• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1 Kerangka Pemikiran ... 4 Tujuan Penelitian ... 9 Kegunaan Penelitian ... 9 TINJAUAN PUSTAKA ...

Pengelolaan DAS Terpadu ... 10 Pembangunan Pertanian Berkelanjutan ... 11 Penggunaan Lahan ... 14 Erosi dan Dampak Erosi... 15 Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan ... 18 Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS ... 20 BAHAN DAN METODE ...

Waktu dan Tempat ... 24 Data dan Alat ... 24 Data ... 24 Alat ... 25 Pengumpulan Data ... 25 Analisa Data ... 32 Alternatif Agroteknologi ... 32 Rekomendasi Agroteknologi ... 33 Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi

untuk Petani ... 33 Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ... 35 KEADAAN UMUM WILAYAH ...

Keadaan Biofisik ... 36 Letak dan Tipe Penggunaan Lahan ... 36 Topografi ... 38 Jenis Tanah ... 38 Iklim dan Hidrologi ... 39 Keadaan Sosial Ekonomi ... 40 Kependudukan ... 40 Lingkungan Sosial Ekonomi ... 42

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Karakteristik Lokasi Pengamatan Intensif ... 46

Iklim ... 46

Topografi ... 46

Tanah ... 47

Penggunaan Lahan ... 48

Satuan Lahan Homogen ... 51

Kependudukan ... 54

Pendidikan ... 54

Kesehatan ... 56

Mata Pencaharian ... 56

Tipe Penggunaan Lahan ... 59

Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi ... 61

Prediksi Erosi ... 65

Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani ... 69

Alternatif pola Tanam dan Agroteknologi ... 71

Analisa Biaya dan Pendapatan Petani ... 77

Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi ... 86

Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ... 91

Keberlanjutan Ekologi ... 91

Keberlanjutan Ekonomi ... 92

Keberlanjutan Sosial dan Budaya ... 92

KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ... 94

Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Luas wilayah Sub DAS Cisadane Hulu berdasar administrasi

kecamatan ... 36

2. Sebaran penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu ... 38

3. Sebaran kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu ... 38

4. Sebaran jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu ... 39

5. Curah hujan tahunan Sub DAS Cisadane Hulu ... 40

6. Jumlah dan kepadatan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ... 40

7. Tingkat pendidikan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ... 41

8. Mata pencaharian utama penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ... 42

9. Sebaran kelas lereng di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 46

10.Jenis dan karakteristik umum tanah di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 47

11.Penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 49

12.Sebaran penggunaan lahan menurut kelas lereng di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 50

13.Satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 53

14.Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir ... 55

15.Persentase tingkat pendidikan petani penggarap di lokasi pengamatan intensif di Sub DAS Cisadane Hulu ... 56

16.Mata pencaharian masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir ... 57

17.Persentase luas lahan garapan masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 58

18.Pola tanam masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 59

19.Jenis penutupan lahan dan tanaman di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 61

20.Pola tanam aktual di beberapa titik pengamatan intensif Sub DAS

Cisadane Hulu ... 64

21.Nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Cisadane Hulu ... 66

22.Nilai erodibilitas tanah (K) di Sub DAS Cisadane Hulu... 67

23.Rata-rata nilai LS berdasar kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu... 67

24.Luas kisaran kelas indeks bahaya erosi setiap pola penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 69

25.Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 72

26.Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 74

27.Alternatif agroteknologi berdasar CP Maksimum di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 75

28.Rata-rata pendapatan masyarakat dari pertanian berdasar pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 78

29.Rata-rata pendapatan petani diluar usaha tani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 79

30.Rata-rata pendapatan masyarakat diluar usahatani lahan kering berdasar pola tanam lahan kering aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 80

31.Pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 80

32.Analisis biaya dan pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 82

33.Rata-rata pendapatan keluarga petani berdasar agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 83

34.Analisis biaya dan pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif (teras bangku) untuk tanaman semusim lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 84

35.Rata-rata pendapatan keluarga petani berdasar agroteknologi alternatif (teras bangku) di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 85

36.Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi berdasar nilai CP Maksimum di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 89

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di

Sub DAS Cisadane Hulu ... 6 2. Tahapan pelaksanaan penelitian perencanaan penggunaan lahan

berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu ... 7 3. Sub DAS Cisadane Hulu berdasar wilayah administrasi kecamatan ... 37

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu ... 99

2. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu ... 100

3. Peta kelas lereng Sub DAS Cisadane Hulu ... 101

4. Rata-rata curah hujan bulanan pada 5 Stasiun pengukur curah hujan Sub DAS Cisadane Hulu ... 102

5. Peta arahan fungsi dan pemanfaatan ruang Sub DAS Cisadane Hulu ... 103

6. Peta kelas lereng lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 104

7. Peta jenis tanah lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 105

8. Peta penggunaan lahan lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 106

9. Peta satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 107

10.Peta pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 108

11.Nilai erosivitas hujan (R) Sub DAS Cisadane Hulu ... 109

12.Kriteria dan nilai erodibilitas tanah (K) Sub DAS Cisadane Hulu ... 110

13.Faktor panjang dan kemiringan lereng Sub DAS Cisadane Hulu ... 111

14.Pola tanam aktual dan nilai CP di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 112

