• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Lokasi Pengamatan Intensif Iklim

Secara geografis, lokasi pengamatan intensif terletak antara 106o 49’ 48’’ – 106o 55’ 48’’ Bujur Timur dan 6o 45’36’’ – 6o 47’24’’ Lintang Selatan, dengan luas 1.800,8 ha. Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari stasiun Pasir Jaya curah hujan di lokasi pengamatan intensif cukup tinggi dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.256 mm. Distribusi hujan bulanan cukup merata, dengan bulan basah (bulan dengan jumlah hujan ≥ 200 mm) terjadi selama 9 bulan yaitu dari bulan September sampai Mei dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 100 mm) hanya satu bulan, yaitu bulan Juni. Dengan kondisi curah hujan demikian, maka berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, iklim di lokasi pengamatan intensif termasuk tipe B1 dan tidak menjadi faktor pembatas untuk pengembangan pertanian.

Topografi

Kondisi topografi di lokasi pengamatan intensif sangat beragam dengan kelerengan dari datar sampai sangat curam (Tabel 9 dan Lampiran 6).

Tabel 9. Sebaran Kelas Lereng di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Lereng Luas

Kelas (%) Klasifikasi (ha) (%)

I 0 - 8 Datar 136,1 7,56

II 8 - 15 Landai 25,5 1,41

III 15 - 25 Agak Curam 86,2 4,79

IV 25 - 45 Curam 392,2 21,78

V >45 Sangat Curam 1.160,8 64,46

Jumlah 1.800,8 100,00

Secara umum lokasi pengamatan intensif didominasi oleh lahan dengan kemiringan sangat curam (kemiringan > 45 %) yang meliputi lebih dari 64 % dari total luasan lokasi pengamatan intensif. Kondisi kelerengan yang demikian menyebabkan lokasi pengamatan intensif sangat potensial untuk terjadinya kerusakan lahan akibat laju erosi yang sangat tinggi, terutama jika digunakan untuk pertanian intensif.

Tanah

Tanah di lokasi pengamatan intensif tidak terlalu bervariasi hanya dijumpai 3 (tiga) jenis tanah yaitu Andic Humitropepts, Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments. Berdasarkan peta jenis tanah yang ada (skala 1 : 100.000) Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments tidak dapat dipisahkan sehingga terbentuk 2 kelompok jenis tanah yaitu Andic Humitropepts dan Asosiasi Typic Hapludands-Typic Tropopsamments dengan karakteristik umum seperti disajikan pada Tabel 10 dan Lampiran 7.

Tabel 10. Jenis dan Karakteristik Umum Tanah di Lokasi Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Jenis Tanah Bahan Induk Solum Drainase Tekstur Luas

(ha) (%)

Andic Humitropepts

Tuf andesit Dangkal Baik Berliat sangat halus

153,1 8,50 Asosiasi Typic

Hapludands-Typic Tropopsamments

Abu volkan Dalam Baik dan Cepat Berliat sangat halus 1.647,7 91,50 Jumlah 1.800,8 100,00

Sumber : Puslittanah dan Agroklimat 1992

Tabel 10 menunjukan bahwa Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments mendominasi tanah di lokasi pengamatan intensif yang mencakup luasan seluas 1.647,7 ha (91,50 %). Tanah ini merupakan tanah yang subur yang terbentuk dari bahan induk abu vulkan dengan kedalaman yang tergolong dalam, tekstur yang sedang dan kasar, dan kandungan bahan organik

48

yang tinggi. Drainase umumnya baik dengan kemampuan melalukan air yang tergolong baik . Oleh karena itu kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah ini umumnya tergolong rendah. Potensi tanah cukup baik untuk tanaman palawija dan sayuran.

Jenis tanah lain yang dijumpai adalah Andic Humitropepts yang berkembang dari bahan induk tuf andesitik. Tanah ini umumnya bersolum dangkal dengan tekstur halus. Drainase tergolong baik dengan kemampuan meresapkan tanah yang sedang, sehingga kepekaan terhadap erosinya tergolong rendah. Potensi tanah cukup baik untuk tanaman palawija dan sayuran.

