• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Badan Standarisasi Nasional (1999); SNI tentang Rumah Potong Hewan No. 01-6159-1999. Pusat Standarisasi LIPI Jakarta

2. Kementrian Pertanian (2010), Peraturan Menteri Pertanian No. 13/Permentan/ OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan Unit penanganan daging (meat cutting plant). Berita Negara RI No. 60/2010.

3. Kementrian Pertanian (2005), Peraturan Menteri Pertanian No.381/Kpts/OT.140/10/2005 Tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.

4. Tawaf, R (2006) Rancangan Teknis Rinci Meat Business Centre Di Kabupaten Bandung, Fakultas Peternakan Unpad.

5. Dayan, Anto, (1989). Pengantar Metode Statistik. LP3ES. Jakarta

6. Djamin, Zulkarnain, (1984). Perencanaan dan Analisis Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

7. Gittinger, J.Price. Adler, Hans A., (1990). Evaluasi Proyek, Terjemahan Soemarsono SR. Rineka Cipta. Jakarta

8. Husnan, Suad, (1984). Studi Kelayakan Proyek. BPFE. Yogyakarta

9. Ibrahim, Yacob H.M. Drs. M.M., (2003). Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Jakarta, Rineka Cipta.

10. Anonim, 2006. Standar Naasional Indonesia Sub Sektor Peternakan.http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/i nfo.html.Diakses pada tanggal 07 Oktober 2009, pada pukul 11.03 WIB. 11. Anonim, 2009. Rumah Potong Hewan Bagi Kesehatan

Masyarakat.http://www.timorexpress.com/index.php. Diakses pada tanggal 07 Oktober 2009, pada pukul 11.03 WIB.

12. Blakely, J. and D. H. Bade, 1992. The Science of Animal Husbandry. Penterjemah: B. Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

13. Koswara, O., 1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine Untuk Eksport Produk-produk Peternakan. Makalah Seminar Ternak Potong, Jakarta.

14. Lestari, P.T.B.A., 1994. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.

15. Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

16. Nuhriawangsa, A. M. P., 1999. Pengantar Ilmu Ternak dalam Pandangan Islam: Suatu Tinjauan tentang Fiqih Ternak. Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

17. Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.

18. Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

19. Swatland, H. J., 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

20. Koswara, O., 1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine Untuk Eksport Produk-produk Peternakan. Makalah Seminar Ternak Potong, Jakarta.

21. Lestari, P.T.B.A., 1994a. Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.

22. Lestari, P.T.B.A., 1994b. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.

23. Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

24. Daryanto. A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press. Bogor

25. Herdiawan. D. 2012. Ketahanan Pangan dan Radikalisme. Repblika. Jakarta

26. Jafar. H.M. 2009. Membangun Pertanian Sejahtera, Demokratis dan Berkelanjutan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

27. Kharoen. H. 2012. Politik Ekonomi Pangan Menggapai Kemandirian Mewukudkan Kesejahteraan. Cidesindo. Jakarta.

28. Krisnamurti, Azumardi, dkk. 2009. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Kompas. Jakarta

29. Kuncoro. M. 2009. Ekonomika Industri Indonesia. Penerbit Andi. Yogyakarta.

30. Nainggolan.K. 2008. Melawan Kemiskinan dan Kelaparan Abad ke-21, Kekal Prees. Jakarta.

31. Kesmavet, Manual. 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta : Departemen Pertanian.

32. Sugiharto. 1987. Dasar – dasar Pengelolaan Air Limbah, Cetakan

Pertama. Jakarta : UI Press

33. Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

34. Winarno, F.G., S. Farsiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi

Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

35. Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Idustri

Pangan. Jakarta : Kanisius

36. Scahill, Jeremy. 2007. Blackwater: The Rise of The World’s Most

Powerful Mercenery Army. New York: Nations Book.

37. Roihatin. A dan Rizqi A. K. 2007 Pengolahan Air Limbah Rumah

Pemotongan Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro, Semarang.

38. Kusnoputranto H. 1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik

39. Tjiptadi, W. 1990. Pengendalian Limbah Pertanian. Makalah pada Perdidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Bagi Wydiasnara Sespa, Sepadya, Sepala dan Sespa Antar Departemen. Jakarta.

40. Bewick.M.W.M. 1980. Handbook of Organic Waste Convertion Litton

Educational Publishing, Inc. New York.