15.Nilai faktor C berbagai tanaman dan pola tanam ... 116

16.Nilai faktor tindakan konservasi dan pengelolaan lahan (CP) ... 117

17.Hasil prediksi erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 118

18.Peta indeks bahaya erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 119

19.Perhitungan nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu (tahap pembuatan teras) ... 120

20.Perhitungan nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu

(tahap pemeliharaan teras) ... 121 21.Nilai biaya pencegahan erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS

Cisadane Hulu ... 122 22.Nilai manfaat pencegahan penurunan produktivitas lahan di lokasi

pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 123 23.Nilai manfaat pencegahan kehilangan unsur hara di lokasi pengamatan

intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 125 24.Evaluasi kelayakan ekonomi upaya pencegahan erosi dengan

pembuatan teras di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane

Hulu ... 127 25.Perhitungan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan (Etol) di lokasi

pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 128 26.Contoh perhitungan usaha tani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS

Cisadane Hulu ... 129 27.Rata-rata pendapatan petani dari usaha sawah di lokasi pengamatan

intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 134 28.Rata-rata pendapatan petani dari usaha ternak domba di lokasi

pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 135 29.Rata-rata pendapatan petani dari usaha lain-lain di lokasi pengamatan

intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 136 30.Pola tanam alternatif berdasar tingkat produktivitas lahan di lokasi

pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 137 31.Evaluasi kelayakan ekonomi agroteknologi agroforestry di lokasi

pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 138 32.Peta pola tanam dan agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan

intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 139 33.Peta pola tanam dan agroteknologi alternatif di Sub DAS Cisadane

Latar Belakang

Sumberdaya lahan merupakan salah satu modal dasar pembangunan pertanian. Sejalan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, kebutuhan lahan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, industri, pertokoan, pendidikan, pariwisata, transportasi, pertanian dan lain-lain juga meningkat. Sementara itu jumlah lahan yang tersedia relatif tetap sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan kebutuhan lahan yang mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian, penyerobotan tanah negara, perambahan hutan, pengusahaan lahan kering perbukitan dan lahan berlereng yang seringkali tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung lahan tersebut.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain kesadaran masyarakat yang rendah tentang pelestarian manfaat sumber daya alam dan masih belum adanya keterpaduan antar sektor dan antar instansi sehingga mengakibatkan terjadinya erosi, banjir dan kekeringan.

Kompleksitas permasalahan pengelolaan DAS memunculkan adanya paradigma baru dalam pengelolaan DAS berupa pemberdayaan masyarakat dalam usaha pengelolaan DAS ditingkat operasional dan pelaksanaan dengan menggunakan pendekatan bottom up. Ada beberapa hal penting dalam paradigma baru ini yaitu (1) pengelolaan dilaksanakan secara terpadu lintas sektoral, (2) peningkatan peran serta masyarakat (partisipatif), (3) peningkatan penyuluhan baik kualitas dan kuantitas, (4) penguatan institusi dan (5) pemberian insentif

2

kepada petani di kawasan DAS (khususnya bagian hulu) (Priyono dan Cahyono 2003).

Pola pemanfaatan lahan di kawasan hulu DAS merupakan salah satu bagian yang paling krusial dalam pengelolaan DAS. Jika upaya peningkatan kesejahteraan dan usaha ekonomi masyarakat di kawasan hulu DAS ini bisa disinergikan dengan perbaikan pengeloaan DAS, maka upaya menemukan pola pemanfaatan lahan yang sesuai bisa dinilai telah mendekati kenyataan. Untuk menemukan pola pemanfaatan lahan yang sesuai bukan saja dibutuhkan pengetahuan teknis, ekonomi dan agro-ekologi, melainkan juga pemahaman situasional antar masyarakat kawasan DAS. Pemahaman situasional ini mencakup aspek hubungan saling menghargai (mutual respect) secara sosial, politik, budaya dan keamanan bersama (LP3ES 2006).