Penggunaan Lahan

Berdasarkan peta konsep arahan fungsi dan pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten Bogor, lokasi pengamatan intensif termasuk dalam wilayah dominasi fungsi lindung (Lampiran 5). Meskipun demikian, berdasarkan arahan fungsi dan pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten Bogor pada wilayah ini masih dimungkinkan adanya fungsi budidaya, namun dibatasi agar dominasi fungsi lindung dapat dipertahankan dan dimantapkan dan berdasar pengamatan lapang saat ini lahan tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pertanian intensif yang dapat mengakibatkan kerusakan lahan sehingga untuk menjaga kelestarian lahan tersebut diperlukan adanya perencanaan pengggunaan lahan yang baik dan benar. Penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif cukup bervariasi yaitu pemukiman, sawah, ladang/tegalan, kebun campuran dan hutan. Sebaran luas penggunaan lahan disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 8.

Tabel 11. Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Penggunaan Lahan Luas

(ha) (%) Hutan 1.086,8 60,35 Kebun campuran 10,9 0,61 Pemukiman 12,5 0,69 Sawah 68,9 3,83 Tegalan/Ladang 621,6 34,52 Jumlah 1.800,8 100,00

Sumber : Peta RBI Skala 1: 25.000 Lembar 1209-123 dan 1209-124 (Bakosurtanal 2000) dan pengamatan lapang

Penggunaan lahan hutan mendominasi wilayah Sub DAS Cisadane Hulu yang meliputi luasan sekitar 1.086,8 ha ( 60,35 %) dari luasan lokasi pengamatan intensif. Areal hutan ini sebagian besar merupakan hutan alam dan hutan pinus yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penggunaan lahan hutan umumnya dijumpai dibagian hulu DAS dengan kemiringan lereng yang curam sampai sangat curam (Tabel 12).

Penggunaan lain yang cukup luas penyebarannya adalah ladang/tegalan yang mencakup luasan sekitar 621,6 ha (34,52 %). Tanaman yang diusahakan umumnya adalah jagung, kacang-kacangan, cabe dan ubi kayu. Tanaman ditanam secara mokultur, tumpangsari dan tumpang gilir dengan sebagian besar tanaman di tanam secara mokultur sepanjang tahun. Pada beberapa lokasi ditemui adanya berbagai tanaman tahunan seperti sengon, mahoni, afrika, pulai, kelapa, pisang yang jumlahnya masih sedikit. Ladang/tegalan dikelola secara intensif oleh masyarakat dan dijumpai pada lahan dengan kemiringan curam dan sangat curam (Tabel 12) sehingga sangat berpotensi untuk terjadinya kerusakan lahan. Sebagian besar (57,48%) ladang/tegalan tersebut tidak sesuai untuk kegiatan pertanian intensif dengan faktor pembatasnya berupa lereng yang sangat curam dan 18,18%

50

mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan dan atau memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati.

Penggunaan lahan kebun campuran dijumpai di sekitar pemukiman atau masuk dalam lingkungan pemukiman serta pada lahan-lahan dengan kemiringan diatas 45% yang belum diolah secara intensif oleh masyarakat. Kebun campuran belum dikelola dengan baik oleh masyarakat sehingga tidak berproduksi secara optimal. Tanaman yang dijumpai misalnya campuran antara tanaman kayu-kayu seperti sengon, mahoni, pinus dan buah-buahan seperti durian, pala, alpokat, pisang dan kopi dengan tanaman semusim dengan tumbuhan bawah seperti kapulaga dan kumis kucing. Luas kebun campuran ini sekitar 10,9 ha (0,61 %) dari luasan lokasi pengamatan intensif, terutama dijumpai pada lahan dengan kemiringan curam sehingga potensi kerusakan lahan juga tinggi.

Sawah umumnya merupakan sawah irigasi semi teknis dan dijumpai memanjang di kiri kanan sungai (lembah sempit) dengan kemiringan lahan yang tidak terlalu curam.