41. D.J. Batstone, J. Keller, R.B. Newell, dan M. Newland. Modelling

anaerobic degradation of complex wastewater. I: model development,

Bioresource Technology, 75(2000), Pages 67-74

42. Sanjaya, A.W. Sudarwanto, M. Pribadi, E.S. 1996. Pengelolaan Limbah

Cair Rumah Potong Hewan di Kabupaten Dati 11 Bogor. Media

Veteriner Vol. III (2). Depok-Bogor.

43. Kabinawa, I. N. K., dan N. W. S. Agustini. 2005. Aplikasi Chlorella

Pyrenoidosa Strain Lokal (INK) dalam Penanggulangan Limbah Cair Agroindustri. Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI, Bogor.

44. Limbah cair rumah potong hewan (RPH) terdiri dari air bekas pencucian yang tercampur dengan feces, darah, urine, dan lemak hewan, sehingga limbah cair RPH mengandung protein, lemak dan karbohidrat dengan materi organik terlarut dan tersuspensi relatif tinggi. (Setyobudiarso, 2012)

45. Setyobudiarso, Hery, 2012. Penurunan COD,TSS dan Warna Limbah

Cair Rumah Potong Hewan (RPH) Menggunakan Anaerobic Baffled Reactor (ABR). FTSP ITN-MALANG.

46. Hayati, Nurul, 2013. Biodegradasi Protein, Lemak dan Karbohidrat. Kimia Organik 2.

47. Anonim, 2006, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02

Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan, Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.

48. Awaluddin, N, 2007, Teknologi Pengolahan Air Tanah Sebagai Sumber

Air Minum Pada Skala Rumah Tangga, Pekan Apresiasi Mahasiswa

LEMFTSP UII Seminar ”Peran Mahasiswa Dalam Aplikasi Keteknikan Menuju Globalisasi Teknologi”, Universitas Islam.

49. Alfi. R, 2013, Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan

Di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli, Tugas Akhir,

Fakultas Teknik USU, Sumatra.

50. Bennefield, L.D; Randall, C.W, 1980, Biological Process Design for

Wastewater Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewwod Cliffs, NJ 07632.

51. BAPPEDA TK I Jawa Timur, 1995, Panduan Pelatihan Manajemen

Laboratorium, Surabaya.

52. Budi Kamulyan, 1997, Teknik Penyehatan, Bagian A1 : Teknik Pengolahan Air, Bahan Kuliah, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, UGM, Yogyakarta.

53. Budiyono, Nyoman. I, dan Sunarso, 2007, Perkembangan Teknologi

Pengolahan Air Limbah Rumah PemotonganHewan (RPH) : Overview,

Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik kimia, ITS, Surabaya.

54. Degreemont, 1991, Water Treatment Handbook, Sixth Edition, Mc Graw Hill, Inc.

55. Droste, R L, 1997, Theory and Practice of Water and Wastewater

Treatment, Canada: John Wiley & Sons, Inc.

56. Djoko Padmono, 2005, Alternatif Pengolahan Limbah Rumah Potong

Hewan Cakung (Suatu Studi Kasus), Jurnal Teknik Lingkungan

P3TL-BPPT.6. (1) :303-310, Jakarta.

57. Ginting, P., 2007, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, Yrama Widya, Bandung

58. Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah. Supaya tidak Mencemari

Orang Lain, Penerbit ESHA, Jakarta.

59. Jenie. B.S.L., dan W.P. Rahayu, 1993, Penanganan Limbah Industri

Pangan, Kanisius, Yogyakarta.

60. Metcalf and Eddy. 1979. Waste water Enginering Treatment Disposal

Reuse.Mc. Graw-Hill New York.

61. Mahida, U.N, 1986, Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, C.V. Rajawali, Jakarta.

62. Nasir, M., 2004, Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul di Kabupaten Bantul, Tesis S2, Magister

Pengelolaan Lingkungan, UGM, Yogyakarta.

63. Program Pasca Sarjana UGM, 2003, Petunjuk Penulisan Usulan

Penelitian dan Tesis. UGM, Yogyakarta.

64. Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, Jakarta.

65. Suharto, 2010, Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air dan Udara, Andi, Yogyakarta

66. Sri P. Saraswati, 2000, Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah, Bahan Kuliah Teknik Lingkungan I, UGM, Yogyakarta.

67. Siregar, S.A., 2005, Instalasi Pengolahan Air Limbah, Kanisius, Yogyakarta.

68. Wardhana, W.A., 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta.

69. Zimmermann, C. & Eggersgluess, H., 1986, Experience With Ruminal

Manure Pressure, Die Fleischwirt-schaft, 66(1) 155-160.

70. Anonim, 2011. Penerapan Tegnologi Bersih di Rumah Potong Hewan. http://produksibersih.wordpress.com/tag/rumah-potong-hewan/ . diakses: 19 Oktober 2011 Pukul 15.00 WIB.

71. Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

72. Said, Nusa Idaman. 2007. Instalansi Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan Kapasitas 400 M3 per Hari. Direktorat Tegnologi Lingkungan. Jakarta.

73. Feasibility Study On A Full Scale System For Treatment Of Liquid and Solid Slaughterhouse Wastes.Weiland . P. Development of Anaerobic

Filters for Treatment of High Strength Agro Industrial Waste Waters. Bio Process Engineering 2 Springer-Verlag. 1987.

74. Anonymous, 1987. Peraturan Perundang-undangan Kesehatan Hewan Edisi III Direktorat Kesehatan Hewan, Direktur Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian Jakarta.

75. Al-Ekabi, H., & Serpone, N. 1988. Kinetic Studies in Heterogeneous Photocatalysis, 1.

76. Photocatalytic Degradation of Chlorinated Phenols in Aerated Aqueous Solutions over TiO2 Supported on a Glass Matrix, J. Phys. Chem, 92, 5726-5731.

77. Alaerts ,G dan S. Santika, 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya

78. Andayani, W. 2001. Degradasi Pentaklorofenol dalam Air secara Fotokatalitik dengan TiO2 yang Diimobilisasikan pada Logam Titanium: Evolusi Senyawa Intermediet, Tesis Magister Sain, Ilmu Kimia Program Pascasarjana, FMIPA, UI.

79. Byrene, J.A, Eggins, B.R, Brown, N.M.D, Mc Kinney, & Ronse, M. 1988, Immobilisation of TiO2 Powder for The Treatment of Polluted Water, App. Cat. B: Environmental, 17, 25-36.

80. Cabrera, M.I., Alpano, O.M., and Cassano, A.E.,1994. Novel Reactor for Photocatalytic.

81. Kinetic Studies, Ind. Eng. Chem. Res, 33, 3031-3042.

82. Dijkstra, M.F.J, Buwalda, H., De Jong, A.W.F, Meliorien, A., Wilkenman, J.G.M, & Beenackers, A.A.C.M. 2001. Experimental Comparison of Three Reactor Designs for Photocatalytic Water Purification, Chem. Engin. Sci., 56, 547-555.

83. Dingwang, C., Fengmei, L., & Ray, A.K. 2001. External and Internal Mass Transfer

84. Effect on Photocatalytic Degradation, Cat. Today, 66, 475-485.

85. Dijkstra, M.F.J., Ponneman, H.J., Wilkenman, J.G.M., Kelly, J.J., & Beenackers, A.A.C.M.,2002.Modeling The Photocatalytic Degradation of Formic Acid in A Reactor with Immobi- lized Catalyst, Chem. Engin. Sci., 57, 4895-4907.

86. Djajadiningrat S.T. dan H.H. Amir., 1991. Penilaian Secara Cepat Sumber-sumber pencemaran Air, Tanah , Udara . Gajah Mada University Press. Jogjakarta.

87. Ensminger ,1991. M.E Animal Science , 9 th Ed. Interstate Publisher Inc. Danvill, Illinois. USA

88. Fujishima, A., Hashimoto, K., & Watanabe, T. 1999. TiO2 Photocatalysis Fundamentals and Applications, BKC, Inc, Japan,

89. Fujishima, A., Rao, T.N, and Tryk, D.A. 2000. Titanium Dioxide Photocatalysis, Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochem. Rev. 1, 1-21.

90. Harper, J.C., Christensen, P.A., Egerton, T.A., & Scott, K. 2001. Mass Transport Characterization of a Novel Gas Sparged Photoelectrochemical Reactor, J. App. Electrochem., 31, 267-273

91. Hoffmann, M.R., Martin, S.T., Choi, W., & Bahnemann, D.W.1995, Environmental Application of Semiconductor Photocatalysis, Chem. Rev, 95, 69-96.

92. Hu Chun and Wang Yizhong, 1999. Decolorization and Biodegradability of Fotocatalytic treated Azo Dyes and Wool Textile Wastewater. Chinese Academy of Sciences, Beijing, P.R. China

93. Huheey, J.E, Keiter, E.A, & Keiter, R.L.1993. Inorganic Chemistry: Principles of Structure and Reactivity, 4th ed., HarperCollins College Publishers, New York, , p. 272-276.

94. Indriyati, 2004. Penerapan Teknologi Produksi Bersih di RPH Cakung. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan. BPPT. Jakarta. 95. Jenie, B.S.L. Dan W.R Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri

Pangan. Kanisius. Jogjakar- ta.