Banjir besar yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada Bulan Februari 2007 telah membuka kesadaran kembali terhadap pentingnya pengelolaan DAS secara terpadu. Penanganan banjir saat ini dititikberatkan pada pengendalian banjir di bagian hilir dengan pembuatan berbagai bangunan sipil seperti bendungan, dam penahan, sodetan sungai, pendalaman sungai dan kanalisasi. Sementara sumber penyebab banjir yang diantaranya adalah kerusakan daerah resapan dibagian hulu yang berupa lahan kritis yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologis daerah hulu kurang mendapat perhatian. Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi lahan kritis adalah dengan merehabilitasi lahan kritis tersebut yang dituangkan dalam suatu rencana rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dengan jalan meningkatkan pengetahuan pada tingkat lapangan

dan adopsi bentuk penggunaan lahan yang sesuai dengan praktek pengelolaan lahan yang cocok (Nugroho, 2002)

Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane seluas 156.043,0 ha yang berhulu di Kabupaten Bogor dan bermuara di teluk Jakarta, sehingga ikut menyumbang terjadinya banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Secara administratif Sub DAS Cisadane Hulu terletak di Kecamatan Cijeruk, Caringin, Ciawi, Tamansari, Ciomas dan Cisarua Kabupaten Bogor dan Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur dan Bogor Tengah dan Bogor Barat Kota Bogor Propinsi Jawa Barat.

Topografi di Sub DAS Cisadane Hulu bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam. Dari hasil analisis kelerengan sebagian besar Sub DAS Cisadane Hulu berada pada kelas lereng I (datar) seluas 10.530,8 ha (44,36%) dan kelas lereng V (sangat curam) seluas 4.974,4 ha (20,95%). Laju pertumbuhan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu sebesar 1,2 % / tahun dengan tingkat pendapatan berkisar antara Rp. 1.850.000,00 s/d Rp. 1.900.000,00 /kapita/tahun (BP DAS Citarum Ciliwung, 2003). Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap lahan semakin tinggi yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannnya. Hal ini mengakibatkan kerusakan lahan dan pada akhirnya akan menyebabkan kesejahteraan masyarakat semakin menurun.

Berdasarkan uraian diatas, masalah yang dapat disusun dalam penelitian ini adalah : (1) penggunaan lahan di lokasi umumnya tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang benar sehinga menimbulkan kerusakan lahan, dan

4

(2) tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah. Oleh karena itu perlu adanya suatu perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.

Kerangka Pemikiran

Sebagai bagian hulu dari DAS Cisadane, Sub DAS Cisadane Hulu berperan sebagai daerah resapan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan fungsi hidrologi, sementara penggunaan lahan dan pengelolaan sumberdaya alam untuk kegiatan pertanian masih mendominasi kehidupan masyarakat di kawasan tersebut. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan, tekanan terhadap lahan juga meningkat yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan sehingga mengganggu fungsi hidrologi daerah hulu dan pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya pemahaman tentang pola penggunaan lahan dan sumberdaya alam pertanian sehingga dapat dirumuskan perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan. Untuk dapat memahami penggunaan lahan yang dilakukan di Sub DAS Cisadane Hulu, karena keterbatasan waktu dan biaya diperlukan adanya lokasi pengamatan intensif yang dapat menggambarkan pola pemanfaatan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu secara keseluruhan.

Lokasi pengamatan intensif dilaksanakan di Areal Model Penanganan Konservasi Tanah dan Air Sub DAS Cisadane Hulu DAS Cisadane yang secara administratif terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya yang merupakan salah satu wilayah resapan DAS Cisadane yang telah mengalami banyak perubahan penggunaan lahan seperti dari perkebunan dan semak belukar menjadi pertanian semusim. Lokasi pengamatan intensif seluas 1.800,8 ha

sebagian besar dimiliki oleh perusahaan swasta yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian meskipun tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan dan hutan yang dikelola oleh Balai TN. Gunung Gede Pangrango serta sebagian kecil tanah milik masyarakat berupa pemukiman dan sawah. Topografi lokasi didominasi oleh kelas lereng agak curam sampai sangat curam yang digunakan untuk kebun dan hutan (1.672,6 ha) dan sebagian kecil pada kelas lereng datar dan bergelombang yang digunakan untuk sawah dan pemukiman (97,4 ha) (BP DAS Citarum Ciliwung, 2007). Masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya sebagian besar (67,71%) menggantungkan hidupnya dari pertanian dan dari petani tersebut 51% sebagai buruh tani dan 31% penggarap (Distanhut 2006) dengan rata – rata pendapatan Rp.11.849.550,00/tahun.

Pemilihan lokasi pengamatan intensif ini didasarkan beberapa pertimbangan, antara lain (i) merupakan wilayah model yang akan dijadikan contoh untuk kegiatan penanganan konservasi tanah dan air lokasi lain yang merupakan unsur penting dalam pengelolaan DAS, (ii) merupakan bagian hulu DAS Cisadane yang sebagian wilayahnya telah beralih fungsi yang dapat mengancam fungsi hidrologis dari DAS Cisadane, (iii) adanya praktek pertanian yang belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang benar, dan (iv) tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat yang masih rendah.

