk pelaksanaan dari aktifitas COREMAP II, sejalan dengan dokumen program.
- Menganalisis masukan dan opini dari masyarakat terhadap pelaksanaan proyek COREMAP II, dan menyampaikan saran perbaikannya kepada PMU.
- Mengkoordinir dan menggerakkan dukungan pemerintah kabupaten dan non pemerintah untuk mensukseskan pelaksanaan program.
- Memantau kesesuaian sarana, prasarana dan jasa kebutuhan program COREMAP II.
- Mengkoordinasikan kegiatan COREMAP II dengan program yang lain. - Memonitor kemajuan pelaksanaan program COREMAP II di kabupaten. - Memberikan informasi yang dibutuhkan ke DPRD dan pemerintah daerah
dan pemangku kepentingan lainnya.
4. PMU COREMAP II. Tugas dan tanggungjawab PMU meliputi: - Menyusun rencana tahunan dan direview oleh CCEB
- Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan COREMAP II di Kabupaten dengan arahan CCEB.
- Memonitor dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan COREMAP II di Kabupaten dan menyampaikan laporan pelaksanaan ke Kementrian Kelautan dan Perikanan.
- Melaksanakan kegiatan penelitian terumbu karang dan pelatihan.
- Melaksanakan kegiatan Penguatan SDM dan Kelembagaan, pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat, penyadaran masyarakat, pengelolaan kawasan konservasi laut (MCA) and Monitoring, Control and Surveillance
(MCS)
- Mendukung proses penegakan hukum di masyarakat (law enforcement). 5. Pemerintah Kecamatan. Peran dari Pemerintah Kecamatan antara lain dapat
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, memberikan masukan terkait pengelolaan serta pengambilan keputusan dan kebijakan dalam pengelolaannya.
6. Pemerintah Desa. Pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam program dan kegiatan pengelolaan terumbu karang di desanya sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam pemantauan dan evaluasi; mengangkat Motivator
Desa dan Pengurus Pokmas sesuai hasil musyawarah dan kesepakatan masyarakat; bersama-sama dengan masyarakat dan Badan Perwakilan Desa (BPD) menyusun Peraturan Desa yang berkaitan dengan Program Pengelolaan Terumbu Karang, termasuk juga mensyahkan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Terpadu yang disusun oleh masyarakat untuk diajukan PMU COREMAP II Kabupaten serta menjadi penengah yang objektif bila terjadi perselisihan dalam masyarakat berkaitan dengan kegiatan pengelolaan terumbu karang termasuk memberikan sanksi bila terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Pengelolaan Terumbu Karang yang telah ditetapkan
7. BPD. BPD diharapkan dapat ikut aktif memberikan masukan dan pertimbangan dalam proses penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Terpadu; bersama-sama dengan Pemerintah Desa menyusun dan mensyahkan berbagai peraturan yang diperlakukan dalam program pengelolaan terumbu karang; bersama-sama dengan masyarakat dan Kepala Desa mensyahkan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Terpadu (RPTK Terpadu) yang telah disusun oleh masyarakat; ikut melakukan pengawasan terhadap implementasi RPTK terpadu, termasuk memantau penggunaan dana bantuan desa oleh Pokmas.
8. LPSTK. Beberapa tugas dari LPSTK ini antara lain:
- Menerima dan menyalurkan dana bantuan desa untuk pembangunan Prasarana sosial (village grant fund) kepada masyarakat.
- Mencatat dan mendokumentasikan kegiatan Pokmas. - Membukukan penggunaan dana bantuan.
- Membantu pembuatan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK). - Membantu mengatasi penyelesaian Pokmas bermasalah.
- Melakukan pemeriksaan pembukuan Pokmas.
- Berperan sebagai tim verifikasi dalam memeriksa usulan proposal Pokmas. - Membantu melakukan identifikasi seluruh potensi dan mengembangkan
investasi usaha Pokmas.
- Membantu menyeleksi lembaga keuangan penyalur seed fund desa dan
- Mengevaluasi kinerja kerja Motivator Desa dan melakukan pelaporan ke PMU.
- Mengelola pusat/pondok informasi masyarakat.
- Membuat pelaporan pelaksanaan RPTK kepada pemerintah desa.
9. Ponggawa dan Nelayan. Ponggawa dan nelayan merupakan bagian dari masyarakat pesisir dan lautan yang menggantungkan hidupnya terhadap potensi pesisir dan lautan. Peran ponggawa dan nelayan antara lain pendukung pelaksanaan program pengelolaan pesisir dan lautan yang diharapkan dapat memberikan masukan terhadap program tersebut demi terwujudnya perbaikan ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat; pemanfaat dan pelaksana dalam pengelolaan DPL.
10. Tokoh agama. Peran tokoh agama disini antara lain menyampaikan dan menyebarkan ajaran dan ajakan menjaga lingkungan, termasuk pesisir dan lautan melalui dakwah.
11. Perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat dijadikan mitra dalam kajian pengelolaan sumberdaya perikanan dan lautan sebagai rekomendasi pengambilan keputusan dan kebijakan.
12. Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Peran dari pokmas ini antara lain melakukan patroli secara teratur pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan; mengamati, mencatat, dan melaporkan setiap terjadinya pelanggaran atau kegiatan perusakan terumbu karang; mengisi log book setiap selesai melaksanakan patroli dan melaporkannya kepada LPSTK dan fasilitator; melakukan perawatan berbagai peralatan termasuk perahu dan melaporkannya segera kepada fasilitator bila terjadi kerusakan.
13. Guru. Guru berperan memberikan pendidikan pesisir dan lautan. Di Desa Mattiro Deceng baik di Pulau Badi maupun di Pulau Pajjenekang telah diajarkan muatan lokasl tentang pesisir dan lautan. Adapun materi muatan lokal diproduksi oleh LIPI bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan Nasional.
14. SETO. Fasilitator senior (SETO) adalah tenaga yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi manajerial pengelolaan berbasis masyarakat di kabupaten dan berperan dalam mengarahkan, mendukung, dan membantu kelancaran
pelaksanaan seluruh kegiatan dan fasilitator masyarakat di desa. SETO membawahi beberapa desa lokasi COREMAP II.
15. Fasilitator Masyarakat. Fasilitator Masyarakat/Community Facilitator (CF) adalah orang yang ditunjuk untuk menjalankan peran pendampingan bagi masyarakat desa dan melaksanakan sebagian besar kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat bersama-sama dengan masyarakat di desa. Fasilitator ini membawahi beberapa pulau lokasi COREMAP II.
16. Motivator Desa. Motivator Desa (MD) adalah warga desa terpilih yang bertugas untuk memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan Pengelolaan Berbasis Masyarakat di desa dan kelompok masyarakat pada tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan maupun pemeliharaan. Tiap desa diwakili oleh dua orang MD yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan.
17. PT Mars Symbioscience. PT Mars Symbioscience merupakan pihak swasta yang bekerjasama dengan Program Mitra Bahari untuk melakukan suatu pilot project budidaya kuda laut, teripang, lola dan abalone. Peran PT ini adalah