96. Kamat, P.V. 1993. Photochemistry on Nonreactive and Reactive (Semiconductor) Surface,Chem.Rev, 93, 267-300.

97. Linsebigler, A.L, Guangquan, L. & Yates, J.T. 1995. Photocatalysis on TiO2 Surface: Priciples, Mechanisms, and Selected Results, Chem. Rev, 95, 735-758.

98. Metcalf & Eddy. Inc.1991.(Revised by Tchobanoglous, G. & F.L. Burton). Wastewater Engineering. Treatment, Disposal and Reuse. Third Edition. Mc Graw Hill Inc. New York

99. Mc Murray, T.A., Byrne, J.A., Dunlop, P.S.M., Winkelman, J.G.M., Eggins, B.R., & Mc Adams, E.T.2004. Intrinsic Kinetics of Photocatalytic Oxidation of Formic Acid and Oxalic Acid on Immobilised TiO2 Films, App. Catal. A: General, 262,105-110.

100. Mills, A., & Le Hunte, S. 1997. An Overview of Semiconductor Photocatalysis, J.Photochem. Photobiol. A: Chemistry, 108, 1-35.

101. Padmono, D. and K. Wulfert, 2003. Minimization of Waste and Waste Water Treatment in Cakung Slaughter House. PD. Dharma Jaya.

102. Pera-Titus, M., Garcia-Molina, V., Banos, M.A., Gimenez, J., and Esplugas, S. 2004. Degrada- tion of Chlorophenol by Means of Advance Oxidation Prosesses: a General Review, App. Cat. B: Environmental, 47, 219-256.

103. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan.

104. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan /atau Kegiatan Peternakan Sapi dan Babi.

105. Rialuszaman dan Ismoyo ,1994. Kamus Istilah Lingkungan PT. Bina Rena Pariwara. Jakarta.

106. Ray, A.K., & Beenackers, A.A.C.M., 1998. Development of a New Photocatalytic Reactor for Water Purification, Cat. Today, 40, 73-83.

107. Soemantojo, R.W. 1994. Minimisasi Limbah Dengan Jalan Daur Ulang dan Kriteria Penyajiannya Dalam Sistim Pengelolaan Air Limbah Terpadu diKawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB . Bogor

108. Sugiharto ,1987. Dasar-dasar Pengolahan air Limbah. UI Press. Jakarta 109. Surahman, H.. 2004. Studi Pengembangan Reaktor Fotokatalitik dengan

TiO2 yang Diimobilisasi pada Bagian Dalam Kolom Gelas: Optimasi Reaktor Alir dan Uji Kemampuannya Terhadap Degradasi 4-Klorofenol , Tesis Magister Sain, Ilmu Kimia Program Pascasarjana, FMIPA, UI. 110. Sutamiharja ,R.T.M, 1994. Kualitas dan Pengelolaan Pencemaran

Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan . Institut Pertanian Bogor, Bogor

111. Wisnuprapto,1990. Teknologi yang tersedia dalam pengolahan air buangan indutri serta Berbagai kendala yang dihadapi. Makalah Dampak Pembangunan Industri Pada Masyarakat Dan Penanganannya dalam menghadapi Era Industrialisasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 112. Zhang, Z., Anderson, W.A., & Moo-Young, M. 2004. Experimental

Analysis of a corrugated Plate Photocatalytic Reactor, Chem. Engin. J., 99, (2004), 145-152.

113. Statistik Peternakan 2012 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

114. Sumber Artikel : http://septinalove.blogspot.com/ --- (2004) Identifikasi Rumah Potong Hewan (MBC). Dinas Peternakan Perikanan Kabupaten Bandung – Fapet Unpad.

115. --- (2006) Detail Engenering Design Meat Business Center; Kerjasama Dinas Peternakan Perikanan Kab. Bandung dengan Fakultas Peternakan Unpad

116. --- (2012) Kontribusi Usaha Penggemukan Sapi Potong Dalam Penyediaan Daging Sapi Di Jawa Barat; Seminar Pembangunan Jawa Barat diselenggarakan oleh Jaringan Peneliti Jawa Barat bekerjasama dengan LPPM Unpad, Jatinangor tangal 12-13 Juni 2012

117. --- (2012). Mewujudkan Pengelolaan RPH Indonesia yang Berprinsip Kesrawan, seminar diselenggarakan oleh PB ISPI-PDHI pada Pameran Indolivestock, Jakarta 5 Juli 2012.

