• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar inventori kepribadian

BAGAIMANAKAH CARA MENGUMPULKAN DATA?

5. Daftar inventori kepribadian

Ada beberapa jenis ukuran kepribadian, masing – masing mencerminkan sudut pandang yang berbeda – beda. Peneliti harus mengetahui secara tepat lebih dulu apa yang ingin diukurnya baru kemudaian memilih instrument. Tiga jenis ukuran kepribadian yang paling banyak dipakai adalah daftar inventori, skala penilaian, dan teknik proyektif.

Daftar inventori adalah daftar pertanyaan yang menggambarkan pola – pola tingkah laku dan mereka diminta untuk menunjukkkan apakah tiapa – tiap pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka dengan jalan memberi tanda cek pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang diukur.

Skala penilaian merupakan alat penilaian yang memerlukan penilaian yang bdilakukan oleh seseorang terhadap tingkah laku atau penampilan orang lain. Penilaitinggal memberikan nilai pada suatu kontimum(rangkaian satuan) atau suatu kategori yang menggambarkan cirri tingkah laku orang yang dinilai. Jenis skala penilaian ada dua, yaitu skala grafis dan skala kategori.

Teknik Proyeksi adalah ukuran yang dilakukan dengan jalan meminta seseorang memberikan respon kepada suatu stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memroyeksikan kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut. Berdasarkan penafsiran dan tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang struktur kepribadian seseorang. Contoh tes Appersepsi Tematik (TAT). Tes Rorsharch yang menggunakan noda tinta.

6. Skala

Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingkah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai – nilai, dan minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala Thurstone), summated scale (skala Guttmjan), dan semantic differential scale.

Skala Likert

Skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal. Sanagat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju (-2).

Skala Thurstone

Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu pada hala – hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala

yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenagkan, netral sampai tidak menyenagkan.

Skala Guttman

Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skal likert mengatakan bahwa skala – skala tersebut memuat pernyataan – pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakag sikap yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut satu dimensi. Suatu sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu menghasilkan skala yang kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan satu sama lain sedemikian rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan pernyataan nomor 2,akan merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta setuju atau tidak setuju .

1) Manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasi 2) POMG mempunyai pengaruh besar guna meningkatkan peranan sekolah 3) POMG adalah organisasi yang paling penting di Indonesia guna meningkatkan peranan sekolah

Contoh Tabel Skala Guttman

Apabila ini adalah skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua tanggapan responden ke dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika skor seseorang diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat pertanyaan – pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu. Misal, semua responden mempunyai skor

2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG atau komite sekolah sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya POMG adalah organisasai yang paling penting di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.

Subyek dapat dirangking berdasarkan tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh karena itu peneliti harus membentuk pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola tanggapan yang sebenarnya diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat direproduksi dari skor keseluruhan. Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi jumlah total kesalahan dengan jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk mengurangi angka satu, sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk skala berdimensi tunggal (Kumulatif).

Semantic defferential scale

(skala perbedaan makna).Pendekatan lain untuk mengukur sikap terhadap obyek, subyek dan kejadian adalah skala perbedaan makna. Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada pandangan bahwa obyek itu mempunyai dua macam makna bagi seseorang, yaitu magna denotative dan konotatif, yang dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif suatu subyek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna konotatif. Suatu subyek secara tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah kata – kata sifat yang mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang untuk menilai obyek itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood menggunakan skala ini atas tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya ke atas sampai + 3 dan ke bawah – 3 untuk menilai sikap.

Dengan mengetahui penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat menetapkan adalah sikap masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau negative. Skor sikap seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum terhadap obyek itu oleh suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap responden denga jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut, dan dengan membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.

Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok kata sifat yaitu, Evaluatif; terdiri dari baik – buruk, bersih – kotor

Potensi; terdiri kuat – lemah, besar – kecil, dan Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat – lambat

BAB X

PENUTUP

PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru. Dalam pelaksanaannya para guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan perbaikan untuk memecahkan masalah. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru sendiri, guru dan teman sejawat dapat saling berkolaborasi. Mulai dari merencanakan PTK, melakukan tindakan perbaikan, mengamati proses pembelajaran, dan melakukan refleksi. Singkatnya, tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan perbaikan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan atau pencerminan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan teman sejawat dapat secara kolaboratif melakukan PTK ini untuk peningkatan keprofesionalannya. Proposal usulan PTK perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumber- sumber mengenai PTK.

Rambu-rambu penilaian proposal PTK adalah (a) permasalahan, (b) cara peneyelsaiana masalah, (c) kemampuan hasil, (d) prosedur penelitian, (e) program kegiatan dan dukungan teknis, (f) Kerjasama antara LPTK dan sekolah, (g) pembiayaan penelitian.

Sebagai guru, penulis menaruh harapan besar mengenai pentingnya PTK ini untuk para guru, yaitu agar makin banyak guru di seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK di sekolahnya masing-masing. Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan- rekan guru lainnya melalui media komunikasi atau internet.

