• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAS III SMPLB TUNAGRAHITA RINGAN

SDN JATINEGARA 08 PAG

NING ENDANG TRIASIH*

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika khususnya dalam materi Perkalian di SDN Jatinegara 08 Pagi melalui penerapan metode bermain kartu bilangan pada siswa kelas II. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei tahun 2008 di SDN Jatinegara 08 Pagi. Penelitian ini dilakukan di SDN Jatinegara 08 Pagi dengan responden adalah siswa kelas II sebanyak 40 orang. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Maret sampai dengan Mei 2008. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Action Research). Penelitian ini menggunakan dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

Berdasarkan hasil penelitian di SDN Jatinegara 08 Pagi kelas II yang di lakukan sebanyak 2 siklus, maka hasil belajar siswa yang mencakup pre test dan post test mengalami peningkatan yaitu pada siklus pertama hasil pre test pada adalah sebesar 5,73 dan post test 6,1 sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yakni nilai pre test menjadi sebesar 6,2 dan post test sebesar 8,1.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diharapkan guru lebih kreatif jika ingin menerapkan metode pembelajaran bermain kartu karena tidak semua materi pembelajaran dapat disampaikan melalui metode bermain kartu ini serta guru dapat menentukan dan memilih metode pembelajaran yang tepat dalam melaksanakan proses pembelelajaran.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Metode Bermain Kartu Bilangan

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Tujuan pendidikan di tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sedangkan lembaga pendidikan merupakan wahana yang berfungsi mempersiapkan peserta didiknya menjadi manusia yang berilmu, bermoral dan berketerampilan.

Sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan dasar memiliki tugas yang amat berat dalam upaya mempersiapkan perserta didiknya dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh sebab itu pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar harus dilakukan oleh guru yang professional dalam bidangnya guna menghasilkan perserta didik yang andal dan berkualitas. Keberhasilannya ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa setelah mengikuti interaksi pembelajaran disekolah. Ada beberapa mata pelajaran yang perlu ditempuh siswa di sekolah dasar, yaitu Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, IPS, Sains/IPA, IPS, SBK, Penjaskes, dan Mulok.

Di sekolah dasar pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang harus dikuasai oleh siswa disamping mata pelajaran pokok lainnya. Pada jenjang pendidikan dasar mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi yang diajarkan secara terpadu dalam proses pembelajarannya agar siswa mempunyai kemampuan menyeluruh tentang unsur- unsur pengetahuan social. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, dengan harapan di masa yang akan datang mereka mampu menghadapi tantangan masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat.

Ilmu pengetahuan sosial memfokuskan pada pemahaman peserta didik terhadap sejarah bangsa, keanekaragaman lingkungan setempat, keaneka ragaman suku bangsa beserta budayanya dan perkembangnan pada era globalisasi. Dengan pemahaman ini siswa

diharapkan mempunyai perilaku yang benar dalam menyikapi lingkungan sosialnya serta pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum disebutkan mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan : 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan. 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan. 4. Memiliki kemampuan berekomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional dan global.

Akan tetapi dalam kegiatan pembelajaran terdapat indikasi bahwa selama ini pelajaran IPS dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan fakta saja, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar IPS siswa sekolah dasar. Belajar yang hanya didasarkan pada dorongnan untuk menghafal mengakibatkan kegiatan pembelajaran kurang berhasil dan menjemukan.

Dengan mengacu pada tujuan pelajaran IPS di sekolah dasar yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, hasilnya akan meningkat dengan sendirinya jika semua unsur atau komponen pendidikan terlibat secara bersama-sama sehingga tercipta suatu situasi yang kondusif bagi terjadinya proses belajar mengajar yang mengarah tercapainya tujuan yang diharapkan. Adapun komponen-komponen tersebut di antaranya kurikulum yang sesuai, tersedianya buku pelajaran, sarana dan prasarana sekolah yang memadai, kemampuan guru dalam mengajar serta minat siswa dalam belajar.

Sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi atau kurikulum 2004 dan kemduian diperbaharui dengan Standar Isi 2006 yang oleh masyarakat umum disebut KTSP, siswa dituntut menguasai kompetensi-kompetensi yang sudah ditetapkan untuk setiap jenjang pendidikan, tidak terkecuali untuk sekolah dasar. Adapun kompetensi tersebut merupakan kebulatan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat didemontrasikan, ditunjukkan arau ditampilkan oleh siswa sebagai hasil belajar. Penekanan dalam pembelajaran ke arah terciptanya dan peningkatan serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar bisa mengantisipasi aneka tantangan kehidupannya. Orientasi pembelajaran bukan pada aspek ”pengetahuan” dan target ”materi” yang cenderung verbalistis dan kurang memiliki daya terap semata tetapi lebih pada aspek penguasaan ”kompetensi”.

Peneliti sebagai guru dan pelaku pendidikan harus membekali peserta didik dengan kecakapan hidup yang merupakan hasil dari suatu pengalaman belajar. Namun kenyataan

yang kita hadapi dilapangan banyak sekali kendala-kendala yang menyebabkan output kita jauh dari harapan. Jangankan anak mamiliki keterampilan yang bisa ditunjukkan sebagai hasil dari belajar, untuk menguasai konsepnya saja mereka kesulitan. Hal ini terbukti dari rata-rata setiap kali ulangan khususnya mata pelajaran IPS hanya berada dikisaran 5,0 bahkan kadang-kadang dibawahnya. Ini menandakan daya serap siswa terhadap pelajaran tersebut rendah, yaitu hanya sekitar 50 %. Padahal seharusnya yang ideal adalah 75 %.

Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar IPS rendah baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri siswa, diantaranya motivasi belajar, minat, cara belajar, intelegensi, kebiasaan, rasa percaya diri. Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat diluar diri siswa, seperti : guru sebagai pembina belajar, strategi pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum, lingkungan.

Berdasarkan hasil pengamalan dan pengalaman selama ini, siswa kurang terbuka apabila mengalami kesulitan dalam belajar baik kepada guru, teman maupun orang lain terutama untuk siswa yang mempunyai kemampuan sedang ke bawah. Mereka takut bertanya meskipun sudah dipancing dengan pertanyaan – pertanyaan yang sifatnya merangsang daya fikir mereka. Anak cenderung malas belajar, membaca buku apalagi mengulang pelajaran dirumah. Ini bisa diketahui dari tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru hasilnya tidak memuaskan. Padahal guru sering menyarankan untuk pekerjaan rumah bisa meminta bantuan orang tua atau siapa saja apabila mengalami kesulitan. Tetap saja hasilnya banyak yang memuaskan. Bahkan ada sebagian dari mereka yang mengerjakan di sekolah menyontek kepunyaan temannya.

Siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar, saat guru menerangkan materi baru yang ada pada buku pelajaran siswa tampak bingung, walaupun mata mereka melotot tetapi pikirannya tidak sepenuhnya pada pelajaran. Siswa kesulitan memahami penjelasan guru yang sifatnya verbalistik meskipun sudah sijelaskan berulang kali. Apabila ada hal yang tidak dimengerti siswa tidak mau bertanya dan bersikap proaktif. Selain itu siswa juga tidak mau membuat catatan penting dari penjelasan guru padahal daya ingat mereka rata – rata kurang. Akhirnya selalu tidak siap ketika akan menghadapi ulangan karena tidak bisa belajar dengan baik sehingga hasilnya rendah.

Ketika diberi tugas berdiskusi siswa yang mempunyai kemampuan sedang ke bawah cenderung pasif, tidak mau menggungkapkan pendapatnya. Mereka hanya menjadi pendengar setia memperhatikan teman–temannya yang aktif seolah–olah sebagai pengamat. Diskusi menjadi tidak hidup karena hanya didominasi oleh siswa tertentu saja.

Siswa tidak mempunyai keberanian menyampaikan pendapat padahal pendapatnya itu belum tentu salah.

