• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah Rawan Bencana

Dalam dokumen [Draft] Laporan Pendahuluan (Halaman 65-69)

D. Kawasan Pelabuhan

4.2 KONDISI FISIK ALAMI .1 Letak dan Geografis

4.2.8 Daerah Rawan Bencana

4.2.8.1 Erosi, Abrasi, Akreasi dan Sedimentasi

Abrasi dan erosi di kawasan Teluk Ambon Luar banyak ditemukan pada hampir sepanjang pantai. Indikasinya jelas terlihat secara fisik berdasarkan tampilan material batuan dan sedimen sepanjang pantai, dan gejala fisik yang terjadi yakni terjadi pengikisan material pada bagian pantai dalam jumlah besar sehingga menyingkapkan material dasarnya. Lokasi-lokasi teridentifikasi sebagai Lokasi-lokasi abrasi adalah pantai Tantui, Benteng – Airsalobar, Amahusu, Eri, sampai pantai Silale. Lokasi ini merupakan lokasi abrasi intensif yang disebabkan oleh pengaruh aktivitas gelombang laut dan arus sepanjang pantai yang mentransport material keluar lokasi.

Tampak bahwa intensitas abrasi akan lebih tinggi pada lokasi-lokasi di atas jika terjadi perubahan penggunaan lahan pada beberapa lokasi lain di Teluk Ambon. Degradasi lahan laut

IV-19

pesisir akan merobah pola gerak arus sepanjang pantai. Akibatnya akan terjadi peristiwa deposisi material pada sisi teluk yang lain sementara pada lokasi bawah arus akan selalu mengalami pengikisan secara berkala (musiman) bergantung pada arah kekuatan gelombang datang di pantai.

Proses geomorfologis yang bekerja pada pesisir seperti abrasi dan akresi mengakibatkan morfologis garis pantai mengalami perubahan bentuk dan letak. Morfologis garis pantai selalu mengalami perubahan bentuk dan letak akibat abrasi, erosi dan akresi karena faktor alam maupun faktor manusia. Ambang yang memisahkan Teluk Ambon Dalam mengakibatkan berubah keberadaan kondisi pesisir pantai. Perubahan bentuk dan letak garis pantai terjadi pada daerah-daerah terkosentrasi gelombang dengan litologi pantai tersusun atas formasi batuan tidak kompak. Dari arah Galala sampai Nontetu mempunyai bentuk lereng cembung dengan kemiringan lereng datar sampai agak miring, sedangkan kearah Negri Lama lerengnya normal dan berbentuk datar, sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses akresi disepanjang pantai. Dari pantai Negri lama sampai Tanjung Martafons, ditemukan kondisi abrasi dan erosi pada beberapa tempat yang terjadi pada daerah pantai.

Teluk Ambon Luar, mulai dari Tanjung Nusaniwe sampai ambang Galala dan dari Tanjung Batu Badiri sampai Tanjung Martafons, morfologis garis pantai selalu berubah-ubah akibat proses abrasi, erosi dan akresi baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun oleh faktor manusia. Dari Tanjung Nusanive sampai Eri, kearah Tanjung Batu Anyut, bentuk lereng bawah lautnya cekung dengan kemiringan curam, akibatnya energi gelombang kurang mendapat hambatan oleh morfologis bawa laut, sehingga pukulan gelombang terhadap garis pantai cukup kuat. Namun karena litologi pantai tersusun dari batuan andesit, dasit, diorit dan breksi serta ultra basa yang kompak dan tegar, menyebabkan pantai tahan terhadap pukulan gelombang. Bentuk lereng pantai dari Batu Anyut sampai Tanjung Benteng bervariasi dengan kemiringan rata-rata curam. Di daerah Amahusu abrasi, erosi terjadi cukup kuat disebabkan formasi batuan memanjang. Sempit terpisah-pisah sepanjang pesisir. Karenanya, perencanaan penggunaan lahan pesisir baik untuk pertanian, pemukiman hendaknya memperhitungkan faktor topografi yang ada.

Proses sedimentasi di sepanjang pantai perairan TAL dapat ditemukan pada lokasi-lokasi utama di muara sungai Wai Ruhu (Galala), dan Wai Lela (Rumah Tiga). Indikasi dari kejadian itu terlihat dari pelebaran dan penimbunan material di muara sungai. Hasil interpretasi peta hidrografi diketahui bahwa sejak tahun 1943 – 2002 telah terjadi pertambahan sedimen (ke arah laut di muara Wai Ruhu (dekat lokasi suar) sepanjang lintasan

IV-20

105 meter. Tahun 1943 lokasi suar terpetakan pada kontur kedalaman 5 meter, tetapi saat surut purnama bulan Desember 2002, teramati bahwa surut terendah mencapai tiang suar.

Kenampakan abrasi dan sedimentasi di perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) dengan mudah dijumpai di sepanjang pantai, tetapi dengan intensitas yang bervariasi antar lokasi. Lokasi-lokasi yang mengalami abrasi di sepanjang pantai TAD adalah pada pantai yang berada jauh dari muara sungai dan pada lokasi-lokasi tersebut dapat diamati adanya perubahan penggunaan lahan pasang surut untuk perumahan dan bangunan fisik lainnya.

Di sekitar Desa Latta, Halong Tanah Merah dan Lateri 3 teridentifikasi sebagai lokasi dengan ciri erosi dan abrasi, walaupun tidak cukup parah. Gejala yang nampak adalah degradasi lahan daratan, reruntuhan tebing, penyingkapan material batuan dasar pantai, dan penyingkapan akar pohon pelindung pantai secara bertahap terutama sekitar Desa Latta. Hal itu disebabkan oleh aksi gelombang dan arus sepanjang pantai saat pasang. Intensitas abrasi yang tinggi pada bagian tertentu diakibatkan oleh perubahan pola gerak arus sepanjang pantai oleh pondasi beton yang melewati garis pasang tinggi dan penimbunan lahan pasang surut untuk pemukiman pada sisi atas arus.