Salah satu fokus pembangunan pendidikan di Indonesia saat ini adalah mengupayakan peningkatan kualaitas pendidikan dengan melakukan pendekatan melalui pemanfaatan penelitian pendidikan. Namun sangat disayangkan, berbagai hasil penelitian yang dilakukan di bidang pendidikan selama ini kurang dirasakan dampaknya dalam bentuk peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Hal ini dikarenakan:

1. Penelitian pendidikan umumnya dilakukan oleh pakar atau peneliti di perguruan tinggi. Sedangkan guru sebagai tenaga pengajar di kelas kurang dilibatkan secara

aktif dalam menghayati permasalahan penelitin. Akibatnya, para guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitian.

2. Penyeberluasan hasil penelitian ke sekolah terkadang memakan waktu yang sangat panjang. Publikasi hasil-hasil penelitian melalui berbagai jurnal ilmiah memakan waktu hampir sekitar 3 tahun. Sebagaimana diketahui, sebelum suatu prosedur pembelajaran itu mencapai khalayak pemakai, diperlukan pemantapa teoritik melalui penelitian-penelitian, sebelum produk penelitian yang dimaksud dapat diproduksi secara masal dan disebarluaskan. Bekum lagi masalah birokrasi atau otoritas pendidikan yang harus dilewati / dilalui

3. Kurangnya kerjasama antara guru dan dosen dalam melakukan penelitian di sekolah. Masing-masing pihak seolah-olah asyik dalam dunianya sendiri dan merasa tidak ada keterlibatan antara yang satu dengan yang lainnya. Karenanya, LPTK sebagai lembaga penghasil guru wajib bertanggungjawab dalam pembelajaran di kelas. Adanya PTK merupakan pendekatan untuk meningkatkan pendidikan melalui perubahan-perubahan yang membuat guru harus dapat melihat pengajarannya sendiri, dan siap atau mau merubahnya yang bersifat : Partisipatory (melibatkan guru sendiri), dan Collaborative (melibatkan orang-orang lain) dengan tujuan mengembangkan keterampilan/pendekatan (mengajar) baik dan memecahkan masalah pembelajaran dengan jalan langsung penerapan di kelas.

Hakikat PTK menurut Carr dan Kemmis (1996) adalah: Suatu bentuk penelitian refleksi diri (self reflektive) yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi sosial untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran:

• Praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri • Pengertian mengenai praktik-praktik tersebut

• Situasi-situasi di mana praktik-praktik tersebut dilaksanakan

Mc Niff (1992) memandang hakikat PTK adalah: sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan keahlian mengajar. PTK merupakan penelitian tentang, untuk, dan oleh masyarakat/ kelompok sasaran dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi, dan kolaboratif antara peneliti dan kelompok sasaran

Penelitian Classroom Action Reseach (CAR) juga dikenal dengan nama:

Participatory Research

Planning

(Rencanakan Tindakan)

Reflecting

(Evaluasi dan Refleksi Keseluruhan Proses)

Observing

(Amati dan Jelaskan pengaruh Tindakan) Acting (Implementasi Rencana Tindakan)Emancipatory ResearchAction Learning

Contextual Action Learning

Tujuan PTK pada intinya adalah mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru serta untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas. Juga memperbaiki praksis secara langsung, di sini, dan sekarang (Raka Joni, 1998).

Prinsip Dasar PTK adalah:

 Berkelanjutan. PTK merupakan suatu upaya yang berkelanjutan secara siklustis

 Integral. PTK merupakan bagian integral dari konteks yang diteliti.

 Ilmiah. Diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata

 Motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam.

 Lingkup. Masalah tidak dibatasi pada masalah pembelajaran di dalam dan luar ruang kelas

Prinsip pelaksanaan PTK adalah:

 Tindakan tidak mengganggu atau menghambat kegiatan utama

 Metode dan teknik pengumpulan data tidak menuntut waktu

 Metodologi terencana cermat

 Permasalahan sesuai dengan komitmen guru (nyata, menarik, mampu ditangani, dan berada dalam jangkauan guru)

 Hendaknya memperhatikan etika, tata krama, dan rambu-rambu pelaksanaan penelitian

 Dasarnya harus merupakan gerakan yang berkelanjutan (on-going) Model PTK yang sering digunakan oleh para guru di sekolah adalah:

 Penetapan fokus masalah

 Perencanaan tindakan perbaikan

 Pelaksanaan tindakan, observasi, intepretasi

 Analisis dan refleksi

 Perencanaan tindak lanjut

Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu ”ditawarkan” kepada guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen.

Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sekarang ini menjadi wacana yang hangat diperbincangkan oleh Bapak dan Ibu guru di sekolah, apalagi setelah dengung sertifikasi guru dikumandangkan. Salah satu poin dalam portofolio sertifikasi guru adalah pengembangan profesi. Bapak dan Ibu guru harus berlomba-lomba untuk membuat PTK. Seminar, workshop dan pelatihan penyusunan PTK dilaksanakan di banyak tempat dengan biaya yang tidak murah tetapi dengan hasil yang tidak terlalu menggembirakan karena materi yang diberikan sangat padat dalam waktu yang sangat singkat. untuk itulah, dalam upaya untuk membantu rekan-rekan guru dalam menyusun PTK.

Penulis mencoba membuat buku PTK yang mudah-mudahan gampang atau mudah dimengerti . Tulisan ini dibuat seruntut mungkin melalui langkah demi langkah. Semoga tulisan ini dapat memberi pencerahan rekan-rekan guru dalam menyusun PTK. Selain itu,

saran kami adalah dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru dan dosen lain melalui media komunikasi (majalah) atau media masa yang sudah ada sekarang.

Guru profesional juga dituntut terus berinovasi dan mampu mengekspresikan gagasan inovatifnya secara luas melalui tulisan di media sebagai satu bentuk komunikasi yang mampu menembus waktu dan ruang. Menembus waktu dalam arti bahwa sebuah tulisan akan terus berada dan dibaca oleh setiap orang setiap saat sampai kapan pun. Sedangkan menembus ruang dapat dibaca di mana pun tanpa batas-batas fisik. Hal itu tentu berbeda dengan komunikasi lisan yang hanya dapat dilakukan pada waktu dan ruang tertentu secara terbatas. Bayangkan, sebuah tulisan hasilmPTK yang dimuat dalam media massa dapat dibaca oleh ratusan ribu pembaca di segala pelosok dan dapat dilakukan untuk waktu-waktu selanjutnya. Dengan demikian tulisan hasil dari PTK di media massa mempunyai nilai silaturahmi dalam cakupan waktu dan ruang yang tak terbatas.

Untuk dapat tampil melalui tulisan karya ilmiah dari hasil PTK di media massa bukanlah hal yang mudah melainkan melalui proses seleksi yang cukup ketat, sesuai dengan kaidah penulisan dan substansi. Membuat karya tulis yang dimuat dalam media massa tidak hanya memerlukan penguasaan pengetahuan materi yang ditulis dan keterampilan teknis penulisan, akan tetapi yang paling mendasar adalah kualitas pribadi seperti rasa percaya diri, motivasi yang kuat, keterbukaan, kesediaan untuk memperoleh umpan balik, baik yang positif maupun negatif, ketabahan, keuletan, dan kesabaran.

Pada saat ini guru juga sudah punya organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen untuk pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara lebih terjadwal. Seperti apa yang sudah dilakukan oleh Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang mempunyai kantor pusat di Pascasarjana UNJ. Melalui pertemuan ilmiah, atau lomba karya tulis dan majalah ilmiah itu antara para guru dan dosen bidang studi diharapkan dapat terjadi saling tukar informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan keprofesionalan guru dan dosen. Selamat berkarya dan teruslah berjuang wahai saudaraku.

Di penghujung tulisan dalam buku PTK ini, penulis ingin menyampaikan sejumlah harapan antara lain, (a) Kepada media masa (koran, dan majalah) agar memberikan tempat untuk forum guru menulis , seperti apa yang dilakukan oleh koran kompas, republika, dan pikiran rakyat. Adanya forum guru ini terus dipertahankan dan makin ditingkatkan baik dalam format maupun isi sehingga memberikan nilai tambah yang lebih besar. Semoga jejak

yang baik ini akan menjadi teladan untuk diikuti oleh media massa lain di seluruh Indonesia. (b) Kepada rekan guru yang telah menulis diimbau agar terus berkarya dengan makin meningkatkan mutu tulisannya sehingga makin memberikan manfaat. Kepada guru yang belum mulai menulis, saatnya sekarang mulai menulis untuk pengembangan diri dan profesi, (c) Kepada para pejabat yang terkait dengan guru diimbau memberikan motivasi yang konstruktif serta bimbingan bagi guru yang telah ataupun belum menulis.

Terakhir disampaikan sekadar tips bagi rekan guru untuk menulis. Dalam proses menulis, ada tiga hal yang saling berkaitan yaitu, mencari bahan untuk ditulis, melaksanakan penulisan, dan memperbaiki hasil penulisan. Kebiasaan buruk yang sering terjadi adalah menunda-nunda kegiatan menulis.

Akhir kata, penulis ingatkan kembali bahwa profesi guru adalah profesi mulia yang memerlukan kreativitas pengembangan terus-menerus dan tidak sembarang orang dapat melakukannnya. Karenanya setiap guru harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru yang mau mengembangkan keprofesionalannya. Tuntutan terhadap sikap profesional guru dalam masyarakat kita harus disikapi sebagai harapan untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam mendidik anak-anak kita menjadi cerdas. Cerdas otak dan juga cerdas watak sehingga dapat menghantarkan anak didik kita berakhlaq mulia.