Penggunaan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat pada dasarnya merupakan resultan dari berbagai faktor sosial, ekonomi dan kondisi sumberdaya lahan yang dihadapi. Secara umum terdapat 4 kelompok faktor yang memiliki pengaruh terhadap pola penggunaan lahan dan sumberdaya alam yaitu : (1) faktor lingkungan sosial ekonomi, (2) karakteristik rumah tangga petani, (3)

6

teknologi dan (4) faktor lingkungan biofisik yang dihadapkan pada petani. Kerangka pemikiran perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 1.

Permasalahan penggunaan lahan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah di Sub DAS Cisadane Hulu dapat diselesaikan dengan cara penyusunan rencana penggunaan lahan berkelanjutan. Tahapan pelaksanaan penelitian dalam penyusunan rencana penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada gambar 2.

Lingkungan Sosial Ekonomi

Karakteristik petani Teknologi Lingkungan biofisik

Rekomendasi agroteknologi Valuasi Ekonomi

(Manfaat lingkungan pencegahan erosi untuk

petani) Agroteknologi saat ini Alternatif agroteknologi 1. Faktor penyebab masyarakat memanfaatkan lahan 2.Faktor penyebab masyarakat melakukan tipe agroteknologi saat ini

Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi

oleh petani

Perencanaan penggunaan

lahan berkelanjutan Kebijakan dan program stakeholder

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu

8

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu

Satuan lahan homogen

A < ETol Alternatif agroteknologi Rekomendasi agroteknologi Ya Pendapatan > Standar hidup layak

Alternatif pendapatan

diluar pertanian Overley peta :

penggunaan lahan, jenis tanah, kelas lereng Lokasi pengamatan intensif

Tidak

Valuasi Ekonomi

Nilai manfaat lingkungan pencegahan erosi utk petani

Pendapatan Biaya Biaya bangunan KTA Pendapatan akibat kenaikan produktifitas lahan Biaya penurunan penggunaan pupuk Ya Tidak Kenaikan Produktifitas lahan Pencegahan dampak negatif Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan

Kebijakan dan program stakeholder Penurunan

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji agroteknologi yang dapat diterapkan dalam rangka penggunaan lahan berkelanjutan.

2. Menyusun perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemilik/pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan pemerintah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan instansi terkait lainnya dalam pengelolaan penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu, khususnya untuk lahan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan DAS Terpadu

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Dephut 2006). Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumberdaya yang menyangkut berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak pihak, tidak sematamata oleh pelaksana langsung di lapangan tetapi oleh pihak-pihak yang berperan dari tahapan perencanaan, monitoring sampai dengan evaluasinya (Dephut 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa hal yang mengharuskan pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu adalah:

1. Terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumberdaya dan pembinaan aktifitasnya.

2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan mencakup berbagai bidang kegiatan.

3. Batas DAS tidak selalu bertepatan (coincide) dengan batas wilayah administrasi pemerintahan.

4. Interaksi daerah hulu sampai hilir yang dapat berdampak negatif maupun positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak.

Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak

dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka ( Komisi Brundtland 1987, dalam Fauzi 2006). Konsep pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang. Keberlanjutan pembangunan dilihat dalam tiga dimensi keberlanjutan sebagaimana dikemukakan oleh Seregeldin (19960 sebagai “a trianguler framework”, yakni keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi. Spangenber (1999) menambahkan dimensi kelembagaan (institution) sebagai dimensi keempat, sehingga keempat dimensi tersebut membentuk suatu prisma keberlanjutan (prism of sustainability) (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju 2006). Menurut (Reijntjes, Haverkort dan Bayer 1992, dalam Noy 2005) pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumberdaya alam. Namun demikian, banyak orang menggunakan definisi yang lebih luas dan menilai pertanian bisa dikatakan pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal berikut :

1. Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dan manusia, tanaman dan hewan sampai oragnisme tanah ditingkatkan. Kedua hal

12

ini akan dipenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa dan energi bisa ditekan serendah meungkin serta mampu mencegah pencemaran.

2. Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/ atau pendapatan sendiri serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk usaha tani yang langsung, namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumberdaya alam dan meminimalkan resiko.

3. Adil, yang berarti bahwa sumberdaya dan kekuasaan terdistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin.

4. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihormati. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara.

5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan sebagainya. Hal ini meliputi bukan hanya perkembangan teknologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam hal sosial budaya.

Menurut Sinukaban (1994) penerapan pertanian konservasi merupakan salah satu alternatif yang perlu diprogramkan untuk membangun pertanian berkelanjutan di lahan kering. Sistem pertanian konservasi (conservation farming system) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air kedalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas (sustainable).

Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri-ciri sistem pertanian konservasi (conservation farming system) adalah sebagai berikut :

1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya.

Dokumen terkait