Tabel 12. Sebaran Penggunaan Lahan menurut Kelas Lereng di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Penggunaan Kelas Lereng

Lahan I II III IV V ha % ha % ha % ha % ha % Hutan 8,4 0,47 0,0 0,00 17,2 0,95 265,5 14,74 795,7 44,19 Kebun Campuran 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 10,9 2,61 0,0 0,00 Tegalan/ ladang 60,9 3,38 21,2 1.18 69,2 3,84 113,0 6,27 357,0 19,84 Pemukiman 9,9 0,55 0,0 0,00 0,4 0,02 2,2 0,12 0,0 0,00 Sawah 52,8 2,93 4,2 0.23 1,5 0,08 6,4 0,36 4,0 0,22

Penggunaan lahan pemukiman umumnya merupakan pemukiman desa dengan pola yang tidak teratur dan luas areal diperkeras (jalan aspal, atap rumah,

pavement) yang tidak terlalu dominan. Pemukiman sebagian besar tersebar dilahan-lahan dengan kemiringan datar.

Satuan Lahan Homogen

Satuan lahan homogen dibentuk berdasarkan faktor fisik yang berpengaruh terhadap erosi dan produktivitas lahan yaitu lereng, jenis tanah dan penggunaan lahan sehingga diperoleh lahan dengan ciri-ciri fisik yang sama yang digunakan untuk satuan analisis. Berdasarkan hasil tumpang susun (overley) peta kelas lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan serta pengamatan tipe penggunaan lahan di lapang di lokasi pengamatan intensif diperoleh 48 satuan lahan homogen. (Tabel 13 dan Lampiran 9). Penggunaan lahan hutan didominasi satuan lahan homogen 4, yaitu lahan hutan yang memiliki kelas lereng V (>45%) dan jenis tanah Typic Hapludands dan Typic Tropopsaments. Penggunaan lahan ladang/tegalan dodimonasi satuan lahan homogen 38, yaitu ladang/tegalan dengan kelas lereng V (>45%) dan jenis tanah Typic Hapludands dan Typic Tropopsaments dengan tipe penggunaan lahan berupa jagung, kacang, singkong, alang-alang, tumpangsari jagung dan kacang, tumpangsari jagung dan singkong, tumpangsari jagung dan timun, tumpangsari pisang dan jagung, pergiliran tanaman jagung dan kacang, kebun campuran dan hutan pinus. Penggunaan lahan kebun campuran didominasi satuan lahan homogen 8, yaitu kebun campuran dengan kelas lereng IV (25-45%) dan jenis tanah Andic Humitropepts. Penggunaan sawah didominasi satuan lahan homogen 14, yaitu sawah dengan kelas lerng I (0-8%) dan jenis tanah Andic Humitropepts. Penggunaan lahan pemukiman didominasi satuan lahan homogen 11, yaitu pemukiman di kelas lereng I (0-8%) dan jenis tanah Andic Humitropepts.

52

Tabel 13. Satuan Lahan Homogen di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satuan

Lahan Homogen

Jenis Tanah Kelas Lereng Penggunaan Lahan Luas

(ha) Tipe Penggunaan Lahan

1 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Hutan 4,9 ha

2 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Hutan 229.3 ha

3 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments V (>45%) Hutan 795.7 ha

4 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Hutan 9,8 hp

5 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Hutan 2.4 hp

6 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Hutan 36.2 hp

7 Andic humitropepts IV (25-45%) Kebun Campuran 10.9 kbn

8 Andic humitropepts I (0-8%) Pemukiman 8.1 Pemukiman

9 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Pemukiman 1.8 Pemukiman

10 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Pemukiman 0.4 Pemukiman

11 Andic humitropepts IV (25-45%) Pemukiman 2.2 Pemukiman

12 Andic humitropepts I (0-8%) Sawah 30.6 Sawah irigasi semi teknis

13 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Sawah 22.2 Sawah irigasi semi teknis

14 Andic humitropepts II (8-15%) Sawah 3.2 Sawah irigasi semi teknis

15 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments II (8-15%) Sawah 1.0 Sawah irigasi semi teknis