Apabila guru mengajukan pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi yang sudah diajarkan dengan masalah–masalah yang dijumpai dalam kehidupan nyata, siswa tidak bisa menjawab, mereka nampak ragu–ragu dan bingung. Kalaupun menjawab, jawabannya hanya sekenanya saja tidak sesuai yang diharapkan. Disini nampak jelas siswa tidak bisa mengkomunikasikan antara ilmu yang diterima dengan situasi dunia nyata. Kelemahan yang juga dialami oleh siswa di lokasi penelitian adalah kurang mampunya siswa untuk membaca peta buta. Artinya hasil belajar yang terkait dengan kemampuan membaca peta buta masih relatif rendah.

Dari masalah–masalah yang terungkap jelas bahwa rendahnya hasil belajar IPS siswa bukan hanya disebabkan faktor guru sebagai penyampai pelajaran, tetapi juga dari siswa sebagai subyek dan obyek pembelajaran. Oleh karena itu perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran yang menggutamakan penguasaan kompetensi yang berpusat pada siswa (focus on learnes), memberikan pelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa.

Di sinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan yang akhirnya mampu mengembangkan kompetensi, ranah kognitif, afektif, maupun psikomotrik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan penciptaan suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya untuk mata pelajaran IPS.

Sebagaiman telah diuraikan didepan bahwa pada jenjang pendidikan dasar mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi yang diajarkan secara terpadu. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menitik beratkan pada materi geografi membaca peta buta, dimana kemampuan membaca peta buta akan berpengaruh pada materi geografi dan akhirnya akan berpengaruh juga pada keberhasilan belajar IPS. Ada berbagai model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru, misalnya pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif, pembelajaran yang berbasis pada masalah, pembelajaran yang berbasis pada kompetensi, belajar tuntas, pembelajaran dengan pendekatan koktektual, kontruktivisme, pendekatan Induktif - Deduktif, dan sebagainya. Dari sekian banyak model pembelajaran tersebut, pembelajaran dengan pendekatan induktif – deduktif akan lebih cepat tercapai dengan metoda permainan.

Dalam hal ini metoda permainan (game) dikaitkan dengan media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang perang yang sangat penting dalam proses belajar. Media Visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan harus berinteraksi dengan visual (image ) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.

Dari uraian diatas jelaslah, bahwa tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi lebih kepada pemberian kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat akan membangkitkan rasa ingin tahunya sehingga tumbuh minat dan motivasinya untuk belajar. Dengan motivasi belajar yang tinggi pasti akan besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang mereka capai. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas dan setelah berkolaborasi melalui perbincangan dengan teman sejawat khususnya guru kelas V, perlu dilakukan penelitian tentang ”peningkatkan hasil belajar (kemampuan membaca) peta buta siswa kelas V melalui permainan (game)”.

Hasil belajar menurut Nasution didefinisikan sebagai perubahan individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan, sikap dan pengertian, penguasaan dan penghargaan dalam diri individu yang belajar. Pendapat tersebut sejalan dengan Winarno Surakhmad, yang menyatakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dari sifat-sifat dan tanda- tanda laku yang dipelajari dalam bentuk keterampilan, konsep-konsep dan dalam bentuk sikap. Hasil belajar adalah kemampuan peserta didik yang diperoleh melalui proses pembelajaran yang memerlukan waktu, dan terjadi perubahan pada diri orang yang belajar sesuai dengan tujuan belajar.

Banyak cara untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, misalnya dengan latihan, dengan menghafal, dengan pengumpulan fakta dan studi. Tentu saja dari berbagai cara tersebut dapat diperoleh fakta bahwa hasil belajar merupakan suatu kegiatan menghafal sejumlah fakta-fakta. Sejalan dengan pendapat ini, maka seorang yang telah belajar akan ditandai dengan banyaknya fakta-fakta yang dapat dihafalkan. Guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika siswa-siswa telah sanggup menghafal sejumlah fakta di luar kepala.

Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah sama saja dengan latihan, sehingga hasil-hasil belajar akan tampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu sebagai hasil latihan. Untuk banyak memperoleh kemajuan, seseorang harus dilatih dalam berbagai aspek tingkah laku sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang otomatis. Seperti misalnya agar seseorang siswa mahirdalam IPS, maka ia harus banyak dilatih mengerjakan soal-soal latihan.