118. --- (2012). Dampak Penerapan Kesrawan Terhadap Peningkatan Produktivitas Sapi Potong, Traveling Seminar di Bandung, Jakarta, Lampung dan Medan, kerjasama PB ISPI – PB PDHI - Meat Livestock Australia. Februari – Maret 2012.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009

TENTANG

PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

a. bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Maha Esa mempunyai peranan penting dalam penyediaan pangan asal hewan dan hasil hewan lainnya serta jasa bagi manusia yang pemanfataannya perlu diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu diselenggarakan kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta ekosistemnya sebagai prasyarat terselenggaranya peternakan yang maju, berdaya saing, dan berkelanjutan serta penyediaan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal sehingga perlu didayagunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masya rakat; c. bahwa dengan perkembangan keadaan tuntutan otonomi daerah dan globalisasi, peraturan perundang- undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN. BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dala m Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.

2. Kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan.

3. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.

4. Hewan peliharaan adalah hewan yang kehid upannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.

5. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

6. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, air, dan/atau udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. 7. Sumber daya genetik adalah material tumbuhan, binatang, atau jasad renik yang

menga ndung unit- unit yang berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan, baik yang bernilai aktual maupun potensial untuk menciptakan galur, rumpun, atau spesies baru. 8. Benih hewan yang selanjutnya disebut benih adalah bahan reproduksi hewan yang

dapat berupa semen, sperma, ova, telur tertunas, dan embrio.

9. Benih jasad renik adalah mikroba yang dapat digunakan untuk kepentingan industri pakan dan/atau industri biomedik veteriner.

10. Bibit hewan yang selanjutnya disebut bibit adalah hewan yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan.

11. Rumpun hewan yang selanjutnya disebut rumpun adalah segolongan hewan dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya.

12. Bakalan hewan yang selanjutnya disebut bakalan adalah hewan bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara guna tujuan produksi.

13. Produk hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika, pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia.

14. Peternak adalah perorangan warga Negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan.

15. Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan kriteria dan skala tertentu.

16. Usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak.

17. Kastrasi adalah tindakan mencegah berfungsinya testis dengan jalan menghilangkan atau menghambat fungsinya.

18. Inseminasi buatan adalah teknik memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting.

19. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. 20. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah

dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat.

21. Usaha di bidang kesehatan hewan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang upaya dalam mewujudkan kesehatan hewan.

22. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak.

23. Bahan pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah.

24. Kawasan penggembalaan umum adalah lahan Negara atau yang disediakan Pemerintah atau yang dihibahkan oleh perseorangan atau perusahaan yang diperuntukkan bagi penggembalaan ternak masyarakat skala kecil sehingga ternak dapat leluasa berkembang biak.

25. Setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang melakukan kegiatan di bidang peternakan dan kesehatan hewan.

26. Veteriner adalah segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit hewan. 27. Medik veteriner adalah penyelenggaraan kegiatan praktik kedokteran hewan.

28. Otoritas veteriner adalah kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan yang dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi ya ng bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di lapangan.

29. Dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam melaksanakan pelayanan kesehatan hewan.

30. Dokter hewan berwenang adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka penyelenggaraan kesehatan hewan.

31. Medik reproduksi adalah penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan kesehatan hewan di bidang reproduksi hewan.

32. Medik konservasi adalah penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan kesehatan hewan di bidang konservasi satwa liar.

33. Biomedik adalah penyelenggaraan medik veteriner di bidang biologi farmasi, pengembangan sains kedokteran, atau industri biologi untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia.

34. Penyakit hewan adalah gangguan kesehatan pada hewan yang antara lain, disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, trauma, keracunan, infestasi parasit, dan infeksi mikroorganisme pathogen seperti virus, bakteri, cendawan, dan ricketsia.

35. Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan; hewan dan manusia; serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis seperti air, udara, tanah, pakan, peralatan, dan manusia; atau dengan media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur.

36. Penyakit hewan strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang tinggi.

37. Zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.

38. Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kesehatan manusia.

39. Obat hewan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati hewan, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang meliputi sediaan biologik, farmakoseutika, premiks, dan sediaan alami.

40. Alat dan mesin peternakan adalah semua peralatan yang digunakan berkaitan dengan kegiatan peternakan dan kesehatan hewan, baik yang dioperasikan dengan motor penggerak maupun tanpa motor penggerak.

41. Alat dan mesin kesehatan hewan adalah peralatan kedokteran hewan yang disiapkan dan digunakan untuk hewan sebagai alat bantu dalam pelayanan kesehatan hewan. 42. Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik

dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak

Dokumen terkait