16 Andic humitropepts III (15-25%) Sawah 0.7 Sawah irigasi semi teknis

17 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Sawah 0.8 Sawah irigasi semi teknis

18 Andic humitropepts IV (25-45%) Sawah 6.4 Sawah irigasi semi teknis

19 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments V (>45%) Sawah 4.0 Sawah irigasi semi teknis

20 Andic humitropepts I (0-8%) Ladang/tegalan 8.4 sk+jg,jg,sk+kc,jg+kc, kc, jg+sk+kc,kbn

21 Andic humitropepts V (>45%) Ladang/tegalan 2.2 jg+kc, jg, kc

22 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments V (>45%) Ladang/tegalan 51.0 hp, jg, jg+sk, jg+kc

23 Andic humitropepts IV (25-45%) Ladang/tegalan 12.9 jg,sk,a,jg+kc,pg,c,kbn, lap bola

24 Andic humitropepts IV (25-45%) Ladang/tegalan 4.6 jg, sk+kc, jg+kc, kbn, kc, hp

25 Andic humitropepts III (15-25%) Ladang/tegalan 12.5 sk+jg, sk+kc, jg+kc, kc, jg+sk+kc

26 Andic humitropepts I (0-8%) Ladang/tegalan 0.5 jg+kc, kc

27 Andic humitropepts I (0-8%) Ladang/tegalan 2.0 jg+pepaya+c, kt

28 Andic humitropepts I (0-8%) Ladang/tegalan 1.6 jg, jg+kc

Tabel 13 (lanjutan) Satuan

Lahan Homogen

Jenis Tanah Kelas Lereng Penggunaan Lahan Luas

(ha) Tipe Penggunaan Lahan 30 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Ladang/tegalan 14.3 sk+tls, pepaya+pisang, j+kc+pepaya,

jg, jg+kc, jg+tm, sk+pepaya,jg+kc-kc,jg+pisang,kc,pepaya+kc,a

31 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Ladang/tegalan 24.1 hp

32 Andic humitropepts IV (25-45%) Ladang/tegalan 8.6 sk+tls, pepaya+pisang, j+kc+pepaya,

jg, jg+kc, jg+tm, sk+pepaya,a, 33 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Ladang/tegalan 11.0 jg, jg+kc, jg+kc-kc 34 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Ladang/tegalan 4.3 jg, sk, jg+kc, jg+tm 35 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Ladang/tegalan 25.3 jg, jg+tm, jg+kc, kc, sk 36 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments IV (25-45%) Ladang/tegalan 31.8 jg, sk+kc, jg+kc, kbn, hp 37 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments V (>45%) Ladang/tegalan 37.8 jg, sk, sk+jg, jg+kc, kc, hp 38 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments V (>45%) Ladang/tegalan 246.0 jg, jg+kc,a, kc, jg-kc, sk, pg, jg+pisang,

jg+sk, jg+tm, kbn, hp 39 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Ladang/tegalan 18.8 jg+kc, jg-kc, jg+tm, jg, sk+kc, kbn 40 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments II (8-15%) Ladang/tegalan 20.1 jg, jg+kc, sk+kc, a, kbn

41 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Ladang/tegalan 3.1 hp

42 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Ladang/tegalan 2.6 hp, kbn, jg, jg+kc

43 Andic humitropepts I (0-8%) Ladang/tegalan 15.6 jg+kc, jg, sk, sk+kms kucing, kbn

44 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments III (15-25%) Ladang/tegalan 13.7 jg+sk, jg, jg+kc, jg+kc+sk, sk+pisang+sengon, kc, sk+kc 45 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Ladang/tegalan 19.9 jg-kc, jg+kc, sk-kc, kbn

46 Andic humitropepts V (>45%) Ladang/tegalan 20.4 jg, sk, jg+sk, sk+pisang+sengon, jg+kc

47 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Ladang/tegalan 15.5 jg, kc, jg+kc, sk+kc, sk