Permainan yang dimaksud dalam studi ini adalah metode dan media. Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan menurut buku Kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar yang Disempurnakan Berdasarkan Suplemen 1999, metode adalah jalan untuk menjadi dan mempraktekkan strategi bagaimana mengkomunikasikan (memberitahukan) materi pelajaran kepada murid- murid bagaimana pula memberi kemudahan kepada murid-murid untuk mempelajari materi pelajaran. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menyampaikan bahan ajar agar peserta dapat menerima dan memahami apa yang telah disampaikan oleh guru.

Ada berbagai metode pembelajaran yang kita kenal di antaranya adalah metode penugasan, metode eksperimen, metode proyek, metode karyawisata, metode tanya jawab, metode latihan, metode diskusi, metode cerita atau mendongeng, metode sirkulasi, metode ceramah, dan metode permainan. Bermacam – macam metode dengan keunggulan dan keterbatasannya dapat membuat pembelajaran IPS akan lebih menarik dan memotivasi siswa untuk belajar. Beberapa metode tersebut di antaranya sering digunakan dalam pembelajaran IPS, seperti metode debat, kuis, dan permainan

Dari berbagai metode tersebut salah satunya yang cukup menarik adalah metode permainan. Metode permainan merupakan suatu kegiatan yang dimainkan menurut aturan tertentu yang menimbulkan kesenangan, tantangan dan dapat mengembangkan keterampilan. Tujuan metode permainan adalah agar pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa yang ingin dicapai oleh penyampain pesan (guru) dan memberi hasil yang maksimal. Dengan permainan pembelajaran tidak membosankan tetapi malah menyenangkan sehingga proses dan hasil pembelajaran dapat meningkat.

Selain metode, permainan juga dapat berupa media. Media adalah seperangkat peralatan pendidikan dan pengajaran yang digunakan untuk membantu penyajian materi pelajaran kepada siswa agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ada beberapa

definisi tentang media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan Breidle (1966; 3) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan . Contohnya termasuk radio, video, telivisi, komputer, diagram, kartu, bahan tercetak dan guru. Semua itu dapat dipandang sebagai media jika medium itu membawa pesan yang berisi tujuan pembelajaran. Menurut Rossi alat alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogam untuk pendidikan maka merupakan media pendidikan dalam pembelajaran.

Media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, melainkan pula hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980; 244) menyatakan ”A medium, conceived is any person, material or event that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude”. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau untuk menambah keterampilan.

Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya media permainan dalam pendidikan pada masa mendatang harus direalisasikan dalam praktek. Selain itu penting pula diperhatikan akan ketersediaan alat yang dibutuhkan untuk permainan. Tentu saja guru diisyaratkan agar menggunakan alat alat yang murah, efisien, dan mudah dimiliki/diperoleh tetapi tidak mengurangi makna dari materi pelajaran yang akan dipelajari.

Pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional, karena itu diperlukan kemampuan dan kewenangan. Kemampuan itu dapat dilihat pada kesanggupannya menjalankan peranannya sebagai guru, yakni sebagai pengajar, pembimbing, administrator dan sebagai pembina ilmu. Salah satu segi kemampuan itu, ialah sejauh mana ia menguasai metodologi media permainan di sekolah untuk kepentingan anak didiknya, sehingga memungkinkan perkembangan mereka secara optimal sesuai dengan tujuan pendidikan.

Dasar pengembangan kerucut dibawah bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan

Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti, hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang didalamnya ia terlibat langsung.

Banyak manfaat yang diperoleh dan dikembangkan guru dalam pembelajaran yang menggunakan metoda permainan (game). Namun demikian dalam hal ini ada beberapa yang lebih ditekankan, yaitu : menarik dan mengarahkan perhatian siswa, memanfaatkan media pembelajran, membuat suasana belajar yang menyenangkan, memberikan aktivitas kelompok atau belajar bekerja sama, menerapkan aktifitas belajar mandiri, memberikan penilaian yang autentik dan merefleksikan hasil belajar yang diperoleh dari pembelajaran.