Pada bagian lain sedimentasi merupakan kejadian yang sangat serius di perairan pantai TAD. Salah satunya adalah di sepanjang pesisir Passo-Negeri Lama hingga Waiheru-Nontetudan muara sungai wai latta (Poka). Laju sedimentasi di kawasan waiheru-Nontetu mencapai 5,078 m2/tahun, sedangkan laju sedimentasi di muara Wai Tonahitu dan Desa Negeri Lama mencapai 1,2 − 2,5 m2

/tahun. Bahkan telah teridentifikasi bahwa laju sedimentasi rata-rata di sepanjang dasar muara sungai Waiheru, Wai Nania, Wai Tonahitu, dan Wai Rekan adalah 2,381 cm/tahun, dengan rata-rata di seluruh dasar perairan TAD adalah 0,6 cm/tahun. Walaupun demikian tampak bahwa di pantai Halong telah terjadi sedimentasi cukup besar sehingga memperlebar pantai pada lokasi muara sungai Wai Rekan. Kenampakan laju sedimentasi yang cukup memperparah habitat mangrove juga terlihat pada daerah pesisir pantai Lateri akibat pemanfaatan lahan atas untuk pemukiman penduduk .

Gambar 4.4 Kenampakan abrasi di pantai Eri dan penimbunan lahan pasut di daerah pantai Benteng Teluk Ambon Luar

IV-21

Gambar 4.5 Kenampakan sedimentasi pada muara sungai Wai Ruhu (galala)

4.2.8.2 Banjir dan Longsoran Tanah

Wilayah pemukiman di Kota Ambon, pusat - pusat pelayanan berupa Pendidikan, perkantoran, kesehatan dan jasa lainnya berada pada lahan datar di pesisir pantai Kota Ambon dan hanya sebagian kecil yang menempati areal pegunungan atau lahan atas. Disamping letaknya yang berada pada lahan bawah, daerah ini bermuara berbagai sungai besar maupun kecil yang pada saat kondisi tertentu (musim hujan) dapat mengakibatkan banjir.

Mengingat pola aliran sungai di Wilayah Kota Ambon adalah semi dendritik yaitu pola percabangan yang terdiri dari 42 sungai di wilayah Teluk Ambon Luar, 10 buah adalah sungai besar yang mengalir dari jazirah Leihitu bermuara di Teluk Ambon sehinga pada musim hujan dapat mengakibatkan banjir. Beberapa Lokasi yang diidentifikasikan merupakan daerah rawan banjir di wilayah Kota Ambon antara lain:

1. Wilayah Teluk Ambon Dalam, daerah yang menjadi sasaran rawan banjir adalah desa Waiheru dan Passo.

2. Wilayah Teluk Ambon Luar menyangkut Rumah tiga (Wailela pantai, Galala, dan sebagian besar daerah Pusat Kota Ambon (batu merah sampai Talake)

IV-22

3. Untuk wilayah Teluk Baguala dan Pantai Selatan Kota Ambon merupakan daerah yang selama ini terhindar dari bahaya banjir pada saat musim hujan.

Hal-hal yang selalu mengakibatkan terjadinya banjir dikarenakan drainase pada wilayah permukiman dan pusat kota yang kurang baik, pembuangan sampah yang sembarangan pada daerah aliran sungai dan juga penyumbatan drainase akibat buangan sampah tersebut menyebabkan pendangkalan dan atau mengalirnya air pada daerah yang relatif rendah. Faktor lain yang turut mempengaruhi terjadinya banjir adalah pembukaan lahan atas yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun untuk kepentingan pemukiman, pertanian, dan lainnya menyebabkan pada musim hujan massa air yang mengalir dari pegunungan tidak dapat dihambat sehingga dapat terjadinya banjir.

Sedangkan biasanya longsor tanah terjadi pada daerah-daerah lereng bukit atau pada daerah pemukiman di daerah lahan atas atau yang memanfaatkan lokasi pinggiran lereng. Kondisi ini banyak terjadi pada daerah pemukiman Batumerah, pusat kota seperti daerah Batumeja apalagi kondisi ini diperparah dengan curah hujan yang tinggi. Disisi lain longsor juga terjadi pada badan jalan yang tidak cukup kuat ditopang oleh talud penahan jalan akibat aktifitas gelombang dan juga curah hujan secara bersamaan. Kenampakan longsor tanah akibat kurang tahannya talud dapat dilihat pada pantai Amahusu, Mardika, Benteng.

4.2.8.3 Tsunami

Untuk daerah pantai Kota Ambon dalam periode kurang lebih 50 tahun terakhir ini belum ada kenampakan terjadinya Tsunami sebagai akibat proses geologi berupa gempa bumi. Namun demikian, hal ini harus menjadi perhatian khusus karena perairan Kota Ambon berhubungan langsung dengan Laut Banda yang sewaktu-waktu mengalami pengaruh Tsunami atau pengangkatan massa air, sehingga wilayah-wilayah permukiman dan atau pusat-pusat pelayanan yang berada pada wilayah pesisir pantai perlu mendapatkan perhatian serius terutama menyangkut konstruksi bangunan maupun mekanisme pembangunan yang dilakukan pada daerah tersebut.

Dalam dokumen [Draft] Laporan Pendahuluan (Halaman 65-69)

Dokumen terkait