48 Andic humitropepts IV (25-45%) Ladang/tegalan 0.3 jg

Jumlah 1800.8

Keterangan : ha : hutan alam, hp : hutan pinus, kbn : kebun campuran, jg : jagung, Kc : kacang, sk : singkong, tm : timun, tls : talas, a : alang-alang, + : tumpangsari, - : pergiliran tanaman

54

Kependudukan

Masyarakat yang bermukim di lokasi pengamatan intensif tersebar di RW 05 Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, meliputi 3 RT, yaitu RT 01 (Kampung Sungapan: 40 KK), RT 02 (Kampung Lengkong: 165 KK), dan RT 03 (Kampung Cipeucang: 48 KK) dan RW 05, Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, yang tersebar di 4 RT, yaitu RT 01 dan RT 02 (Kampung Lengkong Girang : 72) dan RT 03 dan RT 04 (Kampung Ciwaluh: 68 KK). Jumlah penduduk di Desa Pasir Buncir dan Desa Wates Jaya sebanyak 13.030 orang yang terdiri dari 6.842 laki-laki dan 6.188 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3.276 orang.

Pendidikan

Sekolah yang ada di kedua kampung itu adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Sibyan Kampung Lengkong Desa Pasir Buncir dan SD Negeri di Kampung Lengkong Girang Desa Wates Jaya. Lulusan MI dan SD melanjutkan ke SMP Harapan (swasta) di Cijeruk berjarak 5 km dan ke SMP Terbuka (Negeri). Salah satu masalah bidang pendidikan adalah masih tingginya masyarakat yang tidak melanjutkan pendidikan setelah SD. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, hal ini disebabkan oleh relatif tingginya biaya transpotasi. Lokasi SMP yang terdekat ditempuh dengan jalan kaki sekitar 1 jam, karena belum adanya angkutan umum atau jika menggunakan ojek sepeda motor dengan biaya Rp. 10.000,00 pulang pergi karena jalan yang rusak. Penyebab lain dari tingginya angka putus sekolah adalah anggapan dari sebagian orang tua bahwa menempuh pendidikan yang lebih tinggi juga tidak memberikan nilai tambah dimana masyarakat juga melihat dengan menempuh pendidikan yang

lebih tinggi juga banyak yang masih menganggur. Untuk perempuan, kalau bekerja di garmen akan memperoleh pendapatan yang sama.

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam penerimaan inovasi dan perubahan perilaku yang berpengaruh pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, akan semakin cepat pula menyerap dan melaksanakan inovasi yang diberikan baik melalui kegiatan penyuluhan maupun melalui pengamatan yang dilakukan masyarakat sendiri. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya relatif masih rendah yang ditandai dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak tamat SD atau hanya tamat SD (80%). Tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir Tingkat Desa

Pendidikan Jumlah Prosentase

Pasir Buncir Wates Jaya Pasir Buncir Wates Jaya Rata-rata

SD 80 2.034 49,69 64.67 57.18 SLTP 40 709 24,84 22.54 23.69 SLTA 28 324 17,39 10.30 13.85 Akademi 5 43 3,11 1.37 2.24 Sarjana 8 35 4,97 1.11 3.04 Jumlah 161 3.145 100,00 100.00 100.00 Sumber : Distanhut (2006)

Petani yang menggarap lahan di lokasi pengamatan intensif dan keluarganya belum memperoleh pendidikan yang baik. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya petani dan keluarganya yang hanya mengeyam pendidikan sampai SLTP (94,42%). Alasan utama masyarakat tidak melanjutkan pendidikan adalah kebutuhan ekonomi karena mahalnya biaya pendidikan, anak dapat membantu orang tua bekerja di ladang dan sekolah yang relatif jauh sehingga

56

mahal biaya transportasi. Pendidikan petani dan keluarganya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Persentase Tingkat Pendidikan Petani Penggarap di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Pendidikan Persentase Keterangan

Tidak SD 4,97 1. Sekolah SLTP dan

SD 31,68 SLTA jauh dari desa

Tamat SD 37,89 2. Jumlah penduduk tamat

SLTP 9,94 SLTP 94,42% Tamat SLTP 9,94 SLTA 1,24 Tamat SLTA 2,48 PT 1,24 Tamat PT 0,62 Jumlah 100,00 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)

Kesehatan

Masyarakat memperoleh pelayanan Puskesmas Keliling dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor setiap hari Rabu. Biaya pengobatan (termasuk obat) di Puskesmas keliling Rp. 4.000,00 / pasien. Sedangkan kegiatan Posyandu dilaksanakan sendiri oleh kader Posyandu sebulan sekali. Di Desa Pasir Buncir, terdapat dua Posyandu yang masing-masing melayani 70 dan 25 balita. Untuk keperluan mendadak, warga memanfaatkan fasilitas Puskesmas yang ada di Cigombong berjarak 7 km dan di Cinagara jarak 10 km.

Mata Pencaharian

Sebagian besar keluarga petani berusia produktif yaitu 74% yang dapat membantu mengerjakan lahan garapan dan memelihara ternak serta kegiatan lain yang membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya sebagian besar menggantungkan hidupnya dari pertanian, yaitu 67,71% dan dari petani tersebut sebagian besar adalah sebagai buruh tani 51,00% dan penggarap 31,00%. Mata pencaharian masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya

No Mata Jumlah Prosentase

Pencaharian Ps. Buncir Watesjaya Ps. Buncir Watesjaya Rata-rata

A Pekerjaan 1 PNS/TNI 117 137 5,64 13,24 9,44 2 Pedagang 27 117 1,30 11,30 6,30 3 Buruh 55 290 2,65 28,02 15,34 4 Petani 1.824 491 87,99 47,44 67,71 5 Jasa 50 - 2,41 - 1,21 Jumlah 2.073 1.035 100,00 100,00 100,00

B Petani berdasarkan status

1 Pemilik 150 20 21,13 4,07 12,60 2 Penggarap 225 156 31,69 31,77 31,73 3 Penyakap 25 20 3,52 4,07 3,80 4 Buruh Tani 310 295 43,66 60,08 51,87 Jumlah 710 491 100,00 100,00 100,00 Sumber : Distanhut (2006)

Lahan kering yang diusahakan masyarakat untuk budidaya pertanian adalah milik PT. PAP, PT. Panggung dan CV. Kertajaya dan masyarakat hanya bekerja sebagai penggarap lahan. Sementara untuk lahan sawah dan lahan pekarangan adalah milik pribadi. Sebelum bekerja di lahan pertanian, masyarakat bekerja sebagai buruh tani, penggali pasir, buruh bangunan atau pekerjaan serabutan.

Luas lahan garapan masyarakat di lokasi pengamatan intensif relatif kecil sehingga belum bisa untuk mendukung kehidupan yang layak. Sebagian besar petani menggarap lahan kering dengan luas berkisar 0,10 – 0,25 ha (34,62%) (Tabel 16) dan 55,56% petani tersebut mengerjakan lahan seluas 0,20 ha. Tipologi masyarakat berdasar lahan garapan di lokasi pengamatan intensif adalah 13,33% petani menggarap sawah saja, 43,33% petani menggarap lahan kering saja dan 43,33% petani menggarap lahan kering dan sawah. Tipologi petani berdasar luas kepemilikan lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 17.

58

Tabel 17. Prosentase Petani berdasar Luas Lahan Garapan di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Jenis Luas Lahan Garapan (ha)

Lahan 0-0,1 0,1-0,25 0,25-0,50 0,50-1,0 1,0-2,0 >2,0

Sawah 23,53 23,53 23,53 17,65 5,88 5,88

Lahan kering 15,38 34,62 15,38 13,08 7,69 3,85

Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)

Sumber penghasilan masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu sebagian besar mengandalkan dari lahan yang diolahnya disamping mencari sumber panghasilan lain seperti ternak, buruh tani, buruh bangunan, ojek dan berdagang. Berdasar hasil wawancara, masyarakat menjual hasil usaha taninya kepada tengkulak setempat, hal ini disebabkan karena sulitnya transportasi untuk menjual secara langsung ke pasar atau bibit tanaman berasal dari tengkulak karena petani kekurangan modal. Selisih harga jual antara tengkulak dengan pasar sekitar 10% - 20%.

Sumber pendapatan masyarakat di lokasi pengamatan intensif dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu pendapatan masyarakat berasal dari kegiatan 1) pertanian saja (30,00%), 2) pertanian dan ternak (23,33%), 3) pertanian dan diluar pertanian (33,33%), dan 4) pertanian, ternak dan diluar pertanian (13,33%). Lahan kering memberikan sumbangan terhadap pendapatan keluarga petani paling besar (43,41%), diikuti dengan sawah (30,37%), kegiatan diluar sektor pertanian (21,06%) dan usaha budidaya ternak domba (5,15%).

Pendapatan keluarga petani digunakan untuk memenuhi semua aktifitas kehidupannya sehingga seluruh komponen hidup bersumber dari pendapatan keluarga tersebut. Rata – rata pendapatan usaha tani 11.849.550,00 rupiah/tahun sehingga belum memenuhi standar hidup layak. Rincian pendapatan masyarakat

berdasarkan pola tanam yang dilakukan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 29.

Sebagian besar masyarakat belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang baik dalam usaha budidaya pertanian. Pembuatan teras masih sederhana bahkan sebagian belum diteras meskipun pada lahan yang bertopografi lebih besar dari 45%. Masyarakat masih mengolah lahan secara bersih sempurna sehingga kalau terjadi hujan akan menyebabkan terjadinya erosi.

Pola tanam yang dilakukan masyarakat terbagi dalam 5 kelompok yaitu 1) monokultur (jagung, singkong, kacang-kacangan, sawah), 2) pergiliran tanaman (kacangan, jagung, padi huma), 3)tumpangsari (jagung + kacang-kacangan, jagung + tomat, jagung + timun, jagung + tomat + singkong, dll), 4) tumpangsari dan dilanjutkan penanaman tanaman semusim lain dan 5) tumpangsari kayu-kayuan dan tumbuhan bawah (sengon + alpokat + kapulaga, pinus + kumis kucing, kapulaga, dll). Pola tanam masyarakat di lokasi pengamatan intensif dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pola Tanam Masyarakat di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu

Pola tanam Jumlah petani

(%)

Monokultur 52,27

Tumpangsari 25,00

Pergiliran tanaman 9,09

Tumpangsari dan dilanjutkan penanaman tanaman semusim lain 9,09

Tumpangsari kayu-kayuan dan tumbuhan bawah 4,54

Jumlah 100.00 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)

Tipe Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu bervariasi meliputi hutan, perkebunan, ladang/tegalan, sawah, semak belukar, tanah kosong, pemukiman,

60

dan air (sungai dan danau) yang luasnya cukup seragam kecuali tanah kosong dan air (Tabel 2).

Hutan yang ada di Sub DAS Cisadane Hulu merupakan hutan lindung yang berada di gunung salak dan gunung gede pangrango. Dilihat dari fungsinya hutan tersebut merupakan wilayah konservasi yang dapat menjaga fungsi hidrologi sehingga ketersediaan air dapat terjaga. Berdasarkan pengamatan di lapangan masyarakat sudah mulai merambah kawasan hutan. Perambahan hutan yang terjadi di wilayah Sub DAS Cisadane Hulu seluas 31,69 ha (Distanhut 2006)

Di lokasi pengamatan intensif hutan yang ada berupa hutan alam dibagian atas dan hutan pinus dibagian bawah dengan tumbuhan bawah berupa semak, kaliandra, kopi, kumis kucing dan kapulaga. Sebagian kawasan hutan pinus tersebut dijadikan oleh masyarakat untuk menambah pendapatan dengan budidaya kumis kucing, kopi dan kapulaga serta mencari pakan ternak.

Di lokasi pengamatan intensif diperoleh adanya perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan yaitu lahan yang pada awalnya berupa perkebunan rapat menjadi semak belukar dan saat ini telah berubah menjadi ladang/tegalan yang dikelola secara intensif oleh masyarakat. Perubahan penggunaan lahan tersebut tidak diiringi dengan upaya pemanfaatan lahan secara benar menurut

Dokumen terkait